"Alisha, kenapa ngga bilang kalo acara ulang tahunnya di club?" omel Laura ketika tau sepupunya mengajaknya masuk ke sebuah club mewah di ibu kota.
"Kalo aku terus terang, pasti kamu tolak, kan," tawa Alisha sambil terus menggeret sepupunya memasuki club mewah yang musik kerasnya sudah terdengar hingar bingar.
Penjaga club mewah itu mempersilakan mereka berdua masuk setelah Alisha memberikan undangannya.
Sepupunya sudah ikut bergoyang sambil melangkah mengikuti irama musik.
Laura menghembuskan nafas panjang.
Harusnya dia sudah curiga karena sepupunya mendandaninya agak beda dan memaksanya mengenakan coat panjang seperti dirinya.
Mamanya bisa curiga dan banyak tanya kalo melihat dandanannya dan Alisha dibalik coat mereka. Apalagi kalo kakek mereka sampai tau. Pasti bisa jantungan. Kakeknya pun secara tiba tiba mengunjunginya dan mama.di rumah.
Untungnya kedua orang tua itu sedang sibuk mengobrol dan ngga terlalu memperhatikan dia dan Alisha.
Hanya pesannya jangan pulang terlalu malam.
Alisha pun membawa mereka ke.kumpulan teman teman mereka.
"Wow, kalian datang juga,' tawa beberapa teman perempuan menyambut kedatangan mereka.
"Kalian....." Laura hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat para anak mami sudah berani maen ke club.
Tawa mengekeh kembali berderai. Ada Nevia, Karla, Vira dan beberapa yang lainnnya yang ngga akrab dengan Laura.
"Kita aman di sini. Ini club jetset. Ngga sembarangan yang bisa masuk ke sini," tukas Nevia santai saat keduanya sudah duduk
"No alkohol?" Alisha agak kecewa, dikiranya bisa mencicipi minunan mewah racikan ala bartender dengan kadar alkohol.
Memang dasar anak mami. Di club minumnya tetap soft drink, omel Alisha sambil menyesap soft drink yang berwarna biru.
"Aku boleh pesta ke sini asalkan ngga minum alkohol," cebik Nevia kesal. Padahal sepupunya yang laki laki bebas aja minum alkohol dengan santai.
Tapi mereka yang perempuan, dilarang dengan ketat.
"Jangan tanya pengawalnya. Ada di sekitar kita," kekeh Vira mengejek
"Mau bagaimana lagi. Yang penting aku diijinkan ke club." wajah Nevia terlihat bahagia.
"Oh iya, selamat ulang tahun, ya Nev." Laura baru teringat tujuannya.
"Thank's babe," senyum Nevia merekah menyambut cipika cipiki Laura
"Semoga tambah dibebasin, yah," kekeh Alisha juga ikut cipika cipika dengan Nevia yang membalas tawanya yang semakin berderai.
"Lau, selamat, ya, bisa juga tembus ke Merapi Steels. Perusahaan sepupu kita itu," puji Karla lalu mengembangkan senyum manisnya.
"Ngga jalur ordal, kan?" kekeh Nevia bercanda.
Senyum Laura yang mengembang langsung menyurut.
"Enak aja. Aku melewati empat jenjang tes tau," bantahnya dengan nada sengit. Selalu aja ngga percaya dengan kapasitas otaknya.
Laura hanya ingin membuktikan kalo dia bisa bekerja di luar perusahaan keluarga besarnya. Bahkan Merapi Steels yabg terkenal sangat sulit proses rekrutannya jadi tujuan pembuktiannya.
Terutama pada tantenya, anak sulung kakek dan neneknya yang paling merasa kalo anak anaknya lah yang paling sukses dan selalu merendahkan mamanya yang single fighter.
Karena itu Laura menempuh jalan paling terjal, menolak bekerja di perusahaan keluarga, walaupun Alisha sudah ngga terhitung menasehatinya, jangan dengarkan suara sumbang tantenya.
Tapi harga diri Laura terlalu tinggi untuk terus mengalah.
"Ya, ya.... Kamu memang super pintar. Salut dengan keberhasilanmu," puji Karla tulus. Dia tau sangat sulit menjadi sekretaris sepupunya yang sok dingin dan sok datar itu.
Dia saja lebih baik bekerja di perusahaan kakeknya saja, keluarga Airlangga Wisesa. Semua sepupunya bekerja di sana kecuali Erland, Eldard serta si kembar Jayden dan Jennifer.
Kedua sepupu itu tergelak gelak.
"Percaya. Apalagi jadi sekretaris sepupu aku yang super kaku. Harus sabar, apalagi nanti kamu bakal dibanding bandingkan dengan Jacinta. Sabar aja, deh," sambung Karla lagi.
"Siapa tu Jacinta?" Laura jadi tertarik.
"Sekretaris lama. Pintar banget. Sayangnya mau nikah jadi berhenti," jelas Nevia.
"Gosip yang beredar, benar ngga, sih, Erland ditolak?" tanya Vira. Dia sempat dengar dari obrolan sepotong sepotong papanya dengan teman temannya. Hatinya sulit untuk percaya.
"Erland ditolak? Jangan asal ngomong," debat Nevia agak menaikkan nada suaranya. Ngga terina dia sepupunya dijelekkan. Erland adalah tipe laki laki yang dipuja oleh banyak perempuan cantik di luar sana. Kalo ada yang berani menolak Erland, berarti orang itu bodoh banget.
"Ya, kalo gitu rumor aja kali, ya," tegas yang lainnya.
"Jelaslah ngga mungkin."
"Mungkin karena Erland ngga punya pacar, jadi gosipnya terlalu banyak, ya."
"Dia itu pemilih. Lagian masih muda juga, ngapaian cepat. Kita aja masih betah jomblo," tawa Karla berderai.
"Ayo, kita goyang," sahut Karla lagi yang langsung meliuk liukkan badamnya dengan lincah sesuai irama musik yang dimainkan DJ.
"Ayo.... Siapa takut," balas Nevia yang juga ngga mau kalah meliukkan tubuhnya
Laura hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua gadis yang masih sepupuan itu.
Bahkan sepupunya Alisha juga ikut bergoyang. Begitu juga Vira dan yang lainnya. Malah sekarang mukai berbaur ke tengah ruangan.
Mata tajam Laura melihat beberapa laki laki berpakaian seragam tampak mulai bergerak mengawasi keduanya.
Setelah cukup lama berjoget, Laura mulai menjauh.
"Mau kemana?" tanya Alisha ketika melihat Laura melangkah melewatinya. Dia sendiri masih asyik bergoyang. Kapan lagi bisa masuk ke dalam club elit secara gratis dan terlindungi.
"Toilet bentar, ya."
"Oke. Perlu ditemani?"
"Nggaklah. Memangnya aku anak kecil," cibir Laura sambil pergi.
"Kalo nyasar share lok aja," kekeh Alisha ganti mengejek.
Laura ngga mempedulikan.
Akhirnya selesai juga dia di toilet. Ketika.dia melewati lorong yang terdapat beberapa kamar, Laura menjerit ketika tangannya ditarik seseorang.
"Apa apaan ini!" serunya marah. Apalagi laki laki itu kini membawanya ke dalam kamarnya.
"Tolong aku.," ucap laki laki itu dengan nafas tersengal. Tangannya segera menarik simpul dasinya dan melepaskan dua kancing kemejanya.
Yang membuat Laura terpaku karena laki laki ini sangat tampan. Tubuhnya tinggi tegap. Padahal postur Laura yang sudah terlalu tinggi untuk ukuran perempuan, hanya sepundak laki laki itu saja.
"Ap apa yang bisa aku bantu.....?" tanyanya gugup.
Posisi mereka terlaku dekat.
"Seseorang mencampuri minumanku dengan pil pera ngsang."
DEG
Laura seakan berhenti bernafas, hambusan nafas laki laki itu terasa panas di wajahnya.
Tatapan laki laki itu kian tajam memperhatikannya.
"Ak aku akan memanggil dokter." Laura bermaksud menelpon dokter pribadi kakeknya.
"Jangan! Aku punya dokter sendiri," laki laki tampan itu menekan angka di ponselnya.
Nafasnya masih tersengal. Jantungnya seakan mau meledak.karena dia sedang menekan hasratnya.
"Temani aku sampai dokter dan pengawalku datang," titahnya sambil menyimpan ponselnya .
Nafasnya makin tersengal. Gejolak obat sialan itu mulai menyakiti organ dalamnya.
"Bis bisa to tolong aku."
Laura tercekat melihat tatapan berkabut itu. Dia tau apa yang laki laki ini minta. Jantung Laura berdebar sangat cepat.
Dia ngga mungkin mengabulkannya
"Ak aku pasti akan tanggungjawab. Hah hah....." Hembusan hembusan nafasnya kian terasa panas.
Dia mendekatkan wajahnya.
Laura tersadar. Dia berontak agar bisa melepaskan pelukan yang semakin erat dan kuat.
"Tidak mau! Lepas," serunya marah bercampur takut. Apalagi Laura baru tersadar kalo dia ngga mengenakan coatmya.
Tapi laki laki itu sepertinya sudah menyerah untuk terus bertahan.
"Aku akan tanggung jawab." Bibirnya langsung meraup bibir Laura. Tangannya mere mas bagian sensitif tubuh Laura membuat mata gadis ini terbuka lebar.
Dengan seluruh tenaganya, Laura menghantamkan lututnya ke bagian aset paling berharga laki laki itu membuatnya melenguh kesakitan.
Pelukannya yang longgar langsung dimanfaatin Laura untuk melepaskan diri.
Sepertinya hajarannya tadi agak meleset.
"Apa yang kamu lakukan!" Mata elang laki laki itu bersinar marah. Tapi hasratnya mengalahkan kemarahannya.
Dalam hati memaki relasi bisnisnya yang sudah mencampur minumannya dengan obat pera ngsang. Padahal dia sudah mengantisipasi dengan hanya minum sedikit saja.
●
●
Nevia anaknya Hazka dan Kirania
Karla anaknya Ansel dan Nayara
Laura ngga sempat pergi karena laki laki itu sudah menyergapnya.
"Ini hukumanmu."
Laura menolak ci uman panas dan brutal laki laki itu di bibirnya.
Dia ingin menangis. Tangannya mencari cari sesuatu yang bisa menyelamatkan kehormatannya.
Untunglah ada vas bunga di situ.
Dengan segenap kekuatannya, dia menghantamkan vas itu ke kepala laki laki itu hingga menimbulkan bunyi yang sangat keras
Laki laki itu memegang kepalanya. Laura menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri.
Tapi dia berbalik, ingin tau keadaannya.
Tubuh Laura membeku. Laki laki itu pingsan dengan kepala berlumuran darah
Tubuh Laura gemetar karena takut.
Nggak lama kemudian terdengar langkah langkah yang mendekat. Laura cepat beredar dan bersembunyi di salah satu pilar.
Beberapa laki laki muda mendekat dan memasuki kamar tempat Laura tadi berada.
Terdengar seruan kaget dan ngga lama kemudian, Laura melihat sendiri laki laki itu dipapah pergi oleh beberapa laki laki itu.
Lutut Laura masih gemetar. Nafasnya masih ngga teratur.
Laki laki itu akan mati? Laura melihat dengan jelas sisa darah di lantai.
Jantung Laura berdegup keras ngga menentu.
Aku ngga bunuh orang, kan?
Laura berusaha menenangkan diri, sebelum meninggalkan tempat terkutuk itu.
Malam ini dia sudah melukai orang yang ngga dia kenal. Laura hanya berharap laki laki kurang ajar itu tidak mati.
*
*
*
"Sha, kita pulang sekarang," pintanya dengan suara bergetar. Laura langsung mendekati sepupunya yang masih bergoyang.
"Nanti, ya."
"Sekarang," paksanya sambil memegang lengan sepupunya.
"Kamu kenapa?" Alisha baru menyadari kalo suara sepupunya bergetar seperti orang mau menangis. Tangan Laura juga terasa dingin.
"Kita pulang sekarang."
"Oke.... Oke...." Alisha memperhatikan lagi wajah panik Laura.
"Kamu kenapa? Ada yang gangguin?" tanya Alisha lagi. Dia jadi deg degan, firasatnya mengatakan Laura mengalami kejadian yang mengguncangkan
"Nggak! Kalo kamu ngga mau pulang, aku pulang sendiri."
Alisha menarik tangan sepupunya, menahannya untuk pergi.
"Ada orang mabok gangguin kamu?" tanya Alisha lagi memastikan.
Mereka baik baik saja. Mungkin waktu ke toilet?
"Iya. Ayo, aku takut," jujur Laura.
"Oke. Aku pamit ke Nevia dulu."
Laura hanya mengangguk
*
*
*
"Kamu benerran ngga apa apa?" Alisha jadi khawatir juga melihat kediaman Laura.
"Nggak apa apa. Makasih, ya." Laura menutup pintu mobil dan terus berjalan pergi.
Alisha menatapnya khawatir.
Sebenarnya apa yang terjadi. Sepupunya terlihat takut seperti sudah melakukan suatu kejahatan besar.
Mungkin dia, hanya shock, batin Alisha menenangkan sebelum pergi meninggalkan rumah Laura.
Laura yang sedang melangkah memasuki rumahnya terkejut mendengar sapaan yang tidak pernah dia suka.
"Anak gadis pulangnya malam malam. Ngapain aja?"
Laura terdiam. Untung coatnya masih dia pakai.
"Ada acara tante." Dia berusaha sopan.
Mamanya memberi isyarat agar segera masuk ke kamar sebelum kakaknya nyinyir lagi. Laura menurut
"Biarkan Laura istirahat. Dia lelah" tukas Mamanya ketika kakaknya akan mengomeli putrinya lagi.
"Kamu terlalu memanjakannya. Dia jangan terlalu bebas. Ingat, jangan sampai kejadian kamu terulang lagi padanya,'" omel tantenya dengan lidah tajam.
"Iya, mba. Nggak akan terjadi lagi." Mamanya menahan rasa sakit.
Laura yang akan membalas, terpaksa pergi ketika mamanya memberi isyarat agar dia ngga meladeni ucapan tantenya.
Laura hanya bisa melirik kesal yang dibalas tantenya juga dengan pelototan galaknya.
*
*
*
Sementara itu di rumah sakit keluarga besar Airlangga, Alexander dan Iskandardinata udah berkumpul.
"Kenapa ini bisa terjadi?" Rihana masih saja menangis. Alexander memeluk istrinya.
"Tenanglah. Erland pasti kuat," bujuk Alexander. Dia juga terguncang. Erland adalah putra mereka satu satunya.
Si kembar Fathir dan Fadel-putra Emir mendelik pada Abiyan-putra Daniel, sepupu mereka yang sudah memberikan obat per angsang pada salah satu gelas minuman secara acak. Apesnya Erland yang jadi korbannya.
Sekarang sepupunya masih belum sadarkan diri.
FLASHBACK ON
Beberapa jam sebelum Erlando pergi.
Mereka senua bersulang pada si calon pengantin yang akan menghabiskan masa lajangnya malam ini bersama mereka
Malam itu mereka sedang merayakan malam lajang sahabat mereka Noval yang akan menikah besok. Bukan hanya mereka saja dengan Erlandol yang datang, masih ada sepuluh orang lagi lainnya .
"Selamat."
"Cheers."
Mereka pun tergelak sambil meneguk minuman dengan alkohol cukup tinggi itu.
"Nikah juga akhirnya," tawa Abiyan.
"Kalian kapan nyusul...?'" kekeh Noval bertanya.
"Kapan kapanlah," tawa Fathir ditimpali kembaran identiknya Fadel.
"Insaf woi....," seru salah satu relasi sekaligus sahabat mereka dengan tawa mengekeh.
Erland hanya tersenyum saja. Tapi nggak lama kemudian dia merasa kalo tubuhnya mulai gerah.
Dia mulai menatap yang lainnya. Tapi sialnya hanya dia yang merasakan reaksi aneh.
Erland memang mengurangi kadar kewaspadaannya, karena ngga nyangka akan dikerjai seperti ini.
"Aku ke toilet sebentar," ucapnya sambil bangkit dari duduknya.
"Oke."
Mereka sama sekali ngga menaruh curiga apa pun. Masih terus saja meledek Noval dan tertawa terbahak bahak.
Tubuhnya terasa amat gerah, aliran darahnya semakin kencang dan jantungnya semakin kencang berpacu.
Dengan agak susah payah Erland menaiki tangga menuju lantai dua. Dia sudah memesan kamar. Rencananya dia akan berendam semalaman di bathup yang berada di kamar mandi untuk menghilangkan efek jahanam minuman ini.
Erland bersandar di dinding kamarnya tanpa menutup pintu Reaksi obat ini sangat kuat. Kepalanya seperti mau pecah menahan hasrat yang mau tumpah.
Dia melongokkan kepalanya ke luar kamarnya ketika mendengar suara langkah kaki yang mendekat
Ga irahnya bangkit ketika telrihat seorang perempuan cantik yang dandanannya sungguh se ksi. Perempuan itu mengenakan dres di atas lutut dengan pundak mu lusnya tampak bersinar di bawah temaramnya cahaya lampu.
Tanpa bisa berpikir sehat, Erland langsung menarik lengan perempuan itu hingga masuk ke kamarnya.
Erland sudah ngga peduli lagi dengan segala etika. Apalagi harum parfum yang dipakai perempuan itu semakin menggugah hasratnya.
Dia pun langsung meraup lembut bibirnya ketika perempuan itu sudah siap dengan teriakan SOS nya.
Sementara itu Abiyan mulai gelisah karena Erland belum kembali dari toilet.
Dia menatap sepupu kembarannya dan teman temannya satu persatu.
Tidak ada ada yang menunjukkan gelagat yang aneh.
Jangan jangan Erland? Abiyan langsung merasa cemas.
"Aku mau nyari Erland," ucap Fathir sebelum Abiyan membuka mulutnya.
"Aku juga ikut. Dia ngapain ke toilet lama banget." Abiyan tertawa garing menyembunyikan kegelisahannya.
Fadel langsung merasa curiga dengan sepupunya itu.
"Oke, kita cari Erland." Dia pun langsung bangkit berdiri.
"Erland bukan anak kecil. Ngapain kalian bertiga yang harus jemput," kilah salah satu teman mereka mengejek.
"Sesekali dia kadang manja," kekeh Fathir membuat yang ada di situ pun tergelak. Kecuali Abiyan, dan membuat Fadel semakin curiga padanya.
Setelah cukup lama melangkah, Fadel segera mengutarakan kecurigaannya.
"Katakan yang jujur. Kamu masukkan sesuatu di minuman Erland, kan."
"Yang benar?" kaget Fathir. Dia baru mendapat pesan kalo Erland memesan kamar di lantai dua.
Laki laki kembar itu mengurung Abiyan dengan tatapan tajam mereka.
"Ya, tapi ngga nyangka kalo Erland yang dapat gelasnya. Tadi aku hanya iseng aja."
Keduanya saling tatap. Sekarang Fathir baru paham kenapa Erlamd sampai memesan kamar.
"Erland mau nidurin perempuan?" Abiyan jadi merasa bersalah karena sudah menjerumuskan sepupu green flagnya jadi seperti mereka.
"Jangan sampai. Aku ngga mau dimaki Om Alexander." Fathir mempercepat langkahnya menaiki tangga.
"Salahmu! Selalu saja bertindak ngga pernah mikir," dengus Fadel kesal sambil mengikuti Fathir dengan mempercepat langkahnya
Abiyan ngga membantah. Perasaannya pun deg degan. Berharap Erland bisa tahan.
Langkah ketiganya tambah dipercepat ketika melihat pintu kamar Erland terbuka.
Dan mereka pun terkejut bukan kepalang melihat Erland terkapar ngga sadarkan diri dengan cucuran darah di kepalanya.
"Erland," gumam Fathir dengan suara bergetar.
"Kita bawa dia sekarang," titah Fadel sambil memapah tubuh Erland. Fathir dan Abiyan langsung membantu. Mereka segera membawa Erland ke rumah sakit untuk segera mendapatkan pertolongan.
ENDFLASHBACK
Sampai sekarang pun jantung Laura ngga bisa tenang. Dia membolak balikkan posisi tidurnya dengan detakan yang masih saja berpacu kencang.
Benaknya dicengkram rasa takut memikirkan nasib laki laki itu. Meninggal dunia atau masih bisa bertahan hidup.
Laki laki mesum itu, dia belum pantas meninggal karena belum bertobat dari perbuatan buruknya.
Apa.dia sering begitu?
Melecehkan perempuan karena dia tampan?
Huuuh, tampan juga ngga guna kalo ngga ada akhlaknya.
Dalam hatinya Laura terus mendebat pikiran pikiran yang selalu saja berseliweran masuk di kepalanya.
Laura ngga tenang. Bahkan hampir gila karena tanpa sadar mengoceh sendiri. Menyesali nasib malangnya. Padahal besok dia sudah harus bekerja di tempat yang baru. Yang dia ngga tau suasana kerjanya seperti apa, bosnya bagaimana, apakah jenis tirani yang suka menindas atau diktator yang suka memberikan banyak perintah.
Laura pun bangun dari tidurnya. Dia pun memgambil ponselnya. Mencari di kotak pencarian, apakah ada orang meninggal di club malam ini.
Tapi jawaban yang dia jumpai adalah tidak ada.
Alisnya mengernyit
Jangan jangan berita ini sengaja ngga dipublish.
Laura menghembuskan nafas kasar.
Ngga tau bagaimana lagi dia harus mencari informasi tentang kabar laki laki mesum itu
*
*
*
"Ada temuan obat perangsang di dalam tubuh Erland. Dosisnya sangat tinggi." Alexander menatap Emir dan Daniel dengan serius.
"Selain lukanya yang cukup parah. Itu penyebab dia belum sadar," tambah Alexander lagi.
Dia sengaja mengajak Emir dan Daniel, berbicara bertiga saja Karena anak anak mereka yang membawa Erland ke rumah sakit
Emir dan Daniel saling tatap.
"Nanti akan aku tanyai Fathir dan Fadel," jawab Emir. Dia belum sempat bertanya apa pun tentang kronologis yang sudah terjadi. Semuanya terlalu mendadak.
Dia dan istrinya yang akan terlelap mendapat panggilan emergensi dari Fadel.
Begitu juga Daniel. Hanya saja firasat Daniel agak ngga enak. Dia tau kadang kadang anaknya suka bertingkah jahil. Tapi ini sudah sangat keterlaluan kalo memang perbuatan Abiyan.
"Aku akan bertanya pada mereka."
Alexander mengangguk dengan perasaan ngga nyaman karena tanpa sengaja sudah menuduh anak ipar dan kakak laki lakinya
"Ngga apa apa. Kami mengerti," sahut Daniel yang diangguki Emir. Daniel sudah ngga sabar untuk menginterogasI putranya.
Dan disinilah mereka sekarang, di taman belakang rumah sakit.
Abiyan menundukkan kepalanya dalam dalam. Sedangkan Fathir dan Fadel tetap tampak tenang.
Melihat itu saja sudah membuat Daniel dan Emir tau siapa pelakunya.
"Maaf, pi. Aku hanya iseng. Ngga nyangka kalo Er yang minum minuman itu."
Daniel langsung menggaruk kepalanya yang ngga gatal. Bingung dia buat jelasin ke papinya, tentang kelakuan cucunya yang sebelas dua belas sama saja dengan papinya.dulu waktu masih muda.
Daniel pernah mendengar cerita kalo dulu papinya dan temannya pernah berbuat begitu juga. Yang jadi korban Om Dewan-kakeknya Erland.
"Kamu harus ngaku sama om Alex. Dia udah curiga."
Abiyan langsung berjengkit saking kagetnya
"Ngga berani," tolaknya penuh rasa takut yang terpancar dari sinar matanya.
"Papi aja," sambungnya lagi.
TUK
Daniel menowel gemas kening putranya.
"Berani berbuat berani harus bertanggung jawab."
Abiyan hanya meringis, ngga mengiyakan.
Emir bersama putra kembarnya tersenyum miring
"Sudah dapat rekaman cctvnya?" Emir mengalihkan topik pembicaraan.
"Sudah, pi," sahut Fathir. Saat itu Fathir langsung meminta rekaman cctv di lorong yang langsung saja diberikan oleh pemilik club yang masih teman papinya.
"Ada tersangkanya?"
"Ada pi, perempuan. Tapi karena remang remang, jadi ngga jelas. Lagian perempuan itu selalu menunduk. Rambut panjangnya menutupi wajahnya," jelas Fadel.
"Cuma perempuan itu saja tersangkanya?" Daniel ikut bertanya.
"Iya." Kali ini Abiyan yang menjawab, dia sudah melihat rekaman cctv club.
Emir menghela.nafas panjang.
"Perempuan itu ngga salah. Dia hanya melindungi dirinya," ujar Emir. Jelas sekali terlihat ponakannya menarik tangan perempuan itu ke dalam kamar, ngga lama kemudian perempuan muda itu keluar dalam keadaan panik.
Tapi kalo keponakannya sampai meninggal, Emir yakin, ke lubang semut pun pasti akan di cari Alexander, buat pertanggungjawaban.
"Berapa dosis yang kamu beri sampai Erland bisa out control begitu?"
Abiyan ngga menjawab saat semua pasang mata tertuju padanya. Niatnya ingin mengerjai Noval, makanya dia menggunakan sampai over.
Karena tau Noval sudah biasa meminumnya, makanya pasti sudah tau cara ngantisipasinya. Setaunya Noval punya obat peredanya juga. Abiyan juga membawa penawarnya, sayangnya dia terlambat.
Kesalahan lainnya dia lengah mengawasi peredaran gelas itu.
Melihat Abiyan diam saja, kembali Daniel mentowel kening putranya cukup keras, sampai putranya menjerit pelan.
"Sakit, Pi."
"Dasar manja. Gitu saja sakit," omel Daniel sambil menggusar rambutnya.
Abiyan ngga menyahut. Dia seolah pasrah menunggu hukuman dari papinya. Asal bukan mengaku dengan Om Alex, dia akan lakukan apa pun yang diminta papinya.
Kalo Nadhira tau, istrinya pasti akan menyalahkannya juga, karena selalu membela sikap Abiyan.
"Oke, papi yang urus kesalahan ini. Tapi kamu harus kerjain kerjaan Erland di kantor. Double sama kerjaan kamu," titah Daniel ngga bisa dibantah.
Abiyan hanya mengangguk tanpa protes. Kalo begini dia bisa lembur tiap hari sampai subuh selama sepupunya belum sembuh.
Ya sudahlah, batinnya lagi lagi pasrah.
Fathir dan Fadel tersenyum miring lagi melihat wajah nelangsa Abiyan.
*
*
*
Hampir saja Laura kesiangan pagi ini.
"Makan dulu," ucap mamanya lembut saat dia menggigit roti bakarnya sambil berjalan.
"Ngga sempat, mam," ucapnya sambil meraih kunci mobil dengan tangan sebelahnya yang sudah membawa tas dan ponsel.
Mamanya tersenyum melihat penampilannya yang tidak menampilkan seorang sekretaris profesional.
"Makanya jangan tidur larut malam."
Mamanya ngga tau aja apa yang membuatnya ngga bisa tidur, keluhnya dalam hati.
Jam tiga pagi dia baru bisa tidur. Berharap kantung matanya ngga terlihat jelas nanti.
Juga berharap mendapatkan bos yang baik hati dan ngga mengurusi penampilan.
"Iya, mam. Pergi dulu, ya." Laura menempelkan pipinya sebelum pergi ke pipi mamanya.
Mamanya tersenyum lebar
"Hati hati."
Kania membuka pintu mobil untuk meletakkan tas kerja dan ponselnya. Kemudian berjalan cepat ke pintu mobil sebelahnya.
Sambil menahan pintu dia melambaikan tangan pada mamanya.
Laura menghembuskan nafasnya sebelum melajukan mobilnya pergi meninggalkan rumah pemberian kakek. Sebentar lagi mamanya pun berangkat kerja ke perusahaan keluarga. Mereka ngga bisa bareng karena arah yang berlawanan.
Teringat kata kata kesal kakeknya saat dia menunjukkan email kalo sudah diterima bekerja di Merapi Steels.
"Kenapa harus melamar kerja di tempat orang? Kamu bisa kerja di perusahaan kita."
Laura hanya diam saja saat itu. Jika saja kakeknya tau alasannya. Atau kakeknya pura pura ngga tau?
"Alisha juga di sana dengan sepupumu yang lain. Akurlah. Kakek sudah tua."
Laura masih diam walau dalam hati memprotes karena ngga terima dianggap sebagai biang masalah.
Terdengar helaan nafas orang tua itu. Berat dan panjang.
"Karena kamu di Merapi Steels, kakek dukung. Tapi kalo kamu ngga betah di sana, kakek sudah punya posisi bagus untuk kamu di sini." Kakeknya meletakkan tangannya di dadanya sendiri, membuat Laura merasa bersalah.
Dia pun memeluk kakeknya dengan dada terasa sesak oleh keharuan. Di saat kakeknya begini, dia merasa jadi cucu yang egois. Padahal kakeknya sangat menyayanginya.
Tapi jika mengingat kata kata pedas yang selalu terlontar dari mulut tantenya, jiwa tertindasnya bangkit untuk menentang dan membuktikan kalo dia bisa tanpa harus bergantung pada kasih sayang kakeknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!