Sebuah motor dan mobil saling berlomba dijalan raya, siapa lagi jika bukan Elang dan Merpati.
Dua saudara kembar yang berbeda sifat. Yang satu dingin dan cuek pada lawan jenis, dan yang satunya bar bar.
Hari ini adalah hari pertama mereka masuk kampus. Setelah menyelesaikan sekolah menengah mereka.
Merpati yang menunggangi kuda besi nya itu menoleh ke mobil di belakangnya. kemudian ia menancap gas agar lebih laju.
"Awas dek!" teriak Elang.
Merpati mengerem secara mendadak saat melihat seorang nenek menyebrang jalan bersama cucunya.
Merpati mengelus dadanya karena hanya tinggal sedikit lagi ia akan menabrak nenek itu.
"Nenek tidak apa-apa? Adik tidak apa-apa?" tanya Merpati cemas.
Keduanya menggeleng, mereka masih shock dan masih mematung ditempatnya. Merpati segera memeluk adik itu.
"Tenang ya, jangan cemas," ucapnya. Padahal dia sendiri juga cemas.
"Nenek baik-baik saja?" tanya Elang yang juga keluar dari mobil.
Nenek itu menggeleng, ia belum bisa berbicara karena masih shock. Andai saja Merpati tidak mengerem cepat, mungkin nenek dan cucunya sudah tertabrak.
Merpati memberikan uang sakunya untuk nenek itu sebagai kompensasi karena shock. Nenek itu menolak, namun Merpati memaksanya.
"Kita sudah terlambat," ucap Merpati. Kemudian iapun berpamitan kepada nenek itu.
Merpati tidak sadar jika sikunya terluka, karena saat ia mengerem secara mendadak, motornya tumbang.
Ponsel Merpati berdering tertera nama pemanggil paman kecil. Mengapa paman kecil, karena usia nya lebih muda dari Merpati dan Elang.
Namun mereka satu angkatan dalam sekolah, karena Elang dan Merpati sengaja menunggu nya saat masuk sekolah dulu.
Karena mereka ingin bersama-sama dalam satu sekolah. Dan masuk di universitas yang sama dan jurusan yang sama.
"Assalamualaikum paman," ucap Merpati.
"Wa'allaikum sallam, sudah berapa kali aku bilang jangan panggil paman, apalagi jika di kampus."
"Lah kan benar Paman itu, Pamanku. Salahnya dimana coba, aku tidak mau kurang ajar ya? Nanti aku diomeli mama dan nenek dan mengira aku ponakan kurang ajar, kurang sopan santun. Walaupun iya," ucap Merpati.
Marvel menutup mulutnya menahan tawa. "Kalian dimana? Kok belum datang, aku sudah tiba di kampus nih."
"Masih dijalan, sebentar lagi kok. Udah dulu ya, assalamualaikum."
Panggilan telepon pun terputus secara sepihak. Merpati kembali menyimpan ponselnya di saku jaketnya.
Sedangkan Elang sudah berjalan lebih dulu tanpa menunggu Merpati. Tapi gak apa-apa, Merpati sudah terbiasa ngebut.
"Alhamdulillah belum terlambat," gumam Merpati.
Merpati melepas jaket dan helmnya, dan hanya memakai kemeja putih celana hitam. Ia berjalan cepat memasuki kampus.
"Paman!" Merpati langsung merangkul leher pria itu dari belakang. Tanpa melihat siapa yang ia rangkul.
Karena postur tubuh pria itu lebih tinggi, jadi pria itu tertunduk karena rangkulan Merpati. Pria yang memakai Hoodie warna abu-abu itu menoleh.
Ia hendak memaki, siapa yang sudah berani merangkulnya? Namun tidak jadi saat melihat ternyata seorang gadis.
"Eh ... maaf, maaf," ucap Merpati menangkup kedua tangannya didada. Kemudian ia berlari karena malu.
Pria itu memandang Merpati yang berlari tanpa ekspresi. Karena dia juga pria dingin yang cuek.
Meskipun begitu, banyak cewek yang menyukainya karena ketampanannya. Dia bernama Hansen Johnson, seorang senior di kampus ini.
Setelah merasa cukup jauh, Merpati pun menghentikan larinya. Ia berjalan santai menuju ruang Dekan.
"Mengapa lama, Dek?" tanya Elang.
"Ada kesalahan teknis tadi, jadi telat," jawabnya enteng.
Kemudian merekapun masuk ke ruang Dekan untuk mendaftar ulang atas kehadiran mereka.
"Huuh ... Akhirnya selesai juga," ucap Merpati saat sudah keluar dari ruang Dekan.
Kemudian Merpati pun berjalan ke toilet. Saat di lorong kampus menuju toilet, Merpati dihadang empat orang senior wanita.
"Jauhi Hansen," ucap salah satu wanita dari empat orang tersebut.
"Hansen? Siapa?" tanya Merpati yang memang tidak mengenali nama itu.
Kemudian wanita itu memberi kode kepada rekannya untuk menangkap Merpati. Mereka belum tahu jika Merpati jinak tapi susah didekati.
Merpati mundur beberapa langkah. "Mau apa kalian? Aku tidak punya masalah dengan kalian."
"Jangan pura-pura tidak tahu," jawab wanita itu.
Dua orang berhasil menangkap Merpati dan memegang tangannya kiri dan kanan. Merpati tidak berontak sedikitpun.
Wanita itu maju. "Kenalkan, namaku Olivia anak orang kaya, jika kau berani melawanku maka ...."
Olivia meletakkan jari dileher nya lalu menggerakkan nya seolah memotong. Namun Merpati masih terlihat tenang-tenang saja.
Olivia semakin mendekat dan tersenyum sinis karena mengira Merpati tidak berdaya. Olivia mengangkat tangannya dan ...
Plaak ... Satu tamparan mendarat dipipi rekannya, karena Merpati menjadikan salah satu dari yang memegang tangannya sebagai tameng.
"Aww!" pekik rekannya itu. Dan kesempatan itu Merpati gunakan untuk melarikan diri setelah ia berhasil menginjak kaki salah satu yang memegang tangannya.
Merpati mengurungkan niatnya untuk ke toilet. Untuk sementara ia ingin menghindari perkelahian.
Karena sewaktu di sekolah SMA dulu, ia beberapa kali kena skors dari sekolah karena kedapatan berkelahi.
Sebenarnya ia hanya membela diri, tapi untuk bersikap adil, guru harus memberikan hukuman kepada mereka semua. Beruntung otaknya cerdas jadi ia bisa lulus dengan nilai sempurna.
"Aku baru masuk, tidak mungkin aku membuat onar lagi," gumam Merpati.
Saat berlari, Merpati tidak sengaja menabrak pria tadi yang ia rangkul. Namun Merpati tidak terlalu memperhatikan wajahnya.
"Maaf." Hanya itu yang Merpati ucapkan. Kemudian ia melanjutkan larinya.
Hansen melihat Merpati yang berlari, kemudian melihat kearah Olivia dan rekannya. Hansen seketika mengerti.
Dan mahasiswa-mahasiswi pun tidak heran lagi dengan kejadian ini, karena ini bukan yang pertama kalinya.
"Mengapa kamu?" tanya Marvel.
"Ada setan, ada setan empat setan di jalan ke toilet," jawab Merpati.
"Setan? Mana ada setan pagi-pagi begini?" tanya Darrel.
"Ada, cantik sih, tapi lebih seram," jawab Merpati.
"Ada-ada saja kamu dek," ucap Elang.
"Sudah, sebentar lagi kita pulang, hari ini kita belum ada kelas. tadi Dekan sudah bilang, jika besok baru masuk," kata Marvel.
"Wah senang dong, Paman bisa cepat pulang," kata Merpati.
"Ssst, sudah ku bilang, jangan panggil paman," ucap Marvel yang tidak mau dipanggil paman. Apalagi jika ada embel-embel kecil dibelakang nya.
Seakan harga dirinya tidak ada sama sekali. Namun Merpati masih saja memanggil nya paman kecil.
Dari kejauhan, Hansen memandang mereka yang sedang mengobrol. Hansen tidak peduli, ia lebih suka sendiri.
Entahlah, dia tidak suka memiliki teman yang hanya memanfaatkan dirinya saja. Dia berpikir lebih baik tidak punya teman.
"Hansen!" panggil Olivia.
Hansen tidak menggubris nya sama sekali, ia malah sibuk dengan ponselnya. Seolah kehadiran Olivia tidak penting baginya.
....
Hai semuanya, kisah Elang dan Merpati sudah aku tulis, ya. Semoga kalian suka dengan karya recehku kali ini.
Kisah cinta remaja cewek bar bar dan cowok dingin. Mungkin kisah seperti ini sudah sering kalian baca.
Tapi aku harap kalian suka dengan ceritaku kali ini. Tadinya bingung mau yang mana duluan, namun setelah di undi. Ternyata yang dapat cerita ini dulu.
Selamat membaca, jangan lupa tinggalkan jejak jika kalian suka. Like, komen, dan subscribe atau favorit kan. Gift juga boleh, seikhlas kalian.
Hansen bangkit dari duduknya dan berjalan tanpa menghiraukan Olivia dan rekannya. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh Olivia, namun tidak ada satupun yang mengesankan bagi Hansen.
"Hansen, aku akan bilang pada Tante jika kamu mengacuhkan aku!"
Hansen menoleh, kemudian ia melangkah maju kearah Olivia. Olivia tersenyum dan mengira trik nya berhasil.
"Kamu pikir kamu siapa? Pikir!"
Hansen kemudian berbalik dan benar-benar pergi dari tempat itu. Ia benar-benar muak dengan sikap manja Olivia.
Ditambah lagi Olivia suka membully mereka yang mencoba dekat dengan Hansen. Hansen pun jadi malas untuk mengikuti kelas.
Ia berjalan melewati Merpati yang sedang ngobrol dengan saudara dan paman nya itu. Hansen dengan headset bluetooth ditelinga nya dan kepalanya di tutup oleh penutup Hoodie, melewati mereka tanpa menoleh.
Merpati juga tidak peduli, apalagi mereka tidak saling kenal satu sama lain. Merpati hanya sibuk dengan paman dan saudaranya itu.
"Aku mau pulang saja," ucap Merpati pada mereka bertiga.
"Aku juga," kata Darrel.
"Kalian, niat belajar gak sih? Setidaknya kita ke perpustakaan dulu lah," kata Marvel.
"Sejak kapan kamu rajin belajar?" tanya Elang.
"Papaku sudah tua, siapa lagi penerusnya jika bukan aku?" tanya Marvel.
"Iya benar banget, kalau begitu kamu aja yang ke perpustakaan, aku mau pulang, yuk!" Merpati menarik tangan Darrel pelan.
Darrel pun ngikuti Merpati, Elang dan Marvel tidak punya pilihan lain selain ikut juga. Diparkiran, mereka masuk kedalam mobil masing-masing.
Hanya Merpati yang mengendarai motor sport miliknya. Hadiah dari Alvaro waktu ulang tahunnya yang ke 17.
Sekarang usianya sudah 19 tahun, hanya itu yang ia inginkan dari sang papa. Pada ulang tahun berikutnya ia tidak minta apa-apa.
"Aku langsung pulang ya," kata Merpati sambil melambaikan tangannya.
Mereka hanya memberi kode ok kepada Merpati. Sedangkan Marvel akan ke perusahaan papanya. Dan Elang juga ke perusahaan papanya.
Sejak SMA keduanya sudah belajar untuk mengelola perusahaan. Agar nanti bila sudah lulus kuliah, mereka tidak lagi kesulitan.
Merpati melajukan motornya di jalanan, tidak peduli kendaraan lain mengumpat dirinya. Entah sifat siapa yang ia tiru sehingga begitu bar bar?
Kadang sang papa juga heran, mungkin karena Oma dan Opa selalu memanjakan sejak kecil. Meskipun begitu, Merpati bukan gadis yang manja.
Saat dipersimpangan jalan, Merpati melihat beberapa buah mobil berhenti. Awalnya Merpati tidak peduli, namun setelah melihat seorang pria dikeroyok, Merpati pun berbalik.
Merpati memarkirkan motornya dipinggir jalan. "Woy ... berhenti! Berani nya main keroyok!"
Mereka berhenti memukuli pria itu, ternyata pria yang di keroyok adalah Hansen. Hansen yang sudah babak belur pun mencoba untuk bangkit.
"Jangan main keroyokan dong, satu lawan satu jika berani!" tantang Merpati.
"Siapa kamu ikut campur? Ini urusan ku dengan dia!" tunjuk salah satu dari mereka.
"Satu, dua, tiga, empat, maju kalian!" Bukan nya menjawab, Merpati malah menantang mereka.
"Berani banget nih cewek, kalau di per**** ntar nangis loe," kata salah satu dari mereka.
"Coba saja kalau bisa."
"Jangan! Mereka kuat dan membawa senjata tajam. Sebaiknya kamu pergi," ucap Hansen.
Ia sudah bisa berdiri, namun tetap memegangi perutnya karena tendangan dari mereka tadi.
"Kamu masuk kedalam mobil, nanti kamu tambah parah," pinta Mentari.
Keempat pria itu maju, mereka bukan preman, juga bukan pembegal. Tapi mereka adalah musuh Hansen sejak SMA.
Karena orang yang disukai oleh pria itu, ternyata lebih menyukai Hansen. Hansen menolak saat gadis itu menyatakan perasaannya.
Hansen juga tidak tahu jika penolakan nya membawa petaka. Hingga pria yang menyukai gadis itu ingin membuat Hansen menderita.
Hansen bisa beladiri, namun tidak seberapa tangguh. Jika dikeroyok dia juga pasti akan kalah.
Merpati sudah bersiap-siap, tanpa memasang kuda-kuda. Namun kewaspadaan nya tetap ada.
"Hiaah ...." Satu orang maju, dengan tinju nya mengarah ke Merpati. Merpati menangkis dan memutar tubuhnya membelakangi pria itu.
Buugh ... Merpati menyikut tulang rusuk pria itu. Sehingga pria itu menjerit kesakitan. Kemudian maju lagi satu orang dengan gerakan yang sama.
Namun Merpati segera mengangkat kakinya dan menendang perut pria itu hingga terpental. Pria itu tersungkur ke tanah.
"Kalian maju!"
Keduanya pun maju secara bersamaan, Merpati kini lebih serius melawan keduanya. Namun ternyata keduanya masih jauh dari Merpati seni beladiri nya.
Sehingga dengan mudah Merpati mengalahkan mereka. Mereka semua terkapar ditanah. Merpati pun segera pergi dari tempat itu.
Hansen hendak mengucapkan terima kasih, namun keduluan Merpati pergi. Hansen tersenyum meski sakit karena bibirnya berdarah.
"Siapa gadis itu?" batin Hansen. Kemudian ia segera pergi dari tempat itu.
"Tidak menyangka ternyata dia lebih kuat daripada aku," batin Hansen.
Hansen pun ingin belajar lebih giat lagi dalam ilmu beladiri. Mengingat musuh selalu ada dimana-mana.
....
"Mama," pekik Merpati saat tiba di mansion. Baru saja turun dari motornya, langsung terpekik memanggil mama nya.
"Loh kok cepat pulang?" tanya Abbey.
"Belum ada kelas Ma, besok baru ada," jawab Merpati.
Abbey sekarang menjadi ibu rumah tangga, untuk mengisi waktu luangnya, ia hanya berkebun di belakang mansion.
"Kok sudah pulang?" tanya Ardina.
"Oma?" Merpati langsung memeluk Ardina, seakan sudah berhari-hari tidak ketemu.
"Kakakmu mana?" tanya Ardina.
"Ke perusahaan papa, mungkin ingin membantu papa," jawab Merpati enteng.
Merpati pun pamit kekamar nya untuk berganti pakaian. Ardina hanya bisa tersenyum dan geleng-geleng kepala saat melihat kelakuan cucunya itu.
Di perusahaan ...
Elang yang baru datang pun langsung keluar dari mobil setelah memarkirkan mobilnya. Karyawan yang lama sudah pensiun, dan sekarang sudah berganti karyawan baru.
Saat di lobby perusahaan, Elang pun menjadi pusat perhatian para karyawan wanita khususnya.
Karena ketampanan pemuda itu, membuat mereka terpesona. Meskipun ini bukan yang pertama kalinya Elang datang.
"Selamat siang mbak," ucap Elang pada pegawai resepsionis. Karena sekarang sudah jaman 11 siang.
"Ehh, Tuan muda El, ada yang bisa saya bantu, Tuan muda?" tanya pegawai resepsionis.
"Papa ada?" tanyanya. Meskipun perusahaan ini milik papanya, namun Elang tidak ingin semena-mena.
"Tuan sedang keluar, bertemu klien," jawab pegawai resepsionis.
"Baik, kalau begitu saya akan tunggu di ruang kerjanya saja," ucap Elang.
Elang pun masuk kedalam lift, sebelum lift tertutup, seorang karyawan wanita sengaja mengejar Elang dan masuk juga kedalam lift.
"Tuan muda maaf," ucapnya.
Namun Elang tidak berkata apa-apa, sehingga suasana menjadi hening. Saat tiba di lantai 20, pintu lift pun terbuka.
Elang keluar dari dalam lift dan karyawan wanita itu pun ikut juga. Elang yang awalnya tidak peduli pun angkat bicara.
"Mengapa kamu mengikuti ku? memangnya kamu tidak punya kerjaan?" tanya Elang.
"Tuan muda, maafkan saya," ucapnya. Kemudian pergi dari situ.
Elang hanya menghela nafas, ia tidak mengerti mengapa papanya merekrut karyawan seperti itu?
"Sudah lama menunggu?" tanya Alvaro saat masuk kedalam ruangannya.
"Aku ingin bicara," jawab Elang tidak nyambung. Alvaro hanya mengernyitkan keningnya.
"Katakan saja, tidak perlu basa-basi."
"Bagaimana bisa Papa merekrut karyawan seperti itu?"
"Seperti apa? Karyawan Papa semuanya ok dalam bekerja. Bahkan sejak mama mu tidak bekerja, Papa tidak merekrut sekretaris lagi."
"Ah sudahlah, tadi ada karyawan wanita mengikuti ku sampai ke lantai ini. Aku gak suka Pa, kaya kurang kerjaan saja."
"Sudahlah, gak usah dipikirkan. Mungkin dia menyukaimu. Bisa saja, kan? Seperti Papa dulu yang diincar cewek."
"Aku bilangin mama nanti." Kemudian Elang pun bangkit dari duduknya dan berjalan ke pintu.
Dia sudah tidak mood untuk membantu papanya bekerja. Alvaro segera berlari menghadang Elang.
Bisa berabe jika Elang ngadu tentang pembicaraan mereka. "El ... tunggu!"
Elang masih meneruskan langkahnya. Hingga Alvaro menghentikan nya dengan menarik pelan tangannya.
"Bukannya kamu ingin bantuin papa, tapi kok begini? Ayolah, jangan beritahu mama mu, itu kan cuma masa lalu sewaktu papa belum kenal mamamu."
"Aku mau pulang saja, kirim ke email ku, nanti aku bantu papa ngerjainnya."
"Ya sudah, kalau begitu kita pulang saja, kebetulan papa mau makan siang di mansion."
Alvaro mengambil berkas yang belum selesai ia kerjakan. Tapi sebelum itu ia pamit kepada Dary.
Tiba dilantai bawah, keduanya menjadi pusat perhatian para karyawan wanita. Disini hanya beberapa orang saja yang bekerja sebagai karyawan lama.
Bagi karyawan wanita yang sudah berkeluarga, mereka sudah resign lebih awal. Hanya yang pria yang lama bekerja disini.
....
"Kok sudah pulang?" tanya Abbey saat melihat Alvaro berjalan masuk bersama Elang.
"Kayanya papa takut deh, Ma," jawab Elang.
"Ada apa suamiku? Aku tidak mengerti yang dikatakan El," tanya Abbey.
"Tidak apa-apa kok sayang, aku hanya ingin bekerja di mansion saja, iya kan, Nak?"
Elang tidak menjawab, ia langsung ke kamar setelah mencium tangan dan pipi sang mama.
"Aku mandi dulu ya, sayang. Setelah itu aku ingin makan, tadi ketemu klien tidak makan," kata Alvaro.
Kemudian mencium kening dan mengecup bibir istrinya. Memang itu rutinitas Alvaro saat pergi dan pulang kerja.
Abbey meminta pelayan untuk menghidangkan makanan diatas meja. Tadi Abbey sudah selesai memasak.
Kemudian Abbey menyusul suaminya ke kamar. Abbey tersenyum saat mendengar suara dari dalam kamar mandi.
Abbey menyiapkan pakaian ganti untuk suaminya. setelah beberapa saat Alvaro pun keluar hanya menggunakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawah.
"Ganti dulu pakaian, aku menunggu di meja makan," ucap Abbey.
"Sayang, aku tidak mama dan Merpati," kata Alvaro.
"Mereka dibelakang bersama papa juga." Alvaro pun mengangguk.
Alvaro segera berganti pakaian dan berlari kecil menyusul Abbey. Diwaktu yang bersamaan, Elang juga keluar dari kamarnya.
Ternyata di meja makan sudah ada Ardina, Billy dan Merpati. Mereka sudah menunggu untuk makan bersama.
Disisi lain ...
Hansen baru pulang dari RS, tadi setelah insiden tersebut ia langsung ke RS untuk memeriksa keadaannya.
Beruntung tidak ada luka serius, hanya luka lebam diwajah dan bagian lainnya. Hansen langsung masuk kamar dan berbaring.
Ia terbayang saat Merpati dengan mudahnya mengalahkan lawannya. Seketika ia tersenyum.
"Aakh ...." Hansen memegangi pipinya yang sakit.
Menyesal dulu ia tidak serius dalam latihan beladiri. Disaat kejadian seperti ini barulah ia menyadari betapa pentingnya seni beladiri itu.
"Aku baru melihatnya di kampus, apa dia mahasiswi baru?" batin Hansen.
Kemudian Hansen teringat masa lalu saat masih sekolah menengah. Saat seorang gadis yang sering mengejar-ngejar nya.
Namun karena tidak ada perasaan sedikitpun, Hansen pun menolak saat gadis itu mengungkapkan perasaannya.
Keesokan harinya terdengar berita jika gadis itu meninggal. Dari hasil penyelidikan, jika gadis itu over dosis saat mengkonsumsi obat tidur.
Itulah awal perkelahian mereka. Pria yang menyukai gadis itu tidak terima, lalu membalas pada Hansen.
Biasanya pria itu hanya satu lawan satu, tapi kali ini ternyata pria itu membawa teman.
Hansen menghela nafas, sudah lama pria itu tidak mencari masalah dengannya, namun sekarang datang lagi. Ternyata pria itu belum puas untuk membalas.
"Satu lawan satu, aku bisa mengalahkan nya. Tapi mereka curang dengan memukul ku dari belakang," gumam Hansen.
Perlahan-lahan, Hansen pun memejamkan matanya dan tertidur. Mungkin karena capek hingga ia gampang sekali untuk tidur.
Sorenya Hansen terbangun karena suara dering ponsel miliknya. Hansen melihat ternyata dari ibu tirinya.
"Papa mu ingin bicara," ucap ibu tiri Hansen.
"Ya Pa, ada apa?" tanya Hansen.
"Pulang kamu, apa yang sudah kamu lakukan kepada Olivia?"
"Tidak ada, Pa. Sumpah!"
"Pokoknya pulang sekarang, jika tidak, semua fasilitas mu akan papa cabut!"
"Iya, Pa!"
Panggilan telepon pun terputus. Hansen bangkit dan berjalan ke kamar mandi. sudah seharian tidak mandi, tubuhnya pun terasa lengket.
Hanya sekejap iapun sudah selesai mandi. Setelah berganti pakaian, Hansen pun keluar dari apartemen miliknya.
Sebenarnya jika fasilitas nya dicabut pun Hansen tidak masalah. Ia sudah ada usahanya sendiri yang ia bangun sendiri tanpa ada yang tau termasuk keluarganya.
Hanya orang kepercayaan nya saja yang tahu untuk mengelolanya. Nanti jika ia sudah tamat kuliah, baru ia yang akan mengelola nya sendiri.
Bahkan usahanya sudah membuka cabang dibeberapa bagian. Usaha yang ia kelola adalah restoran.
"Ada apa Pa!" tanya Hansen saat sudah tiba di mansion.
"Kamu harus secepatnya papa nikahkan, apa kurangnya dengan Olivia, dan dia juga keponakan mamamu."
"Ralat ucapan Papa, dia bukan mamaku." tunjuk Hansen pada ibu tirinya.
Hansen benci pada mama tirinya, karena sewaktu kecil ia sering disiksa oleh mama tirinya itu.
Namun saat didepan papa nya, mama tirinya sangat baik. Saat sudah berusia 16 tahun, Hansen mulai berontak.
Dengan uang yang ia punya, ia mulai bermain saham. Dan nasib baik menyebelahi nya, ia akhirnya membuka usaha sendiri.
"Hansen!" pekik Olivia.
Hansen mengurungkan niatnya untuk ke kamarnya. Ia berbalik dan berjalan mendekati Olivia.
"Semua gara-gara kamu, kamu hanya orang asing bagiku," ucap Hansen sambil menuding jarinya kearah Olivia.
"Tante," rengek Olivia.
"Hansen! Apa sulitnya sih kamu menerima Olivia?" tanya Roweina.
Hansen tidak menjawab, ia hanya pergi meninggalkan mereka di ruang tamu. Braak ... Hansen membanting pintu kamarnya.
Kemudian menghempaskan tubuhnya diatas ranjang, dengan posisi telungkup. Hansen sebenarnya sudah muak dengan kehidupan seperti ini.
Itu sebabnya ia dingin dan selalu menyendiri. Kehidupan terasa hampa. "Ma, seandainya mama tidak pergi, mungkin aku tidak seperti ini," batinnya.
Kedua orang tuanya bercerai, sedangkan Hansen ikut sang papa, karena hak asuh anak di menangkan oleh papanya.
Sedangkan Hansen sendiri tidak tahu keberadaan mama nya sekarang, andai saja ia tahu, mungkin ia sudah ikut mamanya. Tapi kini ia lebih nyaman hidup sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!