NovelToon NovelToon

Cintanya Cowok Idola

Bab Satu

Hari ini adalah hari dimana upacara pembukaan pertandingan persahabatan antar fakultas akan diselenggarakan. Upacara yg diadakan di lapangan utama universitas ini dihadiri oleh berbagai club olahraga dari setiap fakultas.

Basket adalah salah satu cabang olahraga yg akan dilombakan. Barra sebagai ketua club basket Fakultas Pertanian telah bersiap bersama Dafin, Adit, Farhan, Ali dan Irma. Kebetulan saat ini hanya mereka yg bisa hadir mewakili club basket fakultas.

Selain basket, juga ada pertandingan futsal, panjat dinding, badminton, dan juga taekwondo. Tentu saja Fakultas Pertanian pun mengikuti perlombaan lainnya seperti panjat dinding yg diwakili oleh anak-anak pecinta alam dan juga futsal, karena hanya itu exkul yg ada di Fakultas Pertanian.

“Gimana nih.. upacara pembukaan udah dilakuin, tim basket cewe kita belum juga fix..” sahut Farhan.

“Gak apa-apa, pertandingannya kan baru mulai sebulan lagi.. ini kan cuma peresmian aja biar kita bener-bener bersiap untuk lomba, masih ada waktu..” jawab Dafin santai.

Adit melihat Barra yg gelisah, “Kenapa lu?”

“Baru kali ini gw ngerasa ngedown duluan.. tau kenapa!” jawab Barra sambil melihat ke lapangan yg sudah penuh dengan mahasiswa dari fakultas lainnya.

“Halah.. itu karena lu udah ga sering lagi turun ke lapangan! Tenang.. masih ada sebulan lagi buat persiapan…” kata Adit penuh percaya diri.

Maklumlah Adit kan selalu ada yg menemani, selalu ada yg menyemangati, jadi wajar klo dia penuh percaya diri. Berbeda dengan Barra yg saat ini penuh kegalauan, dia takut misinya membujuk Caca untuk berlatih basket lagi gagal.

Barra terlalu berharap tinggi bahwa dengan adanya Caca di tim inti cewe akan membuat clubnya berpotensi untuk menang. Padahal anak cewe yg sekarang berlatih pun kemampuannya cukup hebat walau tak bisa seperti Caca yg bisa melakukan tembakan three-point dengan mudah.

“Barra!”

Seorang cewe cantik dengan rambut dikuncir kuda memanggil Barra yg tengah serius berdiskusi dengan teman-temannya. Cewe itu berdiri tak jauh dari mereka, dia melambaikan tangannya pada Barra dengan tersenyum lebar begitu senang.

Klo saja upacara masih lama dimulai mungkin dia akan berlari ke arah Barra. Namun di tengah lapang sudah terdengar petugas sedang mencoba mic yg akan digunakan MC untuk memulai acara.

Barra hanya merespon dengan melihatnya sebentar dan membalas dengan seulas senyum lalu membenarkan posisi berdirinya untuk siap mengikuti upacara.

”Cindy yaa...?” bisik Dafin yg berdiri di belakang Barra.

“Hmm..” Barra menjawab malas.

Adit yg berdiri sebelah Barra menoleh ke arah Dafin tersenyum sambil mengangkat sebelah alisnya memberi kode pada Dafin. Yaa.. mereka tau Cindy salah satu fans nya Barra.

Dafin dan Adit sebagai teman seangkatan dengan Barra tentu sudah hafal betul bagaimana popularitas ketua club basketnya itu setiap kali pertandingan antar fakultas diadakan.

Ini baru Cindy, salah satu anggota tim basket cewe Fakultas Kedokteran yg kebetulan dalam upacara kali ini barisannya berada di sebelah kiri Fakultas Pertanian.

“Buat gw aja..” bisik Dafin lagi kepada Barra.

“Ambill…!” jawab Barra penuh semangat.

Dafin dan Adit lalu terkekeh dengan tingkah temannya yg satu ini. Padahal mereka tau Cindy adalah cewe yg direspon cukup baik oleh Barra dibanding beberapa cewe yg mendekatinya. Namun saat digoda Dafin menginginkannya Barra dengan senang hati akan membiarkan Dafin untuk mendekatinya.

Bukan baru kali ini saja Barra seperti itu, makanya Adit selalu menertawakannya jika sudah berurusan dengan cewe-cewe pemujanya.Barra terlalu cuek bahkan jutek jika ada cewe yg mendekatinya.

Berbeda dengan Dafin yg begitu ramah dan positiv respon kepada para cewe yg padahal hanya menyapanya, apalagi klo cewe-cewe itu mengaguminya pasti sudah Dafin respon dengan sangat baik walo dia juga belum tentu suka.

Tetapi anehnya jumlah pengagum Barra tak pernah berkurang. Mereka selalu berpositiv thinking klo Barra bukan jutek, hanya malas bicara. Karena dengan diamnya pun sudah membuat cewe-cewe itu mabuk kepayang.

Seperti saat ini di sebelah kanan Adit sudah ada cewe yg sedang senyum-senyum sambil melihat Barra. Kayanya sih mahasiswa baru makanya Adit pun tak mengenalinya, secara Adit kan sudah tiga kali mengikuti lomba universitas.

Barisan sebelah kanan Adit merupakan club basket dari Fakultas Farmasi. Anggota yg kali ini mengikuti upacara pembukaannya memang kebanyakan mahasiswa baru.

30 menit sudah berlalu, upacara pembukaan menuju sesi akhir yaitu pengguntingan pita tanda dimulainya pertandingan persahabatan antar fakultas. Balon pun mengudara diiringi riuhnya tepuk tangan peserta upacara.

Tak berapa lama barisan pun dibubarkan. Barra memberikan pesan kepada Farhan, Ali dan Irma untuk kembali ke kampus terlebih dahulu. Sedangkan Barra, Dafin dan Adit yg akan melakukan pengambilan nomor dan jadwal pertandingan di sekretariat universitas.

“Barra… tunggu!” suara seorang cewe menghentikan langkah Barra.

Adit dan Dafin saling pandang, saat Dafin akan melanjutkan langkahnya, Barra mencekal tangan Dafin.

“Lu temenin gw disini! Dit lu duluan aja ke sekretariat!” perintah Barra.

Adit dan Dafin kembali menertawakan kelakuan Barra, sedang Barra masih dengan wajah juteknya lalu membalikkan badannya kearah suara yg memanggilnya tadi.

“Barra mau kemana?” kata suara tadi.

“Eh.. gw mau ke sekretariat!” jawab Barra singkat.

“Haiii.. apa kabar Cin..? sapa Dafin ramah.

“Masih inget gw kan..” sahut pemilik suara yg ternyata Cindy yg tadi.

“Masihlah…” Dafin yg menjawab.

“Duh.. kirain gw udah pada lupa. Ih lama banget yaa ga ketemu..” sahutnya lagi.

Barra yg tak bisa tahan dengan basa basi seperti ini mulai melangkahkan kakinya, yg otomatis diikuti Cindy dan Dafin.

“Emang terakhir ketemu kapan..?” Dafin yg terus meresponnya sedang Barra seperti biasa memang tak pernah banyak bicara.

“Kapan sih Bar..? 6bulanan lebih ada kali yaa..? Terakhir waktu latihan gabungan di universitas sebelum penerimaan mahasiswa baru..” kata Cindy menjelaskan.

Barra hanya menganggukan kepalanya tanpa menoleh ke arah Cindy. Namun hal itu tak menyurutkan Cindy yg terus berusaha mendekatinya dengan mengajak bicara padanya.

“Nanti ikutan tanding ga?” tanya Cindy lagi.

Barra tak menanggapinya, melihat hal itu tentu saja Dafin yg akan menanganinya.

“Pasti ikutlah.. selama masih boleh ikutan masuk tim kita pasti bakalan tanding!” jawab Dafin.

“Lu masih aja ga banyak omong ya Bar!” sahut Cindy dengan tersenyum miring sedikit bete. “Gw duluan deh klo gtuh…” katanya lagi sembari sedikit berlari meninggalkan Barra dan Dafin.

“Hadeeehhh… kelakuan lu Bar! Jadi gw yg ga enaknya…” sahut Dafin.

“Kenapa lu ga enak?” heran Barra pada Dafin.

“Bener-bener deh lu! Walopun lu ga suka orangnya, seengganya jawab kek pertanyaannya jangan dicuekin gtuh..”

“Justru klo gw jawab pertanyaannya disangka gw suka lagi.. Gw ga mau ngasih harapan palsu!” tegas Barra.

Dafin hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan sikap Barra yg seperti itu. Kini mereka berdua telah sampai di sekretariat dimana Adit sudah menunggu.

...****************...

Bab Dua

Selesai dari sekretariat universitas, Barra memutuskan untuk pulang ke markas. Dia sudah menitipkan semua berkas yg berhubungan dengan club basketnya pada Dafin dan Adit yg akan kembali ke kampus.

Motor hitam yg dikendarai Barra melaju cukup kencang keluar dari gerbang universitas. Dia merasa lelah setelah hampir seharian mengikuti upacara pembukaan pertandingan di universitas.

Barra ingin segera sampai ke markas dan bersantai sejenak. Hingga tak terpikirkan olehnya untuk sekedar membeli makan siang di jalan untuk dibawa pulang.

Sampai di markas dia heran dengan pintu yg terbuka, namun hanya ada mobilnya yg terparkir disana. Di pikirnya mungkin Alex atau temannya yg lain yg biasa sekedar ikut beristirahat di markas sedang berada di dalam.

Tanpa pikir panjang Barra masuk markas dan menutup pintunya. Namun siapa yg didapati Barra di dalam adalah seorang Caca yg tengah serius mengerjakan tugas maketnya.

Caca yg membelakangi Barra sepertinya memang tak menyadari kehadirannya. Hingga terlintas ide untuk menjaili Caca dalam benaknya.

Barra berjalan mengendap-endap kini dia berhasil ada tepat di belakang Caca tanpa diketahui olehnya. Caca masih sibuk menempel beberapa bagian dari maketnya.

Fiuuhhh…!

Barra meniup telinga Caca yg seketika membuat bulu kuduk Caca meremang. Diangkatnya tangan Caca sebelah untuk meraba tengkuknya. Dia baru merasakan adanya sesuatu disana, dan mulai menoleh ke belakang.

“Barra!” teriak Caca sambil reflek memukul dada Barra yg bidang.

“Aw.. sakit!” Barra pun ikut menimpali sambil meraih tangan Caca yg sempat memukulnya.

“Apa-apaan sih kaget tau!” sewot Caca yg tangannya masih dipegang Barra.

“Iseng..” jawab Barra santai sembari memperlihatkan deretan giginya yg rapi dan bersih.

Tak hanya sampai situ, ide jailnya kembali muncul. Tangan Caca yg sedang dipegangnya kini ditariknya sembari dia duduk diatas dipan dekat Caca.

Hal itu sontak saja membuat Caca tertarik dan kini duduk diatas pangkuannya.

Deg!

Jantung Caca kini berlari sangat cepat. Rona merah terpampang nyata di wajahnya, sayang dia sendiri tidak bisa melihatnya.

Akan tetapi Barra tentu saja menyadari hal itu. Dia bukan lelaki polos yg belum pernah pacaran seperti Caca. Walaupun semenjak di bangku perkuliahan dia tidak pernah lagi pacaran.

Setelah mendapat pesan dari sang oma Barra kini tak ingin menahannya lagi. Dia menjadi lebih agresif kepada Caca, namun saat ini mereka hanya berdua entah jika ada orang lain.

“Apaan lagi sih ini!” sahut Caca mencoba untuk biasa sambil berusaha bangun dari duduknya.

Namun bukan Barra namanya jika melepaskannya begitu saja. Dia kadung kesal dengan Caca karena permintaannya agar Caca mau berlatih basket lagi selalu ditolaknya.

Maka ide gilanya ini akan dia gunakan untuk memanfaatkannya. Kesempatan tak akan datang dua kali, begitu pikirnya.

Alih-alih membantu Caca berdiri, dia malah melingkarkan tangannya di pinggang Caca dan menahannya membuat Caca menjadi duduk kembali.

Caca pun terhenyak kaget, bola matanya membulat sempurna. Kedua wajah mereka kini berhadap-hadapan hanya berjarak beberapa centimeter.

Mereka berdua saling pandang. Barra memandang Caca dalam dan penuh kehangatan hingga membuat Caca memalingkan wajahnya.

“Duh.. meresahkan banget sih liatnya!” batin Caca.

Namun tak sampai disitu, karena jarak mereka yg begitu dekat kini hembusan nafas Barra yg lembut pun membelai leher Caca membuat Caca semakin panas dingin dibuatnya.

Sebelum Caca berontak lagi Barra pun segera mengutarakan ide gilanya.

“Heh.. denger yaa, ini terakhir kalinya gw minta baik-baik. Mulai besok lu latihan basket lagi yaa.. Tugas maket kan hari ini beres nih! Jadi udah ga ada alasan buat nolak lagi…” sahut Barra sedikit tegas.

“Klo gw ga mau?” ngeyel Caca. Dia masih gengsi jika harus langsung menyetujui.

“Gw bakalan bikin idup lu ga tenang kaya sekarang!” jawab Barra menyeringai sambil memajukan wajahnya ke arah Caca.

Deg!

Lagi-lagi jantung Caca tak bisa diajak berkompromi. Klo kaya gini sih emang beneran hidup Caca bakalan ga tenang nih!

“Santai.. Ca, santai… plisss!” Caca memohon pada dirinya sendiri agar tetap tampak biasa saja, walaupun posisi mereka kini luar biasa!

Caca memberanikan diri untuk kembali menatap Barra yg kini wajahnya tampak berbinar. Dia tersenyum sumringah, ekspresi bahagia sungguh kentara di wajahnya.

Saat kedua mata mereka kembali beradu, Barra menaikkan alisnya menyadarkan Caca yg kembali memalingkan wajahnya. Tetapi kini Barra sudah tak bisa lagi menahannya, apalagi setelah mendapat pesan dari sang oma.

Sebelah tangannya kini dia angkat menangkup pipi Caca dan menggerakkannya agar wajah Caca kembali berhadapan dengannya. Masih dengan tangan di pipi Caca dia berkata,

“Gimana? Masih ga mau nurutin?” sahutnya lagi yg kini menatap Caca sayu.

Cukup kesal karena Caca lama tak menjawabnya, kini pandangan mata Barra dia alihkan kebawah. Memandangi bibir ranum Caca yg merah merekah sambil sesekali tangannya mengusap-usap pipi Caca.

Ada perasaan nyaman disana, Caca terhanyut. Hatinya mendesir sesuatu seperti sedang menggelitiki perutnya.. rasanya ingin meledak!

“Nghh..” Caca berusaha menahan erangannya, hampir saja desahan laknat keluar dari mulutnya.

“Gila! Apa-apaan ini…! Aargghhhh..!” Caca berteriak dalam hati merutuki dirinya sendiri. Baru seperti ini saja dia sudah tak kuasa menahan diri. Maklumlah ini pertama kalinya Caca disentuh pria!Hihihi…

Barra tersenyum puas, sepertinya ide gilanya berhasil! Pasti sebentar lagi Caca akan menurutinya. Ternyata benar memang ini cewe masih orisinil, terlihat jelas ketegangan di wajah Caca.

Secepat kilat Caca mendorong wajah Barra yg semakin mendekat ke arahnya. Caca tak ingin terus hanyut. Bisa-bisa dia terbawa suasana seperti dengan Evan dulu hampir saja dia melepas ciuman pertamanya.

Sebenernya kali ini bersama Barra dia ingin merasakannya. Namun kewarasan untung masih berpihak padanya. Dirinya ingin melakukan itu semua karena memang perasaan mereka suka dan suka bukan terpaksa atau coba-coba.

Caca memang wanita yg punya prinsip. Namun entah prinsip yg satu itu akan sampai kapan dia pegang. Masalahnya akhir-akhir ini keadaan seringkali membuat dia tergoda ingin mencobanya.

“Iyaa… udah oke! Besok gw latihan…” ketus Caca.

“Yass!” dalam hati Barra berteriak.

Namun dasar Barra setelah mendapat apa yg diinginkannya, kini dia dengan sengaja menarik Caca untuk berdiri dari pangkuannya. Tentu saja hal itu membuat Caca kaget.

“Sial! Giliran yg dimaunya udah gw turutin aja sekarang gw dipaksa berdiri! Ga sopan banget sih.. ilang deh tuh sweet moment yg tadi..” gerutu Caca dalam hati. “Emang ga bakal mungkin nih cowo bisa romantis kaya drakor di tv.. gw kebanyakan mimpi…!” kesalnya lagi.

Tetapi bukan tanpa sebab juga Barra sekasar itu pada Caca. Dibawah sana miliknya sudah merangsek ingin keluar. Lama-lama berdekatan intens dengan Caca seperti itu membuat si joni cepat berdiri.

Barra sudah tak kuat menahan, untuk menutupinya pun dia sampai ambil bantal di dipan. Ingin segera pergi menjauh darisana namun dia tak mungkin berjalan, itu lebih riskan.

Sedang Caca kembali mengerjakan tugas maketnya dengan wajah cemberut. Ada sedikit perasaan bersalah di diri Barra melihat hal itu, namun segera ditepisnya.

Ingin menjalin hubungan yg lebih tulus membuat Barra mulai memahami sifat cewe yg ada di depannya kini. Dia lebih baik memikirkan bagaimana membuat Caca kembali bahagia daripada harus berkutat dengan rasa bersalahnya.

...****************...

Bab Tiga

Setelah merasa normal kembali, Barra beranjak dari duduknya. Dia menghampiri Caca yg masih berkutat dengan maket rumah kaca miliknya.

Barra akui, Caca memang pintar, maket rumah kaca miliknya kini menjadi sangat bagus dan indah. Entah mengapa kini jika di dekat Caca dan hanya berdua Barra selalu ingin menjaili Caca.

Seperti sekarang dia mencoba menempelkan bahan-bahan yg masih ada di pinggiran rumah kacanya. Namun hal itu justru malah merusak maket yg sudah indah menjadi berantakan. Tentu saja membuat Caca marah.

“Iihh… udah deh diam!” sewot Caca sambil memegang kedua tangan Barra yg mencoba memasangkan ornamen lain di rumah kacanya.

“Bagus tau.. biar makin meriah!” kekeh Barra yg kini mencoba melepas tangannya yg dipegang Caca.

Caca melepas tangan Barra dengan kasar. Dia melipat kedua tangannya di dada sambil cemberut dia berkata, “Terserah deh!” ketusnya.

Kini Caca memilih duduk di dipan menjauhi maketnya yg tengah diisengi Barra. Wajah cemberutnya membuat dia menggemaskan di mata Barra yg lalu menghampirinya ikut duduk di sebelahnya.

“Dih… marah!” goda Barra sambil mencolek dagu Caca.

Seketika Caca memelototinya.

“Ini orang kenapa sih, hari ini perasaan megang-megang muluk! Biasanya juga marah-marah, jutek, hari ini kok agak laen yaa.. kesambet apaan sih?” gerutu Caca dalam hati.

“Tadi abis darimana sih?” ketus Caca.

“Abis.. upacara pembukaan buat pertandingan ntar di universitas. Kenapa emang.. tumben nanya-nanya?” Barra memicingkan matanya.

“Berasa aneh aja! Kirain abis dari kuburan kesambet setan!” jawab Caca sarkas.

“Yee.. bukannya seneng dibantuin malah marah-marah!” Barra menyenggol badan Caca yg ada di sebelahnya membuat badan Caca yg duduk di pinggir dipan asal-asalan, oleng seketika.

Hampir saja pantat Caca mendarat di atas lantai yg dingin. Barra keburu menangkap tangan Caca dengan sekali tarikan, badan mungil Caca kini sudah masuk dalam dekapannya. Tangan Barra sebelah memegang pinggangnya.

“God.. apalagi ini..?” batin Caca. Hatinya berdebar tak karuan. Posisi ini sungguh nyaman, ini yg selalu Caca bayangkan saat-saat sekarang.

Dipeluk… didekap… dibelai.. orang yg dia sukai. Ah.. Elzi telah meracuni pikiran polos Caca! Ini tak bisa dibiarkan..

Caca mendorong dada Barra sekuat tenaga berusaha terlepas dari dekapannya yg penuh kehangatan.

“Aduh! Udah ditolongin juga bukan bilang makasih…” ketus Barra sambil mengusap-usap dada bekas didorong Caca, dan Caca hanya balas mendelik padanya.

Tetiba pintu depan ada yg buka. Untung saja posisi mereka sudah agak berjauhan. Dilihatnya Alex yg berjalan masuk menuju ke arah mereka.

“Dafin udah datang Bar?” tanya Alex.

“Belum!” jawab Barra singkat.

Caca sudah kembali merapihkan maket rumah kaca yg tadi diisengi Barra, sedang Barra beranjak dari dipan tempatnya duduk menuju ke kamarnya.

“Mu kemana lu?” tanya Alex lagi.

“Tidur!” jawab Barra yg kini kembali ke mode juteknya.

“Wah.. Caca sendirian nih! Gw temenin yaa..” sahut Alex sembari mendekati meja besar tempat dimana maketnya disimpan.

Mendengar hal itu Barra kembali keluar dari kamarnya. Dia lalu melewati Alex yg berada di depan Caca, hanya mereka terhalang oleh meja besar. Kini Barra sudah berada di belakang Caca di atas dipan.

“Ga jadi tidur Bar?” tanya Alex heran.

“Dikamar gerah!” jawabnya singkat sambil merebahkan dirinya di belakang Caca.

“Perasaan di kamar lu ada AC?” Alex masih terheran-heran dengan tingkah Barra.

“Mati!” dijawab lagi oleh Barra masih dengan singkat.

“Tinggal dinyalain aja emang gabisa?”

“Bawel lu! Berisik amat!” teriak Barra pada Alex sambil melempar salah satu bantal yg ada diatas dipan.

Mendengar obrolan mereka membuat Caca tersenyum-senyum dalam hati. Emang hari ini dia rasa Barra sangat aneh! Untung saja Alex dengan sigap menangkap bantal itu..

Barra menutup matanya dengan sebelah lengannya. Sedang Caca masih mempercantik maket rumah kaca di depannya. Alex pun tetap setia menonton Caca yg terampil memasangkan setiap bahan pada maketnya.

“Kok ga beres-beres Ca?” Alex memulai obrolan dengan Caca.

Alex senang akhirnya ada juga kesempatan untuk mengobrol dengan Caca. Dari lama dia ingin mengenal Caca lebih dekat, namun selalu batal karena dia merasa takut dicuekin Caca.

“Iyaa.. tau tuh selalu aja ada yg rusak. Setiap gw kesini bagian yg udah ditempel suka ada aja… yg jatuh lagi!” jelas Caca.

“Wah masa sih? Padahal klo gw liat lu ngerjainnya teliti banget, rapih lagi!” puji Alex sambil senyum-senyum.

Mendengar hal itu Barra yg dari tadi pura-pura tidur pun jengah dibuatnya. Udah tau dia yg sengaja buat maketnya ga beres-beres. Klo dibiarin bisa-bisa si Alex bikin Caca curiga lagi.

“Ekhemm..!” Barra berdehem cukup keras.

Sepertinya cukup mengganggu Alex yg kini merasa tak enak dengan Barra.

“Bar, lu tidur ga?” sahut Alex memastikan deheman Barra apakah untuk dirinya atau bukan.

“Khemm..” geram Barra lagi yg sekarang sudah bangun dari tidurnya dan duduk bersandar masih di belakang Caca.

“Kirain lu tidur Bar!?” tanya Alex.

“Gimana mu tidur, lu berisik muluk!” sahut Barra sambil mengorek-ngorek telinganya sebelah.

Alex tersenyum kikuk, dia tahu Barra sedikit terganggu entah benar karena tidurnya yg terganggu ato karena Caca yg Alex ganggu.

Sementara Caca tak peduli lagi dengan tingkah Barra yg memang hari ini agak lain..

“Ah… selesai!” sahut Caca sambil meregangkan kedua tangannya.

Barra dan Alex pun serentak melihat ke arah maket yg disimpan diatas meja besar.

“Mana gw liat..!” seru Barra tak terima tugasnya selesai. “Kok ga ada pohon-pohonan di sekitaran luar rumah kacanya?” tanya Barra.

“Kemarin sih udah ada.. pas tadi gw kesini udah pada copot dan ilang ga tau pada kemana sih..?!” Caca malah balik bertanya.

“Berarti belum selesai! Besok lu masih harus kesini..!” perintah Barra.

Alex tentu saja heran melihat Barra seperti ini. Biasanya Barra tak akan meributkan hal kecil seperti itu apalagi dengan perempuan.

Dia paling anti berurusan dengan seorang perempuan lebih baik dihindarinya. Namun kali ini malah seperti sengaja menahan Caca agar selalu datang ke markas.

Dan memang baru Caca saja perempuan yg Barra minta datang ke tempatnya. Klo yg lain sih pada maksa datang sendiri, apalagi seorang Monica.

“Euh.. tadi maksa nyuruh latihan basket besok, sekarang nyuruh kesini lagi! Jadi maunya gimana?” keluh Caca.

Mendengar hal itu dari mulut Caca sontak Alex membulatkan matanya, baru kali ini Barra banyak maunya sama seorang cewe. Klo aja Monica yg ada di posisi Caca pasti dia bakal dengan senang hati menuruti apa maunya Barra ga bakalan ngeluh kaya Caca.

“Bener-bener nih ada yg ga beres sama si Barra!” batin Alex.

“Yaudahlah latihan basket aja, biarin ini tugas maket gw yg beresin..” jawab Barra ketus.

“Duh..duh..duh.. pake ngerasa kepaksa lagi. Tugasnya sendiri padahal!” gerutu Alex lagi dalam hati. Jadi dia yg gemas sendiri dengan tingkah temannya yg satu itu kepada Caca.

Mendengar jawaban Barra, Caca merasa sedikit lega walau dia mulai besok harus mulai latihan basket lagi. Tapi setidaknya dia bisa bersama-sama dengan geng Geje lagi setelah hampir 2 minggu Caca jarang bersama mereka.

“Akhirnya… hukuman gw selesai yaa..” sahut Caca sambil mengangkat ujung bibirnya sebelah dan menaikkan kedua alisnya.

Barra tak menjawabnya, dia malah memasang wajah juteknya. Alex yg mengamati dua orang di depannya itu tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!