...~•Happy Reading•~...
Andreas Kalingga berwajah blasteran, tampan. Warisan Opanya yang berasal dari Belanda. Opanya menikah dengan wanita Indonesia dan mempunyai dua anak perempuan. Yang tertua bernama Marnise, Mamah Andreas. Mamahnya menikah dengan Bernad Kalingga, pengusaha dan pemilik restoran yang cukup terkenal di Indonesia dan berwajah blasteran, warisan dari orang tuanya.
Andreas mempunyai seorang adik perempuan bernama Yuliane. Usia mereka terpaut 7 tahun, karena Mamahnya mengalami dua kali keguguran. Sehingga saat bersekolah, mereka juga terpaut jauh. Andreas sudah di SMA, adiknya masih di SD.
Di sekolah, Andreas memiliki daya tarik tersendiri di antara teman-temannya. wajah tampan dan kondisi ekonomi orang yang mapan, melengkapi penampilannya. Sehingga dia memiliki banyak penggemar di antara siswa-siswi di sekolah. Bahkan para guru juga menyukainya, sebab dia murid yang baik, sopan dan berprestasi.
Namun, di antara siswa siswi, ada juga yang tidak menyukainya. Terutama para siswa yang berlatar belakang keluarga konglomerat. Orang tua mereka lebih kaya dari orang tua Andreas. Ada juga anak-anak pejabat tinggi yang memiliki kekayaan hampir sama, bahkan lebih. Mereka termasuk dalam kelompok tidak menyukai, bahkan membenci Andreas.
Status sosial orang tua siswa-siswi membuat sekolah tersebut jadi terkenal dengan anak-anak berdompet tebal dan menimbulkan persaingan. Masing-masing mau menonjolkan diri, supaya lebih populer. Mereka tidak segan-segan memperlihatkan kekayaan orang tua dan juga isi dompet mereka.
Semua itu dipamerkan di berbagai party yang mereka adakan, dan juga kendaraan yang digunakan ke sekolah, walau belum mempunyai SIM. Atau dengan sering mentraktir para murid di kantin sekolah.
...~°°°~...
Seperti hari ini di kantin sekolah, terdengar senda gurau dan juga canda tawa siswa siswi yang sedang makan siang di kantin. Ciri khas anak remaja berduit yang duduk makan berkelompok sambil membicarakan sesuatu yang disukai dan tidak disukai terhadap seseorang di antara mereka.
"Ndre, ntar malam mau mal'ming ke mana?" Tanya teman Andreas yang duduk di depannya.
^^^Mereka hanya berdua di meja tersebut, karena yang lain sudah duduk berkelompok di meja kesukaan masing-masing.^^^
"Gak ke mana-mana. Napa?" Jawab Andreas dan balik bertanya kepada temannya.
"Gak. Nanya aja." Jawab temannya sambil geleng kepala.
"Gak jelas." Jawab Andreas lalu menghabiskan makanannya.
"Supaya jelas, napa gak gabung ama mereka?" Tanya temannya sambil menunjuk dengan wajah ke kelompok siswa siswi di salah satu meja kantin. Dimana para siswa siswi tersebut dengan cuek menggabungkan dua meja dan memindahkan kursi-kursi, agar bisa duduk makan berkelompok.
"Lagi pingin makan dengan tenang. Kalau mau gabung, sana, gii." Ucap Andreas, santai, merespon temannya.
"Males, kalau lu gak ikut. Lu ke sana, gue gabung."
"Kalau begitu, makan aja. Matanya gak usah jelalatan."
"Mata gue suka gak manut. Suka liat yang seru."
"Suka liat yang seru, atau sama yang traktir?" Ucap Andreas sambil merapikan alat makan di depannya.
"Ah, lu. Lagian di sini juga ditraktir. Sama aja....." Temannya berkata sambil tersenyum, lalu menyeruput soft drink di depannya. Karena dia ditraktir oleh Andreas.
"Suka sama gratisan. Malu-maluin dompet." Andreas mengepalkan tangan ke arah teman di depannya.
"Siapa sih yang gak mau gratisan. Lu juga, s'kali-kali traktir mereka, biar rame dan pindah ke sini." Temannya protes sambil melirik ke arah meja yang masih ramai dengan celetukan yang bersahutan ala anak remaja.
"Yang berduit, orang tua. Sangu gue terbatas buat school. Kalau foya-foya, garing kering sebelum disiram lagi." Ucap Andreas sambil melempar tissu bekas yang ada di tangannya ke arah temannya.
"Benarkah?" Tanya temannya sambil menangkap tissu.
"Apanya yang benarkah?"
"Isi dompet lu dijata'in?" Tanya temannya seakan tidak percaya.
"Iyalah.... Emangnya orang tua punya sumur duit, yang tinggal nimba?" Jawab Andreas serius, membuat temannya makin heran.
"Gue kira, lu dije'ber dengan gepokan dan berbagai card." temannya berkata sambil menggerakan tangan di atas meja.
"Emangnya, lu sendiri dije'ber?"
"Gak juga."
"Lalu napa mikirin gue dije'ber?"
"Kan, orang tua kita beda ladang dan hasilnya. Gue bertiga dan bungsu. Lu hanya sendiri."
"Lu gak itung Ade gue?"
"Ade lu kan, perem. Beda dengan gue, tiga-tiganya laki-laki."
"Sama aja."
"Bedalah. Kedua kakakku udah pada kuliah, bentar lagi gue." Temannya jelasin dengan serius.
"Kok, gue jadi curhat? Kaya Mak gue, aja." Ucap temannya, tersadar, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau mau ngirit, tuh, ikut pasukan je'ber." Saran Andreas sambil menunjuk dengan matanya ke arah meja yang masih ramai. Dia tahu ada di antara siswa siswi dalam kelompok itu yang suka pamer kekayaan orang tua dengan mentraktir teman-temannya.
"Ah, mokal gue. Ikut terus tanpa balik traktirin, bakalan dibacain di belakang." temannya menunjukan wajah kecut, tidak enak.
"Kalau ke gue, gak mokal, lu?"
"Kalau lu beda, gak punya tampang bacain di belakang. Dan siapa juga yang mau lu ajak bacain? Ade lu?"
"Udah habisin minumannya, balik kelas." Ucap Andreas lalu berdiri ke arah kasir kantin. Buru-buru diikuti temannya.
"Mau bayar, Bu." Ucap Andreas kepada Ibu kantin yang sudah berdiri mendekatinya.
"Nak Andre sudah selesai makan?" Tanya Bu kantin, ramah.
"Sudah, Bu. T'rima kasih buat makanannya." Ucap Andreas sambil mengambil struk untuk melihat yang harus dibayar.
"T'rima kasih juga, sudah suka masakan Ibu." Ucap Bu kantin sambil menyerahkan uang kembalian dan tidak lupa tersenyum manis.
^^^Ibu kantin sudah tahu, kalau orang tua Andreas punya restoran yang terkenal. Jadi kalau Andreas bisa menghabiskan makanan yang dipesan, Ibu kantin sangat senang. Apa lagi melihat Andreas sopan dan ramah menyapanya. Hati Ibu kantin ingin memegang wajahnya yang tampan.^^^
"Eh, lihat mereka berdua. Cocok, ya." Celetukan seorang siswi sambil menunjuk dengan wajah ke arah Andreas dan temannya yang keluar meninggalkan kantin.
"Apanya yang cocok?" Tanya seorang siswa dengan wajah seakan-akan tidak mengerti.
"Sama-sama pelit." Ucapan siswi itu membuat semua yang ada di meja itu jadi tertawa dan menautkan jari, senang.
"Lu bukannya doyan ama bule?" Tanya siswa yang lain.
"Ngarang lu. Mendingan ama yang lokal aja." Ucap siswi tersebut sambil tersenyum manis ke arah siswa yang dimaksud.
Tiba-tiba terdengar bunyi piring dipukul dengan sendok. "Ayoo, ayooo... Kalau sudah selesai makan, gantian. Ini tempat makan. Bukan tempat rumpiii..." Ucap Ibu kantin setelah membunyikan piring. Ibu kantin mulai gemas dan panas kuping, sebab tidak suka mendengar celetukan-celetukan bercanda yang sudah menjurus ke nyinyiran dan sinis.
Ibu kantin pernah mendengar kelompok itu menyinggung dan menjelekan siswa atau siswi dari kelompok lain, tapi Ibu kantin mendiamkan saja. Namun sekarang Ibu kantin jadi emosi, sebab sudah sering mendengar ucapan negatif tentang Andreas di belakangnya.
Ibu kantin tambah kesal, sebab para siswi itu kalau berada di dekat Andreas, mereka seperti cacing kepanasan dan tersenyum manis seperti pemanis buatan. Ujung-ujungnya pahit, kalau tidak ditanggapi Andreas.
...~°°°~...
...~●○♡○●~...
...~•Happy Reading•~...
Ibu kantin terus memperhatikan mereka sampai keluar dari kantin. 'Ini namanya cinta gak kesampaian, mulut bertindak.' Ucap Ibu kantin dalam hati sambil menggelengkan kepala, sebab tahu apa yang diperbincangkan siswa siswi yang datang makan di kantin.
'Semuanya karena Andreas sering tidak menanggapi sinyal-sinyal suka yang dikirimkan oleh para siswi dan sinyal-sinyal tidak suka yang diperlihatkan para siswa.' Ibu kantin membatin.
"Ayoo, bubar. Kita lanjutkan di kelas." Ucap salah seorang siswi dan disahuti oleh teman-temannya. Ibu kantin hanya bisa geleng kepala melihat sikap mereka yang tidak sesuai dengan latar belakang keluarga dan status sosial yang kaya raya.
Tanpa disadari oleh Ibu kantin dan juga Andreas, di sudut kantin ada yang memperhatikan semua yang dilakukan Andreas dan juga sikapnya kepada Ibu kantin. "Ayo, sudah cukup. Kita balik juga." Ucap salah seorang yang sudah selesai makan dan sedang mengamati.
...~°°°~...
Setelah pulang sekolah, Andreas menjinjing ransel lalu berjalan cepat ke mobil yang sudah menunggu. "Ndre, tunggu. Jalannya cepat banget... Kaya karyawan mau ambil gaji, aja." Ucap teman Andreas yang lari mengejarnya di koridor sekolah menuju tempat parkir, sebab mereka berbeda kelas walau sama-sama kelas tiga.
"Emang pernah liat karyawan jalan cepat buat ambil gaji?" Andreas berhenti lalu melihat ke arah teman yang lagi berlari kecil ke arahnya, sambil memicingkan mata coklat muda, bening.
"Pernah. Di pabrik bokap gue." Jawabnya dengan nafas yang terengah-engah, lalu berdiri di depan Andreas.
"Makanya oleh raga yang benar, biar gak seperti orang butuh oksigen." Ucap Andreas sambil menepuk pundak temannya.
"Aah...." Teman Andreas tidak meneruskan keluhannya, kesal.
"Andreee... Ikut yuuukk." Tiba-tiba terdengar beberapa siswi berteriak memanggil namanya dari jauh sambil melambai, membuat Andreas yang hendak ngeledek temannya jadi lihat ke arah para siswi yang memanggil.
"No. Thanks." Ucap Andreas sambil mengangkat tangan. Sontak para siswi itu berhenti di tempat dan tidak jadi melangkah ke arah Andreas untuk menjelaskan tujuan mereka memanggil dia.
"No thanks? Lu, gak nanya mau diajak ke mana, malah main no thanks, aja." Ucap temannya kesal, padahal dia ingin ikut, jika Andreas mau ikut.
"Ngapain nanya mau ke mana, kalau memang gak mau ikut?" Andreas ingin towel dahi temannya.
"Oh, iya, ya. Jadi kesannya basa basi, ya."
"Basiii..." Ucap Andreas sambil menyikut temannya.
"Eh, Ndre, gak nyapa yang baru lewat?" Tanya temannya sambil menahan sikutan Andreas, agar tidak mengena rusuknya.
"Siapa?"
"Ah, kura-kura..." Ucap temannya sambil menunjuk dengan mata ke siswi cantik, sang primadona sekolah yang baru melewati mereka.
^^^Andreas sudah melihat, tapi sikap siswi tersebut seakan tidak melihat mereka, jadi dia abaikan begitu saja.^^^
"Eh, napa dia lewat sini, kalau mau ikut mobil 'peti'?" Ucap temannya heran karena siswi itu berjalan agak jauh memutar, kalau mau ke tempat parkir mobil 'peti' (sebutan untuk anak PEjabat TInggi).
"Sana, nanya ama dia. Gitu aja, diheranin." Andreas kembali menyikut temannya yang masih melihat ke arah siswi yang hendak masuk mobil.
"Jangan diliat terus, benjoolll. Nanti dikira 'peti', lagi mengincar ceweknya. Cari perkara aja, lu." Protes Andreas yang tidak suka ribut.
"Dia tadi sengaja lewat sini buat panasin kita, ya. Eh, maksud gue, panasin lu, ya."
"Gak usah mikir aneh-aneh. Ini cuaca lagi panas, ngapain dipanasin lagi."
"Tapi heran aja, eh, aneh bin ajaib."
"Sudah gue bilang jangan mikirin yang aneh-aneh. Seharian dia duduk di kelas, jadi engselnya perlu dilonggarin. Ayo, jalan." Ucap Andreas sambil poles kepala temannya.
"Lu kira dengkulnya, pintu? Engsel." Ucap temannya sambil mengusap bagian kepala yang kena poles.
"Eh, lu normal kan?" Temannya tiba-tiba bertanya, sebab dia tahu siswi itu sebenarnya naksir Andreas, tapi selalu dicuekin Andreas.
"Maksud lo?"
"Lu bukan jeruk makan jeruk kan?" Ucap temannya sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya.
"Lu yang pisang makan pisang. Sana pulang sebelum gue datangin nyemot." Ucap Andreas sambil mendorong bahu temannya untuk menjauh darinya.
Temannya tidak melepaskan kedua tangan dari dada, lalu berlari kecil menjauh dari Andreas.
"Benjiii, lu benaran santapan nyemot?" Teriak Andreas melihat temannya Benji berlari ke mobil jemputan dengan gaya kemayu, melambai.
"Yooiii..." Balas Benji sambil mengangkat sebelah tangan dan membuat jarinya lentik. Hal itu membuat Andreas mau menimpuknya dengan batu.
"Ddaaaa... muaaah muaaah muaaahhh..." Benji mengirimkan ciuman dengan kedua tangannya bergantian mengikuti gaya para siswi-siswi yang berpamitan saat mau naik mobil ke arah Andreas.
"Amit amit, amit amiiiittt... Jijaiiii." Ucap Andreas sambil mengetuk telapak dan dahinya berkali kali melihat tingkah Benji, lalu berlari mengejarnya untuk memukulnya.
"Yuhuuuiiii..." Ucap Benji sambil membuat jari telunjuk dan jempol di dagunya, saat sudah berada dalam mobil, membuat sopirnya senyam-senyum.
"Ckckckck... Makin paraaah." Ucap Andreas yang berhenti menunggu mobil jemputannya.
"Makanya, jangan suka seperti kanebo kering. Tuuh, jadi disambar si 'peti'. By." Ucap Benji sambil melambai meninggalkan Andreas yang hanya bisa geleng kepala.
"Ndre, ntar malam mau ikut party, gak" Tiba-tiba suara wanita menyapa dan bertanya sambil memegang sikutnya, membuat Andreas mengangkat tangannya yang sedang pegang ransel.
"Ah, lu. Kalau nanya, bisa gak, gak pake pegangan? Bikin kaget aja. Gue gak ikut." Jawab Andreas cepat saat melihat siapa yang menyapanya.
"Ah lu. Begitu aja, kaget. Gak pake nanya party siapa, uda main gak ikut aja." Jawab siswi itu pura-pura kesal dan mau bergelayut di lengan Andreas.
"Party siapa pun, gue gak bisa ikut. Jadi buat apa nanya, sorry." Andreas coba berbicara baik dan sabar menjelaskan, agar tidak terjadi perdebatan atau desakan yang tidak perlu.
Kejadian seperti itu, sering terjadi saat pulang sekolah di hari Sabtu. Sehingga dia harus memikirkan berbagai alasan untuk menolak undangan teman-temannya yang mengadakan party atau mengajaknya pergi party.
...~°°°~...
Di sisi yang lain ; Sebuah mobil yang lumayan mewah untuk berada di tempat parkir sekolah sedang parkir, menunggu. "Gimana, bisa? Tanya pria yang sedang duduk di balik stir, melihat yang ditunggu masuk ke mobil.
"Kita liat, deh." Jawab wanitanya, singkat.
"Liat apa? Katanya, si bule naksir lu. Padahal yang jelalatan malah si benjol." Yang pria protes.
"Masa, sih. Mungkin penyambung mata bule yang gengsian." Yang wanita menghindari emosi temannya. Khawatir diturunkan dari mobil, karena banyak siswa siswi sudah melihat dia naik mobil tersebut.
"Gak usah emosi. Kita punya bala bantuan untuk seret dia ke tempat party." Ucap wanita itu, yakin.
"Siapa? Bebek-bebek itu? Udah ditolak ama bule." Protes pria, masih kesal, karena belum ada kepastian.
"Gue udah minta Gretha. Pasti bisa. Lu tau dia, kan. Gak akan lepas." Ucap sang wanita, yakin.
"Tapi lain kali gak usah nyuruh gue jalan muter. Kaki gue pegal, tau." Ucap wanita lagi, sambil mengurut betisnya.
"Segitu aja, pegal. Tuh, liat Gretha. Malah berlari untuk ngejar si bule. Eeh, napa lu nyuruh dia kejar bule?" Tanya pria yang sedang melihat ke arah Andreas.
...~°°°~...
...~●○♡○●~...
...~•Happy Reading•~...
Mereka berbicara serius di mobil sambil memperhatikan Gretha yang sedang bicara dengan Andreas. Mereka berpikir, akan mudah mengajak Andreas setelah Benjamin pulang. Ternyata wajah Andreas masih tidak terbaca.
"Semoga berhasil. Gue udah keluarin banyak duit untuk party ini." Ancam pria itu sambil terus melihat ke arah Andreas dan Gretha.
"Kalau Gretha gak berhasil, gue yang akan seret dia ke party. Lagian tadi bilang gak boleh negur dia." Ucap wanita itu untuk menenangkan sang pria yang masih kesal. Dia melihat Andreas sedang berbicara serius, lalu meninggalkan Gretha begitu saja saat mobil jemputan mendekatinya.
...~°°°~...
Sebenarnya Andreas tidak berbohong, kalau sudah ada party. Mamahnya minta dia dan adiknya untuk makan malam di rumah, sebab minggu lalu mereka tidak bisa makan malam bersama. Di restoran ada yang mengadakan party, jadi semua orang ikut membantu di restoran.
Itu adalah kebiasaan keluarganya, minimal bisa makan malam bersama satu kali dalam seminggu. Sebab orang tuanya sibuk mengelola restoran dan kadang mereka makan malam sendiri-sendiri. Lebih banyak Andreas sering makan malam berdua dengan adiknya di rumah.
Oleh sebab itu, Mamanya sudah pesan agar sore hari mereka sudah di rumah. Mamanya akan masak untuk makan malam mereka sekeluarga.
Waktu makan malam tiba, mereka bersyukur bisa makan malam bersama lagi. "Mmmmm... Yuaaammi... " Ucap Andreas dan Yuliane bersamaan saat mereka berempat duduk di meja makan yang sudah dipenuhi dengan beraneka masakan.
"Selamat makan, Mah, Pah." Ucap Andreas dan Yuliane kembali bersamaan setelah berdoa.
Mereka makan dan menikmati masakan tanpa suara. "Thanks masakannya, Mah." Ucap Andreas, Yuliane dan Pak Bernad kepada Bu Marnise, setelah makan. Kemudian mereka berbincang-bincang sambil menikmati dessert.
"Ndre, ini masih sore. Gak keluar untuk malam minggu?" Tanya Mamahnya setelah selesai makan malan dan melihat Andre masih duduk di meja makan sambil menikmati dessert dengan santai.
"Gak, Mah. Mau istirahat aja." Jawab Andre sambil menyandarkan punggungnya.
"Kak Andre gak malam mingguan, karna gak punya pacar, Mah." Adiknya menimpali sambil duduk menjauh dari jangkauan tangan kakaknya.
"Eh, ini masih kecil sudah tau pacar. Dengar dari siapa?" Tanya Andre, tapi orang tuanya melihat Yuliane, heran. Sebab putrinya belum juga 10 tahun, sudah bicara tentang pacar.
"Dari teman-teman kakak. Mereka bilang mau jadi pacar kakak, tapi dicuekin." Yuliane jawab polos.
"Kau berteman dengan teman Kakak? Kau kenal mereka di mana?" Tanya Andre.
"Di restoran. Mereka suka datang makan dan ajak ngobrol."
"Ckckck... Stop ngobrol dengan mereka. Gak baik buat pertumbuhan otakmu. Belajar yang benar." Ucap Andre sambil maju dan mengacak rambut adiknya.
^^^Wajah tampan dan postur tubuh yang tinggi, membuat Andreas sangat dikenal dan terkenal sejak masih sekolah dasar hingga SMA. Terutama saat SMA, dia sangat populer dan jadi perbincangan. Dia juga jadi rebutan para siswi yang berharap bisa jadi pacarnya.^^^
^^^Situasi itu tidak menyenangkan bagi Andreas, sebab ada banyak teman pria yang tidak menyukainya, bahkan memusuhinya. Terutama mereka yang orang tuanya sama kaya atau lebih kaya dari orang tuanya. Ditambah lagi dengan anak-anak pejabat tinggi yang merasa kalah populer.^^^
^^^Mereka berusaha berbagai cara menarik perhatian teman-teman agar menjauh dari Andreas. Kadang juga menyebar isyu negatif bahwa Andreas penyuka sesama, karena tidak menunjukan rasa tertarik kepada lawan jenisnya.^^^
^^^Ada juga yang mengatakan Andreas kaku dan angkuh, sok kaya. Padahal ada teman-teman yang orang tuanya yang jauh lebih kaya masih mau ikut kumpul atau nongkrong dengan teman-temannya.^^^
^^^Kadang Andreas juga menjadi taruhan di antara kelompok-kelompok itu. Siapa yang bisa membawa Andreas ke tempat Party atau membuat Andreas adakan party, kelompok itu akan jadi pemenang taruhan sejumlah uang atau hadiah lainnya.^^^
^^^Andreas tidak terpengaruh dengan provokasi teman-temannya. Dia tetap seperti biasa, ke sekolah dan pulang sekolah di antar jemput oleh sopir keluarga. Dia tidak menanggapi sikap teman yang mau bersaing atau mengganggunya.^^^
"Pergunakan waktumu untuk bersenang-senang dengan teman-temanmu, Ndre. Keluar makan atau nonton, jangan terus di restoran." Papah Andreas berkata sambil melihat Andreas dengan sayang, sebab tahu putranya suka membantu di restoran.
"Kalau pergi bersenang-senang, nanti Kak Andre gak bisa gaya chef'chefan, dong, Pah." Yuliane berkata sambil meleletkan lidah ke arah kakaknya.
"Apa maksudmu, Yulia?" Tanya Mamanya.
"Nih, Mah. Lihat gaya Kakak." Ucap Yuliane setelah berdiri mengambil ponselnya, lalu menunjukan foto yang diposting oleh Andreas di akun sosial medianya.
"Itu bukan gaya Yulia, Kakak lagi promo restoran kita." Ucap Andreas dengan wajah galak.
"Mana, Yulia. Papah lihat." Ucap Papanya sambil mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel.
"Oh, pantas belakangan ini lebih ramai dengan para wanita yang datang makan di restoran kita." Ucap Papah Andreas mulai mengerti.
"Promo gratis, Pah." Ucap Andreas santai.
"Kau sudah banyak membantu di restoran. S'kali-s'kali keluar dengan teman-temanmu, supaya nanti gak menyesal. Jangan menyia-nyiakan masa mudamu." Papah Andreas berkata sambil menyadarkan punggung, ikut duduk santai. Papahnya berharap, Andreas juga bisa lakukan sesuatu yang dia sukai seperti anak muda lainnya.
"Pernah ikut keluar dengan beberapa teman, Pah. Nongkrong, ngobrol, minum di cafe. Tapi ujung-ujungnya pada minum alkohol. Jadi ya, ngga pernah ikut mereka lagi." Andreas menceritakan pengalamannya.
"Kalian masih remaja, sudah minum alkohol?" Mamah Andreas terkejut mendengar ucapan putranya. Andreas mengangguk kuat, mengiyakan.
"Itu sangat berbahaya, Ndre. Jika mulai terbiasa minum alkohol, akan jadi jalan pembuka untuk minum yang lain." Mamahnya jadi khawatir. Papahnya melihat Andreas dengan serius dan bersyukur, putranya bisa rem lakukan sesuatu yang negatif.
"Kau masih mau kuliah di luar?" Tanya Mamahnya lagi dengan wajah serius.
"Masih, Mah. Ada apa?"
"Seriusin saja. Nanti Mamah bicara sama Opa, supaya bisa bicara dengan keluarga di sana." Ucap Mamahnya serius.
"Kok Mamah sekarang semangat buat Andre kuliah di luar? Kemarenan masih keberatan berpisah dengannya." Papah Andreas menatap istrinya, sebab sebelumnya berat hati mengijinkan putranya kuliah di Belanda.
"Lebih baik Andre menjauh dari teman-temannya yang begitu. Mamah jadi was-was dengan pergaulan mereka, jika kuliah di sini."
"Di mana-mana sama saja, Mah. Tergantung anak-anak kita. Sayang dengan hidup mereka atau tidak. Masih muda tidak pikirkan dampaknya untuk masa depan, nanti menyesal." Papah Andreas pergunakan kesempatan untuk menasehati kedua anaknya.
"Iya, tetap saja. Mama tetap was-was. Tidak semua teman baik, Pah. Mereka bisa jebak dan cekoki anak kita dengan sesuatu yang buruk. Mamah akan bicara dengan Opah, kalau Andre serius." Mamah Andreas hanya bilang sesuatu yang buruk, bukan narko^boi.
"Serius, kok, Mah, Pah. Bukan hindari kegiatan yang begituan, tapi memang suka dengan aktivitas di pentri dan dapur. Menantang untuk lebih kreatif." Ucap Andreas serius.
"Yaaa... Kak Andre ngga jadi bintang film, dong. Sayang Kak. Nanti Kakak makin terkenal loh." Yuliane berkata sambil menunjukan wajah kecewanya.
"Yulia tau dari mana?" Tanya Andreas terkejut.
"Dari teman-teman Kak Andre itu."
"Berhenti bicara dengan mereka." Ucap Andreas serius.
...~°°°~...
...~●○♡○●~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!