Sebuah rumah sederhana yang letaknya jauh dari desa, yaitu rumah yang dekat di kaki bukit.
Rumah sederhana itu di huni oleh sepasang suami istri yang belum sampai setahun menikah.
Perempuan yang bernama Adinda itu sedang mengandung buah cinta nya dengan suaminya.
Suami Dinda yang bernama Ardi itu bekerja sebagai tukang kebun.
Kedua pasutri itu hidup bahagia, kehidupan yang jauh dari kota membuat keduanya jauh dari teknologi yang moderen.
Keduanya hidup berbahagia walau sederhana, suami Dinda setiap pagi meninggalkan adinda dirumah seorang diri, suaminya pergi bekerja di kebun mereka.
Hingga di suatu hari naas datang tanpa seorang pun yang tau, musibah yang datang membuat keluarga kecil itu berantakan.
"Mas, ini bekalnya sudah adek siapkan." Ucap Dinda pada suaminya yang sedang bersiap hendak pergi ke kebun.
"Iya sayang, terimakasih ya?" sahut Ardi suaminya Adinda.
Adinda mengangguk dan tersenyum manis pada suaminya. Setiap pagi menyiapkan bekal sudah menjadi rutinitas Dinda untuk suaminya.
Setelah memberi tahu bekal sudah disiapkan untuk suaminya, Dinda keluar dan duduk santai di teras rumah nya yang sederhana itu.
"Sayang,apa kamu tidak menginginkan sesuatu?" tanya Ardi pada Dinda istrinya, karena selama kehamilan Dinda, istrinya itu tidak pernah mengidam apapun, karena itu Ardi selalu menanyakan pada istrinya.
Ardi adalah suami yang siaga, Ardi juga suami yang sangat perhatian, dia tidak pernah membuat Adinda menangis ataupun kelelahan. Ardi juga sangat lembut memperlakukan adinda, karena kebaikan dan kelembutan lelaki itulah yang membuat Adinda mencintai suaminya dengan segenap jiwa raganya.
"Sayang, mas berangkat ya ? Kamu baik-baik dirumah!"
"Iya mas, mas juga hati-hati!" balas Dinda.
Dinda bangun dari duduknya, dia mencium punggung tangan suaminya, Ardi juga merangkul Dinda, dia mencium kening istrinya, kemudian dia mengelus perut buncit istri yang sangat di cintainya itu.
Selepas kepergian suaminya, Dinda kembali masuk kedalam rumahnya yang sederhana itu, dia melakukan pekerjaan rumahnya yang mesti dia kerjakan.
Hi hui...Doni kamu nyetir seperti Anak kecil, kamu sangat lambat." ucap Reno sembari minum minuman keras dan menggoyang-goyangkan kepalanya.
"Hei Reno kamu sabarlah, ini Doni sudah sangat kencang nyetirnya!" protes Dedi yang duduk di sebelah Doni mengemudi.
Doni, Reno, dan Dedi ketiga orang itu adalah pemabuk dan penjudi, sekarang mereka ingin menjelajahi hutan untuk mencari binatang yang ingin mereka buru untuk di jual.
Tidak lama kemudian ketiga mereka sampai di kaki gunung, setelah memarkirkan mobilnya di tempat yang sedikit tersembunyi, ketiga nya berjalan kaki menelusuri jalan yang tidak begitu lebar, bisa di bilang jalan setapak.
Tidak lama kemudian sampailah mereka di depan rumah kecil yaitu rumah Ardi dan Dinda.
Kebetulan Dinda berada di depan rumah sedang menjemur pakaian. Adinda adalah gadis cantik mempunyai kulit putih bersih dan hidung mancung.
Tentu saja siapa lelaki yang melihat akan di buat kagum dan jatuh cinta padanya.
Reno,Doni dan Dedi, berhenti karena melihat seorang wanita cantik yang sedang menjemur pakaian.
"Doni, Dedi, lihat lah ada perempuan cantik bangat!" Reno susah menelan salivanya, jakunnya naik turun, melihat betis mulus Adinda saat baju belakang bawahnya terangkat ketika tangannya ke atas saat menjemur pakaian.
"Sempurna." ucap Doni yang juga sudah menelan salivanya. Ketiganya sudah bergairah melihat betis mulus Adinda, bagai mana jika mereka melihat wajah yang begitu cantik, pasti ketiganya tidak akan tahan.
"Tunggu, dia sedang hamil, lihat saja perut nya sudah buncit?" ucap Dedi menahan langkah kedua temannya.
Hahaha, keduanya nya tertawa, seolah meledek Dedi yang menahan mereka.
" Itulah yang membuat lebih nikmat, kalian tidak pernah 'kan menggauli wanita hamil?" tanya Reno pada Dedi dan Doni.
Keduanya menggeleng, karena memang mereka tidak pernah menikmati mangsa mereka yang sedang hamil. Namun keduanya itu sudah penasaran dengan rasa yang Reno katakan.
Ketiganya berbisik dan mencari ide untuk membuat Adinda tidak curiga. Setelah mengatur rencana dengan ide mereka, akhirnya ketiganya berjalan mendekati Adinda yang sedang menjemur baju cuciannya.
Desa yang di tempati Ardi dan Dinda tidak banyak rumah, hanya ada beberapa rumah saja, itupun sangat jarak terpisah antara rumah yang satu dengan rumah lainnya.
Dan rumah Adinda terletak di penghujung, yaitu rumah terakhir, setelah rumah Dinda hanya ada gunung yang terbentang indah.
"Hai, Mbak," sapa Reno.
Adinda menoleh dengan sedikit tersentak karena tidak biasanya ada orang yang menyapanya.
"Eh, ada apa, kalian siapa?" tanya Dinda tergugup karena tidak pernah melihat ketiga lelaki yang berada di depannya sekarang.
"Kami dari kota Mbak, dan kami kesini mau menaiki gunung itu." tunjuk Reno ke arah gunung yang nampak tidak jauh dari rumah Dinda.
Dinda pun mengangguk, tidak ada rasa curiga sedikitpun, karena pendaki seperti mereka sudah sering datang, dan sudah banyak yang datang untuk mendaki, hanya mereka saja yang menyapa Dinda.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Dinda, siapa tau mereka mau menanyakan jalan untuk menuju gunung itu.
"Ah kebetulan, boleh gak ? kami minta di isi air ke botol ini, karena air kami sudah habis." Reno sengaja memberi botol kosong ke tangan adinda.
Sedangkan Dedi dan Doni hanya berdiri saja sambil menikmati kecantikan Adinda dan kemolekan tubuhnya.Tanpa Adinda tau pusaka ketiga orang itu sudah meronta dari tempat persembunyian nya.
Adinda langsung mengambil botol yang di sodorkan Reno, tidak ada salahnya hanya memberikan mereka air, pikir Dinda.
"Baiklah, tapi anda dan teman anda tunggu disini! maaf tidak saya ajak masuk, karena suami saya sedang tidak di rumah !" Dinda langsung berjalan masuk kerumahnya.
Saat sampai di pintu utama, Dinda menoleh kepada tiga orang itu,namun Dinda melihat ketiganya masih berdiri di sana, dimana Dinda menyuruh mereka menunggu.
Setelah Dinda masuk, ketiga orang itu langsung menghampiri pintu utama rumah Dinda, mereka mengunci pintu itu dengan pelan agar tidak terdengar oleh pemilik rumah.
Reno segera mendekati Dinda yang sedang mengisi air, dia langsung memeluk tubuh Dinda dari belakang.
Dinda sangat terkejut dengan aksi Reno yang begitu kurang ajar, dengan cepat Dinda berbalik dan melayangkan tamparan ke pipi Reno.
"Anda jangan kurang ajar, keluar dari rumah ku!" titah Dinda dengan sedikit takut.
"Hahaha, kami tidak kurang ajar, kami hanya ingin menemani Mbak biar tidak sendirian." timpal Dedi dan Doni sembari berjalan mendekat.
Keduanya langsung memegang kedua tangan Dinda dengan sigap. Dinda sudah mulai ketakutan, tubuhnya gemetar, dia terus meronta mencoba melepaskan diri.
Reno langsung mengangkat dagu Dinda dan melumat bibir ping Dinda yang rasa Cherry itu. Dinda menggigit bibir Reno yang melumat bibirnya rakus.
Bersambung.
Plak...terdengar tamparan yang begitu keras di pipi manis Dinda, seketika pipi nya memanas.
"Kurang ajar, berani kamu menggigit bibirku." Reno murka karena bibirnya di gigit oleh Dinda.
"Pergi, pergi kalian, jangan ganggu aku!" Dinda saat ini sudah di landa ketakutan, walau pun tampar yang begitu keras hingga membuat dia terhuyung, Dinda sudah tidak peduli.
Dinda benar-benar takut, dia takut kalau ketiga orang yang nampak asing baginya, akan berbuat jahat pada saat rinya.
"Hei, tidak usah takut, kami hanya ingin bersenang-senang aja dengan mu, kami tidak akan menyakiti mu, jika kamu mau melayani kami." Ujar Doni tertawa seolah ini lucu baginya.
Padahal Dinda sudah sangat ketakutan, tanpa menunggu lebih lama lagi, Reno langsung merobek baju yang di pakai oleh Dinda.
Kedua tangan Dinda sudah tidak bisa di gerakkan lagi, karena kedua tangannya sudah di pegang oleh Doni dan Dedi.
Reno langsung merobek baju Dinda hingga tubuh Dinda ter pang-pang jelas, tubuh putih bersih itu yang selalu Dinda jaga hanya untuk orang yang di cintainya yaitu suaminya, kini tubuh itu sudah di nikmati oleh tiga orang asing yang tidak dia kenal sama sekali.
Kini tubuh Dinda hanya tersisa penutup gunung kembar yang berbentuk kaca mata saja.
Dinda berteriak meminta tolong, namun sayang di lokasi rumah Dinda sangat jarang sekali ada orang lewat, Dinda terus meronta dan menangis sembari berteriak meminta tolong.
"Mas, mas Ardi tolong aku, tolong aku mas, pergi kalian!" titah Dinda pada ketiga orang yang tidak dia kenal itu.
Reno langsung membekap mulut Dinda,dan Reno juga mengikat kedua tangan Dinda kebelakang, Dinda hanya bisa menangis meronta, walau pun dia tau orang lain atau suaminya tidak bisa mendengarnya karena mulutnya yang sudah di bekap dengan bra miliknya sendiri.
Setelah tangan Dinda di ikat dan tubuhnya di bentangkan di meja makan, Reno langsung bermain di gunung kembar Dinda yang sangat montok dan menggoda.
"Hei, apa kalian tidak mau mencoba,ini sangat nikmat?" tanya Reno pada Doni dan Dedi.
Doni dan Dedi yang tadi hanya memegang kedua kaki Dinda,mereka langsung melepaskan pegangannya karena mendapat pertanyaan dari Reno begitu.
Mereka berdua langsung meremas kasar gunung kembar Dinda hingga membuat Dinda menjerit kesakitan, namun jeritan Dinda tidak terdengar oleh mereka karena mulutnya yang sudah di bekap, jadi Dinda hanya mampu mengeluarkan air matanya saja.
Reno yang melihat kedua temannya begitu agresif, dia tertawa sembari merobek kain berbentuk segi tiga yang membungkus mahkota Dinda.
Reno dengan tidak sabar dia langsung mengeluarkan benda pusakanya yang begitu keras, dia langsung menancapkan pusakanya itu ke mahkota Dinda.
Kemudian Reno tarik ulur pusakanya itu dengan sangat kasar dan cepat, Dinda yang mulutnya ter bekap hanya mampu mengeluarkan air matanya sembari menahan sakit.
Setelah beberapa menit Reno menyuruh kedua temannya untuk menggantikannya sementara, Doni dan Dedi langsung menggantikan Reno,melalui belakang dan depan sekaligus.
Dinda sangat kesakitan, dia sudah mulai lemas, namun ketiga orang itu tidak peduli, mereka terus menikmati kenikmatan tubuh Dinda secara bergantian.
Mereka melakukannya dengan begitu kasar, Dinda tidak bisa lagi menahan kesakitan di bagian sensitifnya dan juga di perutnya.
Ketiga orang itu terus melakukannya dengan berganti-ganti posisi, hingga beberapa menit kemudian ketiganya mengeluarkan lahar panas ke area sensitif Dinda.
Dinda sudah sangat lemas dan tidak bertenaga lagi, dia sudah tidak bisa untuk berdiri, perut yang sudah sangat sakit dan area sensitifnya yang sakit juga mengeluarkan darah segar.
Reno melepaskan kain yang membekap mulut Dinda, namun Dinda sudah tidak mampu berteriak lagi, jangankan berteriak bersuara pelan saja sudah tidak mampu.
Dinda sudah terlentang di lantai,tangan nya sudah di lepas, ketiga orang itu kemudian mengencingi Dinda yang sudah tidak bisa bergerak, ketiganya tertawa puas.
"Hei lihat, ada darah, apa dia keguguran?" tanya Doni.
"Bodoh, itu darah karena kemaluannya koyak oleh kita, itu tandanya kita masih perkasa." sahut Reno tanpa ada rasa bersalah.
Kalau Dinda jangan di tanya lagi, perempuan itu sungguh sangat kesakitan, dia ketiga orang itu seperti bukan manusia, tidak ada sedikitpun rasa kasihan pada mereka bertiga.
"Sekarang bagai mana, kita apakan dia?" tanya Dedi yang merasa tidak pantas tubuh Dinda di biarkan begitu saja.
Dedi bukan kasihan, dia hanya takut kalau nanti Dinda melaporkan perbuatan mereka pada polisi, jadi otomatis ketiganya akan meringkuk di dalam penjara.
"Sudah biarkan saja, yang penting kita sudah puas menikmati wanita cantik dan mulus ini. "timpal Doni. Sedangkan Reno hanya mengangguk mengiyakan perkataan Doni.
Ketika mereka hendak pergi, Adinda yang sudah sangat lemas dan menahan sakit, dia mencoba beringsut, dan meraih pisau dapur, Dinda hendak menusuk Reno, namun sayang niat Dinda di ketahui oleh Doni.
"Reno awas!" Doni berteriak menyuruh temannya. Reno langsung berbalik dan mengelak hingga Dinda hanya menusuk angin saja.
Reno yang sudah marah, dia langsung mengambil pisau itu, dan tanpa rasa kasihan langsung menusuk perut Dinda yang sudah tengkurap di lantai.
Reno bukan hanya menusuk Dinda sekali, tapi dia melakukannya hingga beberapa kali, Reno juga memotong puncak bukit gunung kembar Dinda.
Dinda sudah tidak bernyawa, wanita malang itu tewas di tangan Reno, Doni dan Dedi.
Setelah memastikan Adinda sudah mati, ketiganya tertawa dan langsung pergi dari rumah itu agar tidak di ketahui oleh orang.
Sedangkan tubuh Dinda yang sudah tidak bernyawa mereka biarkan begitu saja. Ketiganya tanpa ada niat untuk menutup tubuh malang yang sudah mereka nikmati bergiliran.
sedangkan Ardi yang masih berada di kebun, dia merasa kalau perasaannya tidak enak, dia gelisah, namun dia tidak tau kalau istrinya sudah meninggal karena kebiadaban tiga orang yang sudah tidak pantas di sebut manusia.
" Kenapa perasaan ku tidak enak, apa terjadi sesuatu sama Dinda?" tanya Ardi pada dirinya sendiri. Ardi sejak tadi sudah tidak melakukan pekerjaannya, karena perasaan nya sudah tidak enak.
Ardi dan Dinda seperti punya ikatan batin, tanpa berpikir panjang lagi, Ardi langsung mengambil motor bututnya, dia segera pulang.
Reno, Doni dan Dedi, ketiganya sudah pulang, mereka tidak melanjutkan buruannya lagi, niatnya datang kesini untuk berburu binatang, tapi yang namanya rezeki tidak akan kemana.
Ketiganya sangat puas memburu seorang wanita cantik yang sedang mengandung, ketiga nya pulang ke kota dengan hati yang bahagia. Bagai mana tidak bahagia, buruan mereka sangat cantik, seksi, dan juga sangat montok.
Sampai di halaman rumah, Ardi langsung memarkirkan motornya, dia langsung mendekati pintu yang terbuka.
Namun saat dia masuk kedalam...
Bersambung.
Ketika Ardi sampai di dalam dia melihat rumahnya sudah sangat berantakan, ternyata Reno, Doni dan Dedi tidak hanya memperkosa istrinya saja, tapi dia juga mengambil uang simpanan Dedi dan perhiasan istrinya.
Ardi berjalan menelusuri dapur, dia melihat ada darah dan juga meja makan sudah berantakan, Ardi mencoba memanggil istrinya karena tidak biasanya Dinda tidak menyambut dirinya pulang.
"Sayang,kamu di mana? mas pulang."Ardi terus berteriak memanggil istrinya.Perasaan Ardi sudah tidak karuan, hatinya sudah sangat gelisah, perasaan yang tidak mengenakan sudah mulai merasuki dirinya.
Tiba-tiba teriakan Ardi terhenti saat matanya melihat pisau dapur berdarah tergeletak di depan nya. Ardi mengambil pisau itu dan melihat dengan intens agar lebih jelas.
"Darah."Gumamnya pelan. Ardi mengikuti darah yang berceceran di lantai, dan sesaat kemudian matanya membulat sempurna, dadanya bergemuruh hebat, jantungnya terpompa dengan begitu tajam.
Seketika tubuh Ardi merasa lemas, kakinya seolah tidak lagi mampu menopang tubuhnya, air mata Ardi keluar tanpa di minta, walaupun lemas Ardi berusaha melangkah dengan lunglai mendekati tubuh istrinya yang sudah terbaring di lantai.
Tubuh yang telanjang tanpa benang sehelai pun, tubuh Dinda sudah berlumuran darah, beberapa tusukan membuat tubuhnya terus mengeluarkan darah apalagi di bagian paha Dinda sangat banyak darah yang keluar.
"Sayang," lirih Ardi langsung terduduk memeluk tubuh pucat istrinya, hati Ardi terasa remuk redam, dunia Ardi terasa gelap. Bagai mana tidak istri yang sangat dia cintai kini hanya terbaring tidak bernyawa lagi.
Yang lebih membuat Ardi hancur adalah Anak yang di kandung oleh istrinya, Anak yang sudah di nantikan kehadirannya beberapa bulan lagi.
Kini semua sudah tidak ada lagi, Ardi menangis meraung sejadi jadinya, Kebahagian Ardi lenyap sudah bersama istri yang sangat dia cintai.
"Sayang, siapa yang melakukan ini?" Ardi bertanya sambil menangis dan terus memeluk tubuh istrinya yang pucat sudah tidak bernyawa. Namun sayang siapa yang bisa menjawab pertanyaan Ardi, istrinya tidak akan mungkin menjawab.
Ardi seketika terbayang saat tadi pagi dia mau berangkat kerja, Ardi mencium dan mengelus perut buncit istrinya. Ardi tidak menyangka kalau tadi pagi hari terakhir dia bersama istrinya.
Perbuatan bejat tiga orang itu membuat Ardi kehilangan istri dan Anak nya. Bukan hanya itu, Ardi juga kehilangan arah. Ardi sungguh sangat terpukul seandainya dia tau siapa orang yang sudah membuat istrinya menjadi begini, Ardi pasti tidak akan mengampuninya, dia akan membunuh orang itu biar sama seperti istri dan Anak yang di kandungnya.
Setelah puas menangis Ardi mengambil kain dan menutupi tubuh pucat istrinya yang tidak bernyawa lagi.
Ardi segera keluar dari rumah itu, dia melihat siapa saja yang lewat atau pulang dari kebun. Ardi ingin meminta bantuan pada siapa saja yang lewat.
Benar saja, tidak lama kemudian sepasang orang paruh baya pun lewat, kedua pasangan itu baru saja pulang dari kebun.
"Ada apa mas Ardi?" tanya pasangan paruh baya itu yang tidak lain adalah Pak Budi dan Ibu Ani.
Ardi langsung menjawab,kalau istrinya sudah meninggal saat dia pulang dari kebun, Pak Budi dan Ibu Ani tentu saja terkejut dengan perbuatan Ardi.
Pak Budi langsung memarkirkan motor butut nya sembarang, kedua paruh baya itu dengan tergesa-gesa melangkah menuju masuk kedalam rumah Ardi.
Sedangkan jenazah Adinda sudah Ardi tutupi dengan sprei dan dia letakkan di atas tempat tidurnya. Ibu Ani kemudian membuka penutup jenazah Adinda.
Perempuan paruh baya itu sangat terkejut dengan jenazah Dinda yang berlumuran darah dan juga terlihat banyak tusukan.
kemudian Bu Ani menoleh pandangannya menatap Ardi dengan tatapan curiga.
Ardi masih dengan tangisan dan air matanya, Pak Budi yang peka dengan tatapan istrinya untuk Ardi segera bertanya.
"Nak Ardi,kenapa Adinda bisa meninggal, apa yang terjadi?"tanya Pak Budi curiga.
Kemudian Ardi menceritakan semuanya dengan detail dan sebagai mana yang dia lihat.
"Aku tidak tau Pak,Bu, tadi pagi aku ke kebun, di sana perasaan aku tidak enak, lalu aku pulang, ketika aku masuk rumah aku melihat rumah sudah sangat berantakan."
Kemudian Ardi melanjutkan ceritanya hingga sampai Ardi memanggil Pak Budi dan Bu Ani.
Kedua pasangan paruh baya itu terlihat menganggukkan kepala dengan arti mereka paham dengan cerita Ardi.
"Bukankah istri kamu sedang hamil?" tanya Ibu Ani pada Ardi.
"Benar Bu, Dinda sedang mengandung dan sudah memasuki tujuh bulan." Jawab Ardi dengan raut wajah yang sedih dan juga air matanya yang terus membasahi kedua pipinya.
"Gimana keadaan jenazahnya?" tanya Pak Budi berbisik pada istrinya. Ibu Ani langsung menjatuhkan air matanya, perempuan paruh baya itu juga sangat sedih dan merasa kasihan melihat kondisi jenazah Adinda.
"Sangat menyayat hati Pak, menurut Ibu Dinda di bunuh oleh orang, tapi Ibu tidak tau pasti." Jawab Bu Ani dengan raut wajah yang sedih.
Pak Budi mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda dia juga ikut prihatin dengan kejadian yang menimpa Adinda istrinya Ardi.
"Lebih baik Nak Ardi telpon polisi, biar di autopsi agar kita tau apa yang menimpa istri mu!" usul Pak Budi pada Ardi.
"Bapak saja yang telpon, kasihan Nak Ardi dia sangat terpukul!" timpal Bu Ani.
Kemudian Pak Budi langsung merogoh ponselnya dan segera menghubungi kantor polisi terdekat.
Setelah menghubungi polisi dan rumah sakit, Pak Budi juga menghubungi RT setempat.
Biar bagai mana pun Pak RT harus tau kalau salah satu warganya mengalami musibah.
Pak Budi mengelus-elus pundak Ardi, selain merasa kasihan Pak Budi juga menyemangati Ardi agar tidak terpuruk dengan musibah yang di alaminya.
Suami mana yang tidak akan menangis dan terpukul jika melihat istri tercintanya meninggal, apalagi yang di alami oleh Dinda, kematian Dinda sangat tidak wajar, nyawa Dinda di renggut paksa oleh orang-orang bejat yang tidak bertanggung jawab.
Tidak lama kemudian mobil ambulance dan juga mobil polisi sudah terdengar sirine nya berbunyi. Pak RT juga berada di belakang mobil polisi dengan menggunakan motornya.
Mobil berhenti di halaman rumah Dinda yang luas, walau rumah Ardi tidak besar, namun halaman nya sangat luas. Biasa kalau rumah di pedalaman walau rumah kecil tapi halaman nya sangat luas.
Setelah terparkir dengan rapi, anggota polisi dan pihak rumah sakit langsung masuk kedalam rumah Ardi. Polisi langsung menghampiri jenazah Dinda bersama pihak rumah sakit.
Pak RT juga sangat terkejut melihat ke adaan jenazah Dinda hingga sampai mengelus dada.
"Ardi,kamu yang sabar, ini semua musibah, apapun yang terjadi pada istri mu anggaplah ini sudah suratan!" ujar Pak RT menyemangati Ardi yang masih menangis.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!