Rindu menyandarkan tubuhnya pada dinding kamarnya. Dia menatap benda kotak pipih pemberian ayahnya sebelum meninggal.
Ibu (Rosa) dan kakak tiri perempuan (Fany) selalu memperlakukan dia layaknya seorang pembatu. Dia tau harta peninggalan ayahnya sangatlah banyak yang membuat kedua orang yang sangat dia benci, berulang-kali hampir mencelakakannya agar semua peninggalan ayahnya tidak ada yang jatuh padanya. Hanya Farel (saudara tiri yang seumuran dengannya) yang selalu mendukung dan melindungi dirinya.
Untungnya sebelum ayahnya meninggal, dia memberikan kartu debit beserta buku dan surat kuasa kepada anak satu-satunya itu. Dia tau kalau istrinya tidak memperlakukan anaknya dengan baik. Ayahnya berpesan agar rindu bisa melanjutkan kuliahnya dengan uang yang dia berikan.
Akhirnya Rindu memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya di Jakarta, seperti yang diinginkan almarhum ayahnya. Entah berapa banyak uang yang ada di dalam kartu pipih itu.
Pertama kalinya dia menginjakkan kakinya di ibu kota, Rindu memasuki ATM yang ada di dalam mini market. Dia langsung memasukan kartu kedalam mesin yang ada di depanny. Rindu tidak menyangka uang yang ada di dalam kartu itu sangatlah banyak bahkan cukup untuk dia pakai sampai lulus kuliah.
Itu tidak membuat dirinya merasa santai. Pertama Rindu mencari tempat untuk dia tinggal. Dia memilih rumah susun karena itu yang terjangkau untuknya, sebenarnya bisa saja dia menyewa apartemen yang layak dengan uang yang dia miliki, tapi Rindu tidak akan menghambur-hampurkan uang pemberian ayahnya. Baginya bisa tidur dengan nyaman itu sudah cukup.
Sebelum kuliah dimulai dia mencoba mencari pekerjaan part time di salah satu kedai makanan cepat saji. Rindu tidak ingin tergantung pada apa yang dia miliki sekarang.
Aku harus berusaha untuk bisa menghidupi diriku sendiri, pikirnya.
Rindu membuka pintu yang di dalamnya terdapat banyak alat-alat kebersihan. Ini hari pertama dia bekerja. Rindu ditugaskan untuk membersihkan lantai dan meja yang sudah selesai digunakan oleh pelanggan.
Setiap sudut tempat itu dibersihkannya dengan sangat bersih. Rendi karyawan senior di sana diam-diam memperhatikan Rindu yang sangat serius bekerja.
Rendi menghampiri Rindu yang sedang membersihkan salah satu meja.
"Istirahatlah kamu dari tadi belum mengambil jatah istirahatmu," Rendi mengambil lap dan semprotan yang ada di tangan Rindu.
Rindu melangkahkan kakinya menuju ruang istirahat pegawai. Menarik resleting ranselnya mengambil sebungkus roti yang di belinya tadi siang saat berangkat ke tempat kerja.
Rendi yang melihat Rindu duduk menikmati sebungkus roti menghampirinya.
"Lo kenapa ga makan makanan yang ada di dapur?" Rindu hanya tersenyum dengan mulut yang penuh dengan roti.
"Kenalin nama gue, Rendi," Rindu menyambut tangan Rendi dan memperkenalkan dirinya. Selesai istirahat Rindu kembali bekerja. Jam menunjukan pukul sepuluh malam, semua bersiap untuk menutup kedai itu.
Setelah selesai bekerja Rindu memilih jalan, karena memang rumahnya tidak jauh dari tempatnya bekerja. Rindu berjalan melewati bahu jalan ditemani lampu-lampu jalanan. Tidak butuh waktu yang lama dia sampai di rumah kontrakannya yang berada di lantai kelima.
Rindu menyimpan tasnya membersihkan diri dan membantingkan tubuhnya ke atas tempat tidur yang berukuran kecil. Rindu menatap lurus ke kaca yang belum tertutup tirai. Terlihat jelas bulan yang langsung menyinari kamarnya.
"Ayah, Ibu, aku kesepian." air mata mulai jatuh di pipi Rindu. Disaat seperti ini Rindu selalu menginggat kedua orang tuanya. Rasa lelah yang Rindu rasakan dihari pertamanya membuat tubuhnya lemas. Dia pun memejamkan matanya.
"Aku berharap bisa bertemu dengan kalian, walaupun hanya di alam mimpi." ucapnya sambil memejamkan matanya.
TERIMAKASIH
TERUS IKUTI KISAH RINDU YA 😘
Pagi hari Rindu sudah merapihkan tempat tidurnya, mengambil roti yang ada di meja belajar dan menambahkan susu kental manis coklat kesukaannya. Dia bersiap untuk pertama kalinya kuliah.
Rindu mengambil jurusan Sastra dan dia sekarang sudah masuk semester empat. Dia memeluk map di dadanya berisi berkas-berkas pindahannya dari kampus yang lama.
"Rindu." teriak seorang lelaki di belakangnya.
"Rendi? kok kamu bisa di sini?" tanyanya heran.
" Mestinya gue yang nanya, ngapain lo ada di kampus gue?"
"Oh ... ternyata kamu kuliah di sini juga? ni mau masukin berkas pindahan aku,"
"Gue anter yu!" Rindu mengangguk tersenyum.
Mereka berdua asik ngobrol sambil berjalan.
"aaaw ...." map yang di bawa Rindu terjatuh saat menabrak seorang pria tinggi yang ada di depannya.
"Lo ga punya mata ya?" teriak pria itu dengan lantang. Rindu yang sedang mengambil map yang dalamnya berhamburan pun merasa kaget.
"Sorry bro, kita ga sengaja,"
"Rendi, lain kali lo ajarin cewek kampung ini caranya berjalan." pria itu pun pergi.
"Rindu, lo ga apa-apa 'kan?" Rindu berdiri dia menggelengkan kepalanya.
"Dia siapa?" tanya Rindu.
"Namanya Aditya kendrick, dia memang seperti itu sama orang yang baru dia kenal, tapi kalau lo udah kenal orangnya baik kok." jelasnya dan Rindu hanya diam.
Setelah memasukan berkas pindahannya, Rindu segera pergi ke ruang admistrasi.
"Rendi?" pria itu dari menunggu Rindu di luar.
"Kenapa masih menungguku?"
"Aku takut kamu nyasar," katanya sambil tersenyum.
"Oia, kamu jurusan apa?"
"Sastra semester empat," jawabnya.
"Berarti kita sama donk." Rendi hanya tersenyum dan mereka pun lanjut ke ruang administrasi.
Selesai membayar uang kuliahnya, Rendi pun pamit karena dia ada kelas saat itu. Rindu memang belum aktif sebagai mahasiswa di sana, karena dia baru saja memasukkan data dirinya.
"Sampai ketemu di tempat kerja ya." kata Rendi dan langsung meninggalkan Rindu.
Mereka berdua sengaja megambil shift malam hari, karena tidak ingin menganggu jam kuliah mereka. Rindu melangkahkan kakinya menuju toko buku yang ada di dekat kampusnya.
Tid ... tid ... suara klakson mobil membuat Rindu melangkah ke sisi jalan. mobil sport biru melaju kencang melewatinya.
"Dasar orang kaya, ga tau sopan santun," celetuk Rindu.
Dia memasuki toko buku mengambil buku yang segelnya sudah terbuka dan duduk di pojok tempat orang membaca. Rindu memang sangat menyukai buku-buku sastra. Dia merasakan getaran yang berasal dari saku celananya.
"Rindu bagaimana kabarmu?" Farel mengirim pesan padanya. Dengan cepat Rindu membalasnya.
"Aku baik-baik saja Farel, kamu ibu dan kakak bagaimana?" walaupun dia sering di perlakukan tidak baik, tapi Rindu selalu menginggat tentang mereka.
"Mereka baik-baik saja, kamu hati-hati disana ya saat libur semester nanti, aku akan mengunjungi mu,"
"Terimakasih Farel, aku tunggu!" Rindu melanjutkan membaca buku sastra yang di ambilnya tadi.
Tidak terasa waktu menunjukan pukul lima, sudah waktunya dia untuk bekerja. Rindu berjalan dengan cepat ke halte bis yang ada di depan toko itu. Dia menyandarkan tubuh kecilnya di dekat jendela. Mobil yang tadi pikirnya saat melihat mobil sport biru di samping bis yang dia tumpangi. Rindu melihat pria yang tadi menabraknya, pantes saja dasar orang ga punya perasaan kata Rindu dalam hati.
Rindu turun di pemberentian selanjutnya. cukup berjalan kurang lebih lima belas menit untuk sampai ke kedai tempatnya bekerja.
"Ini 'kan mobil tadi lagi?" kata Rindu yang melihat mobil yang di lihatnya tadi dalam bis, terpakir depan kedai tempatnya bekerja. Dia tidak menghiraukannya dan segera masuk ke dalam berganti shift dengan rekan kerjanya.
"Hai Rindu, kita pulang ya!" ucap rekan-rekan kerjanya yang sudah bersiap untuk pulang. Rindu membalasnya dengan senyuman itu.
"Rindu, tadi kamu kemana setelah dari kampus?" bisik Rendi saat sedang mengadakan breafing sebelum memulai kerja.
Mata Rindu terus memperhatikan kedepan. Setelah selesai breafing yang, semua menyatukan tangan dan berteriak 'SIAP SEMANGAT' dengan kompak.
"Aku, ke toko buku, bu" Rindu menjawab pertanyaan Rendi tadi. dan mereka memulai kerja di tempat yang berbeda
Tring ...
"Pesanan," teriak salah satu karyawan bagian dapur. Rindu yang sedang membersihkan meja langsung mengambil baki pesanan meja no empat.
Tfk menyangka meja itu di isi oleh pria yang tadi di kampus bersama wanita blasteran cantik dan super seksi.
" maaf ini pesanannya" Rindu meletakan dua buah gelas minuman. dia menyadari pria sombong itu melihatnya. setelah mengantar pesanan Rindu langsung pergi "wait, this is not my order. I ordered with a little sugar. Didn't you hear that?" teriak wanita blasteran itu.
"Forgive us miss, maybe we didn't hear it earlier, we will replace it with a new one" Rindu menjawabnya dengan sangat fasih dan mengambil es jeruk dimeja itu untuk mengantinya. semua mata menatapnya karena wanita tadi cukup keras mengatakannya.
" kamu tidak perlu berlebihan Gabby " ucap Adit Gabby hanya menaikkan bahunya dan kembali memainkan ponsel yang ada di tangannya.
"Kenapa bule itu?" tanya Nissa teman kerjanya.
"Dia bilang ini terlalu manis," Rindu menyodorkan gelas yang berisi es jeruk.
"Dia tadi tidak mengatakan kalau harus mengurangi gula, maafkan aku ya Rindu kamu jadi kena marahnya." Rindu hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.
Mata Adit terus menatap Rindu, dia baru melihat wanita cantik natural yang sederhana tanpa memakai polesan make up di wajahnya.
"Bro, cewe baru lo?" tegur Rendi sambil mengantarkan es jeruk Gabby. Adit langsung memalingkan pandangannya dari Rindu.
"Sepupu gue baru datang dari Amerika." jelas Adit dan dia memperkenalkan Rendi padanya. Adit dan Rendy memang cukup dekat di kampus.
"Hy ... kenalin nih temen kampus gue Rendy." Gabby menggulurkan tangannya
"Gabby." Rendi pun membalasnya.
Hari itu kedai sangat penuh, Rindu dan karyawan lainnya hanya istirahat sekedar perut dan lanjut bekerja kembali. Rindu menyandarkan tubuhnya di dinding menarik nafas panjang, sungguh tidak mudah untuk mendapatkan uang, pikirnya.
TERIMAKASIH ATAS DUKUNGAN NYA
Hari ini, hari pertama Rindu mulai aktif masuk ke kampus.
"Rindu." teriak Rendi dari belakang. Rindu pun menoleh dan tersenyum.
"Lo udah mulai masuk sekarang?" Rindu hanya mengangguk sambil tersenyum.
Mereka pun berjalan ke kelas sambil Rendi memperkenalkan tiap sudut kampus. Adit dan kedua temannya Arya dan Fatih yang sedang duduk di depan kelas langsung melihat ke arah Rindu dan Rendi.
"Bro mangsa baru kayanya," ucap Arya. Fatih dan Adit hanya diam. Arya memang orangnya sedikit tengil dan playboy.
"Eiiits ... lo anak baru ya, Ren ini siapa?" Arya langsung menghandang keduanya di pintu saat mereka hendak memasuki kelas
"Ini Rindu dia anak pindahan," jelas Rendi.
"Wah ...nama kalian hampir mirip dia sodara lo,"
"Bukan kok , kebetulan dia temen kerja gue." Adit berjalan menuju kelas dan Fatih mengikutinya. Pas di depan pintu kelas, Adit memandang sinis ke arah Rindu dan langsung masuk ke dalam diikuti kedua sahabatnya.
"Dia Arya dan itu Fatih mereka tiga cowok hitz di kampus." jelas Rendi, Rindu hanya diam dan mereka pun masuk kedalam kelas.
Terlihat perempuan cantik berambut hitam panjangnya melambaikan tangan ke arah Rindu dan Rendi. Rendi pun mengajak Rindu untuk duduk di sana.
"Ren dia siapa?" tanya Kania teman dekat Rendi.
"Kenalin dia Rindu. Dia baru pindah ke kampus kita,"
"Hai gue Kania dan ini pacar gue Deni," katanya sambil mengulurkan tangannya.
"Rindu." dia pun membalasnya.
Dosen sudah memasuki kelas dan langsung memberikan materi. Mata Adit dari tadi melirik ke arah Rindu, entah kenapa Rindu membuat matanya selalu ingin meliriknya. Fatih menyadari kalau Adit mulai ada rasa pada Rindu, karena dia sudah mengenal Adit dari zamannya mereka masih ingusan.
"Lo suka kan?" bisik Fatih
"Sembarangan kagalah, selera gue cewe yang modis bukan cewe kampung kaya dia." Fatih hanya tersenyum, dia tau betul kalau sahabatnya itu selalu bohong untuk menyembunyikan kebenaran.
Selesai kelas Kania mengajak Rindu untuk pergi ke cafe kecil dekat kampus, sambil menunggu mata kuliah lainnya. Rindu pun menyetujuinya.
"Oh ... jadi lo satu tempat pekerjaan sama Rendi, kebetulan banget jangan-jangan ini takdir lagi," canda Kania membuat keduanya terdiam malu.
"Jadi, lo berdua selalu ambil shift sore ya?" tanya Deni.
"Kalau gue sih emang sengaja jam segitu,"
"Aku juga sama." kata Rindu.
"Bro kok tumben lo ngajak ke cafe ini?" tanya Arya. Fatih langsung menyadari keberadaan Rindu saat mereka masuk dan dia mengetahui jawaban dari pertanyaan Arya.
"Gaa usah banyak nanya, lo ngikut aja. Timbal Fatih sambil mendorong bahu Arya. Mereka pun duduk di samping jendela bersebrangan dengan Rindu.
"Bro, itu Rindu anak baru tadi kan?" tanya Arya, saat hendak menghampirinya, Fatih langsung menarik tangan Arya agar kembali duduk.
"Ngapain sih lo, udah diem aja disini!" Fatih tau kalau Adit tidak menyukainya.
"Eh liat! tumben banget tuh si orang kaya nongkrong di sini." ucap Karin membuat ketiga orang yang ada di meja itu melihat ke arah Adit dan teman-teman nya.
Rindu dan Adit mata mereka saling menatap tapi Adit langsung memalingkan wajahnya. Membuat Rindu binggung dengannya. Setelah menghabiskan minuman mereka pun lanjut untuk memasuki kelas selanjutnya.
Jam sudah menunjukan jam lima Rendi dan Rindu pamit kepada teman mereka, karena mereka akan pergi bekerja.
"Rindu, lo tinggal sama siapa di jakarta?" tanya Rendi sambil berjalan ke kedai tempat mereka bekerja.
"Aku tinggal sendiri?"
"Ngekost?" Rindu menggelengkan kepala.
"Aku menyewa rumah susun dekat sini,"
"Oh ... gitu, rumah gue juga ga jauh dari rumah susun," Rindu hanya tersenyum mendengarkan Rendi yang asik menceritakan daerah tempat tinggalnya.
Sesampai di kedai Rindu mulai mengambil alat-alat untuk membersihkan meja. Ah itu kan Adit kenapa dia selalu pergi kesini? heran Rindu yang melihat Adit sedang asik menyantap makanan pesanannya.
"Permisi!" Adit melambaikan tangannya, Rindu segera menghampiri Adit.
"Iya, ada yg bisa saya bantu!"
"Saya pesan ini," Adit menunjukan salah satu minuman yang ada di dalam menu sambil memberikan kertas kecil yang di lipat. Rindu menatap adit dan dia menyuruhnya untuk mengambil kertas itu dengan lirikkan matanya, diapun mengambilnya dan segera meminta pesanan Adit ke bagian kitchen.
Rindu meminta izin kepada rekannya untuk ke toilet. sampai disana Rindu mengambil kertas yang ada di sakunya dan membukanya.
Rindu gue tunggu pulang kerja di depan kedai.
Rindu mengkerutkan dahinya, karena menurutnya dia tidak mempunyai hubungan yang dekat dengan Adit, sampai-sampai dia harus menunggunya selesai bekerja. Rindu kembali bekerja, dia melihat meja yang di tempati Adit sudah kosong.
"Hei, kok bengong?" sapa Rendi yang melihat Rindu menatap kosong ke arah meja yang di tempati Adit tadi. Rindu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, semua karyawan bersiap untuk menutup kedai dan pulang.
"Rindu, mau bareng ga?" ucap Rendi.
"Emm ... kamu duluan aja aku mau mampir dulu ke mini market didepan,"
"Oke, kalo gitu gue duluan ya." Rindu tersenyum.
Rindu ragu apa benar Adit menunggunya didepan kedai. Dia mengambil tasnya dan menuju keluar, benar saja mobil sport biru masih terparkir di depan kedai. Rindu berdiri di depan jendela mobil dan mengetok jendelanya.
"Masuk!" kata Adit membuka kacanya.
"Tapi aku ...." Adit keluar dari mobilnya membuka pintu dan mendorong tubuh Rindu memasuki mobil.
"Mau kemana?" tanya Rindu yang penasaran dengan sikap Adit hari ini.
"Ya pulanglah, lo kira mau kemana?" mobilnya terus melaju dan sampai di depan rumah susun Rindu.
"Kamu kok tau kalau aku tinggal di sini?"
"Lo dari tadi banyak nanya, nih ambil " Adit menyerahkan bingkisan.
"Ini apa?" tanyanya binggung.
"Buka aja!" Rindu pun membuka bingkisan itu didalamnya terdapat vitamin.
"Jangan lupa di minum! setiap hari lo selalu pulang malam dan itu tidak baik untuk tubuh lo," ternyata selama ini Adit selalu mengikuti Rindu, entah kenapa Adit sangat ingin sekali menjaganya.
"Makasih ya, aku tidak tau kalau kamu memperhatikan aku sampai segininya." muka Adit seketika menjadi merah, karena malu dia memalingkan wajahnya ke arah kaca agar Rindu tidak melihatnya.
"Ya udah lo turun! udah malam besok kan lo ada kelas,"
"Sekali lagi makasih ya Dit, aku turun ya." Rindu membuka pintu mobil dan segera turun dan Adit langsung melajukan mobilnya.
.
.
.
.
.
~Bersambung~
TERUS IKUTI KISAH RINDU YA...
Jangan lupa komen dan like cerita ini 😊😊😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!