Suasana desa hari ini sangat damai, seperti biasanya tanpa hiruk pikuk. yang ada hanyalah kicauan burung dan tetesan embun. sedikit mendung, seperti suasana hati Arinka. pasalnya, hari itu adalah hari kepergian sang ibu kepangkuan Ilahi. tinggallah dirinya yang hidup sebatang kara, tanpa kawan dan saudara.
Hidup di desa tidak mudah. Arinka harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kerja keras mnjadi buruh cucian lumayan melelahkan, dan hanya mendapatkan upah yang tidak seberapa. Di desa nya Arinka, pekerjaan sangat lah sulit, hanya pekerjaan kasar seperti kuli saja yang bisa di kerjakan, dan para wanita sangat tidak cocok bekerja begitu. Maka dari itu sebagian memilih merantau dan mengadu nasib di ibukota.
Arinka yang merasa ingin mengubah hidupnya, tergiur oleh tetangga ingin mengadu nasib juga di ibukota, dan disana Arinka mempunyai keluarga yaitu seorang bibi, kakak dari Alm.Ibunya, jadi dia bisa lebih mudah untuk tinggal di ibukota, dan mencari pekerjaan, tidak perlu hidup mengotrak tetapi bisa tinggal gratis. Walaupun hanya akan jadi Asisten rumah tangga, tidak apa-apa asal halal. Arinka sadar betul karena ijazah sma tidak terlalu istimewa di ibukota.
Berkemaslah Arinka, dengan membawa baju didalam tas jinjingnya, ia melihat sekitar rumahnya, setiap sudut ia pandangi, ia mungkin akan merindukan kampungnya ini jika sudah tinggal di kota, apalagi dengan rumahnya. pagi-pagi sekali ia berangkat dengan bus tujuannya. Perasaannya bercampur aduk, ada rasa senang akan bertemu Bibinya, dan ada rasa haru karena akan meninggalkan rumahnya yang tak tau kapan akan kembali. wanita itu menghubungi bibi Yati, agar segera menjemputnya di terminal nanti jika ia sudah sampai di ibukota.
***
Arinka sangat terkejut melihat rumah Bibi Yati, ternyata lumayan besar untuk ukuran rumah di desanya. Bi Yati adalah kakak ibu nya Arinka, yang menikah dan menetap di ibukota. Bibi Yati juga mempunyai seorang anak lelaki, tetapi sudah menikah dan mempunyai rumah sendiri. Bibi Yati dan suaminya Paman Ali sangat senang, Arinka bisa tinggal bersama mereka, karena mereka saat ini hanya tinggal berdua saja, hitung-hitung menambah anggota keluarga dan meramaikan rumah.
Arinka sangat senang tinggal disana, seolah ia mempunyai ayah dan ibu lengkap. Arinka juga tidak akan tinggal diam, ia sudah berniat mencari pekerjaan dari kampung, ia tidak ingin hanya hidup gratis, tapi Bibi Yati tidak mengijinkan. Karena bagi bi Yati, Arinka itu ibarat anak sendiri, jadi bi Yati dan paman Ali masih bisa menghidupinya.
Bi yati mempunyai teman bernama nenek Murti. Beliau sering berkunjung kerumah Bi Yati. Nek Murti adalah nenek yang baik, ramah dan sopan, walaupun kaya beliau tidak pernah menyombongkan kekayaannya. Nek Murti juga sering bercerita tentang cucu lelakinya kepada bi Yati.
"Arinka perkenalkan, ini Nenek murti. Beliau adalah Majikan Paman Ali, sini cium tangannya," ucap Bi Yati sambil tersenyum.
Arinka mendekat dengan kaku, lalu ia mencium tangan Nenek Murti, dan kemudian duduk si sofa bersama-sama.
"Siapa namamu?" tanya Nenek Murti dengan lembut.
"Namaku Arinka, Nek," seraya tersenyum manis.
"Nama yang cantik, secantik orangnya," puji Nek Murti yang membuat Arinka tersipu malu mendengar pujian dari Beliau, wajahnya bersemu merah seperti tomat.
Mereka sering bercerita dan tertawa bersama, hampir setiap hari Nenek Murti berkunjung ke rumah Bi Yati, sekedar mengobrol ringan dan lama kelamaan Nenek Murti mulai menyukai sosok Arinka yang periang, lembut dan sopan itu. terbesit dibenak Nenek Murti ingin menjadikan Arinka sebagai calon istri dari cucunya.
Bersepakatlah, Bi Yati dan Nenek Murti untuk menjodohkan cucunya itu kepada Arinka. tetapi Bi Yati sempat menolak, karena takut Arinka tidak akan mau menerima perjodohan ini. Bagaimanapun juga arinka adalah gadis muda yang berhak menentukan pasangannya sendiri. Tapi akhirnya Bi Yati menerima kesepakatan itu, karena Bi Yati itu type orang yang tak enakan, apalagi Nenek Murti adalah atasan tempat suaminya bekerja. Bi Yati juga banyak berpikir, siapa tau Arinka akan bahagia karena Nenek Murti sangat kaya. itung-itung bisa merubah nasib Arinka kelak, pasal cinta pasti cinta bisa tumbuh seiring waktu pikirnya.
Bi Yati berbicara kepada Paman Ali tentang perjodohan itu. Paman Ali lalu memanggil Arinka yang tengah asyik menyetrika pakaian. Arinka bekerja sebagai buruh setrika, karena dia berdalih tak enak bila tak ada kesibukan, ia hanya makan, tidur dengan gratis, makanya ia berinisiatif mencari pekerjaan sambilan. Arinka berhenti dan duduk di hadapan paman dan bibinya itu.
"Arinka, Paman dan Bibi ingin mengatakan sesuatu, ini bersifat penting."
Arinka hanya mengangguk, dan mendengarkan. lalu Paman mulai berbicara tentang perjodohannya dengan cucu nenek Murti. Arinka hanya terdiam tak bersuara, tangannya meremas kuat jari jemarinya, ia juga tengah dilanda kebingungan. Disisi lain Arinka tak enak hati bila menolak. karena sudah berapa banyak kebaikan yang diberikan oleh Paman dan Bibinya itu, mungkin bagi Arinka ini adalah saatnya untuk membalas budi mereka.
Setelah berpikir panjang, Arinka lalu mengangguk kepalanya pelan, sontak membuat Bibi dan Paman sangat bahagia. Bi Yati dengan segera menelpon Nenek Murti, mengatakan bahwa Arinka menerima perjodohan itu. Arinka padahal belum mengenal sosok lelaki yang akan menjadi suaminya itu, tetapi Arinka berusaha ingin membahagiakan keluarga bibinya.
"Apa-apaan, Nek!" Teriak seorang lelaki yang nada marah.
"Ini demi kebaikanmu, wanita ini juga cantik dan baik hati, Nenek sangat menyukainya."
"Aku bahkan belum mengenalnya? Bagaimana kalian telah setuju tanpa bertanya kepadaku?"
"Apa kamu mau, perusahan jatuh ketangan orang yang tak bertanggung jawab, selama kamu belum menikah, kamu tidak bisa mengambil alih perusahan Fariq Company."
"Tapi, kenapa harus perjodohan? Aku bisa mencari wanita lain, dan lagi aku juga mempunyai seorang pacar." ucap lelaki itu.
"Nenek tidak suka dengan pacarmu itu, ia terlihat tidak baik, tidak sopan. pokoknya nenek mau kamu menikah dengan Arinka tanpa tapi lagi."
"Namanya bahkan baru pertama kali aku dengar, nama yang kampungan!" pekik lelaki itu sambil tertawa keras dengan emosi yang membara.
"Sudahlah, Nenek akan menentukan tanggal pernikahanmu dengan Ali."
"Ali siapa?" tanya lelaki itu lagi.
"Ali yang kerja di Perusahaan kita."
"Bukankah Ali yang selalu nenek ceritakan itu seorang OB?"
"iya, Kenapa? " jawab Nenek Murti lantang.
"Ya Tuhan, apakah Nenek sudah kehilangan akal sehat. menjodohkan aku dengan anak keluarga rendahan seperti itu, aku tidak mau! " ucap lelaki itu sekali lagi dengan nada berteriak.
"Memang apa salahnya? mereka semua orang baik, Nenek suka. jangan terlalu banyak menghujat orang lain dan terima saja. Apa kau mau perusahan kita jatuh ketangan saudara tiri nenek yang tak bertanggung jawab? lalu kita miskin dan tak punya apa-apa, diusir dari rumah mewah dan semua fasilitas yang kau miliki musnah. Kau memilih miskin atau menikah? Ucap Nenek Murti dengan nada yang naik setingkat lebih tinggi.
"Huh! terserah," Lelaki itu lalu pergi dan meninggalkan Neneknya dalam keadaan sangat marah, bahkan menoleh saja tidak.
"Renza, kau mau kemana?" panggil Nenek keras.
Lelaki itu lalu pergi dengan segala kegundahan didadanya, dia sangat pusing akibat tingkah nenek tuanya itu, tapi bagaimanapun dirinya sangat menyayangi sang nenek dan tak ingin mengecewakannya.
**Bersambung..
hay hay aku penulis baru, mohon maaf bila banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan..
tolong dukung aku ya 😍
Dengan cara Vote dan comment.
Salam sayang dariku buat Pembaca semua.
luv u 😘**
Arinka Larasati Pov
Aku merasakan kegundahan didalam dada ini, bagaimana mungkin aku menerima perjodohan ini padahal aku sama sekali belum pernah bertemu sosok lelaki yang akan menikahiku, aku berharap lelaki itu kelak adalah lelaki yang baik yang bisa menerimaku dengan segala kekuranganku, aku benar-benar tidak mau mengecewakan paman dan bibi yang telah sangat baik padaku, menampungku tinggal dirumahnya itu sebuah kebahagiaan terbesar untukku, mungkin inilah saatnya aku balas kebaikan mereka berdua.
Renzaldi Al Fariq Pov
Apa ini? Kenapa harus dijodohkan? Aku ingin menolak tapi tidak bisa karena aku sangat menyayangi nenek, siapa sosok wanita yang akan menjadi istriku? Keponakan Ali yang seorang OB,? hah! ini sangat mustahil. Bagaimana mungkin nenek menjodohkanku dengan seorang gadis kampungan? Aku mempunyai pacar bernama Giska, lihat saja kelak apa yang akan aku lakukan kepadamu gadis kampung!
Nenek Murti akan memutuskan tanggal pernikahannya Arinka dan Renza, sore ini akan dilakukan pertemuan keluarga antara keluarga Nenek murti dan Paman Ali dikediaman nenek murti sendiri, segala sesuatu telah dipersiapkan untuk menjamu kelurga paman Ali, Nenek Murti sangat senang karena ini adalah pernikahan cucu satu-satunya.
Arinka berdandan dengan sangat cantik dan menggunakan dress berwarna merah karena memang warna kesukaan Arinka adalah warna merah, Bi Yati juga sudah selesai dengan baju kebaya nya begitupun juga dengan Paman Ali, Bi Yati juga mengajak anak satu-satunya yaitu kak Andre beserta istri.
"Wahh Arinka sangat cantik, sudah cocok kok jadi nyonya Renzaldi Alfariq," puji Bi yati sambil tersenyum, terlihat kerutan diwajahnya, Yah, Bi Yati sudah menua.
"Namanya Renzaldi Al Fariq, ya. Bi? bahkan namanya saja aku tidak tau," lirih Arinka.
Bi Yati merasa bersalah dengan perjodohan ini, pasalnya nama calon suaminya saja Arinka baru mengetahui hari ini, tapi Bi Yati yakin Arinka akan hidup bahagia kelak. Karena keluarga Nenek Murti adalah keluarga kaya yang sopan dan berpendidikan, dan Bi Yati yakin cucunya pasti akan menuruni sifat seperti Neneknya.
Sampai lah mereka sekeluarga kekediaman Nenek murti, Arinka sangat takjub sambil ternganga memandangi sekitar, bola matanya bergerak mengabsen setiap penjuru rumah mewah itu, "Rumahnya sangat besar layak istana..., gumam Arinka dalam hati, lalu mereka semua dipersilahkan masuk dari penjaga keamanan. Arinka melongo lagi setelah memasuki dalam rumah Nenek Murti, interiornya sangat luar biasa ditambah furniture yang pas dengan gaya rumah membuat rumah itu terkesan seperti istana dongeng.
Dikejauhan, Nenek Murti sudah tersenyum dan langsung mempersilahkan tamunya untuk duduk, Arinka dengan segera menyalami Nenek Murti sembari mencium tangannya. Tetapi mereka belum melihat batang hidungnya Renzaldi, cucu lelaki Nek Murti yang akan dijodohkan.
Mereka disuguhkan bermacam makanan dan minuman yang mewah, beberapa saat kemudian Nenek murti memanggil cucu tunggalnya Renzaldi untuk turun.
"Renza segera turun, calon istrimu telah tiba."
Arinka tersipu malu pipinya bersemu merah, sembari menunggu, Nenek Murti memperhatikan Arinka yang menurutnya dua kali lebih cantik dari biasanya. Arinka sebenarnya memang sudah cantik walaupun tanpa makeup, wajahnya yang mungil tatapan mata yang sendu, senyum yang manis, dan hidungnya yang kecil menambah kesan daya tarik sendiri baginya tapi sayang tidak untuk seseorang.
"Arinka, hari ini kamu sangatlah cantik, Nenek sempat pangling dibuatnya, gaunnya sangat pas."
"Terima kasih nenek," jawab arinka tersenyum malu hingga membuat rona wajahnya bersemu merah.
Turunlah seseorang dari atas tangga dengan memakai setelan jas hitam, lelaki itu sangat tinggi, berambut hitam dan mata yang kecoklatan, sangat tampan dan terlihat berwibawa, menyilaukan mata bagi yang melihat.
Lelaki itu lalu duduk disamping Nenek Murti tetapi memasang ekspresi datar tanpa senyum, Nenek Murti mempersilahkan lelaki itu untuk memperkenalkan diri.
"Namaku Renzaldi Al fariq, aku cucu tunggal dan pewaris Fariq Company," ucap renza singkat, padat dan tegas.
Kemudian, semua keluarga tersenyum, Paman Ali memperkenalkan diri dan kelurganya, memperkenalkan istri, anak dan mantu tak ketinggalan memperkenalkan Arinka.
Renza lalu melirik wanita yang akan di jodohkan dengan dirinya, sekilas Renza melihat bahwa wanita itu sangat cantik tapi sayang terlihat kampungan baginya.
Arinka merasa sangat senang melihat calon suaminya itu yang gagah, tampan dan sangat berwibawa, dalam hatinya Arinka memuji lelaki itu bak aktor di telivisi.
Lain Arinka lain Renza, Renza hanya memaki Arinka dalam hatinya, "Beraninya wanita kampungan seperti ini ingin menjadi istriku dasar tak sadar diri, penampilannya saja sudah menbuat aku muak...," gumamnya dalam hati.
Perbincangan yang panjang lebar akhirnya mereka menentukan tanggal pernikahannya yaitu dua minggu kemudian, Renza sangat terkejut karena ini sangat buru-buru baginya, Tapi Renza tak bisa menolak sang nenek, ia takut jika kesehatan neneknya menjadi buruk gara-gara penolakannya.
Tiba-tiba terdengar suara dering telpon dari dalam saku kantong Renza, ia permisi untuk mengangkat telpon itu ternyata dari pacarnya Giska
"Ada apa yang? Dirumah lagi ada pertemuan kelurga nanti aku telpon lagi," ucap Renza pelan.
Renza memang belum mengatakan tentang perjodohan dirinya, Renza masuk dan kemudian makan kembali, Renza menatap kearah Arinka lalu Arinka tersenyum dan Renza memasang ekspresi wajah datar, Bi Yati yang memperhatikan tingkah Renza menjadi sedikit kesal.
"Makan yang banyak jangan sungakan," ucap Nenek Murti tersenyum sambil menggerakan tangannya menunjuk bermacam-macam makan.
"Ini semua sangat enak," sahut Bi yati tersenyum menimpali.
"Makan yang banyak, ya. Arinka!" ucap Nenek Murti lagi.
"Baik nek," jawab Arinka seraya tersenyum kaku.
"Nanti sesudah makan, kalian berdua bisa ngobrol ditaman ya, Renza," ucap sang Nenek memberi perintah.
Renza hanya mengangguk pelan sambil mengunyah makanan dengan santai, wajahnya tidak terlihat bahagia sama sekali.
Ditaman, Renza dan Arinka telah duduk dikursi, mereka tak berbicara sepatah katapun. Renza hanya sibuk menatap ponselnya menggeser kesana kemari lalu tertawa, Arinka terlihat bodoh ingin bertanya tapi mulutnya kelu, ia gugup bukan main, ia terus meremas jari-jarinya. tapi Arinka memberanikan diri ingin bertanya tapi belum sempat berkata Renza segera berbicara dengan nada kasar dan membuat Arinka tergelak.
"Kamu yang katanya bakalan jadi istri ku, cihh! gaya kampungan bikin muak saja, jangan terlalu berharap cinta dariku, karena aku menerima perjodohan ini terpaksa, aku tidak ingin mengecewakan nenekku."
DEG...
Jantungnya seperti kena pukulan benda keras, seketika ia meneteskan air mata tanpa berbicara, hatinya sangat sakit bagaikan disayat sembilu, Arinka telah salah kira, dia pikir lelaki yang akan menikahinya itu adalah lelaki yang baik, sopan, dan ramah, tetapi malah lelaki yang kasar. sifatnya sangat beda jauh dengan Nenek Murti yang baik, penyayang dan ramah.
"Satu lagi, aku sudah mempunyai pacar jika kita menikah kau harus menerimanya juga, aku berkata begini jangan sampai kau menuntut lebih dariku, kita hanya menikah terpaksa jadi urus diri masing-masing, jangan pernah sok ikut campur dengan urusan pribadiku, karena aku tidak suka."
Renza berlalu begitu saja meninggalkan Arinka yang sedang terisak dalam diam, Arinka dengan segera menghapus air matanya memasang wajah tersenyum lalu menyusul Renza menemui keluarga yang tengah berkumpul.
**Bersambung..
Jangan lupa like dan follow ya 😊
maaf jika masih banyak kekurangan 😁
Luv u 💜**
Setelah hari pertemuan itu, Arinka selalu murung, tapi dia berupaya menyembunyikannya di hadapan Bibi dan Pamannya, Arinka tidak menyangka kelak lelaki yang kasar itu akan menjadi suaminya, sambil melamun air matanya mengalir tanpa disadari, akankah hari pernikahannya kelak menjadi awal yang suram untuk kehidupannya kedepan? entahlah.
Bibi datang dengan sebuah telpon ditangannya, Arinka segera mengusap air matanya dan langsung menyunggingkan senyuman, ia berusaha keras tersenyum walaupun sulit baginya. Arinka tidak akan memberi tau tentang percakapan Renza kepada siapapun, biarlah menjadi rahasia baginya.
"Arinka, ini Nenek Murti ingin bicara," ucap Bi Yati pelan.
"Ada apa bi?" Jawab Arinka sambil memasang senyum palsu diwajahnya.
"Bicara saja sendiri kepada Beliau," sambil memberikan ponsel pintarnya kepada Arinka, memang Arinka tidak mempunyai ponsel, makanya Nenek Murti menelpon Bibi.
"Halo, Nek, ada apa?" Arinka berbicara lembut.
"Halo Rin, Nenek hanya mau bilang nanti sore Renza akan datang kerumah Arin, Nenek ingin kalian pergi bersama misalnya jalan-jalan, beli pakaian, atau juga bisa membeli ponsel untuk kamu, kamu kan belum punya ponsel jadi sekalian saja ya, bisa, kan?"
Nenek Murti berbicara dengan nada gembira, sedangkan Arinka hanya terdiam mendengarkan lalu menjawab dengan sopan dan mengiyakan, padahal dalam hatinya Arinka sangat malas, karena mungkin Renza lebih tidak suka tetapi terpaksa kerena titah nenek tidak bisa dibantah olehnya.
Arinka memberikan ponsel itu kembali kepada Bi Yati kemudian Bi Yati bertanya percakapan apa yang di bicarakan dengan Renza semalam, bagaimana perkenalan dan sifat Renza? Arinka hanya tersenyum dan mengatakan Renza sangat baik, padahal dibalik itu semua Arinka sangat tersakiti. pikirannya menerawang jauh saat Bi Yati pergi meninggalkan kamarnya.
Arinka bersiap dengan pakaian seadanya khas orang pedesaan, memakai dress floral longgar dan flat shoes tidak lupa tas selempangnya.
Renza datang menggunakan mobil mewahnya dengan menggunakan baju kemeja biru langit dan celana panjang hitam, tidak lupa memakai kacamata hitam khas orang berada, stylenya sangat keren dan membuat mata yang memandang ketagihan.
Renza dipersilahkan masuk oleh Bi Yati, ia duduk dengan kaki kanan dilipat, gaya nya yang dibuat semempesona mungkin. Bi yati yang menanyakan minum dengan segera ditolak oleh Renza, tapi Bi Yati hanya tersenyum karena memang mereka buru-buru, dalam hati Bi Yati bergumam calon suami Arinka sangat tampan.
Arinka berjalan dengan cepat, Arinka tidak ingin Renza menunggunya terlalu lama, Renza memandang Arinka dari ujung kepala sampai kaki, lalu Renza mengerutkan dahi nya tanda ada keanehan dan tidak suka, Arinka yang sadar betul dengan ekspresi wajah Renza hanya tersenyum masam.
Arinka berpamitan dan Renza mengikuti, mereka masuk kedalam mobil mewah itu, Arinka kebingungan memasang seat belt, Renza membantunya dengan kasar, kemudian mobil mereka melaju dengan kencang kesebuah Cafe. Dalam perjalanan, mereka tidak berbicara sepatah kata pun, hanya Renza yang sibuk dengan ponselnya sedang Arinka duduk dengan kaku bagai patung.
Renza telah mereservasi tempat vip di cafe itu, Renza segera turun tanpa memperdulikan Arinka, dia sangat jijik melihat penampilan Arinka yang sangat kampungan baginya, Arinka turun dengan pelan lalu mengikuti Renza, senyum Renza seketika merekah lebar setelah melihat seseorang di cafe tersebut, disapanya seorang tersebut ternyata seorang wanita.
Arinka heran siapa wanita itu, tubuhnya seksi kulitnya putih dan sangat tinggi layaknya model, Arinka tersenyum kepadanya tetapi wanita itu malah mengacuhkannya.
Renza segera menarik kursi untuk wanita itu dan mereka segera duduk, Arinka yang merasa dirinya diabaikan tetap berusaha tersenyum manis dan duduk tenang dihadapan wanita itu.
Tiba-tiba wanita itu bertanya dengan nada marah kepada Renza,
"Siapa wanita kampungan ini? Kenapa keluar dari mobil bersama dan kenapa duduk semeja dengan kita sayang? jawab," rengek wanita itu manja.
Arinka terkejut wanita itu memanggil calon suaminya sayang, jangan-jangan dia adalah pacar Renza ucap arinka dalam hati.
Renza tertawa dan kemudian mengelus bahu wanita itu, mereka sangat mesra, Arinka sampai merasa tak enak hati melihat kelakuan mereka berdua.
"Aku sengaja mengajakmu kesini untuk membicarakan ini sayang, sebelumnya dengarkan aku baik-baik, aku hanya mencintaimu Giska sayang maka dari itu dengarkan pembicaraanku tanpa memotongnya."
"Cepat katakan," ucap wanita itu penasaran.
"Sebelumnya aku perkenalkan kepadamu Arinka yang kampungan, ini adalah pacar ku namanya Giska natalie."
Arinka yang mendengar perkataan Renza bagaikan tersambar petir disiang bolong, tapi Arinka tetap kuat karena memang dia juga bukan apa-apa, Arinka sadar betul bahwa dirinya hanya seorang gadis kampung yang tak pantas mendapatkan Renza, dan juga belum ada benih cinta diantara mereka makanya Arinka tetap tenang.
"Aku arinka" ucapnya singkat sambil menyodorkan tangan ke arah wanita itu, sayang wanita itu mengacuhkannya, Renza yang melihat hanya tersenyum.
"Aku ingin megatakan bahwa Nenek menjodohkan aku dengan wanita ini tetapi...," ucapannya terpotong begitu saja.
Belum selesai Renza berbicara giska langsung berdiri dan mengamuk,
"Aa-apaaaaa, kenapa perjodohan? Kau sudah berjanji ingin menikahiku sayang," pekik giska dengan tangisan yang mebludak, untung saja itu ruangan vip, jadi mereka hanya bertiga saja.
"Yang, sayang. sabar dulu, dengarkan ucapanku," Renza berusaha menenangkan pacarnya dan Arinka merasa seperti perebut suami orang yang sedang dihakimi.
"Kau pergi sana, aku tak ingin melihatmu! dasar gadis kampung tak tau malu! aku tau niatmu hanya ingin hidup kaya dan merebut harta saja,kan? orang miskin sepertimu tidak pantas mendapatkan orang seperti Renza, sadar diri bisa, kan?" bentak Giska sambil menunjuk-nunjuk kearah wajah Arinka.
Arinka berusaha menahan tangis mendengar perkataan Giska itu, Arinka sangat terpukul dan terhina padahal dirinya tak seperti yang dituduhkan, arinka hanya terdiam tak berbicara sepatah katapun, hatinya sangat kalut.
"Kamu jangan khawatir sayang, aku sudah tau niat keluarga mereka yang busuk itu, mereka pasti mengincar harta Nenek, orang kampung seperti mereka memang tak tau diri,membuat muak saja. Tapi aku harus menikahi wanita ini, yang. karena ini keputusan nenek, aku tak ingin mengecewakan nenek, tapi percayalah cinta dan sayangku hanya untukmu bukan untuk wanita kampungan yang materialistis ini, bahkan bila aku telah menikah, kau tetap akan menjadi pacarku dan dia akan aku jadikan babu saja."
Giska kemudian memeluk Renza, Arinka masih berusaha menahan tangisnya, hampir saja ia terisak tapi ia tetap diam saja, dia tak menyangka hati Renza sebusuk itu, Arinka sungguh dipermalukan oleh mereka bedua.
"Cepat pergi dari sini aku sangat malas melihat wajahmu, dan satu lagi jangan bilang nenek tentang hari ini, kalau tidak kau akan tau akibatnya," ucap renza dengan penuh penekanan
Arinka lalu pergi meninggalkan mereka berdua, arinka berjalan dengan langkah lunglai, hatinya sangat sakit mengingat perkataan dari calon suaminya itu.
**Bersambung..
Kalau suka cerita ini bantu vote ya 😊
kritik dan saran aku tunggu..
jangan lupa like jika sudah selesai membaca,
salam sayang dariku..
Luv u 😘**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!