NovelToon NovelToon

Maaf, Takdirku Bukan Bersamamu

Perjodohan Pahit

Angin dari laut berhembus cukup kencang untuk membuat rambut panjang seorang gadis di pinggir pantai berantakan. Wajahnya terlihat lesu dan bibirnya agak pucat, namun masih terlihat cukup cantik. Dress merah yang ia kenakan juga tertiup angin.

Ia adalah Aletha Brylee, cucu angkat konglomerat yang perusahaannya mengalami ketidakstabilan. Baru saja ia mendapatkan kabar akan dijodohkan dengan seorang pria konglomerat yang akan membantu perusahaan kakeknya. Namun hatinya tidak siap karena ia masih ingin melanjutkan pendidikannya dan menemukan teman-teman baru.

Dari jauh terdapat dua orang pria dan satu pria lansia yang duduk di kursi roda dan tengah memegang teropong untuk memantau gadis itu dari jauh. Mereka berada di sebuah Villa dekat pantai yang memiliki pemandangan yang sangat indah.

"Sepertinya cucuku belum siap melakukan perjodohan ini. Bagaimana menurutmu?" tanya pria lansia itu menatap kedua pria di sampingnya.

"Perjodohan ini harus dilakukan, semua ini demi memperkuat perusahaan ini. Perusahaan kita hampir bangkrut, satu satunya cara adalah ini. Lagipula anakku adalah laki-laki, sedangkan yang dibutuhkan keluarga Raymond adalah perempuan. Jadi hanya Aletha," jawab pria setengah baya.

Pria muda yang ada dibelakang mereka hanya diam menatap kedua orang tua di depannya

"Apakah memang harus seperti ini?" tanya pria lansia yang dijawab anggukan dari keduanya.

"Kalian tau dia sudah berada di panti asuhan sejak ia lahir. Usia lima tahun aku mengangkatnya karena pada saat itu aku tertarik dengan lukisan kecilnya, sangat indah. Kupikir kau akan senang dengan kehadiran anak perempuan, namun ternyata istrimu tidak mau gadis itu. Aku melihat kesedihan dimatanya, lalu menjaganya hingga saat ini. Tetapi apakah ia siap dengan pernikahan ini? " ucap pria lansia menatap nanar gadis tersebut dari kejauhan.

"Sayangnya Ayah sangat menyayangi dia daripada aku ataupun Arthur cucu Ayah. Tetapi meskipun begitu aku paham maksud ayah," ucap pria setengah baya.

Mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan lawan bicaranya membuat raut wajah pria lansia itu berubah menjadi sedikit tidak senang. Melihat hawa yang tidak baik, pria muda yang berada di belakang menjauhi mereka berdua.

"Aku sangat menyayangi Arthur, namun dia terlalu kekanakan dan tidak mengerti dunia. Dia laki-laki dan harus bersikap seperti laki-laki. Tapi apa? Dia menghamburkan uang dengan tidak jelas," ucap pria lansia dengan nada yang cukup tinggi.

"Dia menghabiskan uangmu karena ia adalah cucumu, lalu siapa yang akan menghabiskan uangmu jika bukan cucumu?"

"Kau---" pria lansia itu meredakan emosinya.

"Ayah ini waktunya, Aletha sudah berusia 20 tahun, sudah mampu untuk menikah. Lagipula Tuan Raymond hanya berusia 32 tahun. Perbedaan usia 12 tahun adalah hal yang wajar dalam pernikahan. Dia orang yang baik dan bertanggung jawab, namanya juga bersih. Apa yang kau takutkan? Aletha akan aman," bujuk pria setengah baya.

"Bukan itu. Aletha juga punya hati, ia harus menikah dengan orang yang ia cintai."

Hening, tidak ada percakapan lanjut dari keduanya. Keduanya terjebak dalam pikirannya masing-masing. Pria setengah baya memilih meninggalkan orang yang ada di sampingnya untuk masuk ke dalam Villa. Hanya tersisa pria lansia itu yang menatap langit dengan perasaan sedih.

Langit sudah bewarna jingga dan matahari mulai berada diujung barat. Gadis berambut panjang tersebut kembali ke dalam Villa. Saat ia akan melangkahkan kakinya masuk, tiba-tiba seorang wanita setengah baya dengan pakaian modis menghadangnya.

"Kau akan menerima perjodohannya?" tanya wanita tersebut.

Aletha menggelengkan kepalanya yang artinya menolak perjodohan tersebut.

"Kau tidak tahu diri," cetus wanita itu.

Wajah yang tadinya murung berubah menjadi kaget setelah mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan wanita di depannya.

"Kau harus menerima lamaran tersebut. Hidup kami dan kakekmu akan jatuh. Kemungkinan terbesar perusahaan ini akan hancur dan kita mengalami kebangkrutan karenamu. Saat ini keluarga konglomerat itu menawarkan perjodohan, harusnya kau mengiyakan," sentak wanita tersebut.

"Harus?" tanya Aletha polos.

"Hei Aletha," panggil Arthur yang tiba-tiba ada di belakangnya. "Berhentilah menganggu hidup kami dengan menarik perhatian kakek hanya untukmu. Saat ini kau juga harus berkorban, jangan hidup seenaknya."

Air mata keluar dari mata indah sang gadis. Bola mata kecoklatan itu menjadi berkilau saat mantanya berair. Ia menunduk dan meneteskan air matanya.

"Berhentilah menangis dan cepat buat keputusan yang benar," ucap wanita itu dengan ketus.

Gadis bertubuh mungil itu menghapus air matanya dan berlari masuk ke dalam. Pria dan wanita tersebut tersenyum puas menatap Aletha yang mulai jauh dari pandangannya.

Aletha berlari dan tersandung saat akan menuju ruang perapian. Pria setengah baya yang biasa dipanggil paman membantunya berdiri. Dan mengeluarkan sapu tangan untuk gadis itu.

"Maafkan Paman, ini semua cara agar kita aman. Paman tau ini menyakitkan," pria itu menepuk pelan bahu Aletha.

"Paman terima kasih. Tapi apakah harus dengan cara menikah?" tanya Aletha yang dijawab anggukan kecil dari sang Paman.

"Temui Kakekmu dan katakanlah bahwa kau ingin menikah," desak pria di depannya.

Mata gadis itu masih berkaca-kaca, ia menatap lantai kayu yang terlihat mengkilap. Langit sudah gelap membuat lampu di Villa memancarkan cahaya yang terang benderang. Keheningan yang dapat mereka rasakan dengan diiringi suara perapian.

Pamannya terus menepuk pundak Aletha, membuat Aletha merasakan beban yang sangat besar. Pria itu mendekat dan membisikan sesuatu ke Aletha.

"Kau harus kuat Aletha, kau adalah gadis yang kuat. Lakukan untuk kami semua agar kami bahagia, terutama kebahagiaan Kakekmu."

Aletha mengangguk dan berjalan ke ruangan Kakeknya. Dengan badan mungil yang gemetaran, ia mengetuk pintu dan masuk ke ruangan Kakeknya. Pria lansia itu tersenyum hangat melihat cucu tersayangnya datang.

"Kau menangis cucuku?" tanya pria lansia itu.

"Iya Kakek, aku takut meninggalkan Kakek jika aku menikah. Aku ingin sekali menikah," ucap Aletha berbohong.

"Ah benarkah?" tanya pria lansia terkejut.

Gadis berwajah lugu tersebut mengangguk dan tersenyum hangat melihat reaksi terkejut kakeknya. Ia tahu, ia harus melakukan hal ini untuk membalas jasa kakeknya selama kurang lebih lima belas tahun. Keputusan terpaksa yang ia ambil atas desakan Arthur saudaranya agar hidup mereka baik-baik saja.

Pengorbanan harus gadis ini lakukan agar semuanya berjalan dengan baik, karena ia bukan anggota keluarga sedarah. Gadis itu hanya anak panti asuhan yang beruntung. Senyum yang ia berikan untuk hari ini adalah palsu, sangat palsu.

Melihat Kakeknya yang mulai terseyum hangat, membuat hatinya lega. Meskipun terpaksa, hanya ini caranya. Ia tidak tahu jika hal ini akan membuat perubahan besar dalam hidupnya, perubahan yang akan membuatnya dalam keresahan dalam kebahagiaan

Makan Malam Keluarga

Gadis berambut hitam panjang dengan gaun berwarna putih elegan dan dipoleskan riasan, terlihat sangat cantik untuk malam ini. Ia membuka kotak kalung yang baru saja diberikan Kakeknya dan mulai memakainya. Sebuah kalung yang terbuat dari emas putih dan berlian sangat cocok disandingkan dengan dirinya.

Ia menatap dirinya di cermin dan menambahkan lipstik berwarna peach, lalu tersenyum. Sangat terlihat dewasa dan begitu seksi yang ia pikirkan. Kemudian gadis itu beranjak keluar dan disambut dengan senyuman oleh keluarganya, Bibi dan Saudaranya juga tersenyum dengan ramah.

Pria lansia yang merupakan kakeknya mendekat dengan kursi roda yang didorong oleh Pamannya.

"Cucu Kakek sangat cantik, benar-benar cantik," puji pria lansia itu dengan mata penuh binar.

"Ayah benar, Aletha sangat cantik. Dari kecil ia memang cantik, benarkan Arthur?" tanya pria setengah baya kepada anak laki-lakinya.

"Betul, aku baru tau Aletha secantik dan ..." Arthur menatap mesum Aletha dari atas hingga bawah.

"Ah, pantas saja dia menggunakan kalung berlian," sambung Arthur dari ucapan tadi.

Aletha lega mendengar ucapan saudaranya barusan. Sempat terlintas pikiran negatif tentang Arthur yang memandanginya begitu. Kini semuanya menaiki mobil dan berangkat ke perjamuan makan tuan Raymond.

Sebuah hotel mewah yang akan menjadi tempat makan malamnya. Hotel ini memiliki sebuah ruangan makan yang mewah dengan pemandangan langit malam yang indah. Ruangan tersebut terletak di lantai atas dengan banyaknya tanaman yang indah.

Mereka masuk dan disambut oleh para pelayan dengan ramah. Di tengah-tengah ruangan terdapat meja berbentuk lonjong dengan segala makanan mewah yang tersedia. Di area kanan dan kiri ruangan memiliki dinding kaca yang tebal sehingga terasa lebih mewah.

Hak tinggi yang ia kenakan membuat dirinya agak sulit untuk berjalan, karena ia belum terbiasa menggunakannya. Selama ini ia hanya menggunakan pakaian yang menurutnya nyaman untuk dipakai, dan untungnya kakeknya memahami itu.

Namun kini semuanya berubah, ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan. Semuanya harus dilakukan agar hidup mereka baik-baik saja.

Di meja tersebut terdapat satu laki-laki dewasa yang memiliki postur tubuh yang bagus dan memiliki mata elang serta hidung yang sempurna. Ia berdiri dan menyambut hangat pria lansia beserta keluarganya. Lalu mata Aletha dan dirinya bertemu, gadis itu tersenyum ramah hingga membuat pria itu menarik sudut bibirnya.

"Silahkan duduk." Pria itu mempersilahkan.

Semuanya duduk dan hanya menyisakan para pelayan yang berdiri.

"Apa kabar Tuan Brylee?" tanya pria itu kepada pria lansia di sampingnya.

"Sangat baik. Walaupun usiaku hampir menginjak delapan puluh tahun, aku masih cukup sehat. Mataku juga masih jelas melihat dirimu. Kau sangat tampan tuan Raymond," puji pria lansia.

"Apa kabarmu Tuan dan Nyonya Brylee?" tanya pria itu kepada sepasang suami istri tersebut.

"Kabarku dan istriku juga baik, begitu juga putraku. Cukup senang kau mengundang kami sekeluarga ke perjamuan ini." Pria setengah baya itu menjawab.

"Maafkan jika aku lancang Tuan Raymond, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya gadis tersebut yang hanya diam dari tadi.

Kini seluruh mata tertuju kepadanya, bibi dan saudaranya mulai menatap tajam kepada Aletha karena takut Aletha akan berbuat kesalahan dalam perkataannya. Namun pria itu tersenyum mengetahui keberanian calon istrinya.

"Silahkan Nona Aletha." Pria itu mempersilahkan.

"Terima kasih karena kau sudah mengundang kami semua ke perjamuan makan malam ini. Terima kasih juga telah menawarkan perjodohan kepada keluarga Brylee. Namun dimana orang tuamu atau yang lainnya?" tanya gadis itu dengan polos.

Seisi ruangan hening dan pria yang ditanyakan itu tersenyum tipis menatap gadis itu. Raut wajah khawatir terpancar dari kakek dan pamannya, sedangkan wajah kesal berusaha disembunyikan dari bibi dan saudaranya.

"Pertanyaan yang unik Nona Aletha, izinkan aku menjawabnya. Orang tuaku telah meninggal lima tahun yang lalu dalam insiden kecelakaan. Aku sudah memegang perusahaan ayahku dari sejak tujuh tahun yang lalu. Aku tidak punya keluarga karena ayahku anak tunggal dan ibuku juga berasal dari panti asuhan yang jelas tidak memiliki keluarga. Kakek dan nenekku juga telah lama tiada sejak aku kecil. Jadi seperti inilah hidupku, sendirian." Pria itu menjelaskan panjang lebar.

Aletha mengangguk paham lalu menanyakan sesuatu lagi.

"Kenapa memilih menikah dengan anak keluarga ini? Padahal aku bukan asli keluarga ini." Aletha bertanya kembali.

Pertanyaan Aletha kali ini membuat kakeknya membuka suara. "Aletha bicaramu!"

"Tenang." Pria itu menghentikan emosi semuanya.

"Aku paham maksudmu Nona Aletha, mari kita bicara dengan pelan. Tetapi ada baiknya kita makan terlebih dahulu dan bicara santai, pembahasan ini akan aku bahas di akhir."

Semua menikmati makanannya masing-masing, saling memuji, melakukan kebohongannya dengan baik. Sesekali pria itu mencuri pandang kepada Aletha dan Aletha menunduk tidak berani menatap. Pria itu memiliki usia yang lebih tua dari dirinya, rasanya sedikit kurang nyaman bagi Aletha.

Makan berat telah selesai, sekarang menu pencuci mulut dihidangkan. Semua menikmati dengan santai.

"Mungkin yang lain juga berpikiran sama dengan Nona Aletha mengapa aku menawarkan perjodohan ini kepada keluarga kalian."

Mendengar kalimat itu membuat pria setengah baya itu menatap dengan penasaran. Bahkan wajah pria lansia itu juga berubah penasaran.

"Aku tau perusahaan kalian mengalami kekacauan dikarenakan korupsi besar-besaran yand dilakukan oleh bawahanmu serta gagal dalam proyek besar." Pria itu menghentikan bicaranya dan meneguk minuman berwarna merah dari gelas kacanya.

Wajah mereka yang tadinya penasaran kini berubah menjadi tegang.

"Santai saja, aku tau alasan kalian menerima hal ini karena ingin menyelamatkan perusahaan itu. Aku juga tidak keberatan akan hal itu. Namun mengapa aku mengirimkan perjodohan itu?" tanya pria itu kepada dirinya sendiri sembari mengelap bibirnya dengan sapu tangan.

"Mungkin kalian pikir karena ayahku dan Tuan Brylee adalah sahabat, oleh karena itu perjodohan ini ada. Namun tidak semudah itu karena ayahku telah lama tiada, dan untuk apa lagi perjodohan ini?" Pertanyaan yang dilontarkan pria ini membuat mereka bingung.

Tangan pria itu melambai keluar mengisyaratkan para pelayannya untuk pergi dari ruangan. Perlahan para pelayan pergi menyisakan keluarga mereka dan dirinya.

"Ini semua amanat dari mendiang ibuku. Ia sangat berterima kasih kepada mendiang istrimu Pak Brylee. Ia hidup di panti asuhan sama seperti Aletha. Namun ibuku memiliki otak yang sangat cerdas dan istrimu menyumbang banyak kepada panti asuhan ibuku hingga memberikan beasiswa dan menjadikannya wanita berpendidikan. Ia menjadi dokter dan bertemu Ayah, penjalanan hidup yang baik bukan?" tanya pria itu ke seluruh orang yang ada di ruangan.

"Maksudmu niatmu ini karena ibumu?" Pria lansia itu bertanya dengan lembut.

"Benar. Siapa sangka Ayah yang berteman baik denganmu ternyata memiliki istri yang menolong ibuku. Usia ayah dan ibu berbeda dua puluh tahun, ia berusia sepertimu dan ibu masih sangat muda. Namun ibu bahagia bersama ayah karena ayah mencintai ibu. Ibu berpesan untuk membantu keluargamu dikala kesulitan, dan ..." Pria itu menjeda kalimatnya kemudian menatap Aletha.

"Ibu mengatakan sebaiknya aku menikah dengan keturunan dari istrimu. Istrimu sempat menerima Aletha dengan baik, lalu meninggal setelah itu. Jadi kurasa dengan bersama Aletha aku sudah membuat mendiang ibuku lebih tenang disana."

Semua terdiam menatap pria itu yang tiba-tiba tersenyum.

"Mau kah kau Nona Aletha menjadi pendamping hidupku untuk selamanya?"

Persiapan Pernikahan

Setelah makan malam yang dilakukan sekaligus niat pria itu ingin melamar Aletha. Ketentuan tanggal dimulai. Pihak dari Aletha ingin mempercepat pernikahan, sebenarnya kakek ingin menolak karena terlalu cepat. Namun desakan terus dilakukan oleh anaknya.

"Ayah semakin cepat semakin baik? Bukankah Aletha juga setuju? Lalu apa masalahnya?"

Semakin diperbincangkan akan selalu banyak pedebatan. Tuan Brylee memilih diam dan banyak menghabiskan waktu bersama cucu tersayangnya. Ia sangat paham bahwa sekali ia melepas cucunya, Aletha akan pergi dengan jauh. Dan dia juga ingin melihat Aletha mengenakan gaun pengantin.

Sekarang disini, ia mendampingi cucunya untuk memilih gaun pengantin. Gaun yang yang dipilih oleh Aletha adalah gaun yang sederhana dan wajahnya terlihat murung

"Aku tidak pandai memilih Kakek, bisakah kau memilih untukku?" pinta Aletha.

"Aku tidak bisa mendampingimu saat di Altar pernikahan karena kondisiku dengan kursi roda. Tetapi aku akan membantu memilihkanmu gaun pengantin yang sangat indah."

Pria lansia itu melihat satu persatu dan berhenti pada sebuah gaun dengan bagian bahu yang terbuka namun tetap menutupi dada.

"Gaun ini, cocok untukmu." Pria lansia itu tersenyum menatap cucu kesayangannya. "Kau harus bahagia Cucuku. Tidak boleh ada yang menyakitimu."

Mata Aletha berair, bola matanya yang berwarna coklat semakin bersinar. Bibirnya berwarna merah merona, kulit putih dan rambut terurai panjang memiliki daya pikat yang kuat ketika bersedih.

"Jangan menangis, kau semakin cantik ketika menangis."

"Aku harus terlihat cantik nanti saat menikah, lalu apakah aku harus menangis?" tanya Aletha lugu.

"Tidak perlu. Tersenyumlah dengan bahagia nanti, jangan menangis."

Gaun pernikahan Aletha sedang ia coba kenakan dan ia terlihat begitu mempesona. Pria lansia itu menatap Aletha dengan kagum. Senyuman indah terbit di wajah gadis itu. Dia selalu tahu, senyumannya adalah kebahagiaan untuk kakeknya itu.

Setelah membeli gaun pengantin sekarang mereka pergi ke panti asuhan Aletha dulu. Ia tersenyum kepada ibu panti, lalu memeluknya dengan hangat.

"Kau akan segera menikah?" tanya ibu panti antusias.

"Benar, aku akan segera menikah," jawab Aletha.

"Tidak terasa kau sudah besar dan akan menikah saja. Lalu pendidikanmu apakah akan dilanjutkan?"

Aletha menunduk. "Belum dibicarakan, belum sempat. Sebab calon suamiku cukup sibuk dan banyak hal yang harus ditanyakan lebih dari itu."

Ibu panti merasa iba dan memeluk Aletha. "Pasti perjodohan ini berat bagimu."

Perempuan tua itu berjalan masuk bersama Aletha. Ia memberikan sebuah kotak warna coklat. Dalam kotak tersebut terdapat pakaian bayi, kaus kaki bayi, topi bayi dan sepucuk surat yang tintanya sebagian kabur seperti terkena percikan air.

"Apa ini?" Aletha bertanya polos.

"Saat kau pertama kali tiba di panti asuhan ini, kau ada di dalam kotak dengan pakaian, kaus kaki dan topi bayi ini adalah milikmu. Sekarang ibu kembalikan kepadamu. Dan surat ini, bacalah."

...Hai putriku, maafkan ibu jika ibu membuangmu. Hanya surat ini yang dapat ibu berikan terakhir kalinya. Ibu harap ketika kau sudah besar kau bisa membaca surat ini....

...Namamu adalah Ale---, pemberian dari ayahmu yang telah meninggalkan kita....

Aletha menunduk tidak percaya. Bagaimana bisa ibunya membuangnya seperti ini. Mata coklatnya kini terlihat sangat indah dan begitu berkilau karena air mata yang menumpuk dan tidak mampu ia keluarkan.

"Bagian namanya terkena air dan tintanya menjadi kabur. Jadi kami tidak tahu harus memberi nama apa. Akhirnya nama Aletha yang kami pikirkan untuk namamu."

"Terima kasih ibu," ucap gadis itu memeluk perempuan tua dengan hangat.

Akhirnya setelah pembicaraan yang cukup melelahkan, Aletha kembali ke dalam mobil dan melambaikan tangannya dari dalam kaca. Ia bersama supirnya akan kembali ke rumah.

Sesampai di rumah ia meletakkan kotak itu ke dalam lemari dan membuka handphone. Rambut yang tadinya ia ikat kini dilepas dan terurai panjang. Ia membuka chat yang dikirimkan dari calon suaminya.

Malam ini kau mau ikut denganku membeli cincin?

"Mau," jawab Aletha di chat

Gadis itu sungguh merasa kebingungan. Mengapa pria ini bersungguh-sungguh mempercepat pernikahan dan tidak melakukan proses pertunangan terlebih dahulu. Namun kembali ia pikirkan, dirinya selalu menemukan hal yang tidak masuk akal.

Lalu sekarang disini, malam itu telah tiba. Ia bersama calon suaminya tuan Raymond, bernama David Raymond. Kini mereka ada di toko perhiasan. Emas dan berlian begitu berkilau. Saat masuk mereka disambut pegawai yang ramah.

Aletha memilih model sepasang cincin dengan emas putih dan ukiran inisial dibawahnya. Untuk bagian wanita terdapat berlian kecil di atasnya. Pilihan Aletha disetujui pria itu.

Setelah memilih perhiasan itu, David mengantarkan Aletha ke rumahnya. Selama di perjalanan mereka hanya diam saja. Pria yang di sampingnya menyadari akan kecanggungan itu dan membuka percakapan.

"Dengar-dengar kau suka melukis?" tanya pria itu kepada gadis di depannya.

"Iya," jawab Aletha sambil mengangguk.

"Setelah kita menikah, aku akan memberikan satu ruangan untuk tempat melukismu."

"Benarkah?" Mata Aletha membulat penuh antusias.

Pria itu menganggukan kepalanya menandakan bahwa ucapannya benar. Terbit senyum dari wajah Aletha dan membuat pria disampingnya tersenyum tipis.

Aletha sangat menyukai lukisan dan melukis. Diam-diam di sekolah ia melukis dan melalukan hobinya tanpa tekanan. Ia tidak bisa melukis di rumah karena akan dimarahi oleh bibinya. Dalam hatinya terbesit untuk mengadukan hal tersebut kepada kakeknya. Namun setiap kali melihat senyum kakeknya, niat itu selalu ia urungkan.

Selama hidup di keluarga Brylee Aletha hanya fokus pada pendidikan. Setiap kali kakeknya menawarkan les melukis ia selalu menolak. Ia hanya takut menjadi sindiran bibi dan saudaranya itu. Kini dari pembicaraan yang baru saja dilakukan, hatinya merasa bahagia.

Aletha menoleh ke samping melihat pria itu fokus pada dirinya sehingga membuat Aletha bersikap kikuk. Wajah pria dewasa itu perlahan mendekat ke arah Aletha. Terlihat ia memerhatikan bibir Aletha yang bewarna merah muda. Semakin mendekat dan membuat Aletha menolehkan wajahnya ke depan.

Gadis itu menalan salivanya begitu juga dengan pria disampingnya. Raut wajah penyesalan kini terbit di wajah pria itu.

"Maaf," ucapnya.

"Ti--tidak apa-apa," balas Aletha gugup.

Sepanjang perjalanan pikiran pria yang bernama David Raymond itu terganggu. Ia merasa malu akan sikapnya yang ditolak halus oleh Aletha. Jujur saja dia adalah seorang pria dewasa yang pernah berciuman. Tetapi kini ia sadar bahwa di sebelahnya adalah gadis muda yang belum memiliki pengalaman apa-apa tentang cinta. Ia memakluminya.

Sampai di gerbang, dibuka oleh penjaga dan mereka masuk ke rumah mewah yang indah. Mobil berhenti di depan rumah dan David keluar lalu membuka pintu Aletha. Ia melihat wajah Aletha yang masih malu untuk menatapnya.

Saat akan melangkahkan kaki menuju rumah, tiba-tiba mobil Arthur berhenti tepat di sebelah mobil David. Ia keluar dengan wajah cemas.

"Aletha kakek meninggal karena kecelakaan," ucap Arthur dengan sekali tarikan nafas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!