NovelToon NovelToon

Pernikahan Kita

Kabar

“Shin ...hati-hati nak ... kau bisa terjatuh ...!” Seorang wanita membuntuti anak berusia lima tahun yang sedang berlarian di halaman rumput yang luas. Ia selalu memastikan putra kecilnya aman. Cuaca kali itu tampak cerah. Sinar matahari bersahabat, daun-daun bergoyang perlahan, dan rumput-rumput yang menutupi permukaan tanah masih menyisakan basah embun pagi.

“Ibu ...! ayo cepat ...!” Tangan anak itu melambai ke arah ibunya. Ia tertawa senang, menampakkan gigi-gigi mungilnya dan kembali berlarian ke sana kemari. Namun, tiba-tiba saja langkah langkah kecil itu terhenti. Pandangannya menjadi buram. Dengan ketakutan, ia memanggil ibunya.

“Ibu ...!” Tangan kecil mlik anak itu berusaha menggapai ibunya.

“Ibu ...!” Sekali lagi ia berteriak. Pandangannya semakin kabur.

“Ibu ...!” Sepersekian detik kemuian semua yang ia lihat menjadi gelap gulita.

“Shin ...! Kau tak apa?! Shin ...!” Seorang wanita paruh baya menggoyangkan bahu Shin yang tengah mengigau. Tubunya sudah basah oleh keringat. Pria bernama Shin itu pun bangun dengan raut wajah yang masih menyisakan takut.

“Kau tak apa?” Wanita yang tengah duduk di samping rajangnya tampak khawatir.

Shin menoleh ke arah wanita itu. Kaget. Segera ia bangkit dari tempat tidur tanpa menggubrisnya lagi. Ia lalu mengambil jaket kulit dari lemari dan memakainya.

“Apa kau bermimpi buruk? aku akan mengambilkan air ...” Wanita itu beranjak dari duduknya untuk mengambil minum. Belum sampai ia melangkah, perkataan Shin membuatnya mengurungkan niat.

“Tidak perlu! Jangan pernah masuk ke kamarku lagi tanpa izin! Aku tidak menyukainya.” Shin memperingatkan wanita itu. “Katakan pada ayah, jangan hubungi aku hari ini!” Ia melanjutkan. Tanpa pamit, ia pergi meninggalkan wanita itu.

“Baiklah,” Wanita itu masih berdiri di sana, ia memandang Shin pergi.

Shin pergi meninggalkan rumah dengan mobil sportnya. Ia melaju dengan cepat hingga akhirnya berhenti di sebuah tebing berpagar besi tepi laut dengan vila yang tak jauh dari sana. Ia pun keluar dari mobilnya lalu duduk di salah satu bangku yang berjajar di sepanjang tepian tebing. Siang itu langit berawan dan angin sepoi-sepoi, membuatnya merasa lebih nyaman berlama-lama di sana.

Tempat itu seringkali ia singgahi saat ingin menenangkan diri. Di masa lalu, Shin kerap menghabiskan waktu bersama ibunya di sana. Mereka akan duduk sepanjang sore hingga mata hari terbenam. Kenangan yang hangat dan indah. Namun, kini itu tidak akan terjadi lagi. Tak ada lagi kehangatan sore di tempat itu. Ibunya telah tiada.

Bila diingat kembali, hari itu persis satu hari sebelum hari ulangtahun Shin. Ia mendengar kabar bahwa Ibunya mengalami kecelakaan dan dinyatakan meninggal saat perjalanan menuju rumah sakit. Shin yang saat itu masih berseragam SMA berlari tergesa di sepanjang koridor rumah sakit dan langkahnya pun berhenti ketika melihat sosok yang ia cintai tengah berbaring pucat di hadapannya. Badannya gemetar dan pikirannya kacau. Ia telah kehilangan ibunya.

Kini, ia kembali mengulang memori yang ia lalui bersama ibunya. Ia tak ingin diganggu. Sudah tujuh tahun setelah ibunya pergi tapi ia masih saja merasa terluka atas kepergiannya. Tidak hanya itu, keputusan ayahnya yang menikah lagi padahal belum genap setahun kepergian ibunya membuat Shin semakin terluka. Ia sangat marah dan kecewa atas keputusan ayahnya. Sampai saat ini pun ia masih belum bisa menerima keberadaan ibu tirinya itu. Ia bahkan tak pernah mau memanggilnya ibu.

Sementara itu, di tempat lain, seorang wanita berusia dua puluhan dan berparas cantik dengan rambut sebahu dan pakaian rapi tengah sibuk membaca beberapa berkas yang ada di hadapannya. Satu dua pegawai keluar masuk ruang kerjanya untuk meminta persetujuan ini itu. Saat seorang pegawai tengah mengajukan proposal, seorang pria muda mengetuk pintu dan masuk sambil tersenyum ke arah wanita itu.

“Bukankah Nona harus pergi sekarang? Pertemuannya akan segera dimulai” Pria itu mengingatkan wania muda di hadapannya.

“Benarkah?” Wanita bernama Luna itu menengok jam tangannya dan mempersilakan pegawai di sampingnya meninggalkan ruang kerjanya. Kini hanya tersisa wanita itu dan pria di hadapannya.

“Kenapa kau selalu berhasil menemukanku dan tidak pernah sedikit pun terlambat? Kau tahu? Menurutku itu ...sedikit tidak nyaman.” Luna tersenyum menyindir.

“Tentu saja karena ini adalah tugasku. Aku harus memastikan keadaanmu setiap waktu. Aku melakukannya secara profesional. Kau tahu itu?” Pria bernama Brian itu masih tersenyum dan berdiri di hadapan Luna.

Wanita itu pun segera membereskan barang-barangnya dan beranjak dari tempat duduk. Keduanya mulai berjalan bersama meninggalkan ruang kantor.

“Itulah yang tidak kusukai darimu. Apa kau tidak punya kesibukan lain?” Luna menggodanya.

“Meskipun aku sibuk, tidak ada yang lebih penting daripada semua hal yang terkait denganmu.” Pria itu menanggapi dengan ringan. Luna pun tersenyum menahan tawa.

“Perkataanmu terdengar begitu manis ...” Luna seakan menyindir Brian.

“Ya, Terima kasih.” Pria itu kembali menanggapi. Melihat tanggapan Brian, Luna ingin tertawa. Mereka pun akhirnya sampai di luar gedung dan menaiki mobil sedan berwarna hitam yang telah siap di depan pintu utama.

Sesampainya di tujuan, Brian menggiring Luna masuk ke sebuah restoran mewah dengan gaya rancangan khas Eropa. Begitu masuk, keduanya disambut oleh beberapa pelayan dan diantar masuk ke suatu ruangan. Di ruangan itu terdapat satu meja panjang dengan beberapa kursi dan makanan yang telah siap di atasnya. Tak hanya itu, tampak dua wanita tengah duduk di sana dan memasang senyum begitu melihat kedatangan Luna.

Luna memberi salam kepada kedua wanita paruh baya itu. Brian yang baru saja mengantarnya meminta pamit dan keluar dari ruangan. Salah satu dari mereka mempersilakan Luna duduk. Ia tampak begitu senang melihat kehadiran wanita muda itu.

“Kau tampak sangat cantik dan anggun. Apa Anda tahu? Putri Anda benar-benar mengingatkanku saat masih muda.” Wanita yang tadi mempersilakan Luna duduk bergantian menatap Luna dan wanita yang ada di hadapannya.

“Itu sebuah pujian bagi kami..” Wanita yang diajak bicara tersenyum senang.

“Beliau adalah Nyonya Sera, Istri dari pemilik perusahaan Key grup. Beliau juga mengelola beberapa restoran terkenal di dalam maupun luar negeri termasuk restoran ini. ” Wanita bernama Anna yang duduk di sebelah Luna memberi tahu tentang siapa wanita yang ada di hadapan mereka.

Perlu diketahui bahwa Key Grup adalah perusahaan yang bergerak di beberapa bidang. Mereka memiliki stasiun televisi, hotel, dan mall yang tersebar di kota-kota besar. Restoran yang dikelola oleh Sera juga menjadi bagian dari Key Grup setelah adanya pernikahan kedua pemilik perusahaan itu. Jadilah Key Grup menjadi salah satu perusahaan terkaya di negara ini.

Di sisi lain, Luna dan ibunya mengelola perusahaan fashion terbesar di Negara itu dengn nama A&L. Brand yang dihasilkan dari perusahaan ini sangat terkenal hingga taraf internasional. Mulai dari pakaian, sepatu, tas, perhiasan, dan pernak-perniknya. Brand-brand milik A&L telah menjadi langganan banyak selebriti ternama dan A&L telah bekerjasama dengan Keygrup sejak awal berdirinya sehingga hubungan antar perusahaan tersebut terjalin dengan erat. Di mana Perusahaan Keygrup tampil di depan publik, maka di sana bisa didapati brand milik A&L.

“Ini sebuah kehormatan bagi saya. Senang bertemu langsung dengan Anda.” Luna tersenyum ke arah wanita di depannya dan memberi hormat.

“Kudengar dari ibumu bahwa kau dan Shin telah saling mengenal sejak kecil. Apa kalian akrab?” Wanita paruh baya bernama Sera itu mulai bertanya.

“Mm ... sebenarnya kami sempat bertemu beberapa kali saat masih kanak-kanak.” Luna menjawab seadanya.

“Kepergianmu selama lima belas tahun di Paris mungkin membuat kalian tidak begitu dekat ya…. Apa kalian masih saling berkomunikasi selama itu? Sebagai pasangan nantinya, komunikasi menjadi sangat penting. Aku sedikit khawatir karena Shin tidak mudah dekat dengan orang lain.”

“Eh?” Luna sedikit bingung dengan arah pembicaraan wanita di hadapannya.

“Tentu! Adanya ikatan perusahaan membuat hubungan keduanya menjadi lebih mudah.” Anna dengan cepat menjawab. Ia memegang tangan Luna agar tidak ikut berkomentar.

“Syukurlah jika begitu. Saya senang mendengarnya.”Sera terlihat senang sambil menatap Luna. “Ku harap kita akan sering bertemu mulai dari sekarang. Aku akan sangat senang.” Ia melanjutkan.

“Maaf, tapi sebenarnya apa maksud percakapan ini sebenarnya?” Luna memberanikan diri bertanya. Wanita yang ada di sampingnya tampak sedikit terkejut.

“Bukankah ibu sudah memberitahumu bahwa kau dan Shin akan menikah? Seharusnya kau paham dengan pertemuan ini….” Anna menatap ke arah putrinya dengan senyum memaksa.

“Apa?”Luna terkejut mendengar pernyataan ibunya.

Selanjutnya, Luna hanya bisa diam dan menanggapi percakapan dua wanita paruh baya itu seadanya. Hingga pertemuan itu berakhir dan ibu anak itu sampai di rumah, Luna meluapkan semua keresahannya.

“Bukankah ibu sudah keterlaluan?! Bagaimana bisa ibu memutuskan hal ini?! Pernikahan kata Ibu?!” Luna benar-benar marah dengan sikap ibunya kali ini. Begitu mengetahui maksud pertemuan tadi siang, Luna sebisa mungkin menahan ekspresi terkejutnya. Ia tidak ingin membuat suasana menjadi ribut.

“Ibu melakukan hal ini karena ibu tahu bahwa ini yang terbaik. Kau juga tidak akan rugi menikah dengan putra pemilik Key Grup. Ibu sudah pernah katakan sebelumnya bahwa setelah kepulanganmu dari Prancis, itulah awal kau memulai hidup barumu.” Anna menjelaskan dengan kesal.

“Jadi ini yang ibu maksud hidup baru?” Luna juga tampak kesal.

“Ibu tidak ingin berdebat denganmu lagi.” Anna berjalan menjauh menuju ke kamarnya.

“Kapan Ibu akan berhenti mengatur hidupku!?! Bagaimana pun aku tidak sudi menikah seperti ini!!” Luna berteriak dan melangkah meninggalkan rumah. Belum sampai ia di ujung pintu, Ibunya kembali dan ikut berteriak.

“Coba saja kau tolak pernikahan ini! Pada akhirnya semua usaha yang kau bangun selama ini akan hancur!”

“Ibu?! Teganya ibu berkata seperti itu?” Luna menatap Ibunya dengan tatapan tidak percaya.

“Apa kau masih belum sadar?! Kau bukan hanya hidup untuk dirimu sendiri. Kau terikat dengan perusahaan. Kau juga sangat mengetahui bahwa pemasukkan perusahaan terbesar datang dari Key Grup. Mereka telah memilihmu! Bahkan Nyonya Sera sangat menyukaimu! Apa kau akan tetap keras kepala?” Wanita itu benar-benar meninggalkan Luna setelahnya. Gadis itu kini hanya bisa berdiri di sana menahan sedih dan amarahnya.

Di lain tempat, Shin sudah mengetahui bahwa ia telah dijodohkan. Ayahnya bahkan terus-menerus membahas hal itu belakangan ini. Shin tidak pernah mempermasalahkannya. Sejak ia aktif di perusahaan, keadaan menjadi kacau. Ya, Shin dikenal sering membuat masalah. Ia sering pergi ke kelab malam dan membuat keributan. Ia juga beberapa kali tertangkap polisi karena melanggar aturan lalu lintas. Jika melihat rekam jejaknya selama ini, Shin sudah bisa dipastikan tidak layak menjadi penerus perusahaan. Bahkan tidak ada seorang pun pegawai yang memberi respon positif terhadapnya kecuali hanya dari segi fisik. Selain itu ia dikenal sebagai ‘Bos yang tidak bisa diharapkan’.

Keesokan harinya, Shin menemui Rei, ayahnya setelah mendapat pesan digital dari sekretarisnya. Keduanya duduk berhadapan di ruang kerja Rei.

“Ayah benar-benar menjodohkanku?” Shin tertawa geli. Ia tidak menyangka ayahnya bahkan telah menentukan tanggal pertunangannya.

“Apa maksudmu bertanya seperti itu?” Ayahnya merasa tersinggung. Ia menatap sebal Shin yang bersikap tidak sopan di hadapannya.

“Hmm ...tidak ada, lagi pula aku memang tidak memiliki keinginan apapun. Aku tidak ingin meratapi kehidupanku yang menyedihkan atau mengubahnya menjadi lebih baik. Bagiku tak ada gunanya. Aku akan tetap bersikap seperti ini. Jadi jangan salahkan aku jika setelah menikah keadaan menjadi lebih buruk.” Shin tersenyum dingin.

“Berhentilah bermain-main dan hiduplah dengan benar!” Ayahnya mulai emosi. “Berapa kali ayah harus menutupi kekacauan yang kau buat?! Tidak ada seorang pun di perusahaan yang memandang baik dirimu!! Kau sadar?!”

“Tentu saja. Alasannya hanya satu, aku sedang membuat Ayah kesal! Mm ...tapi jika boleh tahu kenapa ayah memilih gadis ini? Aku tidak pernah bertemu dengannya lebih dari sepuluh tahun.” Shin menunjukkan foto Luna yang dikirim ke hpnya beberapa waktu lalu. Ayahnya yang semula nampak akan marah, menghembuskan napas panjang begitu Shin menunjukkan foto Luna. Ia sedang menahan emosinya.

“Dia gadis yang hebat. Tidak hanya cantik, ia juga cerdas. Ia menyelesaikan studinya di Prancis dua kali lebih cepat dibanding dengan teman seusianya. Ia bahkan menjadi yang terbaik. Ayah yakin dia mampu menutupi semua kelakuanmu!” Rei memberi alasan.

“Begitukah? Jadi aku ini memang benar-benar buruk di hadapan ayah ya? Aku mengerti sekarang.” Shin beranjak dari tempat duduk. Tersirat di wajahnya bahwa ia kecewa. Baginya tidak ada yang lebih menyakitkan daripada mendengar seseorang menggantikan posisimu dengan mudah. Bahkan sebab ia membenci Ibu tirinya adalah karena ia merasa wanita itu seakan bisa menggantikan posisi ibunya.

“Aku pergi.” Shin berjalan keluar meninggalkan ruangan ayahnya.

Ide

Siang ini, Shin berencana pergi untuk melihat wanita itu dari jauh. Ia duduk di dalam sebuah kafe dengan kaca transparan yang berada di seberang jalan perusahaan A&L. Sembari menyeduh latte, ia mengamati para pejalan kaki yang lewat. Karena ini adalah jam istirahat kantor, ia pikir wanita itu akan keluar untuk makan siang.

Hingga hari hampir petang dan beberapa pegawai mulai meninggalkan kantor, Shin belum menjumpai wanita itu. Ia pun mulai masuk ke dalam gedung perusahaan dan menghampiri meja resepsionis.

“Apakah direktur utama sudah pulang?”

“Nona direktur masih belum meninggalka gedung. Apa ada yang perlu disampaikan? Atau Anda sudah memiliki janji bertemu hari ini?” resepsionis itu menjawab dan bertanya dengan ramah.

“Oh, tidak perlu. Terima kasih.” Shin tersenyum simpul dan meninggalkan meja resepsionis. Ia menerka-nerka tentang wanita itu sambil tersenyum getir. Apakah ia seorang yang gila kerja? Ia bahkan tidak keluar dari kantornya sejak pagi.

Beberapa saat setelah ia meninggalkan meja respsionis itu, tanpa sengaja wanita yang ingin ia lihat berjalan tepat 2 meter di hadapannya. Ia lewat begitu saja di dampingi seorang pria ber-jas. Begitu menyadari hal itu, Shin sedikit kaget, ia reflek mematung dan menahan napas hingga wanita itu benar-benar melewatinya. Kejadian itu membuat jantung Shin sedikit berdebar. Ia seperti tertangkap basah, tapi sepertinya Luna tak menyadari kedatangannya. Wanita itu tetap berjalan menjauh. Shin mengangkat salah satu ujung bibirnya. Wania itu bahkan lebih cantik daripada yang ada di foto.

Sedang Shin masih berdiri mematung di sana, Luna berjalan keluar dengan anggun. Beberapa pegawai yang berpapasan dengannya memberi salam. Tak lama ia pun keluar dari gedung dan menaiki mobilnya yang telah siap. Brian yang sedari tadi mendampinginya duduk di bangku sopir, sedang Luna mengambil tempat di sampingnya. Mobil mulai melaju perlahan.

“Bisakah kita mampir dulu sebelum pulang?” Luna meminta.

“Apa kau memiliki masalah?” Brian menoleh ke arah Luna sekilas dan mendapati raut sedih wanita itu.

“Kau pasti sudah tahu kalau aku akan menikah.” Luna berkata lirih.

“Apa yang salah dengan itu?” Pria itu tertawa. Ia malah menganggapnya bercanda.

“Ih ...Kakak benar-benar menyebalkan ya!!” Luna tampak sebal mendengar jawaban pria di sampingnya itu.

“Haha ... Maaf, jadi kau tidak ingin pulang sekarang karena hal itu?” Ia bertanya simpati.

“Aku tidak tahu apakah aku harus membenci atau mensyukurinya.” Luna menatap Pria di sampingnya. Keputusan untuk menikah begitu berat baginya.

“Aku akan mengantarmu. Tolong jangan membebani dirimu sendiri!” Pria itu tersenyum dan menyanggupi permintaan Luna.

“Terima kasih”

Luna merasa sedikit lega. Ia bersyukur mendapati Brian selalu memihaknya. Ia adalah putra tunggal dari pengacara Ibunya. Karena ayah Brian telah lama bekerja untuk perusahaan, keluarganya sudah seperti keluarga Luna sendiri. Perusahaan menyekolahkan Brian hingga ke perguruan tinggi dan sebagai gantinya Brian harus menjaga Luna dengan baik. Brian lebih tua tiga tahun dari Luna dan keduanya cukup akrab, sehingga wanita itu sudah menganggap Brian seperti kakaknya sendiri.

Keduanya pun akhirnya sampai di tempat tujuan, kini Luna dan Brian duduk sambil memandangi matahari terbenam di tepian laut. Untuk beberapa kesampatan, Luna mengunjungi tempat itu untuk melepas penat dan Brian selalu ada di sampingnya. Jika bukan karena Pria itu, mungkin sekarang Ibu Luna akan menyuruh orang untuk mencarinya dan menyuruhnya segera pulang. Ibunya tak akan sedikit pun membiarkan Luna lepas dari pengawasannya.

“Menurut kakak aku harus bagaimana?” Luna bertanya sambil terus memandangi lautan. Pria di sampingnya hanya mendengarkan dan menyuguhkan minum yang beberapa saat lalu ia beli. “Apa aku harus kabur saja?” Ia kini memandang ke arah Brian meminta jawaban.

“Hei ... kamu sudah tahu itu tidak akan berhasil. Apa kamu ingin aku bersekongkol denganmu? Kamu bercanda?” Pria itu masih ingat betul setiap kali Luna melarikan diri dari rumah saat usianya masih belasan. Ia selalu gagal dan kembali pulang hanya dalam hitungan jam.

Brian tahu wanita itu tidak benar-benar memiliki teman. Saat masih di sekolah dasar ia masuk ke sekolah elit dan teman-temannya selalu memamerkan barang-barang yang mereka miliki. Meskipun Luna bisa saja brsikap seperti itu, ia tidak melakukannya. Ia lebih suka membaca buku atau mengerjakan matematika dan akhirnya menjadi tertutup kepada teman-temannya. Karena kemampuan Luna melebihi teman-teman seusianya, setelah lulus dari sekolah dasar ia pun mengikuti home schooling dan bersama dengan itu ia pindah ke Prancis.

“Kenapa selama ini Kakak sangat baik kepadaku?” Luna kembali bertanya setelah hening beberapa saat.

“Kenapa tiba-tiba membicarakan hal itu?” Brian mengernyit.

“Jika kakak tidak ada, rasanya aku seperti terkurung di dalam penjara, tapi dengan adanya kak Brian aku merasa hanya seperti tahanan rumah.” Wanita itu tersenyum kecil. Brian kemudian menatap Luna sedih. Tak bisa dielakkan hatinya sakit sekali mendengar perkataan wanita itu. Selama ini nyatanya Luna memang tidak pernah bisa bebas.

“Kenapa bicara begitu? Apa aku ini polisi? Aku sudah mengenalmu sejak kamu masih bayi loh! Apa aku ini orang asing bagimu? Kenapa kamu jadi bersikap tidak nyaman?” Brian menimpali Luna dengan harapan wanita itu tidak menganggap hidupnya terlalu berat.

“Jika bukan karena Ibu, bukankah kita benar-benar orang asing?” Luna berkata dengan senyum hampa. Brian hanya bisa menatap wanita itu, tidak menjawab.

“Aku benar-benar senang jika kak Brian adalah kakakku. Bahkan saat kecil aku mengagapmu begitu. Setiap ada anak yang menggangguku kakak selalu membelaku dan memperlakukanku dengan sangat baik. Aku berkata kepada mereka dengan bangga bahwa kau kakakku, lalu mereka tidak lagi menggangguku karena kau selalu menjagaku. Aku selalu ingin begitu. Tapi saat aku tahu kakak bekerja untuk Ibu aku jadi berpikir lain. Mungkin semua kebaikan kakak selama ini karena Ibu yang memerintahkannya. Ibu yang membuat kakak bekerja siang malam untuk menjagaku. Aku jadi merasa tidak nyaman. Kak Brian juga pasti memiliki banyak keluhan tapi hanya bisa menyimpannya.” Kesedihan tampak jelas di raut muka Luna.

“Wah… benar-benar ya! Kenapa bisa berpikir begitu?!” Hati Brian terluka mendengar perkataan Luna.

Sebenarnya pria itu memiliki perasaan lebih terhadap Luna selama ini. Perasaan yang lebih dari sekedar kakak adik. Ia memerlakukan Luna dengan baik karena ia menyukainya. Ia tidak ingin wanita itu terluka dan nyaman bersamanya. Kenyataan bahwa Luna hanya mengaggapnya sebagai kakak saja sudah menyakitkan, apalagi mendengar Luna merasa tidak nyaman saat bersama dengannya. Itu membuat hatinya benar-benar sedih dan terluka. Ia menggigit bibir mencoba menahan airmata yang membendung di pelupuk.

“Aku ini kakakmu. Aku sudah menganggapmu seperti adikku sendiri. Walaupun aku bekerja untuk Ibumu bukan berarti semua yang aku lakukan karena dorongan dari beliau. Semua yang aku lakukan itu karena kau adalah adikku. Aku melakukannya dengan tulus. Tidak ada kakak yang ingin adiknya merasa susah. Jadi tolong jangan menggapku seperti orang asing! Tolonglah ...! bahkan jika kamu merasa sedikit ... kesulitan saja kamu bisa mengatakannya kepadaku tanpa harus merasa terbebani ...aku akan selalu menolongmu..” Brian sudah tahu sejak awal bahwa hubungannnya dengan Luna tidak akan bisa lebih dari sekedar teman. Takdirnya sudah tertulis sejak awal. Mau apa lagi. Ia hanya bisa menjadi sosok kakak bagi wanita yang sedang duduk di sampingnya.

“Benarkah?” Gadis itu mulai tersenyum lagi.

“Tentu saja. Apa perlu diperjelas lagi?!” Brian menahan marah sekaligus lega karena Luna sudah bisa tersenyum.

“Kalau begitu kakak akan menolongku kan?” nada bicara Luna berubah aneh. Ia tidak terdengar sedih lagi.

“Menolong apa?” Brian mulai curiga dengan sikap gadis itu yang mulai berubah.

“Seperti yang kakak tadi bilang tentang bersekongkol.” Luna membahas percakapan awal mereka.

“Kapan aku bilang bersekongkol?” Brian benar-benar lupa.

“Tolong bantu aku menghindari pernikahan ini. Ya kak?” Luna memohon seperti anak-anak. Brian terbawa suasana dan tidak menyadari kalau Luna baru saja mempermainkan emosinya. Wanita itu bisa dibilang diam-diam menghanyutkan. Memang semua yang dikatakan Luna jujur apa adanya tapi Brian tidak mengira Luna sedari tadi hanya membahas tentang bagaimana dia bisa menolak perjodohan. Dia tidak terlalu peduli dengan hubungan mereka yang sebenarnya.

Di tempat lain, Shin sedang duduk bersantai di balkon apartemen temannya yang seorang komikus. Sambil melempar tangkap bola bisbol Shin memikirkan sesuatu.

“Apa kau tidak punya kerjaan lain? Hampir setiap hari ke sini!” Temannya yang bernama Kevin itu duduk di sampingnya sambil menyeruput kopi.

“Aku akan menikah sebentar lagi.” Shin berkata datar. Namun begitu, Kevin yang sedang asyik minum tiba-tiba tersedak. Ia terbatuk-batuk.

“Apa?!”Kevin sangat terkejut mendengarnya. Ini berita besar. Ia tahu Shin belum becus megurus dirinya sendiri dan sekarang malah bicara soal pernikahan.

“Kenapa kau sangat terkejut?” Shin melirik ke arah Kevin dengan heran.

“Tentu saja! Bagaimana bisa kau akan menikah? Kau tidak punya skandal dengan perempuan kan? Siapa wanita itu? Sejak kapan kamu dekat dengannya? Apa dia cantik? Dan kenapa tiba-tiba begini? Bukannya kamu masih belum becus mengurus perusahaan?! Apa aku salah dengar?!” Kevin tiba-tiba menjadi cerewet.

“Heeei ...! Tolong jaga bicaramu!” Telinga Shin langsung panas mendengar kata belum becus. “Ayahku menjodohkanku.” Shin kembali menjawab datar.

“Masalah dengan ayahmu lagi?! Bukankah aku sudah bilang untuk tidak membuatnya marah?! Kenapa kamu tidak pernah mau mengalah sih?!” Temannya itu gemas dengan sikap Shin. Dia tahu benar bahwa hubungan ayah anak itu tidak berjalan baik. Dia tahu sekali sikap Shin yang selama ini ia tunjukkan hanya sandiwara untuk membuat ayahnya naik darah. Sebenarnya Shin orang yang baik tapi dia seakan selalu bisa membuat ulah yang mencoreng nama ayahnya di depan umum. Ia tidak peduli dengan dirinya sendiri.

“Ini akan menjadi pertunjukkan hebat loh! Kau mau dengar?” Shin berkata antusias. Kevin yang mendengarnya sudah mulai curiga anak itu akan membuat masalah lagi.

“Apa yang mau kau lakukan?” Kevin sebenarnya tidak mau peduli tapi dia terlanjur penasaran.

“Aku akan membuat skenario yang Judulnya adalah PUTRA DARI PERUSAHAAN KEYGRUP SECARA TIDAK BERTANGGUNG JAWAB MENCERAIKAN ISTRINYA DALAM WAKTU SINGKAT.” Shin tersenyum sumigrah.

“Kamu suda gila ya!!!??!!” Kevin sontak berdiri menunjukkan ketidaksetujuannya dengan ide bodoh itu. “Kamu bahkan belum menikahi perempuan itu, tapi kamu sudah punya pikiran menceraikannya?!” Ia melanjutkan. Sepertinya temannya itu memang sudah tidak waras.

“Kenapa responmu seperti itu? Apa salahnya?” Shin bersikap seolah tidak bersalah.

“Apa kau benar-benar tidak peduli dengan hidupmu? Kamu tidak hanya akan merugikan perusahaan ayahmu tapi akan merugikan dirimu sendiri juga! Sekalipun kau memang tidak peduli dengan hidupmu, setidaknya pikirkan gadis yang akan menikah denganmu!” Kevin kembali duduk. Ia menjadi sebal dengan tingkah temannya itu. Dengan cepat ia kembali meminum kopi di tangannya.

“Aku pikir gadis itu memang cantik. Dia juga tampaknya cerdas. haruskah aku akan mengulur pernikahannya lebih lama?” Shin bertanya tanpa rasa bersalah. Ia mengatakannya dengan sangat santai dan terdengar menyebalkan.

“Bagaimana kamu bisa mengatakan hal seperti itu? Apa kau sudah benar-benar mengenal gadis itu? Maksudku apa kalian sudah bertemu secara langsung dan kau tahu bagaimana pendapatnya tentang pernikahan? Tolong pakailah perasaan jika kau benar-benar manusia!” Kevin kembali berdiri dan meninggalkan Shin. Kopi dalam gelasnya telah habis jadi ia berniat mengisi gelasnya lagi.

“Tentu saja aku bertemu dengannya secara langsung. Makanya aku datang kemari untuk memberitahumu. Setelah aku perhatikan sepertinya ia lebih suka dengan pekerjaannya dari pada pernikahannya.” Shin berdiri dari bangkunya dan menyusul temannya masuk ke dalam apartemen.

“Jadi kamu pikir gadis itu akan baik-baik saja dengan pernikahan kalian nantinya?”

“Ee ...sepertinya sih ... sebenarnya kami bertemu beberapa kali saat masih kecil.”

“Sepertinya?! Bagaimana bisa kamu bilang sepertinya?! Dan kalian hanya bertemu saat masih kecil?! Apa kau gila?!!! Aku benar-benar tidak percaya ada orang sepertimu!” Kevin tampak marah.

“Kanapa kau jadi marah begitu?!” Shin tampak kesal dengan sikap Kevin. Tanpa pikir panjang ia merebut kopi yang baru saja temannya buat. Ia kembali keluar ke balkon.

“Ayolah ...! Aku tahu kau hanya ingin membuat ayahmu kesal ...! Aku pikir merugikan orang lain karena hal ini adalah kesalahan. Itu benar-benar tidak baik Shin!” Kevin mendekati Shin dan mencoba berdamai dengannya.

“Lalu aku harus apa?! Kau pasti tahu aku membenci hal ini.” Shin tidak menoleh ke arah temannya sedikit pun.

“Kau tahu kan aku sedang mengerjakan komik romansa?” Kevin tersenyum. Ia mendapat ide. Pasti Shin sudah tahu maksudnya.

“Apa kau ingin aku mempromosikannya? Waah.. Dasar pelit! Aku hanya meminta sedikit saran, kenapa aku harus membayarmu?” Shin tampak sebal.

“Dasar!! Apa itu yang kau pikirkan?! Aku bisa membuat komikku laris dengan sendirinya tanpa bantuanmu! Enak aja! Maksudku komik itu bercerita tentang kawin kontrak ...hmm ...sepertinya kamu masih belum mengerti ...” Kevin jadi sedikit jengkel dengan sikap Shin.

“Jadi maksudnya bagaimana?” Shin mencoba memahami perkataan temannya. Sebenarnya Shin tidak bodoh, hanya saja dia jarang memanfaatkan otaknya kerena kemarahannya kepada ayahnya sendiri.

“Dari pengamatan yang aku lakukan, kalian bisa membuat kesepakatan sebelum menikah. Kamu harus memberi tahu gadis itu semua rencanamu dan kalian bisa saling menguntungkan atau setidaknya tidak ada yang rugi dalam pernikahan itu.” Kevin mencoba menjelaskan dengan benar dan Shin mulai mempertimbangkan ide itu.

“Tapi apa kau benar-benar tidak menyukai gadis itu? Kau bilang dia cantik dan cerdas. Mungkin saja kau menyukainya setelah benar-benar bertemu. Sejauh referensi percintaan yang aku baca, mayoritas pernikahan dengan kawin kontrak berakhir dengan menyukai satu sama lain. Bukankah nantinya kau yang akan menyesal?” Kevin bertanya pada Shin lagi.

“Sebenarnya kau ingin membantuku atau tidak sih?” Shin menatap Kevin tajam. “Aku tidak akan menyukainya!” Shin mengakhiri pembicaraannya.

^^^^

Pertemuan Tak Terduga

Luna segera menuju ke kamar sesampainya di rumah. Ia tidak berharap bertemu dengan Ibunya yang akan bertanya macam-macam. Sesampainya di kamar ia mengunci pintunya rapat-rapat. Lantaran ia menghabiskan waktu bersama Brian jauh dari rumah, ia baru sampai larut malam. Jika pun Luna bertemu dengan Ibunya sebenarnya tidak masalah. Wanita itu akan mendapat pesan dari Brian tentang keberadaan putrinya. Hanya saja Luna masih sangat kesal dengan keputusan Ibunya yang menginginkan ia menikah dengan Shin.

Luna pun kini mempunyai sedikit harapan untuk lepas dari perjodohan berkat Brian. Ia bersedia membantu. Rencananya adalah menggali sisi buruk Shin dan memberitahu semuanya kepada sang Ibu. Meskipun tidak mengenal Shin dengan baik, Brian sekali dua kali mendengar bahwa Shin membawa banyak masalah untuk perusahaan, bisa jadi ini akan menjadi pertimbangan Ibu Luna untuk melanjutkan perjodohan atau tidak. Jika Ibunya masih menyayangi putrinya tentu saja hal semacam ini akan berpengaruh.

Malam itu Luna mungkin bisa tidur dengan nyenyak. Setelah membersihkan diri, ia berbaring di atas kasurnya. Belum sampai ia memejamkan mata, handphonenya berbunyi menandakan terdapat pesan masuk. Tidak lama setelahnya Luna beranjak dan mengecek handphonenya. Dua pesan baru masuk. Salah satu pesan berasal dari nomor yang baru saja ia simpan bebeapa hari lalu.

‘Malam Luna, apa kau sudah tidur? Maaf mengirim pesan malam-malam, tapi aku tidak sabar untuk menunggu besok dan memberitahumu.’ Itu pesan dari Sera, ibu tiri Shin.

‘Malam. Ya, saya masih terjaga. Ada apa tante?’ Luna menjawab pesan itu dengan sopan.

‘Bisakah kita bertemu? Bagaimana jika besok saat makan siang? Apa kau punya waktu?’

‘Baik saya akan atur tempatnya besok, haruskah saya memberitahu ibu?’

‘Tenang saja, aku sudah memberitahunya, kau tidak perlu mencemaskan hal itu.’

‘Baik’

‘Baik, sampai bertemu besok.’

Percakapan berakhir.

Luna kembali memeriksa satu lagi pesan yang masuk, kali ini dari nomor yang tidak dikenal.

‘Apa ini benar nomor Luna? Ini Shin. tolong temui aku besok saat jam makan kantor.’

Luna mengernyitkan dahi. Apa-apaan ini? Dalam satu waktu Ibu dan anak mengiriminya pesan untuk bertemu besok saat jam makan siang. Apa yang ingin mereka bicarakan? Apakah mereka berencana bertemu bersama? Luna tidak berniat membalas pesan dari Shin setelah membacanya.

Beberapa saat kemudian pesan baru masuk.

‘Ini penting, soal pernikahan’

Setelah membaca pesan tersebut Luna terpikir untuk menemui keduanya di waktu yang sama. Jika itu tentang pernikahannya, ketiganya bisa langsung membahasnya sekaligus tanpa membuang banyak waktu. Luna pun menjawab pesan Shin.

‘Baiklah, aku yang tentukan tempatnya.’

‘Ok’

Keesokan harinya sesuai dengan janji temu, Shin lebih dulu mendatangi tempat itu. Ia memang sengaja datang awal dan mempersiapkan pembicaraannya tentang kontrak pernikahan. Ia pun juga telah menyiapkan laptop untuk membuat kontrak. Tak lama kemudian Luna datang dengan pakaian kantornya. Ia tampak anggun dengan setelan berwarna marun dan tas senada. Rambutnya sebahu diurai tertata rapi. Shin yang melihat Luna memasuki restoran segera mengangkat tangan. Luna yang melihat Shin telah ada di tempatnya segera mendekat. Kini mereka saling duduk berhadapan.

Shin yang melihat Luna berpakaian rapi merasa sedikit canggung. Ia merasa agak minder. Untuk pertemuan pertama, ia hanya memakai kemeja kasual dengan celana panjang hitam. Ia telah memberi kesan pertama yang buruk. Kali pertama bertemu dengan Shin setelah sekian lama, Luna hanya menyunggingkan senyum dan mereka saling memberi salam. Ia hampir tidak mengenali Shin sejak pertemuan mereka di usia kanak-kanak.

“Anda sudah menunggu lama?” Luna mulai membuka percakapan.

“Tidak juga, sebenarnya aku juga baru saja datang.” Shin menjawab sekenanya.

“Anda sudah pesan?” Luna kembali bertanya.

“Belum, aku menunggumu untuk memesan.” Shin memaki dirinya sendiri di dalam hati. Kenapa canggung sekali? Wanita itu juga bicara formal. Biasanya Shin bersikap sangat santai di depan orang-orang yang ia temui. Bahkan terkadang di luar batas. Dia tidak begitu ramah bertemu dengan orang baru apalagi jika ada urusannya dengan perusahaan. Mungkin karena terlalu sering menyepelekan orang lain sebab merasa tidak butuh, Shin menjadi kikuk ketika bertemu dengan seseorang yang ingin ia mintai sesuatu. Itulah anggapannya.

Tak lama setelah memesan makanan, Shin mulai membuka percakapan.

“Sebenarnya aku memintamu kemari untuk menyampaikan sesuatu. Mungkin ini agak sulit bagimu, jadi sebelumnya aku ingin bertanya bagaimana pendapatmu tentang perjodohan ini.” Shin langsung kepada topik. Ia tidak mau membuang waktu.

Luna tersenyum, tidak menyangka Shin langsung bertanya seperti itu di pertemuan pertama. Ia sedikit kaget tapi sebisa mungkin menyembunyikannya.

“Bukankah seharusnya kita berkenalan? Ini pertemuan pertama kita setelah sekian lama.”

“Aku rasa tidak perlu karena kita sudah pernah bertemu saat masih kecil. Begitu melihatmu, aku langsung bisa mengenalimu. Oh ...inilah Luna teman masa kecilku! Dan Kau tidak perlu terlalu formal di hadapanku. Kita kan teman ...!” Sifat asli Shin mulai keluar.

Luna yang baru saja mendengar pemaparan Shin dengan berat menganggukkan kepala. Ia masih merasa ini pertemuan yang aneh. Shin bilang bahwa mereka adalah teman? Dalam hati Luna, ia benar-benar tidak menganggap Shin sebagai temannya sekali pun itu di masa lalu. Mereka hanya sering bertemu karena perusahaan orangtua mereka saling bekerjasama.

“Jadi bagaimana?” Shin seolah mendesak Luna dengan pertanyaan yang sama.

“Mmm ... Sebenarnya aku tidak diberitahu sejak awal bahwa kita dijodohkan, aku mengetahuinya baru-baru ini, jadi aku sedikit terkejut.” Luna mulai bicara santai menyamai cara bicara Shin.

“Dan kau setuju begitu saja dengan perjodohan ini?!” Shin tidak mengira Luna baru mengetahui tentang perjodohan ini.

“Aku tidak mengatakan aku setuju dengan perjodohan ini, aku hanya tidak bisa menolaknya.” Luna berbicara dengan tenang. Kemampuan terbaiknya adalah mengontrol emosi.

“Jadi kau tidak bisa ...” Shin merenungkan kata-kata Luna. Tampaknya wanita itu menolak perjodohan ini tapi ia tetap harus melakukannya dengan terpaksa. “Aku mengerti .... Sebenarnya aku ingin menawarimu sesuatu, itu ...“ Belum habis Shin menyampaikan maksud pertemuan mereka, seorang wanita mendekati meja dan meberi salam.

“Hai ...maaf terlambat, ada beberapa hal yang harus aku urus ...” Wanita itu tidak menyadari keberadaan Shin sebelumnya, namun begitu sampai di hadapan Luna dan melihat wajah Shin, wanita itu berhenti bicara.

“Shin ... kau juga ada di sini?” Wanita itu kembali bicara. Ia tampak terkejut. Shin yang melihat wanita itu juga terkejut. Ia kemudian menatap Luna penasaran, apakah ia juga mengundang Sera?

“Sebenarnya kemarin saya mendapatkan pesan dari kalian berdua dalam waktu yang bersamaan, jadi saya memutuskan untuk menemui kalian bersamaan juga karena pasti apa yang akan kita bicarakan adalah hal yang sama.” Luna memandangi dua orang itu. Mereka masih menatap dengan terkejut. “Oh ... aku minta maaf karena tidak memberitahu lebih dulu .... Bisakah kita melanjutkan obrolan kita?” Luna merasa tidak enak, ia kemudian menanyai Shin. Ia pun mempersilakan Sera duduk. Ibu anak itu tampak caggung.

“Eee ....sepertinya aku harus pergi. Aku lupa aku punya janji lain. Aku akan menghubungimu lagi nanti.” Shin mendadak memutuskan untuk pergi. Luna sama sekali tidak tahu jika hubungan keduanya tidak berjalan baik. Shin bahkan tidak menatap wanita itu sedikit pun saat berpamitan. Ia pergi begitu saja, sedangkan Sera hanya diam memperhatikan Shin.

“Apa kalian sudah mengobrol lama?” Sera mulai berbicara setelah Shin pergi.

“Eh. Mmm ... Tidak juga.” Luna tersenyum. Ia menyadari dirinya terbengong sejenak melihat Shin tiba-tiba saja pergi.

“Kami memang belum begitu dekat. Tapi Kau tidak perlu khawatir.” Sera tampaknya membaca pikiran Luna. Di satu sisi Luna terheran-heran dengan sikap Shin kepada Sera dan ia merasa sedikit bersalah karena tidak memberitahu bahwa mereka bertiga akan bertemu.

“Baik ...” mendengar penjelasan Sera, Luna merasa sedikit lega. Ia akan mengingat hal ini.

“Apa pekerjaanmu berjalan lancar?” Sera memulai perbincangannya.

“Ya, saya menikmati pekerjaan saya saat ini.” Luna menjawab sopan.

“Kau tidak perlu terlalu formal bicara padaku, anggap saja aku ini seorang teman ....” Sera berkata santai.

“Maaf, saya belum terbiasa dengan ini ....” Luna tersenyum simpul.

“Aku mengerti, tapi cobalah untuk bersikap santai kepadaku. Ok?” Sera kembali meminta.

“Saya akan mencobanya. Tapi sebetulnya apa yang ingin tante sampaikan?” Luna bertanya malu-malu.

“Sebenarnya aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat. Kau benar-benar mengingatkanku pada masa mudaku. Sepertinya aku sudah pernah mengatakannya.” Sera tersenyum sumigrah.

“Bukankah Anda ingin membahas tentang pernikahan? Apa ini salah satunya?” Luna masih tampak serius. Wanita di depannya tertawa geli. Jelas bukan itu yang ingin ia bicarakan.

“Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu…. Sejujurnya aku merasa sedikit kesepian.” Sera berbisik seakan orang lian tak boleh mendengarnya.

“Eh?” Luna terbengong sejenak. Ternyata wanita ini memiliki sisi unik yang belum ia ketahui. Sebenarnya situasi ini sangat ganjil baginya. Ia belum pernah pergi untuk hal seperti ini kecuali bersama Brian. Tapi sebagian dirinya merasa nyaman berbicara dengan wanita itu.

“Bukankah ini sulit? Pekerjaan yang membuatmu sibuk dan pernikahan yang tak pernah kau impikan? Bukankah kau pernah merasa apa yang kau lalui adalah kehidupan milik orang lain?” Sebenarnya Sera tahu ia membicarakan hal yang sensitif bagi Luna, ia ingin memancing wanita itu untuk bersikap terbuka.

“Kenapa Anda menanyai saya tentang hal ini?” Luna merasa sedikit terganggu. Dan bagaimana juga ia bisa tahu hal itu?

“Karena aku juga pernah melewati masa itu.” Sera tersenyum kecil. “Jika kau merasa kau orang yang paling menderita di dunia ini, maka kau hanya perlu mencari seorang teman yang tepat. Dulu, sebelum aku menikah dengan ayah Shin, aku adalah wanita yang penuh kesibukan. Lebih tepatnya aku berusaha untuk menyibukkan diriku sendiri. Aku masih ingat, sebelumnya aku memiliki kebahagiaan kecil.” Tanpa diminta Sera menceritakan masa lalunya. Luna mendengarkan wanita itu dengan seksama.

“Aku memiliki restoran kecil di usia muda. Setelah aku menyelesaikan pendidikan di universitas, aku dijodohkan dengan seorang dosen. Awalnya aku sangat menentang perjodohan itu, tapi aku tidak memiliki kekuatan untuk menolaknya. Mau tidak mau kami pun menikah. Pria yang kunikahi ternyata bukan seorang yang buruk dan aku mencoba bersyukur dengannya. Tidak lama kemudian kami memiliki seorang putri kecil. Hubungan kami Nampak seperti pasangan muda pada umumnya. Kehadiaran seorang putri kecil membawa kebahagiaan dalam rumah tangga kami. Tapi itu tidak bertahan lama. Suamiku pergi untuk perjalanan ke luar negeri untuk beberapa waktu. Pada saat itulah, hanya ada aku dan putri kecil kami yang berusia tiga tahun. Dan aku kehilangan harta yang paling berharga dalam hidupku itu. Ia mengalami kecelakaan karena aku tidak bisa menjaganya dengan baik.” Sera masih bercerita dengan tenang. Luna tidak menduga ia akan mendengar cerita seperti itu.

“Mendengar berita itu, suamiku pulang dan marah besar. Ia menyalahkan semuanya kepadaku atas apa yang terjadi. Akhirnya ia juga meninggalkanku. Aku menyesal dan merasa bersalah. Aku mencoba mengurung diri dan aku merasa semakin terluka karena mengingat kejadian itu. Hingga ada saatnya aku mencoba untuk bunuh diri. Namun, seakan Tuhan tidak mengizinkan aku mengakhiri hidupku. Maka dari itu, aku mulai mencoba menyibukkan diri. Kubuat hariku begitu sibuk sehingga tanpa sadar aku tidak tahu lagi siapa diriku yang sebenarnya. Aku seperti memerankan kehidupan orang lain. Aku terus lari dari kenyataan dan bertingkah bodoh.” Sera berhenti dan menghela napas panjang. Luna masih mendengarkan kisah wanita itu. Kisah itu terdengar sedih, tapi Sera bisa mengatasinya dengan baik.

“Kukira aku akan benar-benar kehilangan hidupku.Tapi ternyata aku bisa kembali dan menghadapi hidupku sendiri. Aku bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Mencoba lari dari kenyataan.” Sera senyum dan mengakhiri ceritanya. Luna tidak bisa berkata apa-apa. Raut wajahnya menunjukkan tanda tanya, mengapa wanita itu menceritakan masa lalunya?

“Aku menceritakan ini kepadamu agar kau tidak mengalami hal yang sama.” Sera seolah menjawab pertanyaan di benak Luna.

“Kenapa harus kepadaku?” Luna mulai bicara, ia merasa ini terlalu dini untuk bersikap terbuka satu sama lain.

“Karena aku dengar seorang teman saling berbagi dan menyimpan rahasia.” Sera berkata tenang. “Kuharap kau mau menjaga rahasiaku.” Ia kemudian tersenyum.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!