NovelToon NovelToon

Suamiku, Tolong Balas Cintaku!

Kecelakaan

"Sayang, pernikahan kita tinggal menghitung hari. Aku ga sabar buat tinggal bersama ... Liat muka kamu bangun tidur, dan masakin makanan buat kamu." Ucap seorang wanita yang menyadarkan kepalanya pada bahu seorang pria yang sedang mengemudikan mobil, yang tak lain adalah calon suaminya.

"Aku Juga ... Gak bisa sehari aja gak ketemu kamu." Pria itu mengecup puncak kepala wanitanya.

Vadio dareen dan Mauryn ananda, sepasang kekasih yang akan melaksanakan pernikahannya dalam hitungan hari. semua persiapan dari A-Z sudah hampir selesai, undangan pun sudah tersebar pada semua orang terdekatnya.

*BRAKKKKK

Sebuah truk besar menabrak beberapa kendaraan di lampu merah dan menjadikan kecelakaan beruntun pada hari itu.

"Sssayang..." Ucap mauryn dengan kepala penuh darah dan tubuh yang terjepit mobil yang sudah ringsek.

"Tahan sayang, badan aku gak bisa gerak sama sekali. TOLOOOONG TOLOOOONG." Teriak Vadio, berharap pertolongan dari orang yang ada disekitarnya.

Semua orang yang ada disitu mengalami luka parah, bahkan banyak pula yang tewas di tempat. Banyak orang yang bergantian menolong, sampai pada akhirnya ada beberapa orang yang hendak menolong Mauryn dan Vadio.

"Tolong pacar saya dulu pak, dia kesakitan." Ucap Dio terbata bata.

"Gak bisa pak, kita harus mengeluarkan bapak dulu, baru bisa mengeluarkan mbak nya, di pintu samping ada korban juga ... Kita gak bisa masuk lewat situ."

Akhirnya Dio bisa keluar di bantu oleh beberapa orang disana, Dio merasakan sakit pada seluruh tubuhnya, saat dia di baringkan di trotoar jalan, sekilas dia melihat Mauryn yang di bawa dengan tandu dan langsung masuk ke ambulance, karena darah yang terus keluar dari kepalanya.

Sayang, kamu harus bertahan. Ucap Dio dalam hati.

Saat ini pria yang menjadi pelindung Mauryn tidak bisa apa apa, untuk berdiri sendiri pun Dio tidak mampu, pada akhirnya pria itu tidak sadarkan diri.

***

Doa dan tangisan mengiringi pemakaman Mauryn Ananda. Mauryn tidak bisa di selamatkan akibat pendarahan hebat yang terjadi pada kepalanya, dia menghembuskan nafas terakhir saat sedang di larikan ke rumah sakit.

Keadaan berbeda terjadi pada Vadio Dareen.

Pria itu kritis, terhitung sudah tiga hari dari terjadinya kecelakaan.

"Gimana keadaan anak sayang dok?" Tanya Latif Fito seorang pengusaha ternama di kota itu, pria paruh baya itu adalah papanya Dio.

"Sudah membaik, tapi pasien belum bisa respon sepenuhnya. Akibat beberapa luka dalam dan saraf yang rusak di beberapa bagian tubuhnya, kami akan terus memberikan yang terbaik untuk anak bapak," Ucap Dokter yang menangani Dio.

Dua hari kemudian ...

"Mam ... Mauryn gimana?" Tanya Dio pada Ervina yang menjaga di sampingnya.

"Mauryn tidak terselamatkan," Ucap Ervina.

"Hah? Aku lihat Mauryn masih sadar kok pas kecelakaan waktu itu, mama jangan bohongin aku ... please ma, sebentar lagi aku dan Mauryn akan menikah." Ucap Dio yang beringsut bangun dari posisi berbaringnya.

Ervina menggelengkan wajahnya, "Mama gak bohong Dio, kamu harus terima kenyataan ini."

Dio menangis sejadi jadinya, Latif yang sedang menelpon di luar ruangan sampai masuk ke dalam dan menutup telponnya tiba tiba saat mendengar ruangan suara Dio.

"Ma, ini kenapa?"

"Dio menanyakan Mauryn, lalu mama menjawabnya pa," Ucap Ervina panik.

Latif menenangkan Dio,dengan seluruh kekuatannya ... "Kamu harus terima sayang, ini sudah takdir."

"Aku harusnya bisa melindungi Mauryn pa."

"Sudah, sudah ... Tidak perlu di sesalkan," Ucap Latif menepuk nepuk pundak Dio. "Lanjutkan kehidupan kamu Dio."

Sejak saat itu sikap Dio berubah total.

***

"Kak Luna ... aku suka yang ini, tapi jangan terbuka banget, tolong di jahitkan bahan lagi sedikit di area sini." Ucap salah seorang pelanggan di butiknya.

"Oke sip mbak, tiga hari lagi aku chat ya buat fitting," Ucap Luna.

Luna Sabrina, seorang designer dan pemilik butik tempat dia bekerja sehari hari.

Luna adalah orang yang cekatan, setiap hari hidupnya tertata rapi, dari mulai membuka mata hingga waktunya tertidur di malam hari.

Usaha nya yang sukses, membuat dirinya lupa memikirkan tentang percintaan.

Butik Luna tidak pernah sepi pengunjung, beberapa orang besar dan selebritis di kota itu sudah sering menggunakan jasa pelayanan yang Luna sediakan.

Sore menjelang malam ...

Luna memarkirkan mobil di garasi rumahnya, mobil yang di belinya dari hasil jerih payahnya sendiri.

"Sore pap ... Tumben udah pulang?" Ucap Luna pada Bimo.

Bimo melihat wajah anaknya dengan jarak yang sangat Dekat, "Mam ... Sini." Panggil Bimo pada istrinya.

Tari yang sedang menyiapkan makanan, menunda pekerjaannya karena panggilan dari suaminya itu. "Iya pa, kenapa?"

"Liat nih, kulit anak perawan kita ... Kering, kusam begini."

"Ih kirain ada apa!" Ucap Tari yang melanjutkan pekerjaannya di dapur.

"Papa Body shaming !!!!!!" Teriak Luna.

Bimo tertawa mendengar teriakan anak satu satunya itu, "Iya iya maaf, anak papa cantik. Tapi kurang perawatan sepertinya." Ucap Bimo sambil tertawa.

"Kapan punya pacar?" Tanya Bimo.

*Luna tersedak air yang sedang dia tenggak.

"Apaan sih, tadi body Shaming, sekarang nanyain pacar. Ma ... tolonglah anakmu ini." Rengek Luna.

"Usia kamu sudah 28 tahun Luna, belum ada tanda tanda kamu pernah berpacaran, mama sama papa jadi khawatir sama pergaulan anak zaman sekarang."

"Ma ... Kok samanya sih?" Ucap Luna yang mendudukan dirinya di kursi meja makan.

"Mama papa udah tua sayang, gak bisa ngontrol pergaulan kamu di usia sekarang. Banyak loh sekarang anak muda yang menolak menikah ... Parahnya lagi mereka mencintai sesama jenis, iiihhhhh." Tari bergidik menceritakan kekhawatirannya.

Luna beranjak untuk mencuci tangannya ke dapur, tidak menghiraukan perkataan orang tuanya.

"Jadi mama papa ngira aku suka sama sesama jenis gitu?" Ucap Luna sambil mendudukan diri kembali dan bersiap untuk makan sore bersama.

"Papa khawatir sayang, zaman sekarang benar benar tidak bisa di duga duga," Ucap Bimo.

"Kami ingin kamu mendapatkan yang terbaik sayang, bukan dalam hal karir ... Tapi juga teman hidup kamu nanti. Karena selamanya kita gak bisa jagain kamu terus menerus." Ucap Tari sambil menuangkan beberapa sendok nasi ke atas piring suaminya.

"Luna ngerti, tapi gak sekarang. Luna masih fokus sama butik."

Bimo memandang wajah Tari, mengisyaratkan untuk menyudahi pembahasannya sampai disini.

***

Perusahaan yang di bawah naungan Vadio berkembang pesat, karena pria itu sangat fokus terhadap karirnya saat ini, hanya itu yang ada di fikirannya. Vadio tidak memberikan kesempatan sedikitpun pada pesaing bisnisnya untuk merasakan sedikit kemajuan yang dia rasakan saat ini, ya ... pria itu berubah menjadi pria yang egois dan tidak perduli terhadap siapapun, padahal pesaing bisnisnya bisa di bilang masih mempunyai hubungan saudara dengan keluarganya, tapi Vadio tidak perduli akan hal itu.

"Buat collapse perusahaan A, saya ingin hari ini mendengar kabar itu, secepatnya!!" Ucap Vadio pada seorang asistennya.

"Tetapi pak, selama ini perusahaan A punya histori baik pada bisnis kita." Ucap Indra Lukas asisten Vadio.

"Saya tidak peduli, dan saya tidak menerima kesalahan apapun ... Sekalipun itu kesalahan kecil. Silahkan kerjakan ... atau, saya akan mencari asisten baru." Ucap Vadio menaikan sebelah alisnya.

"B-baik pak." Ucap Indra terbata.

Seperti itulah sikap Vadio setelah sembuh total dari kecelakaan yang dia alami.

Perjodohan

"Terimakasih pak Latif untuk waktu dan kesempatan yang di berikan kepada perusahaan kecil saya, kalau bukan karena kebaikan bapak, perusahaan saya tidak akan di kenal oleh para investor." Ucap Bimo setelah menyelesaikan jadwal meetingnya dengan Latif.

"Jangan berlebihan pak Bimo, semua ini karena kerja keras bapak dan team." Sahut Latif sambil tertawa.

Kedua paruh baya itu belum kembali ke kantor, mereka adalah teman lama sewaktu kuliah dulu, Latif dan Bimo sama sama berjuang dari nol, mungkin nasibnya saja yang sedikit berbeda dalam hal ekonomi.

"Bagaimana kabar keluargamu sekarang? Terakhir saya datang berkunjung saat istri kamu melahirkan di rumah sakit, saya ingat betul, saat kamu kesusahan menggendong bayi laki laki mungil itu sampai bercucuran keringat karena grogi." Ucap Bimo bernostalgia sedikit.

Latif menyesap kopi sedikit, lalu meletakkannya kembali di atas meja. "Kamu ini, masih ingat betul kekonyolan saya."

"Oh ya, gimana kabarnya ... Siapa nama anakmu, lupa saya." Bimo menggaruk keningnya menggunakan jari telunjuknya.

"Anak pertama saat kamu menjenguk, Namanya Vian dia sekarang sedang melanjutkan s2 nya di UK, lalu yang kedua namanya Vadio ... Dia tinggal bersama saya, beberapa waktu lalu baru sembuh dari kecelakaan, calon istrinya meninggal dunia." Ucap Latif sedikit murung.

"Loh, kamu kok ga ngabarin saya?"

"Waktu itu saya hanya fokus pada kesembuhan Vadio, tidak terfikir mengabarkan siapapun, maaf ya."

"Lalu sekarang, bagaimana kabar Vadio?

"Vadio sekarang melanjutkan bisnisnya di perusahaan X. Setelah kejadian itu, anak saya tidak bisa di ajak berkomunikasi seperti biasa, dia sering tidak merespon dan jarang berada di rumah , hampir 90% kegiatannya di luar rumah. Jujur saya khawatir."

Bimo mendekatkan wajahnya pada Latif , "Khawatir akan?"

"Akan kehidupan percintaannya, dia seperti tidak mau mengenal wanita, setelah calon istrinya itu meninggal dunia."

"Fikiran seorang ayah ternyata tidak jauh beda yah, saya punya anak perempuan, usianya 28 tahun ... Dia seorang designer, tapi dia terlalu fokus dengan karirnya, saya dan istri khawatir dengan pergaulan anak zaman sekarang, banyak yang menjadi penyuka sesama jenis Pak." Ucap Bimo antusias.

Latif berdecak, "Karena pembicaraan ini, saya jadi makin khawatir dengan Vadio, usia anak saya lebih matang di bandingkan anakmu ... 2 tahun selisihnya."

"Mulai sekarang, kita harus lebih extra memperhatikan gerak gerik anak kita pak Latif, hanya itu yang bisa kita lakukan."

"Saya rasa tidak ada salahnya, jika kita menjodohkan mereka, toh persahabatan kita sudah lumayan lama, lebih bagus lagi jika menjadi ikatan saudara, dan juga kita bisa lebih tenang karena anak kita menikah dengan keluarga yang sudah tau bibit,bebet dan bobotnya. Bagaimana Pak Bimo?"

"Hah? Di jodohkan?"

"Iya pak Bimo, saya akan menanggung semua biaya pernikahannya. Bagaimana ? Kita sebagai orang tua jadi sama sama tenang." Ucap Latif memberikan penawarannya.

"Ini bukan masalah biaya pernikahan, tapi ...."

"Tapi apa pak Bimo?"

"Anak saya sulit di ajak berbicara kalau soal pendamping, apalagi sampai mau di jodohkan. Saya sendiri gak yakin anak saya bersedia."

"Kita berbicara pelan pelan saja dengan mereka pak, bagaimana kalau weekend nanti, saya dan keluarga mengunjungi rumah bapak. Apa boleh?" Ucap Latif antusias.

"Untuk berkunjung silahkan pak, tapi untuk kesediaan anak saya ... Saya belum bisa jamin dengan pasti."

"Iya pak Bimo saya mengerti. Kita coba dulu ... Tidak ada salahnya kan?"

***

Malam sebelum pertemuan esok hari, Latif dan Bimo kompak membicarakan tujuan pertemuan mereka besok dengan masing masing anaknya.

Kediaman Latif.

"Tolong kabulkan permintaan papa yang ini Dio, papa sangat khawatir dengan kehidupan kamu saat ini, kamu butuh pendamping untuk menemani keseharian kamu, semakin lama umur kamu semakin matang, dan papa mama tidak bisa menemani kamu terus menerus."

"Aku gak minta untuk di temani mama papa." Jawabnya datar.

Latif sudah tidak tahu lagi harus berbicara seperti apa lagi, untuk membujuk anaknya agar mau menuruti keinginannya.

"Arggghhhh Diiioo .... Panggil dokter keluarga sekarang juga, nafas papa sesak." Ucap Latif sambil terbata bata dengan posisi satu tangan meremas sebelah dadanya.

"Eh Pah , kk-kenapa bisa gini... Aduh, aku harus gimana ini."

Dio berlari ke arah atas untuk memanggil sang mama yang sedang berada di dalam kamar.

Dio yang panik akhirnya masuk ke kamar mama nya tanpa di ketuk terlebih dahulu, untung saja posisi Ervina sedang tidak memakai pakaian minim.

"Dio ! Apa apaan kamu ini!" Ucap Ervina yang kaget karena sebelumnya tidak ada yang berani masuk begitu saja ke dalam kamarnya, terkecuali Latif ... Suaminya.

"Mam ... Tolong papa, sepertinya terkena serangan jantung."

"Apaaa !!!! Sejak kapan papa mu punya penyakit jantung Dio?" Ucap Ervina yang langsung bergegas turun ke bawah dan di buntuti oleh Dio.

Pak Latif ditemukan tergeletak di bawah sofa, Dio langsung memanggil security yang berjaga di depan untuk membantu mengangkat papanya masuk ke dalam kamar.

Dio dengan cepat langsung menghubungi dokter Okky, dokter yang selalu siap melayani keluarga Latif.

Ervina dan Dio menunggu di luar kamar dengan perasaan campur aduk.

Dokter Okky keluar kamar, dengan menenteng tas nya.

"Gimana papa saya dok?" Tanya Dio.

"Serangan jantung ringan, Pak Latif di larang stress dan tertekan."

Ervina dan Dio saling berpandangan, Ervina tidak tahu bahwa sebelumnya Dio dan suaminya sedang membicarakan tentang pendamping hidup.

"Apa kira kira yang di fikirkan papa kamu, Dio?" Ucap Ervina keheranan.

"Kalau begitu saya pamit, tidak perlu resep obat ya, karena pasien hanya butuh di kelola stress nya saja, saya permisi." Ucap dokter Okky yang meninggalkan Dio dan Ervina.

Dio dan Ervina bergegas masuk ke dalam kamar, terlihat Latif sedang berbaring lemas di atas ranjang kamarnya.

"Papa, apa yang kamu fikirkan sampai jadi seperti ini?" Tanya Ervina.

Latif tidak langsung menjawab, pandangannya langsung mengarah pada Dio yang berada di belakang istrinya.

"Terima rencana perjodohan yang sudah papa rencanakan."

Ervina membulatkan kedua matanya, dan langsung melihat ke belakang... Ke arah Dio yang mematung.

"Kenapa tiba tiba sekali?" Akhirnya Dio membuka suaranya.

"Ini sudah rencana lama, kamu tenang saja, pilihan papa adalah wanita yang mempunya bibit bebet dan bobot yang baik untuk kamu."

***

Esok hari di jam makan siang, Keluarga Vadio dan Luna sedang makan siang bersama di suatu resto yang sudah di booking oleh Latif sebelumnya, demi ke intiman dua keluarga dan tanpa adanya orang lain di sekitar.

Vadio memandang Luna dari atas sampai ke bawah, Luna yang menyadari itu langsung menatap penampilannya sendiri. Ada apa dengan penampilanku? kenapa pria aneh ini memandangku seperti itu? Dasar kuno. Batin Luna.

Mereka saling bersalaman satu sama lain, saat tiba giliran Luna dan Vadio bersalaman, Latif dan Bimo sangat memperhatikan ekspresi masing masing anaknya. Tidak ada wajah terpaksa di antara mereka ... Padahal yang sebenarnya Luna dan Vadio hanya bersikap baik di depan orang tua nya masing masing.

Bimo dan Latif menangkap itu suatu lampu hijau, mereka mengira bahwa tidak ada salahnya untuk menentukan tanggal pernikahan sekarang, lebih cepat lebih baik.

Saya harus bayar lebih untuk dokter Okky, karena sudah mau membantu saya kemarin. Ucap Latif dalam hati.

SAH

Ervina tak henti hentinya memandang Lestari dan Luna secara bergantian, dia rasa penampilan mereka jauh dari kata mewah. " Mas, ini kenapa mendadak sekali?" Ucap Ervina pada Latif.

"Kamu cukup ikuti alur saya." Bisiknya pada Ervina.

"Gimana kalau Minggu depan?" Ucap Latif spontan.

Luna dan Vadio saling berpandangan satu sama lain, tidak ada yang mengira kalau prosesnya akan secepat ini.

"Saya dan istri sih setuju pak, bukan begitu mam?" Ucap Bimo meminta jawaban istrinya.

Lestari mengangguk sambil tersenyum.

Sepertinya kalian hanya memanfaatkan suami saya untuk bisnis. Ervina bermonolog dalam hati.

***

"SAH." Ucap beberapa saksi pada acara akad yang di langsungkan secara tertutup oleh masing masing kedua belah pihak Latif dan Bimo.

Untuk pertama Kalinya Vadio mencium kening Luna, itupun karena di paksa untuk mengabadikan foto, yang sebenarnya tidak di rasa penting untuknya.

Berbeda dengan Vadio, Luna menjalani acara pernikahan inidari awal hingga akhir dengan senyum tulus dan penuh haru, karena akhirnya bisa mewujudkan apa yang diinginkan kedua orang tuanya, yaitu menikah. Luna yakin pilihan orang tuanya ini akan menjadi pemimpin sekaligus pelindung untuknya.

Malam hari.

Luna dan Vadio, sudah di dalam kamar yang di dekor sedemikian rupa untuk menyambut pengantin.

"Argh ... Apa apaan sih, norak!" Ucap Dio kesal.

"Ya mungkin mereka pengen ngasih yang terbaik buat kita." Sahut Luna.

Dio langsung menatap Luna dengan tatapan tajamnya, "Yang terbaik bagi kamu dan yang terburuk buatku." Ucap Dio tanpa rasa bersalah sedikitpun dengan kata katanya yang tajam.

"Kita di persatukan tanpa cinta, aku ngerti itu. Biarlah semua berproses sebagai mana mestinya." Ucap Luna dengan sabar.

Dio tidak menanggapi ucapan Luna, pria itu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian.

Luna sedang menghapus sisa riasan di wajah dan melepas pernak pernik yang menempel pada rambutnya, konsentrasinya terganggu kala beberapa kali suara notifikasi dari ponsel Vadio, yang berada di atas nakas.

"Siapa sih? Bunyi nya terus terusan begitu, siapa tahu penting." Gumam Luna sambil berjalan ke arah ponsel Dio.

Ada 10 chat yang tertera di layar ponsel, dan Luna fokus kepada wallpaper yang terpasang ... Ini siapa? Ucapnya dalam hati.

Foto Dio yang sedang memeluk wanita, dengan senyum sumringah yang tak pernah Luna lihat dari wajah Dio, ya walaupun mereka belum lama berkenalan, tapi Dio tidak pernah menunjukan senyumannya walau sedikit, sekalipun di acara pernikahannya, dia tetap memasang wajah datar dan dingin.

"Ngapain pegang ponselku? Hah?!" Ucap Dio meninggikan suaranya, dan membuat Luna reflek menaruh ponsel Dio dengan terburu buru.

"Ng ... Tadi ponsel kamu bunyi terus, aku takut ada yang penting, udah itu aja."

Dio mendekati Luna sambil menggosokkan handuk kecil pada rambutnya yang masih basah. "Belum sehari jadi istri tapi udah gak sopan kayak gini." Ucapnya sambil mengambil ponsel dengan kasar.

"B-bukan gitu Dio, aku bener bener ga niat buat cek ponsel kamu." Ucap Luna meyakinkan suaminya.

"Minggir." Ucap Dio pada Luna yang berdiri tepat di depannya..

Luna menggeser posisinya, wanita itu bergegas ke kamar mandi, agar malam ini cepat terlewati.

Dio terlihat sedang menghubungi seseorang di balkon kamarnya. Setelah urusannya selesai, pria itu berniat untuk tidur, Dio menaiki kasur king size dan perlahan memejamkan matanya.

Luna yang baru saja berganti pakaian, hendak menaiki kasur yang sama dengan Dio, secepat kilat pria itu langsung membuka matanya karena sedikit kaget, "Mau apa!" Bentak Dio pada Luna. "Mau tidur lah, apalagi?"

Tanpa basa basi, Dio langsung melempar satu guling dan bantal ke lantai, "Tidur di situ," Ucapnya sambil menunjuk lantai.

"Hah? Gak salah? Aku bisa sakit badan Dio." Protes Luna.

"Oh ya? baguslah kalau begitu." Ucapnya sambil menarik selimut sampai ke leher dan mulai memejamkan matanya.

"Dio !!!!!" Teriak Luna.

"Tidur! Dan jangan memancing emosiku."

Luna berinisiatif mengambil stok bed cover di dalam lemari, sebagai alas tidurnya malam ini.

Dasar laki laki tidak berperasaan! Orang tuaku memperlakukan aku dengan sangat baik di rumah, mereka berharap setelah menikah, aku akan mendapat kebahagiaan yang lebih dari apa yang mereka berikan untukku. Mama ... Papa ... Perkiraan kalian salah besar, dan ini sudah terlanjur. Batin Luna sambil memandang langit langit kamarnya.

Pagi hari,

Dio menumpahkan dengan sengaja sedikit air di gelas tepat di atas wajah Luna yang masih tertidur pulas.

Tentu saja wanita itu kelabakan bukan main, "Aaaaaaa!!!!!" Teriaknya sambil mengusap wajahnya yang basah. Pandangan matanya langsung tertuju pada Dio yang sedang berjongkok di sampingnya dengan memegang gelas yang sudah kosong.

"Apa apaan ini! Laki laki gak ada etika!! semalam kamu memperlakukan aku dengan tidak layak, dan sekarang kamu malah membuat ulah lagi, nyiram wajah aku. Aku gak bisa tinggal diam... !!!!!" Ucap Luna dengan wajah memerah dan nafas yang memburu, Luna berdiri lalu berjalan dengan cepat menuju keluar kamar. Dio tidak menyangka jika Luna akan senekat itu, melapor kepada para penghuni rumah lainnya. Dan lebih parah lagi, pagi ini anggota keluarga sangat lengkap di tambah dengan kedua orang tua Luna yang menginap di mansion utama keluarga Dio.

"HEY, STOP!" Ucap Dio yang berlari dan langsung menghadang Luna dari depan.

"Minggir !" Ucap Luna mendorong Dio ke samping, tapi tidak ada hasilnya ... Karena badan Dio dan Luna yang sangat jauh berbeda.

"Mau apa? Ngadu hm?" Tanya Dio sambil menaikan sebelah alisnya.

"Kalo iya kenapa? Awas !!!!" Ucap Luna dengan nada tinggi.

Reflek Dio membekap mulut Luna dan mendorong Luna sampai wanita itu berjalan mundur dan terduduk di tepi kasur. "Di luar sana, semua anggota keluarga sedang sarapan bersama, bukan hanya keluarga saya, tapi juga keluarga kamu! Apa kamu mau mengecewakan mereka, karena aduan kamu itu?"

Luna berfikir sejenak, wanita itu sependapat dengan Dio kali ini. Dia tidak mau mengecewakan perasaan kedua orang tuanya yang sedang berbahagia, walaupun keadaan terbalik yang Luna rasakan saat ini.

"Think smart." Ucap Dio sambil mengetuk pelipisnya sendiri dengan jari telunjuknya.

"Cepet mandi, mereka nunggu buat sarapan bareng kita." Ucap Dio yang sudah berpakaian rumahan tapi terlihat rapi.

Luna berjalan cepat ke kamar mandi, wanita itu sedang malas beradu argument, karena batal membuat pelajaran atas perbuatan Dio padanya.

20 menit berlalu, Dio sudah menghentak hentakan kakinya, menunggu luna yang belum juga menampakan batang hidungnya keluar dari dalam kamar mandi.

"Mau jadi apa sih dia pagi ini? princess?" Dio terus mengomel karena terpaksa harus menunggu Luna untuk keluar kamar bersama.

Luna keluar kamar mandi dengan dress warna cream yang senada dengan kulitnya yang cerah, dengan rambut di ikat satu yang menampilkan leher jenjangnya.

"Dandan selama itu, jadinya kayak gini doang?" Ucap Dio menatap Luna dari atas hingga ke bawah.

Sebenernya penampilan Luna sangat cantik, tapi Dio sangat tidak mau mengakui itu, dia terus saja menghujat penampilan istrinya.

Luna mengabaikan semua komentar Dio, dan akhirnya mereka berdua keluar kamar dengan senyum yang di paksakan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!