Di bawah guyuran air hujan yang mengalir cukup deras, Shaka mengemudikan mobilnya dengan perasaan kecewa bercampur gusar. Pria mana yang tidak kecewa dan hancur jika mengetahui kekasih hatinya bertunangan dengan pria lain, hal itu juga yang kini dirasakan oleh Shaka.
Pemuda itu terus melajukan mobilnya tanpa arah dan tujuan. sebagai seorang pria sejati baru kali ini Shaka menumpahkan isi hatinya melalui air mata. bukan hanya perpisahan yang membuat Shaka sangat terluka tetapi juga pengkhianatan. jika saja sang kekasih memilih berterus terang bahwa ia tidak lagi mencintainya, mungkin Shaka tidak akan terluka hingga sejauh ini, ketimbang harus mengetahui kenyataan jika ternyata selama ini sang kekasih menjalin hubungan dengan pria lain.
"Sial....." umpat Shaka menumpahkan kekecewaannya, pria itu memukul setir mobilnya yang kini tengah melaju membelah jalanan ibukota.
Dengan perasaan hancur, Shaka terus menambah kecepatan mobilnya hingga kemudian. "Argh...." teriakan seseorang berhasil membuat Shaka panik.
"Ceeeetttttt." suara ban mobil beradu dengan aspal terdengar nyaring ketika Shaka secara mendadak menginjak pedal rem mobilnya. Mungkin jika saat ini ia tidak mengenakan seat belt pada tubuhnya bisa di pastikan wajah tampan Shaka sudah beradu dengan kaca depan mobilnya.
"Oh tuhan....apa aku baru saja membunuh seseorang." Dengan perasaan panik sekaligus takut, gegas Shaka turun dari mobilnya hendak melihat apa yang telah terjadi di luar sana.
Seorang gadis berambut panjang dengan pakaian udik menurut pandangan Shaka, tengah berjongkok sambil memeluk lututnya.
Belum sempat Shaka berkata-kata, lokasi tersebut sudah dikerumuni oleh orang-orang yang penasaran dengan apa yang terjadi di sana, bahkan tak sedikit pengendara yang lain turut menghentikan laju kendaraannya untuk menyaksikan apa yang telah terjadi.
"Apa anda baik-baik saja, Nona???." salah seorang warga setempat mencoba menanyakan kondisi gadis yang masih terlihat syok tersebut, bahkan sikunya yang kini mengeluarkan darah segar sepertinya belum disadarinya.
"Te_tenang pak....saya tidak akan melarikan diri, saya pasti akan bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi pada Nona ini." Shaka mengangkat kedua tangannya ke udara. Ia terlihat gugup ketika salah seorang bapak-bapak menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.
"Memang sudah seharusnya anda bertanggungjawab atas tindakan ugal-ugalan anda di jalan raya!!!." tegas pria tadi dengan nada menyindir.
Shaka memang berkendara dengan perasaan kecewa bercampur emosi, tetapi tidak sampai membuat pria itu ugal-ugalan dijalan raya. Namun begitu Shaka memilih diam tak menepisnya , tidak ingin memancing tindakan anarkis warga terhadap dirinya.
Tanpa aba-aba Shaka mengangkat tubuh gadis yang memiliki berat badan sekitar empat puluh delapan kg tersebut masuk ke dalam mobilnya, hendak membawa gadis itu ke rumah sakit terdekat.
Dari balik bangku kemudi Shaka dapat mendengar gadis yang kini tengah duduk di bangku penumpang tersebut meringis kesakitan. menurut prediksi Shaka sepertinya luka gores ditangan gadis itu di akibatkan oleh pergerakannya sendiri akibat panik saat menyadari mobil Shaka semakin mendekat ke arahnya, bukan karena benar-benar tertabrak olehnya.
Dua puluh menit kemudian, mobil Shaka tiba di rumah sakit terdekat. sembari menunggu gadis itu mendapat penanganan pada lukanya di ruang IGD, Shaka memilih menghubungi Rusli, dan siapa sangka setelah setengah jam kemudian Rusli justru tiba di rumah sakit bersama Mama Vivi, ibunya Shaka.
"Apa yang terjadi, nak???? Di mana gadis itu???" Kini wajah cantik mama Vivi dihiasi raut cemas.
"Mama...."
"Sorry bro...." dengan perasaan bersalah, hanya itu yang terucap dari mulut Rusli ketika mendapat tatapan mematikan dari Shaka.
Tak lama kemudian, seorang dokter memanggil keluarga pasien dan mau tak mau Shaka mengaku sebagai wali yang bertanggung jawab atas pasien, mengingat ia sendiri tak tahu menahu tentang keluarga gadis itu.
Dokter mempersilahkan mereka masuk ke dalam untuk mengunjungi pasien.
Gegas mama Vivi memasuki ruang tindakan IGD tanpa menunggu putranya selesai berbicara pada dokter, saking cemasnya pada kondisi korban kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan putranya.
"Bagaimana kondisi kamu nak??? apanya yang sakit???." baru saja tiba, mama Vivi sudah mencecar gadis itu. "Maafin anak Tante ya!!!." lanjut mama Vivi dengan perasaan bersalah ketika melihat perban yang melingkari pergelangan tangan serta siku gadis itu.
"Tidak perlu minta maaf Nyonya, lagi pula saya baik-baik saja. Hanya luka gores sedikit saja, sebentar lagi juga bakal sembuh." gadis itu mengulas senyum tipis.
Mama Vivi tertegun dengan jawaban gadis cantik yang kini duduk di tepi tempat tidur tersebut, padahal kenyataannya saat ini cukup banyak perban yang membalut bagian tubuhnya.
"Siapa nama kamu nak, dan di mana alamat rumah orang tua kamu???." kini mama Vivi telah mendaratkan bokongnya di tepi tempat tidur, di samping gadis cantik yang berpenampilan sederhana tersebut. Meskipun pakaian yang dikenakannya sangat sederhana namun tak mengurangi porsi kecantikan di paras wajahnya yang ayu. memiliki bentuk wajah yang oval, hidungnya yang mancung serta alis matanya yang terukir indah tanpa ukiran pencil alis sekalipun, di tambah lagi dengan warna kulitnya yang putih bersih membuat sosok gadis itu terlihat begitu cantik alami.
"Masih muda dan cantik." seperti itulah penilaian mama Vivi tentang sosok gadis dihadapannya saat ini.
"Lilis, nama saya Lilis, Nyonya." jawab Lilis sopan.
"Nama yang cantik, sama seperti orangnya." puji mama Vivi apa adanya.
Lilis kembali mengulas senyum tipis, meski dalam hati ia tidak merasa cantik seperti apa yang dikatakan oleh wanita paru baya dihadapannya itu.
Entah apa yang membuat Mama Vivi merasa begitu bersemangat hingga terus melontarkan berbagai macam pertanyaan pada gadis itu, hingga terlihat layaknya seorang penyidik yang tengah mengintrogasi seorang tersangka.
**
"Mama ngomong apa sih?? Ini bukan saatnya untuk becanda, mah." tentu saja Shaka berpikir ibunya sedang bercanda ketika meminta dirinya menikahi gadis udik bernama Lilis tersebut.
"Memangnya siapa yang sedang bercanda, Ka??? mama serius, kamu harus bertanggung jawab atas apa yang telah kamu lakukan pada gadis itu!!!." tegas mama Vivi.
"Oh astaga....." Shaka menangkup wajahnya frustrasi. "Mah.... Shaka hanya membuat gadis itu sedikit terluka dan itupun secara tidak sengaja bukannya telah menghamilinya, lalu kenapa mama meminta Shaka untuk menikahinya, mah????." wajah Shaka terlihat semakin frustasi. bagaimana tidak, beberapa saat yang lalu ia baru saja menyaksikan kekasih hati telah bertunangan dengan pria lain, dan kini tiada angin tiada hujan ibunya justru meminta dirinya menikah dengan gadis berpenampilan udik.
Sepertinya mama Vivi merasa jatuh hati dengan sikap Lilis sehingga wanita paru baya tersebut berinisiatif untuk meminta putranya menikah dengan gadis itu. Seperti dugaannya, Shaka dengan lantang menolaknya.
Shaka yang tidak habis pikir dengan permintaan konyol ibunya memilih berlalu menuju kamarnya. namun sebelum itu, Shaka menatap Lilis dengan tatapan tajam bak seekor elang yang ingin menerkam mangsanya hidup-hidup.
Selamat datang di karya baru mommy.... jangan lupa dukungannya ya....!!!!
Keesokan harinya, di sinilah Lilis berada di butik ternama berlantai dua milik mama Vivi. Bisnis yang digeluti mama Vivi sejak puluhan tahun lalu tersebut merupakan langganan para pengusaha kelas atas serta beberapa artis ibukota.
Ya, semalam mama Vivi berhasil membujuk Lilis agar tidak pergi meninggalkan rumahnya dengan menawarkan pekerjaan pada gadis itu.
Sebelum menikah dengan ayahnya Shaka yang berasal dari kalangan atas, mama Vivi hanyalah seorang gadis biasa yang berasal dari desa terpencil di daerah Jawa, dan beliau datang ke kota untuk bekerja. Saat melihat Lilis semalam, mama Vivi seperti bercermin pada dirinya sendiri di saat muda dulu. Datang ke kota tanpa sanak saudara, tapi untungnya ada orang baik yang bersedia memberinya tumpangan sampai dia mendapatkan pekerjaan.
Jika saat itu mama Vivi memiliki pendidikan yang cukup baik yakni S1 sehingga sedikit memudahkan dirinya mencari pekerjaan, berbeda dengan Lilis yang hanya tamatan SMA, sudah pasti akan sedikit kesulitan mencari pekerjaan di kota metropolitan, sehingga mama Vivi berinisiatif menawarkan pada gadis itu untuk bekerja di butik miliknya.
Sejujurnya Lilis sendiri masih ragu apakah dia bisa melakukan pekerjaannya dengan baik mengingat ia sama sekali tidak memiliki pengalaman kerja sebelumnya. baru juga lulus SMA kedua orang tuanya sudah berniat menikahkan dirinya dengan kepala desa di desanya.
Mama Vivi mengulas senyum sambil mengusap punggung Lilis ketika menyadari ketegangan di wajah gadis berusia delapan belas tahun tersebut. "Santai saja, tidak perlu tegang, kamu hanya perlu sedikit belajar lagi pula kamu hanya akan menjadi asisten pribadi saya di butik." ujar mama Vivi.
"Ba_baik nyonya." Lilis sedikit lega.
Setelahnya, mama Vivi mengajak Lilis masuk ke dalam dan memperkenalkan Lilis pada para pegawai yang bekerja di butiknya tersebut.
**
Di perusahaan Wakana group di mana sejak beberapa bulan terakhir Shaka telah menggantikan posisi ayahnya sebagai CEO di perusahaan yang di dirikan oleh ayahnya tersebut, Shaka terdengar berdecak kesal menyaksikan Rusli tertawa terbahak-bahak setelah mendengar ceritanya tentang kejadian yang menimpa dirinya semalam.
"Tante Vivi memang the best, beliau paham sekali jika putra kesayangannya ini baru saja di tinggal sang kekasih bertunangan dengan pria lain, makanya Tante Vivi meminta kamu menikah dengan gadis itu." usai berujar demikian, Rusli kembali tertawa terbahak-bahak, seakan menertawakan nasib naas yang kini tengah menimpa sahabatnya itu.
"Sialan Lo...." umpat Shaka. Kedatangan Rusli bukannya mengurangi beban pikirannya justru semakin membuatnya bertambah pusing saja.
"Memangnya kenapa kau tidak mau menerima tawaran dari Tante Vivi untuk menikah dengan gadis itu???." pertanyaan Rusli mendapat decakan kesal dari Shaka.
"Apa kau sudah gila?? Selain aku tidak mencintainya, dia sama sekali bukan tipeku."
Teringat akan penampilan Lilis yang menurutnya sangat kampungan membuat Shaka bergidik geli.
"Aku jadi penasaran dengan gadis itu." ujar Rusli di Landa rasa penasaran.
Tiga puluh menit kemudian, obrolan Shaka dan Rusli terpaksa berakhir mengingat sepuluh menit lagi Shaka ada meeting penting bersama kliennya.
Waktu terus berjalan, Pukul lima sore Shaka kembali ke rumah.
"Apa mama belum pulang, bi???." tanya Shaka ketika tak mendapati keberadaan ibunya di rumah.
"Belum den."
Shaka mengangguk paham. Ia berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Tak lama kemudian, mama Vivi dan Lilis tiba di rumah.
"Apa Shaka sudah pulang, bi???." tanya Mama Vivi.
"Baru saja Bu, sekarang den Shaka lagi di kamarnya." jawab bi Ita.
Sebelum beranjak menuju kamar putranya, mama Vivi beralih pada Lilis dan meminta gadis itu kembali ke kamarnya untuk membersihkan tubuhnya mengingat waktu hampir setengah enam sore.
Tiga kali mengetuk pintu namun tak kunjung mendapat sahutan dari dalam membuat mama Vivi memilih untuk langsung masuk saja.
"Mamah...."
Mama Vivi masuk ke dalam kamar Shaka dan secara bersamaan putranya itu baru saja keluar dari kamar mandi dengan sehelai handuk yang dililitkan pada pinggangnya.
"Apa benar semalam kekasihmu itu bertunangan dengan pria lain????."
Pertanyaan ibunya membuat Shaka menghembus napas bebas di udara.
"Sudah berapa kali mama bilang sama kamu wanita itu tidak pernah setia padamu, tapi kamu tidak pernah percaya dengan ucapan mama. ingat Shaka, jatuh cinta boleh tapi bodoh jangan!!!."
Sebelumnya mama Vivi pernah memergoki Tari bersama dengan pria lain di sebuah restoran. Sebagai seorang ibu sejak saat itu mama Vivi sudah memiliki firasat jika Tari bermain api di belakang Shaka, namun putranya yang sudah kepalang cinta tersebut tidak percaya dengan nasehatnya. setelah beberapa bulan berlalu akhirnya firasat mama Vivi terbukti, semalam Rusli keceplosan dengan mengatakan Tari telah bertunangan dengan pria lain.
Shaka masih diam saja dengan perasaan bersalah, merasa bersalah karena tidak percaya pada ibunya ketika itu.
"Sekarang terserah padamu, mama tidak akan memaksa kamu untuk menikah dengan Lilis, mama hanya ingin kamu mendapatkan wanita yang tepat dan bisa menjaga kesetiaannya, dan menurut mama Lilis adalah gadis yang tepat." ujar mama Vivi sebelum beranjak meninggalkan kamar Shaka.
Di ambang pintu mama Lilis menghentikan langkahnya sejenak kemudian menoleh. "Satu lagi, mulai hari ini Lilis sudah bekerja di butik mama dan dia juga akan tinggal di rumah kita."
Kedua bola mata Shaka membulat dengan sempurna mendengarnya. "Tinggal di sini???." ulang Shaka, dan mama Vivi membenarkannya dengan anggukan.
"Kenapa gadis itu harus tinggal di sini sih, mah???." ada nada keberatan di dalam kalimat Shaka.
"Ini rumah papa dan mama jadi mama berhak memutuskan apapun yang menurut mama baik, tidak ada yang berhak menentang keputusan mama, termasuk kamu." tegas mama Vivi sebelum benar-benar meninggalkan kamar Shaka.
Shaka mengacak rambutnya Frustrasi, baginya gadis bernama Lilis tersebut ibarat sebuah virus yang harus di hindari olehnya, tetapi mengapa ibunya justru mengizinkan gadis itu tinggal di rumah mereka.
membayangkan setiap hari akan bertemu dengan gadis udik itu membuat Shaka semakin frustasi, bahkan frustrasi yang kini dirasakan Shaka melebihi rasa frustasinya saat ditinggal Tari bertunangan dengan pria lain.
Pukul setengah delapan malam Shaka turun dari kamarnya untuk makan malam bersama. mendapati meja makan masih kosong, Shaka menuju ke dapur mencari keberadaan mama Vivi, tapi bukannya mama Vivi yang di temukan Shaka di dapur melainkan Lilis yang sedang menyajikan hasil masakannya ke dalam mangkuk kaca.
Shaka memperhatikan penampilan Lilis dari ujung kaki hingga ujung rambut, penampilan yang kental dengan penampilan khas gadis desa membuat Shaka sungguh tak habis pikir dengan permintaan ibunya semalam.
"Kalau pun hanya tinggal dia seorang wanita yang ada di muka bumi ini aku tetap tidak akan menikah dengannya, lebih baik aku hidup sendiri seumur hidup." lirih Shaka yang kini tengah berdiri dengan posisi melipat kedua tangannya di depan da_da.
"Jangan bicara seperti itu, bisa jadi dikemudian hari justru kamu yang tergila-gila pada gadis yang kamu anggap udik itu."
Tanpa di sadari oleh Shaka ternyata sejak beberapa saat yang lalu ayahnya berdiri di belakangnya sembari memperhatikan gerak geriknya.
"Papah...."
"Mama kamu juga berasal dari desa, tapi buktinya mama kamu berhasil membuat papa sampai tergila-gila padanya."
"Itukan kisah cinta papa, bukan Shaka." ujar Shaka seolah menolak keras jika harus jatuh hati apalagi sampai bersanding dengan gadis udik seperti Lilis.
"Shaka....Shaka...." ayahnya menepuk pelan pundak Shaka kemudian mengajak putranya tersebut menuju meja makan.
Selamat datang di karya baru mommy sayangku semoga kalian suka. jangan lupa dukungannya ya.....😘😘😘😘🥰🥰🥰🥰🥰🙏🙏🙏
"Kamu mau kemana, Lis????." tanya mama Vivi di saat Lilis hendak beranjak setelah usai menyajikan hasil masakannya di atas meja.
"Mau ke belakang, Tante." sesuai dengan permintaan mama Vivi, sejak siang tadi Lilis mengganti panggilannya dari Nyonya menjadi Tante.
"Ngapain kamu ke belakang, ayo duduk!!!." mama Vivi meminta Lilis untuk ikut makan malam bersama di meja makan.
"Nggak usah tante, saya bisa makan malam bersama bi Ita di belakang." jawab Lilis merasa tidak pantas makan bersama di meja makan terlebih saat ini Shaka menatapnya dengan tatapan dingin.
"No...No.... tidak ada makan di belakang, mulai sekarang kamu harus ikut makan bersama kami semua di meja makan!!!." kalimat mama Vivi tak terbantahkan sehingga mau tak mau dengan perasaan sungkan Lilis menarik salah satu kursi untuk ditempati olehnya.
Dengan perasaan sungkan Lilis mengisi piringnya dengan nasi dan juga lauk, lalu perlahan mulai menyantapnya dalam diam.
Di sepanjang acara makan malam tersebut Lilis sadar betul jika sejak tadi Shaka sesekali melirik tajam padanya.
Dua puluh menit kemudian, makan malam pun usai. ayah Oslan menuju ruang kerjanya sementara mama Vivi beranjak menuju kamar.
"Apa yang anda lakukan, tuan???."
Shaka menahan daun pintu kamar Lilis di saat gadis itu hendak menutupnya, kemudian menyandarkan tubuhnya pada daun pintu dengan posisi memasukkan salah satu tangannya ke dalam saku celananya.
"Seharusnya saya yang bertanya, apa sebenarnya maksud dan tujuan kamu masuk ke dalam kehidupan keluargaku??? Atau jangan-jangan kejadian malam itu sengaja disetting dengan sedemikian rupa olehmu untuk menjebak ku??." tuding Shaka dengan menaikan salah satu alis matanya, pertanda kecurigaannya.
"Ini bukan kali pertama ada wanita yang berusaha menjebak ku dan mereka tidak jauh berbeda denganmu, menggunakan cara kotor." lanjut tuding Shaka.
Dengan santainya Lilis melipat kedua tangannya di depan da_da, kemudian membalas tatapan Shaka. "Mungkin anda benar, ada banyak wanita di luar sana yang terpesona bahkan tergila-gila pada anda tuan Shaka yang terhormat, namun satu hal yang harus anda camkan baik-baik, bahwa saya tidak termasuk di antara para wanita yang anda maksud itu karena saya sama sekali tidak terpesona apalagi berkeinginan untuk menjebak anda, Jadi tolong buang jauh-jauh rasa percaya diri serta tudingan anda itu terhadap saya!!!." jawab Lilis dengan nada yang tak kalah dinginnya.
Jujur, Shaka cukup terkejut sekaligus tidak menyangka dengan kalimat yang baru saja terucap dari mulut gadis itu, terlebih Lilis berucap dengan nada yang tak kalah dingin dari dirinya. sepersekian detik kemudian Shaka kembali memasang wajah dingin seperti semula seakan kalimat Lilis sama sekali tidak berpengaruh apa-apa baginya.
"Jika tidak ada lagi yang ingin anda bicarakan, maka silahkan pergi dari sini saya ingin beristirahat, tuan!!!." Lilis merentangkan tangannya mengisyaratkan pada Shaka agar menjauh dari kamarnya.
"Wuuuaaaahhhhh......berani sekali gadis udik ini mengusirku???." batin Shaka, masih menatap lekat wajah Lilis. untuk pertama kalinya Shaka di perlakukan seperti itu oleh seorang wanita.
"Ingat, urusan kita belum selesai sampai di sini, selagi kau masih menginjakkan kaki di rumahku maka selama itu juga saya tidak akan membuatmu tenang apalagi nyaman." ucapan Shaka terdengar seperti ancaman.
Lilis diam saja tidak berniat merespon kalimat Shaka, gadis itu hanya menatap Shaka dengan tatapan tak kalah dingin dan itu membuat Shaka merasa tertantang.
Setelah kepergian Shaka, gegas Lilis mengunci pintu kamarnya. gadis itu menyandarkan tubuhnya yang sejak tadi sudah gemetar pada daun pintu. "Berani sekali kau berkata seperti itu pada tuan Shaka, Lilis, bagaimana jika dia benar-benar akan merealisasikan semua ucapannya, membuatmu merasa tidak tenang selama tinggal di rumahnya??? Jika semua itu sampai terjadi lalu kemana lagi kau akan pergi Lilis???? Argh..... sepertinya aku benar-benar sudah tidak waras." Lilis mengerang sembari memukul kepalanya, menyesali diri telah berdebat dengan Shaka. Ya, sejak tadi tubuh Lilis sudah gemetar ketakutan ketika melayani perdebatan dengan Shaka, namun dengan sekuat tenaga Lilis berusaha terlihat baik-baik saja di depan Shaka, dia tak ingin terlihat lemah di depan pria itu karena hal itu hanya akan membuat Shaka semakin menindas dirinya.
Perlahan Lilis melangkahkan kaki menuju ranjang empuk yang sudah dua malam ini di tempati olehnya. dia merebahkan tubuhnya terlentang sembari menatap langit-langit kamar mewah tersebut.
Kala memejamkan matanya, Lilis kembali teringat akan kejadian dua hari lalu di mana ia memilih melarikan diri daripada harus menuruti permintaan kedua orang tuanya menikah dengan pria yang usianya hampir tiga kali lipat di atas usianya.
"Ayah...ibu.... maafkan Lilis." batinnya. ada rasa iba di hatinya karena secara tidak langsung telah mempermalukan kedua orang tuanya, Namun begitu Lilis sama sekali tidak menyesali tindakannya meninggalkan rumah.
Mungkin Jika malam itu ia tidak mengalami tragedi penjambretan sebelum kecelakaan itu terjadi, pasti saat ini Lilis sudah menemukan alamat rumah kakak sepupunya di kota, dan gadis itu tak harus membuang malu dengan menerima tawaran dari mama Vivi untuk tinggal dirumahnya.
**
Di rumah yang sama namun di kamar yang berbeda, Shaka nampak berpikir keras atas sikap Lilis terhadap dirinya beberapa saat yang lalu. Bagaimana tidak, seumur hidupnya baru kali ini ada seorang wanita yang mengaku secara terang-terangan tidak terpesona dengan ketampanannya.
"Selain udik ternyata gadis itu juga tidak bisa menggunakan matanya dengan baik." gumam Shaka, yang kini tengah duduk berpangku kaki di sofa kamarnya, dengan kedua tangan yang direntangkan pada bahu sofa.
Keesokan paginya, Shaka yang telah mengenakan pakaian kerjanya berjalan menuruni anak tangga dengan menenteng kunci mobil di tangannya, hendak menuju meja makan di mana saat ini kedua orang tuanya serta Lilis telah menunggu untuk sarapan bersama.
Setiap kalimat yang terucap dari mulutnya semalam masih teringat jelas di benak Lilis, gadis itu sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan Shaka.
"Ka, siang nanti mama akan menemani papa menghadiri acara resepsi pernikahan sahabat papa. So, mama minta tolong sama kamu untuk mengantarkan Lilis ke butik pagi ini, kamu tidak keberatan kan??." pinta mama Vivi pada Shaka.
"Tapi mah...Shaka sedang buru-buru, sebentar lagi ada meeting di kantor." Shaka sengaja berdalih, namun usaha Shaka tersebut berakhir sia-sia tatkala ayahnya menepis ucapannya dengan mengatakan meeting baru akan di adakan pukul sepuluh pagi nanti dengan begitu ia masih memiliki waktu luang kalau hanya sekedar untuk mengantarkan Lilis ke butik, apalagi arah menuju butik dan perusahaan searah.
"Baik, mah." tidak mempunyai alasan lagi maka dengan berat hati Shaka mengiyakan permintaan ibunya.
Selesai sarapan, Shaka bangkit dari duduknya. Melihat Shaka sudah beranjak dari duduknya, Lilis pun ikut beranjak dan berjalan di belakang Shaka, mengingat pagi ini ia akan menumpang di mobil Shaka.
"Argh...." Lilis meringis sembari menyentuh jidatnya yang kepentok punggung tegap Shaka di saat pria itu tiba-tiba menghentikan langkahnya secara mendadak.
"Kalau jalan pake mata!!!." intonasi Shaka terdengar kesal.
"Di mana-mana kalau jalan itu pake kaki bukan pake mata, lagian situ sih berhentinya mendadak." jawab Lilis, seakan tak terima di salahkan oleh Shaka.
"Jadi menurutmu saya yang salah???."
"Saya kan nggak ngomong kayak gitu!!." jawaban Lilis semakin memancing kekesalan di hati Shaka. Namun begitu Shaka memilih tak melanjutkan perdebatan itu dengan kembali melanjutkan langkahnya menuju mobilnya berada.
"Gadis udik ini benar-benar menguji kesabaranku." batin Shaka di sela langkahnya.
Kini Shaka telah berada di dalam mobil. dia menurunkan kaca mobilnya hingga setengahnya di saat Lilis tak kunjung masuk ke dalam mobil. "Apa kau akan terus berdiri di situ sampai besok???."
"Agh....." Kalimat Shaka berhasil membuat Lilis bergegas masuk ke dalam mobil milik pria itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!