Argey Wahidan Atayad berusia 35 tahun, memiliki wajah yang tampan, kulit putih mulus dan badan tinggi tegap bak seorang atlet. Atayad adalah anak pertama dari 5 bersaudara, memiliki dua adik laki laki dan dua adik perempuan. Diusanya sekarang Argey atau sering dipanggil Atayad sudah berhasil membangun bisnis dalam berbagai bidang. Property, fashion, kuliner dan lain sebagainya. Tapi sayang masih jomblo 😅.
Azahra Rasdya Almira atau sering dikenal sebagai Ara. Berusia 26 tahun, cantik, tinggi 168cm, pintar, dan orangnya asik diajak bercanda. Ara anak ketiga dari 4 bersaudara dan merupakan satu satunya anak perempuan karena tiga saudaranya berjenis kelamin laki laki. Meski Ara lahir dari keluarga yang serba cukup namun tak membuat pribadinya menjadi anak yang manja. Justru sebaliknya ia lebih suka mandiri dibandingkan dengan anak seusianya. Bayangkan saja diusianya yang baru menginjak 26 tahun, Ara sudah berhasil membangun bisnis onlinenya. Tapi sayang sekali kisah cinta Ara tak sama dengan nasib bisnisnya. Ia ditinggal nikah oleh kekasih yang dicintainya. Sebegitu mirisnya kah nasib Ara?
Rasdyan Hadi adalah ayah dari Ara berusia sekitar 57 tahun. Pemilik perusahaan RH Coorporation. Rasdyan memiliki sikap tegas pada saat saat tertentu namun lebih dikenal oleh anak anaknya sebagai ayah yang humoris. Rasdyan sangat menginginkan Ara segera menikah, berhubung Ara satu satunya anak perempuan di keluarganya.
Ellia Anastasya ata sering di panggil Ana, berusia 54 tahun. Meski sudah melahirkan empat orang anak namun pesonanya tak pernah lekang ditelan waktu. Ana memiliki kepribadian lembut, penyayang, ramah dan lain sebagainya.
Farid Wahidan Ahmad adalah ayah dari Atayad. Berusia 57 tahun 6 bulan, Ahmad tak lain adalah rekan bisnis Rasdyan. Punya sikap tegas terhadap anak anaknya. Meski demikian ia selalu berusaha mendidik anak anaknya sesuai dengan porsinya masing masing.
Metia Setyasa atau sering dipanggil Meti, ialah ibu dari Atayad. Berusia 55 tahun, cantik, baik, anggun, dan lain sebagainya. Metia selalu dilanda kekhawatiran akan putranya yang masih belum menikah meski usianya sudah mau memasuki usia 35 tahun. Ia tau betul kenapa putranya demikian. Bahkan Meti sering sekali meminta Ahmad suaminya agar membujuk putra sulungnya supaya menikah. Berkali ia meminta tapi berkali pula penolkan yang selalu di lontarkan Atayad.
*** Cerita dimulai ***
Pagi yang indah ditemani kicauan burung di dahan pohon, serta gemerlap embun yang bergelantung didedaunan menambah semangat para penduduk bumi untuk bangun dari mimpi indah yang dirangkainya dan segera mewujudkan mimpinya dengan nyata.
Semua penghuni rumah mewah milik Ahmad selalu disiplin untuk bangun, itulah didikan yang selalu Ahmad terapkan pada anak anaknya. Maka tak heran jika Atayad putra sulung mereka telah dinyatakan sukses oleh Ahmad dalam membangun sebuah bisnis karena sikap displinnya.
"Pagi, ma pa" ucap Atayad saat sudah tiba dimeja makan yang sudah lebih dulu Ahmad dan Metia ada disana.
"Pagi sayang" balas lembut Meti.
"Kok tumben sekali papa tidak menjawab sapaan dari aku pa?" Heran Atayad saat sang ayah tak menjawab sapaan dan malah lebih asik membaca koran yang sedang di pegangnya.
Ahmad melirik sejenak Atayad namun mulutnya tetap tertutup seolah ada yang menguncinya rapat rapat.
Atayad mengerutkan kening merasa heran. Sebuah tepukan lembut dipundak menyadarkannya. "Tidak usah heran kan papa begitu kalau ada sesuatu yang diinginkan dari mu" ucap Meti lembut.
Ahmad menyimpan koran yang sejak tadi di pegangnya kemudian membetulkan letak kacamata. "Kau tua?" ucap Ahmad sambil memandang Atayad putranya.
"Tidak" jawab Atayad sambil membalas tatapan sang ayah yang ia rasa begitu serius saat mendengar sang ayah mengawali pembicaraannya.
"Tadi malam papa tidak dapat jatah gara gara ulah mu" ucap Ahmad yang gagal di mengerti oleh putranya.
"Gara gara ulah ku?" menunjuk dirinya sendiri dengan kening yang berkerut.
"Gara gara papa tidak berhasil membujuk kau untuk menikah, mama mu tak memberikan jatah papa tadi malam" bisik Ahmad agar tak terdengar oleh istrinya. Dibalik sikap tegasnya Ahmad terhadap anak anaknya namun ternyata ia adalah tipe suaminya yang sangat memuja istrinya. Hingga apa pun yang diinginkan sang istri harus ia turuti agar tetap mendapatkan jatahnya.
Atayad berusaha menahan tawa yang sebenarnya ingin ia luapkan dari awal papanya bicara. "Tidak usah tertawa, nanti kau juga akan merasakannya saat kau sudah punya istri. Cepatlah menikah atau papa tidak akan mendapatkan jatah papa lagi sampai kau menikah"
"Apa seperti itu kah cinta? hingga membuat orang yang tadinya terlihat waras jadi tak waras. Beruntung aku melepaskan cinta itu, sehingga aku masih tetap waras sampai saat ini." ucap Atayad dalam hati.
Mendengar kata menikah Atayad langsung tersenyum getir. Bukan tidak ada wanita yang menyukainya, tapi Atayad lah yang tak membuka hati untuk mereka. Bahkan Atayad tak pernah memberikan kesempatan pada wanita manapun untuk dekat dengannya sejak kejadian waktu itu.
"Oh" Atayad menanggapi permintaan sang papa dengan ber oh ria saja.
Meti yang baru saja keluar dari dapur sambil tangannya membawa nampan berisi gurame asam manis langsung memicingkan matanya pada dua lelaki yang sedang duduk bersebelahan. Matanya mendelik hebat saat sang suami memasang senyum manis yang hanya dimiliki olehnya.
"Jadi ceritanya gitu ya pa" ucap Atayad tiba tiba.
"Cerita apa?" Metia langsung menyambar ucapan Atayad.
Bukan menjawab pertanyaan sang mama Atayad malah memasang senyum tipisnya.
"Papa sama anak sama saja" ucap Metia.
"Sama apanya ma? beda dong papa lebih berpengalaman daripada Tayad benarkan Tay?" ucap Ahmad.
Meti menghela nafas nya dalam sebelum kembali berucap. "Mama khawatir sama kamu nak. Apa tidak ada perempuan yang memikat hatimu? Teman seusia mu banyak yang sudah berkeluarga, bahkan diantara mereka ada yang sudah memiliki anak dua bahkan tiga atau lebih."
"Ma" ucap Atayad sambil meraih tangan sang mama. "Kalau sudah saatnya Atayad menikah pasti akan menikah juga. Jodoh itu tidak bisa dipaksakan ma" ucap Atayad lembut. Begitulah sikap Atayad ia akan bersikap lembut jika berhadapan dengan orang tuannya terutama mamanya.
Diluar itu Atayad selalu bersikap tegas dan dingin pada siapapun kecuali orang orang terdekatnya.
"Terus kapan? nunggu mama mati baru kau akan menikah?" tanya Meti dengan tatapan bak sebuah pisau yang siap menhujam.
"Akan Tayad pikirkan ulang permintaan mama" ucap Atayad tak lupa ia memasang senyum meski sebenarnya ia tidak ingin memikirkan lagi tentang pernikahan, cinta dan apalah itu.
Percakapan mereka terhenti tatkala anak anaknya yang lain sudah turun dan menghampiri mereka. Hal tersebut sangat disyukuri oleh Atayad karena mama dan papa nya tak akan lagi membahas hal tersebut jika adik adiknya ada disekitarnya.
Hening melanda saat mereka sarapan, tak ada yang boleh angkat bicara. Kecuali dentingan sendok dan garfu yang sedang beradu diatas piring.
Selesai sarapan semua melakukan rutinitasnya masing termasuk Atayad.
"Ingat bantulah papa, masa kau tidak kasihan sama sekali dengan papa" ucapan itu terngiang dibenak Atayad, ya itu adalah ucapan papa nya sebelum ia meninggalkan rumah menuju kantornya.
"Selamat pagi nona manis" Sapa Rasdyan yang sedang duduk menikmati secangkir kopi yang telah dihidangkan oleh sang istri.
"Pagi" jawab Ara.
"Gimana dengan tawaran papa kemarin malam? Apa kau sudah memikirkannya?" tanya Rasdyan lagi sementara Ana sibuk menata meja makan tanpa berniat ikut campur dalam urusan ayah dan anak tersebut.
"Pa, apa tidak ada cara lain untuk aku menikah. Apa harus aku menerima rencana papa?" jawab Ara sambil mendaratkan pantatnya pada salah satu kursi meja makan.
"Lho papa ingin yang terbaik buat putri papa, lagian kakak mu Gian dijodohkan baik baik saja kok" jawab Rasdyan seolah tak ingin Ara menolak tawarannya.
"Bagaimana dengan kak Fery?" ucap Ara lagi.
Rasdyan tersenyum memandang putrinya "Dia gagal bukan salah papa, tapi itu karena dia tidak bersyukur dengan apa yang sudah dipilihkan oleh papa. Kalau saja dia menerima dan mensyukurinya maka tidak akan ada kata gagal diantara mereka" ucap Rasdyan dengan sedikit penekanan pada setiap kalimatnya.
Ara menarik nafas dan membuangnya secara kasar. "Akan Ara pikirkan lagi nanti" ucap Ara sambil bangkit dari duduknya tanpa menyentuh sarapannya terlebih dulu.
"Mau kemana?" Tanya Rasdyan dengan tatapan tidak ramah. "Bukankah papa selalu mengajarkan kau untuk menjaga sikap terhadap orang tua? Duduk!" dengan nada bicara sedikit naik, ia tau kalau Ara sedang menghindari percakapan ini.
"Pa" ucap Ana menenangkan.
Rasdyan memandang Ara dengan tatapan yang membuat nyali Ara langsung menciut dan hilang entah kemana.
"Apa seperti itu sikapmu terhadap orangtua yang telah membesarkan mu. Dimana sopan santun mu? Kau berani seperti ini sejak kau mengenal laki laki itu"
Ana memandang Ara memberi isyarat untuk minta maaf menggunakan ekor matanya.
Ara paham yang dimaksud oleh ayahnya adalah kekasihnya yaitu Rey.
"Maafkan Ara pa" ucap Ara sambil berjalan kembali ke tempat duduknya semula.
***
Mereka kembali duduk dan segera menikmati sarapan mereka setelah adiknya Ara yang bernama Zea turun.
Setelah sarapan dengan suasana yang paling tidak disukai olehnya, Ara langsung berangkat ke toko onlinenya.
"Papa memang tidak menyukai Rey, tapi apa harus papa menjadikan hal tersebut agar aku mau menikah dengan pilihannya. Papa belum kenal saja bagaimana Rey sebenarnya, rasanya ini akan tidak adil bagi Rey" ucap Ara dalam hati sambil mengemudikan mobilnya.
Ckiiiittttt tiba tiba Ara menginjak rem mobilnya kuat kuat saat ternyata lamunannya membuat ia gagal fokus dan menubruk mobil yang ada di depannya yang menghentikan lajunya secara tiba tiba.
"Oh my god" ucap Ara sambil mengatur nafasnya.
Pemilik mobil tersebut turun dan berjalan menghampiri Ara. Seorang pria yang memiliki perawakan yang cukup atletis, dengan kacamata hitam yang bertengger menambah pesona ketampanannya. Ara yang melihatnya begitu terpesona namun ternyata sikapnya berbalik 180° dari tampilannya.
Tok tok tok pria itu mengetuk kaca mobil milik Ara. Ara membuka jendela mobilnya sambil menatap pria yang kini berdiri di sebelah mobilnya.
"Apa kau memiliki surat izin mengemudi?" tanya pria itu dengan wajah datarnya, terlihat tak ada seulas senyum pun dibibirnya.
"Oh tentu saja" ucap Ara tersadar dari pandangannya. Segera Ara mengambil tasnya dan hendak menunjukan SIM nya namun perkataan pria itu menghentikannya.
"Kalau kau sudah punya SIM berarti kau tau cara mengemudi yang benar dan tidak akan menubruk mobil yang ada didepan mobil mu" ucap pria itu dengan menarik salah satu sudut bibirnya sehingga membentuk senyum sinis.
"Itu bukan salahku sepenuhnya, kau juga salah karena kau secara tiba tiba berhenti" ucap Ara merasa tidak terima disudutkan oleh pria tersebut.
Atayad semakin menyunggingkan senyum sinis nya. Ya pemilik mobil yang ditubruk oleh Ara adalah Atayad. "Sebaiknya kau belajar lagi mengemudi jika kau tak mengerti aba aba yang diberikan pengemudi di depan mu. Percuma saja kau memiliki SIM" Atayad menekankan suaranya pada akhir kalimatnya lalu pergi meninggalkan Ara begitu saja.
"Oh my god itu manusia atau apa?, kalau seandainya dia meminta ku untuk mengganti kerusakannya kenapa tidak bicara langsung? Dasar manusia aneh" ucap Ara sambil kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat terhenti.
Setelah mendengar ucapan Atayad tadi ia tidak berniat sama sekali menawarkan ganti rugi.
"Mentang mentang kaya" ucap Ara sambil mencebikan bibirnya saat melintasi mobil Atayad "Orang kaya memang seperti itu" gerutu Ara. Masih terngiang jelas ditelinganya apa yang dikatakan Atayad tadi sehingga semakin menambah moodnya hancur.
Setelah mobil yang dikemudikan Ara melewati mobil milik Atayad kini giliran Atayad yang menggerutu.
"Dasar anak manja, setelah melakukan kesalahan bukannya minta maaf main pergi begitu saja." Atayad tersenyum sinis.
"Memang perempuan manja tidak pernah memiliki tanggung jawab sama sekali" ucap Atayad.
Setelah ia melihat kerusakan pada mobilnya, ia segera menghubungi salah satu montir langganannya.
Dan Atayad pun kembali melanjutkan perjalanan menuju kantornya.
***
Setelah menyelesaikan pekerjaannya Atayad kini menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi kebesarannya sambil memejamkan matanya.
"Menikah? bukankah itu dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai? Lalu papa memintaku untuk menikah sementara aku tak percaya lagi akan cinta. Apa bisa membangun sebuah rumah tangga tanpa adanya cinta?" Atayad bicara dengan hatinya sendiri.
Apa yang membuat Atayad tidak lagi percaya dengan cinta?
Atayad melirik jam tangan branded yang didirikan oleh Carlo Crocco dan kini melingkar indah ditangan sebelah kirinya.
Sesaat kemudian ia terlihat bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangannya.
"Apa hari ini tidak ada lagi jadwal meeting dan lain sebagainya?" tanya Atayad saat sudah tiba didepan meja sekertarisnya.
Yang ditanyai langsung mengambil dan membuka buku agenda kemudian ia tersenyum kepada atasannya.
"Sepertinya hari ini cukup pak" jawab sang sekretaris dengan sopan.
Atayad terlihat menganggukan kepalanya pelan. "Kalau begitu saya pulang dulu, kalau nanti ada berkas yang harus saya periksa lagi bisa kamu kirimkan lewat email"
"Baik pak"
Langkah kaki Atayad membawanya menuju basment tempat dimana mobilnya di parkirkan.
Atayad menghentikan langkahnya saat melihat belakang mobilnya sedikit penyok akibat kejadian tadi pagi.
Ia mengamati bagian tersebut cukup lama sampai dering telpon menghentikannya. Atayad segera merogoh saku celana dimana tempat benda yang sedang berdering itu berada.
Setelah benda tersebut sudah ditangannya Atayad terlihat mengerutkan keningnya. "Mama?" ucap Atayad saat melihat nama yang muncul di layar tersebut.
Atayad segera menggeser ikon warna hijau dan meletakan benda pipih tersebut ke dekat daun telingannya.
"Iya ma"
"Kau sudah pulang sayang?" tanya suara dari seberang sana.
"Sebentar lagi jalan" ucap Atayad.
"Sebelum pulang bisakah mama minta tolong?"
"Iya"
"Mampir sebentar ke toko kue langganan mama dan ambil pesanan mama disana!" perintah dari seberang sana.
"iya ma, memangnya ada acara apa ma? kan biasanya mama pesan kue kalau ada acara?" pertanyaan yang sejak tadi ada dibenaknya kini terlontar juga.
"Ada tamu spesial, cepatlah agar kau cepat mengetahui siapa yang mama maksud"
Setelah mengakhiri sambungan telpon tersebut Atayad segara masuk kedalam mobil dan mulai mengarahkan mobil tersebut ke tujuan.
.
.
.
.
.
.
.Jangan lupa buat dukung terus karya author 😍 vote, like, and comment. Jangan lupa klik lovenya
Atayad memarkirkan mobilnya depan Rayi's Cake & Bakery . Sebelum pulang ia memenuhi permintaan sang mama terlebih dahulu.
Saat tangan Atayad hendak mendorong pintu kaca toko kue tersebut tiba tiba matanya teralihkan pada pasangan yang ada didalam sana.
Atayad memperhatikan pasangan tersebut dan mereka terlihat begitu bahagia dimata seorang Atayad. Seutas senyum sinis muncul dibibir Atayad.
"Betapa bodohnya aku yang menghabiskan waktu bertahun tahun hanya karena aku percaya akan sebuah cinta" ucap Atayad dalam hatinya sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Uuuuuuhhh siapakah dia?
Atayad masih memperhatikan mereka dari luar. Sungguh pemandangan yang sangat dibenci olehnya selama dua tahun terakhir.
Cukup lama Atayad diam disana. Setelah pasangan itu terlihat keluar barulah Atayad masuk dan mengambil pesanan mama nya.
"Selama ini aku berharap agar mereka segera menghilang ditelan bumi. Tapi ternyata mereka masih menghirup udara yang sama denganku" gerutu Atayad saat melihat pasangan tersebut masih berada tak jauh dari tempatnya saat ini.
Sebelum mereka melihatnya, Atayad memutuskan untuk segera meninggalkan tempat tersebut.
***
"Kenapa lama sekali? kau kan tinggal ambil pesanan bukan nunggu buat dulu" ucap Metia saat Atayad menyerahkan kantong plastik berisikan pesanannya.
"Semua butuh proses ma" ucap Atayad sambil meneguk segelas air putih yang baru saja dituangkannya kedalam gelas.
Metia sedikit mendengus kesal akan tingkah putranya yang terkesan dingin.
"Siapa yang sedang bertamu ma?" tanya Atayad
"Rekan kerja sekaligus calon besan papa" ucap Metia sambil menata kue yang tadi dibawa oleh putranya.
Atayad menatap sang mama dengan bingung. "Siapa yang akan menikah dengan putranya?"
"Bukan putra tapi putri, dan tentu saja kau yang akan menikah, apa kau pikir mama akan mengizinkan adik adikmu menikah lebih dulu?" Metia menjeda sejenak kalimatnya dan menatap Atayad "Tentu saja tidak akan" lanjut Metia.
Atayad terlihat membuang nafasnya secara kasar dengan ekspresi wajah yang sudah bisa ditebak oleh sang mama bahwa ia tidak suka dengan pembicaraan ini.
Namun Metia bersikap seolah tak peduli, suka atau tidak, mau tidak mau Atayad tetap harus menikah begitu pikirnya.
"Kenapa mama memaksa sekali?"
"Ya karena mama ingin segera punya cucu" jawaban Metia sungguh alasan yang tidak masuk akal bagi Atayad karena bagi Atayad bukan hanya dirinya yang bisa memberikan cucu untuk kedua orangtuanya.
"jika mama menginginkan cucu, mengapa mama tidak menikahkan saja Kia atau Sura lebih dulu" ucap Atayad dengan kening sedikit mengkerut.
"Mereka masih terlalu muda" jawab Metia santai dan itu sungguh menyebalkan bagi Atayad.
"Apa mama mau mengatakan kalau aku terlalu tua untuk tidak menikah?"
"Mama tidak berkata begitu ah sudahlah cepat kau membersihkan diri setelah itu turun temui kami" ucap Meti sambil membawa nampan yang berisi sepiring kue dan cemilan kering lainnya.
"Papa dan mama makin tidak masuk akal ide idenya" gerutu Atayad sambil beranjak naik ke kamarnya.
***
"Aku harap nak Atayad akan menyukai putriku" ucap Rasdyan sambil menyeruput kopi dan melatakan kembali setelahnya.
Atayad memberikan senyum terpaksanya. "Semoga saja" ucap Atayad yang sudah ikut bergabung sejak tadi.
"Putri mu sangat luar biasa, aku yakin Atayad tidak akan menolaknya, benarkan Tay?" kali ini Ahmad yang bicara.
Setelah itu Rasdyan berpamitan pada Ahmad dan keluarganya termasuk juga pada Atayad.
"Sampai jumpa dipertemukan berikutnya" ucap Ahmad yang mengantarkan Rasdyan sampai ke mobilnya.
"Besar harapan saya untuk rencana ini" ucap Rasdyan.
"Tidak perlu khawatir akan ku pastikan Atayad tidak akan menolaknya" ucap Ahmad diiringi senyum yang meyakinkan.
Setalah mobil yang dikendarai Rasdyan menghilang dari pandangannya barulah Ahmad kembali kedalam rumah.
"Jadi gimana pa, Atayad setujukan?" Metia penasaran.
"Demi mama semua papa pastikan Atayad akan segera menikah"
"Aaaaahhhh syukurlah pa" ucap Metia merasa senang hingga ia langsung memeluk suaminya tersebut.
"Tapi jangan lupa kasih papa jatah" ucap Ahmad sambil menaikkan salah satu alisnya.
"Sudah tua papa lebih baik papa banyak istirahat ya" ucap Metia sambil berjalan meninggalkan suaminya, setelah sebelumnya meninggalkan sebuah kecuapan.
***
"Aku tak ingin menjadi gila seperti mereka yang telah dibutakan cinta dalam sebuah pernikahan. Aku harus cari cara agar rencana papa tidak terlaksana. Aku tidak ingin terbelenggu seperti mereka. Sudah cukup dulu aku bodoh, sekarang tidak akan pernah lagi" ucap Atayad dalam hatinya.
Ia terlihat memikirkan sesuatu sambil menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa serta kaki yang diletakan diatas meja tepat didepannya.
Atayad mengingat kembali kejadian tadi sore di toko kue dan kembali mengingat kisahnya beberapa tahun kebelakang.
Flashback on
"Beri aku alasan kenapa kau selalu mengulur waktu untuk kita menikah" ucap Atayad matanya memandang penuh lawan bicarannya meminta penjelasan.
"Aku.."
"Aku kenapa, jawab!!!" ucap Atayad sambil menggebrak meja yang ada dihadapannya. Rupanya telah habis kesabaran seorang Atayad hingga saat ini ia terlihat begitu murka sekali.
"Aku emmh aku.." belum sempat kekasihnya memberikan jawaban pintu ruangan Atayad terbuka lebih dulu.
"Dia hamil" ucap Revan sahabat terdekatnya Atayad.
Mendengar apa yang baru saja keluar dari mulut Revan, Atayad membelalakkan matanya tak percaya. Bagaimana mungkin kekasih yang selama ini ia jaga kehormatan bisa hamil begitu saja.
Mau tidak mau Atayad harus menerima kenyataan pahit ini. Terlebih saat Revan mengakui bahwa dirinya lah ayah dari anak yang sedang dikandung kekasihnya.
Atayad menggelengkan kepalanya tanda ia tak percaya. "Angkat kepala mu dan katakan pada ku apa yang dikatakan Revan tidak ada benarnya sama sekali" ucap Atayad dengan menahan suaranya.
Wanita yang diakui kekasihnya kini memberanikan diri menegakan kepalanya dengan yakin ia membenarkan ucapan Revan.
Seketika tangan Atayad mengepal keras, kulit wajahnya yang putih kini berubah merah serta tatapan mata yang begitu menyeramkan.
Atayad mengalihkan pandangannya dari mereka, mulutnya seolah terkunci. Sejenak Atayad memejamkan kedua matanya berusaha mengendalikan diri dari emosi yang menyeruak dari hatinya.
"Menghilanglah dari hadapanku dan jangan pernah sekalipun menampakan diri dihadapanku." Atayad berkata tanpa memandang mereka.
Setelah kekasih serta sahabat terdekatnya menghilang dibalik pintu yang tertutup Atayad ambruk pada sofa yang tadi masih digunakannya untuk bermanja pada sang kekasih.
Namun semua kebahagiannya serta kepercayaannya pada sebuah kata cinta kini menghilang tak berbekas.
Atayad mengusap kasar wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya. "Ternyata ini alasan yang tak pernah kau ungkapkan pada ku" ucapnya sambil menatap poto dirinya dan sang kekasih yang terbingkai indah disana.
Dan sejak kejadian saat itu kini Atayad benar benar menutup hatinya rapat rapat, tak pernah mengizinkan perempuan mana pun untuk mendekati bahkan singgah dihatinya.
Flashback off
Atayad menarik salah satu sudut bibirnya, sehingga senyum sinis muncul dibibirnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!