NovelToon NovelToon

Sakinah Bersamamu

Wanita Hebat

Aku yang pernah bahagia bersamamu. Aku yang pernah kau peluk dengan cinta. Aku yang pernah kau cintai dengan sempurna. Aku yang pernah kau pinta dalam doa. Semuanya tentang aku, aku yang juga mencintaimu dengan seluruh hidupku. Aku yang mencintaimu hingga ke dasar hatiku. Dan aku yang tak mampu berpaling darimu.

~Shafa Azura~

Tiga tahun berlalu setelah kelahiran Amr Sya'ban Ar-Rayyan. Nama dengan Arti Sang penakhluk Mesir yang di dapatkan langsung dari sang ayah tercintanya, Zidane Ar-Rayyan. Meski tak sempat menikmati masa tumbuh kembang bersama Rayyan, setidaknya Am lebih beruntung karena semasa Shafa hamil hingga melahirkannya, ia tak pernah kekurangan kasih sayang dari seorang ayah yang lembut ucapannya dan teduh parasnya yang hingga saat ini masih melekat jelas di ingatan mommy nya. Amr tumbuh menjadi bocah cerdas dan lincah dengan wajah yang sangat mirip dengan Rayyan. Bahkan lebih tampan dengan hidung mancung warisan dari sang mommy.

"Bang Zaf, tolong bantu adek Am pakai baju ya nak. Mommy mandikan adek Zi dulu" Teriak Shafa dari kamar mandi.

"Iya mom" Ujar Zafran yang langsung menarik Am yang masih berbalut handuk putih menuju ruang ganti. Zafran membantu Am memakai pakaian yang telah di siapkan oleh Shafa di atas kursi kecil di ruangan itu. Sebelum itu ia tak lupa membalurkan minyak telon dan sedikit bedak di tubuh adiknya tersebut.

Zafran yang kini berusia 7 tahun, tetap menjadi anak yang patuh dan sangat sayang pada mommy nya. Baginya, Shafa adalah segalanya. Tahun ini Zafran sudah naik kelas 2 SD. Usianya memang lebih muda dari teman-teman sekelas nya tapi jangan salah, seorang Zafran adalah anak yang sangat cerdas bahkan bisa di bilang genius. Zafran selalu mendapat nilai 10 saat ulangan dan selalu mengeluh soal pelajaran yang menurutnya terlalu mudah. Walau demikian Shafa menolak jika anaknya masuk di kelas akselerasi. Ia ingin Zafran tetap mengikuti pelajaran sebagaimana anak usianya. Di kelasnya, Zafran dan Aira adalah siswa termuda yang harusnya masih berada di kelas 1. Aira sendiri tetap menjadi sahabat karib Zafran hingga mereka masuk sekolah dasar.

Shafa keluar dari kamar mandi dengan menggendong bocah cantik berumur 19 bulan yang nampak bergerak-gerak dalam balutan handuk berwarna putih.

Zifara Maryam Azura

Nama yang di berikan langsung oleh Shafa. Zifara, Nama yang merupakan gabungan antra namanya dan nama suaminya, Zidane dan Shafa Azura. Sedang naama tengah Maryam ia ambil dari salah satu nama wanita mulia penghuni surga, wanitaa tegar,, kuat dan taat saat harus melahirkan nabi Isa Alaihi Salam seorang diri, tanpa suami dan kerabat. Maryam adalah sosok teladan yaang pernah Rayyan ceritakan pada Shafa kala Shafa mengandung Am saat itu. Putri bungsu Shafa ini, mewarisi sebagian besar wajah ayu Shafa. Mulai dari rambut coklat, hidung mancung, bibir, alis dan bentuk wajah, semua mirip Shafa. Hanya satu bagian yang tidak ada pada diri Shafa, yaitu mata teduh yang serupa bahkan sama dengan milik ayahnya. Mata yang membuat siapapun akan menangis ketika menatapnya.

"Mommy, atu udah siaaap" Teriak Am begitu keluar dari ruang ganti dengan memakai kaos putih dan celana sebatas lutut.

"Tunggu ya, mommy pakaikan baju adek Zi dulu. Am bisa tunggu di luar sama bang Zaf"

Dengan telaten Shafa mengeringkan tubuh Zifara yang tengah mengoceh dengan menggenggam botol minyak telon di tangan kanannya.

"Anak mommy lagi ngomong apa cih? kok senang sekali" Shafa mengobrol dengan putrinya yang terlihat sangat girang. Dengan lembut ia membalurkan minyak telon di tubuh Zifara dan memakainkan nya dress cantik bermotif bunga-bunga. Tak lupa sebuah bandana berpita ia pasangkan di kepala Zi yang memiliki rambut tipis tersebut. Ia nampak begitu cantik dan lucu. Zifara, gadis mungil yang Rayyan titipkan padanya bahkan sebelum ia mengetahui bahwa Zifara ada dalam tubuh Shafa.

Shafa menahan air matanya agar tak jatuh saat bersitatap langsung dengan putri kecilnya yang juga tengah menatapnya.Tatapan Zi seolah memberitahukan pada Shafa bahwa aku baik-baik saja meski tanpa ayah di sisiku. Aku baik-baik saja karena ada mommy hebat yang selalu bersamaku. Setiap kali menatap putri kecilnya tersebut, ia merasakan Rayyan ada di dekatnya. Meskipun wajah Zi tidak mirip Rayyan, tetapi tatapan matanya jelas milik Rayyan.

Kamu apa kabar mas? Apa kamu nggak kangen aku dan anak-anak kita?

"Fa?" Suara tante Lilis menyadarkan Shafa akan keterpakuannya. Selama dua tahun terakhir ini dia memang terlalu banyak melamun, dan bengong hingga membuatnya sering kaget saat seseorang menegurnya. Ia segera mengusap matanya dengan punggung tangannya dan berbalik pada tante Lilis. Seakan mengerti apa yang di rasakan oleh Shafa, tante Lilis segera mengambil Zifara yang masih terbaring di atas kasur.

"Mandilah, tante tunggu di luar bersama anak-anak" Ujar tante Lilis sambil membawa baby Zi keluar kamar.

Shafa masih termenung di atas tempat tidurnya. Tempat yang dulu ia tempati bersama Rayyan. Sejak hari itu, Shafa tak pernah lagi merasakan hangat pelukan Rayyan, lembut tutur sapanya dan teduh tatapannya. Sejak hari itu, senyumnya seakan direnggut paksa dari wajahnya. Ia harus melewati hari-hari kosong yang telah membunuh separuh dari jiwanya. Hari dimana ia kehilangan Rayyan adalah hari dimana ia mengetahui hadirnya Zifara dalam hidupnya. Zafran, Am dan Zi adalah alasan Shaga tetap bertahan hingga saat ini. Ia bertahan dalam kepahitan hidup yang berusaha di sembunyikannya.

Kapan kamu akan pulang mas? Aku lelah mas, aku lelah mengurus mereka sendirian. Mereka butuh kamu mas.

Shafa menyeka air matanya. Ia melangkahkan kaki menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Cukup lama ia berada di kamar mandi. Bahkan di dalam kamar mandi pun ia masih melihat bayangan wajah Rayyan yang dulu selalu menggodanya saat menghabiskan waktu berendam bersama.

Kenapa? Kenapa sulit sekali untuk ikhlas? Aku masih nggak terima kamu ninggalin aku mas! Kamu pengecut! Kamu jahat! Kamu tega sama aku. Kamu buat aku mengandung Zifara dan kamu pergi begitu saja. Kamu bahkan tidak mengijinkan aku melihatmu untuk yang terakhir kalinya. Hiks...hiks.

Ya Allah jika dalam hidup ini aku bisa meminta, tolong kembalikan suamiku, tolong kembalikan ayah dari anak-anakku. Aku tidak ingin apapun lagi selain dia ya Allah.

Shafa seakan kehilangan akal sehatnya. Ia menangis sejadi-jadinya dalam guyuran air shower yang dingin. Hal yang tak pernah berubah darinya. Tak sehari pun ia tidak menangisi suaminya. Mommy dan Ibu mertuanya bahkan sampai membawanya ke psikiater dan kyai untuk menenangkan hatinya.

Shafa adalah satu-satunya yang belum mengiklaskan kepergian Rayyan. Ia tetap berkeyakinan bahwa Rayyan akan kembali. Entah keyakinan dari mana yang pasti siang dan malamnya ia selalu menunggu Rayyan. Ia tak pernah mengatakan kepada anak-anaknya bahwa Rayyan telah tiada. Jika Zafran dan Am bertanya, Ia hanya akan mengatakan bahwa ayah mereka sedang pergi bekerja dan akan kembali tak lama lagi. Kalimat tersebut cukup membuat kedua bocah tersebut girang, terlebih Zafran yang sudah sangat mengenal wajah ayahnya.

Jangan tanya sampai kapan aku menunggunya, Jangan tanya mengapa aku menunggunya. Karena aku di takdirkan untuk menunggu dan dia di takdirkan untuk kembali.

Keyakinan Shafa

Libur panjang telah tiba, saatnya bagi Shafa untuk menepati janjinya pada kedua putranya, Zafran dan Am. Ia berjanji akan membawa mereka berlibur ke suatu tempat yang belum pernah mereka datangi sebelumnya, yaitu desa tempat mbak Yati tinggal. Mbak Yati dan pak Ali, pengasuh dan security yang masih setia bekerja di rumah Shafa selalu memberitahu Zafran dan Am bahwa desa mereka begitu indah, ada sungai yang masih asli dan bersih dan juga perkebunan teh yang sangat sejuk dan hijau. Pak Ali berjanji akan mengajak Zafran dan Am main di sungai dan memancing.

"Shafa mana tan?" Tanya Jeffri yang baru saja tiba. Jeffri pun tak berubah, keselamatan dan keamanan Shafa adalah prioritas utama, terlebih saat ini Shafa adalah ibu tunggal bagi ketiga anaknya membuat Jeffri tak mungkin lepas tangan begitu saja. Sebagai saudara satu-satunya, Anak-anak Shafa pun sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.

"Dia masih siap-siap Jeff, dia masih seperti biasa" Terlihat jelas raut wajah tante Lilis yang nampak sendu. Sepeninggal Rayyan, tante Lilis dan Yola memutuskan untuk tinggal dirumah Shafa. Membantu mengurus Zafran dan Am terlebih saat Zifara lahir. Tak pernah sedetik pun ia meninggalkaan Shafa dan anak-anaknya.

"Papapapaapaa.." Oceh Zifara begitu menggemaskan, ia mengangkat tangannya ke kepala berusaha menggapai bandana cantik yang melekat di kepalanya.

"Zizi... Sini ikut bunda yuuk" Aini meraih dari pangkuan tante Lilis. Ia nampak mengoceh kegirangan dalam gendongan Aini.

Jeffri berjalan menuju kamar Shafa yang masih tertutup. Sudah bisa di tebak, adiknya pasti sedang melamun. Jeffri sendiri sampai kehabisan cara untuk membuat Shafa kembali seperti dulu. Ia merindukan Shafa nya cerewet, bawel, dan nakal.

Tok...tok...tok

"Fa?"

"Anak-anak sudah nungguin tuh"

"Fa?" Di dorongnya handle pintu perlahan. Jeffri menyapukan pandangannya di seluruh kamar Shafa. Dan benar saja, ia berdiri termenung memandang kosong ke luar jendela. Pipinya basah, sudah pasti karena lelahan air mata yang seakan tak lelah untuk keluar dari pelupuk mata indahnya.

"Dek..." Panggilnya pelan.

Shafa nampak mendongak ke atas agar air matanya tak jatuh.

"Mau sampai kapan?" Jeffri meraih kepala Shafa memeluknya dalam dadanya.

"Aku nggak kuat kak... Hiks... Aku nggak kuat" Ucapnya.

"Kamu kuat dek, ingat ada Zaf, Am dan Zizi yang butuh kamu. Kalau kamu ibunya menyerah, bagaimana dengan mereka?" Ujar Jeffri sambil mengusap lembut kepala adiknya. Jeffri pun merasakan sesak melihat saudara satu-satunya seperti ini.

"Kakak tolong Shafa, temukan mas Ray kak. Aku yakin dia masih hidup. Tolong temukan mas Ray kak" Ucapnya di sela tangisnya yang semakin menjadi.

Jeffri hanya bisa terdiam sambil mengeratkan pelukan pada adiknya tersebut. Bagaimana mungkin ia menemukan Rayyan yang hilang saat tsunami Banten dua setengah tahun yang lalu. Sementara tim sar dan kepolisian menyatakan Rayyan telah meninggal. Namun pihak keluarga terutama Shafa tidak percaya sebelum melihat langsung jasad suaminya. Menemukan Rayyan bukan perkara mudah, Jeffri lebih baik menghadapi puluhan mafia daripada menemukan Rayyan yang sangat tidak mungkin baginya. Walaupun demikian ia tetap berusaha sebisanya menghubungi teman dan kenalan yang tersebar di segala penjuru, jika mereka melihat orang yang mirip dengan Rayyan agar menghubunginya. Tapi hasilnya nihil, sudah hampir 3 tahun semuanya tetap sama.

"Kakak sudah berusaha dek, dan akan terus berusaha menemukan Rayyan. Tapi kamu harus janji, kamu jangan seperti ini terus. Kasihan anak-anakmu." Jeffri mengusap lembut kepala Shafa, menguatkan dan menyadarkannya akan kenyataan yang harus mulai bisa di terimanya.

"Rayyan adalah laki-laki baik dan Sholeh, Allah pasti memberikan yang terbaik untuknya. Bukankah Allah tidak pernah mendzolimi hambanya yang taat kepadaNya?" Jeffri menatap mata adiknya. Mengusap lembut sisa sisa cairan yang masih menempel di pipinya.

"Kakak percaya kan sama Shafa?"

Meski jauh di dalam hatinya ia tidak memiliki keyakinan sekuat Shafa, tapi demi menenangkan adiknya ia mengangguk mantap.

"Ayo, Anak-anak sudah menunggu" Ia menuntun Shafa keluar dari kamar.

Di luar, bukan hanya mommy dan daddy, ibu dan ayah mertua Shafa juga sedang menunggu. Mereka ingin bertemu dengan cucu-cucunya sebelum pergi liburan.

"Cucu cantik uti, mau liburan ya? Disana jangan nakal ya?" Ibu menciumi Zifara sampai ia merasa pengap.

"Mommy..." Rengeknya karena sejak tadi di dekap gemas oleh utinya.

"Zafran, Hafiz dan Am juga nggak boleh nakal di sana ya? Hafiz dan Zafran jaga adek ya? Awasi Am supaya nggak main jauh-jauh" Ucap mommy Shafa pada ketiga cucunya yang sangat tampan. Mereka harus selalu di ingatkan karena Am berbeda dengan Zafran dan Hafiz yang anteng dan penurut. Am sedikit bandel dan sangat pemberani. Mungkin karena ia tumbuh tanpa seorang ayah, membuat Am sedikit nakal. Mungkin saja jika Rayyan ada dan ikut andil dalam mengurus anak-anaknya, Am bisa lebih patuh mengingat dulu ia begitu nurut pada ayahnya.

"Jeff, jaga adikmu. Kalau ada apa-apa segera hubungi Daddy" Ucap daddy Shafa.

Satu per satu penumpang mulai masuk kedalam mobil, Shafa ikut dengan mobil Jeffri bersama Aini dan anak-anaknya. Sedangkan pak Ali, Mbak Yati dan bi Lastri menggunakan mobil Shafa.

"Siap?" Jeffri menoleh pada Hafiz dan Zafran yang duduk di kursi depan.

"Siaaaapp!" Jawab keduanya dengan semangat.

"Lets go!!!"

Mobil mereka melaju meninggal ibu kota dengan segala hiruk pikuknya, sejenak melepaskan penat yang menghimpit. Shafa yang tengah memangku Am, menatap kosong ke luar jendela. Pikirannya berkelana entah kemana, hingga sebuah suara menyadarkannya.

"Mommy, apa ayah juga pelgi libulan? Am nanti ketemu ayah juga tan mommy?"

"I...Iy---"

"Ayah, masih kerja nak, nanti kalau libur ayah pasti pulang" Sahut Aini sebelum Shafa menjawab. Ia tersenyum lembut pada adik iparnya itu sambil mengusap bahunya.

"Tenapa kita ga ke Mesil aja om. Mesil itu jauh ya om?" Tanyanya lagi. Setahu Am dan Zafran, ayah mereka saat ini sesang berada di Mesir. Shafa sering menunjukan foto-foto Rayyan saat berada di negeri Piramida tersebut untuk meyakinkan anak-anaknya, bahwa ayahnya masih ada.

***

"Jadi bagaimana? Apa Shafa masih sering menangis?" Tanya momny.

"Tadi, tak sengaja aku lihat Shafa nangis mbak. Tapi nggak lama, setelah itu ia berusaha bersikap biasa" Ujar tante Lilis.

Mereka sedang berkumpul di ruang tamu rumah Shafa untuk membahas hal yang begitu serius.

"Dad, gimana? Kalau seperti itu terus mommy takut kejiwaannya akan terganggu. Terlebih lagi anak-anaknya yang selalu di tanamkan bahwa Rayyan akan pulang. Bukankah itu akan semakin menyakitinya dan anaknya kelak jika mereka mengetahui kebenaraannya.

"Benar, kita juga tidak bisa memberitahukan mereka. Zafran mungkin akan mengerti, tapi bagaimana dengan Am, dia setiap hari selalu saja mennayakan keberadaan ayahnya, yang membuat kita harus berbohong setiap saat." Ibu mengambil tissu, mengusap cairan bening yang tak sengaja menetes.

Kehilangan putra satu-satunya adalah mimpi buruk bagi ibu. Namun kehadiran Am dan Zifara sedikit banyak mampu mengobati kerinduannya terhadap Rayyan. Ia bersyukur bahwa ternyata waktu itu Rayyan nekat menghamili Shafa kembali, karena dengan begitu ia jadi mempunyai cucu perempuan yang sangat cantik. Selain itu, Ayah juga selalu memberikan nasehat-nasehat yang membangun, membuat ibu perlahan mulai ikhlas melepas putra semata wayangnya itu. Entah apa jadinya jika tak ada Am atau Zifara, mungkin ibu akan lebih terpuruk lagi.

"Bagaimana dengan dokter Melvin? Apa mungkin dia bisa membantu?" Tanya Ayah.

"Entahlah, Shafa bukan tipe wanita yang mudah untuk di luluhkan. Terlebih ia sangat mencintai Rayyan. Apa mungkin masih ada tempat untuk orang lain bisa masuk?" Daddy ragu, ia sangat mengenal putrinya adalah wanita setia yang sulit untuk berpaling.

"Tapi kan bisa di coba. Mungkin jika dokter Melvin berusaha lebih keras perlahan ia akan luluh." Ucap ibu. Ia pun tak tega melihat menantunya terus-terusan menantikan sesuatu yang tak pasti. Bagaimana pun juga, anak-anaknya butuh sosok seorang ayah.

"Aku tak yakin!" Sahut mommy.

"Tidak ada yang bisa mengobati Shafa kecuali dirinya sendiri. Yang harus kita lakukan adalah membantu Shafa agar bisa menerima kenyataan ini. Kalau dia sudah bisa menerima kenyataan, lambat laun ia pasti akan sembuh dan bisa kembali menata hidupnya"

Ayah Am

Sejauh mata memandang yang tampak hanya perkebunan teh yang hijau dan asri. Beberapa pekerja sejak dini hari sudah berbondong-bondong menuju perkebunan teh yang terletak di bukit. Rumah mbak Yati dan pak Ali bisa dikatakan sangat strategis karena terletak di lereng gunung, dekat dengan sungai dekat dengan perkebunan teh dan berada di jalan utama. Zafran, Am dan Hafiz terlihat begitu girang berlari-larian di jalan- jalan setapak yang menghubungkan barisan pohon teh satu dengan yang lain.

Pagi ini Shafa bersama mbak Yati berjalan-jalan ke kebun teh milik salah satu juragan di kampung itu. Udara di tempat itu sangat jauh berbeda dengan di kota. Sejuk, segar dan adem sangat nyaman dan menenangkan.

"Kak, aku mau naik ke kesana ya? Kayaknya di sana seger banget" Shafa menunjuk bukit yang juga di tumbuhi tanaman teh yang menghijau.

"Jangan dek, nanti kaamu hilang lagi" Balas Jeffri. Mereka tengah duduk di bawah pohon rindang dengan alas tikar di lereng bukit.

"Yaelah kak, orang keliatan dari sini kok. Pemandangan dari sana kayaknya bagus, udah lama aku nggak menghirup udara segar" Ucapnya.

Jeffri mengangguk setuju. Lumayan, sedikit peningkatan baru sehari di tempat itu, setidaknya Shafa tidak pernah murung. Ide berlibur ke tempat ini memang sangat tepat.

"Zizi, kamu disini sama bunda dan papa Jeff ya." Ia memberikan Zifara pada Aini. Sejak kecil ia memang memanggil Jeffri dengan sebutan papa dan aini bunda lantaran sering mendengar Hafiz memanggilnya bunda.

"Mommy mau temana?" Tanya Am yang tengah menangkap belalang bersama Dul. Cucu pak Ali.

"Mommy mau ke atas. Am disini saja sama kakak dul dan abang Zaf ya."

"Atu ikut!" Ucapnya sambil berkecak pinggang.

"Nanti Am capek, mommy ga kuat gendong. Am disini aja, tangkap belalang yang banyak. Itu sana bang Zaf dan kakak Hafiz juga sedang tangkap belalang." Bujuknya. Sambil menunjuk Hafiz dan Zafran yang berada tak jauh dari tempat itu.

"Ya udah deh, Atu disini aja" Ucapnya menurut. Namun, bukan Am namanya jika dia hanya tinggal diam saja saat ia menginginkan sesuatu. Diam-diam ia berencana menyusul Shafa naik ke atas bukit.

Shafa mulai berjalan di jalan setapak yang sedikit menanjak, di kanan kirinya beberapa pekerja tengah memetik pucuk teh yang masih muda. Bahan utama untuk memproduksi aneka minuman berwarna coklat bening itu. Bukan kah daun teh terbaik ada di pucuknya? Beberapa kali ia menegur dan menunjukan senyum manisnya pada pekerja yang begitu ramah. Kebun teh ini, selain sebagai ladang penghasilan warga sekitar, biasanya di gunakan untuk berfoto, syuting dan lain-lain. Haji Amir atau kerap di sapa Jurangan Amir itu sangat baik sehingga tak keberatan perkebunan tehnya di gunakan sebagai tempat rekreasi bagi orang kota yang ingin menikmati suasana sejuk perkebunan teh. Sayangnya juragan Amir tidak memiliki anak. Begitulah Allah mengatur kehidupan manusia. Ada yang di karunia harta berlimpah tapi tak di karuniai anak, ada yang di keruniai banyak anak, tapi hidupnya pas-pasan. Semua tinggal bagaimana kita bersyukur atas apa yang kita miliki.

Setelah cukup berjalan sampailah Shafa pada puncak tertinggi bukit itu. Dari tempat itu ia bisa melihat dengan jelas jalan, berliku yang di lewatinya. Suasana di atas bukit cukup tenang. Ia merentangkan kedua tangannya menegadahkan wajah keatas dengan mata terpejam, menghirup dalam-dalam oksigen yang terasa begitu menyegarkan. Sapuan lembut angin pagi itu menggembangkan senyum di bibirnya. Sepertinya ia memang benar-butuh suasana seperti ini untuk menjernihkan fikirnnya.

"Mom, ayah kangen"

"Mommy boleh ya?"

"Shafa sedang apa?"

Suara Rayyan kembali terngiang di telinganya. Tapi, di tempat ini kerinduannya seolah menemukan tempat tersendiri di hatinya, ia tak lagi meratapi tapi menanti. Menguatkan keyakinan bahwa dia akan kembali.

"Aku sedang menunggumu mas" Ucapnya dengan seulas senyum di bibirnya.

Di lereng bukit Am yang sangat ingin ikut dengan mommynya ke atas bukit nekat mengendap-endap melarikan diri dari pantauan Dul, Hafiz dab Zafran yang tengah asyik membantu pekerja memetik pucuk teh. Dia sangat cerdik, ia berpamitan turun menemui of Jeffnya untuk minum nyatanya dia malah lari naik ke puncak bukit, menyusuri jalan setapak dengan kaki kecilnya.

Am nampak kebingungan karena tubuh kecilnya yang bahkan tak lebih tinggi dari pohon teh itu tak mampu mendeteksi keberadaan momnynya. Ia melihat para pemetik teh berjalan menyusuri jalan setapak kecil itu dan mengikutinya dari belakang. Saat sedang berjalan tiba-tiba langkah kecilnya terhenti. Bibirnya menyunggingkan senyum yang menampakka gigi ompong bagian depannya. Semua karena compeng yang di ajarkan oleh Rayyan di tambah lagi Am yang sangat menyukai makanan manis, membuat giginya gigis.

"Ayaaaaahhhh" Ia berlari menghampiri seorang pria yang tengah menyapa para pekerja. Ia memeluk erat kaki laki-laki tersebut.

"Ayaaah!" Ia mendongak menatap bahagia orang di depannya.

"Eh, anak siapa ini teh?" Tanyanya bibgung saat tiba-tiba seorang bocah memeluknya.

"Nggak tau den Andi, kami batu saja melihatnya" Ucap pekerja tersebut.

"Ayah, tenapa ga pulang. Aku lindu ayah" Ucap Am tanpa malu.

"Eh, dek. Kamu kesini sama siapa? Ibu mu mana?" Tanya Andi sambil mensejajarkan tubuhnya.

"Mommy atu pelgi ke atas. Ayah ayo kita pulang" Andi semakin bingung dengan bocah yang memanggilnya ayah itu.

"Nama kamu siapa? om bukan ayahmu, mungkin ayahmu ada di bawah" Ucap Andi yang merasa heran dengan bocah tampan yang entah muncul dari mana.

"Nama atu Am" Pandangan Am tetap memperhatikan laki-laki di depannya itu sambil tersenyum lebar.

"Am, ayo om antar cari orang tuamu. Mereka pasti mencarimu"

Am menggeleng. "Am mau sama ayah" Ucapnya sambil memeluk leher Andi.

"Teh, tolong bantuin ini anak siapa? Nanti saya di kira penculik lagi". Ia berusaha melepaskan tautan lengan kecil pada lehernya.

"Anak ganteng, ayo ikut bibi. Salah satu pekerja mencoba membujuk Am kecil yang tak mau melepaskan pelukannya.

"Atu mau sama ayah!" Bentaknya dengan mata berkaca-kaca.

"Ini, bukan ayahnya adek. Mungkin ayah di bawah ayo" Pekerja tadi melepaskan keranjang tehnya dan meraih tubuh kecil Am dalam gendongannya. Am berontak, menangis, menjerit, kakinya menendang-nendang.

"Ayaaahhh... Hu..hu... Atu mau sama ayah" Tangannya bergerak meraih tubuh Andi.

"Am..."

"Am..."

Sayup-sayup terdengar suara orang memanggil nama tersebut.

"Itu mungkin orang tuanya teh. Coba teteh cari ke sana" Ujar Andi.

"Baik den"

"Ayaaaah... lepastan! Atu mau sama Ayaaaah... Hiks...hiks" Tangis Am semakin menjadi saat pekerja tersebut membawanya turun bukit.

Ya Allah, kenapa sesak sekali melihat anak itu. Semoga ia segera bertemu ayahnya.

Dede Am dan abang Zaf❤️❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!