NovelToon NovelToon

THE EAGLES OF DEATH

THE EAGLES OF DEATH 1

Pagi yang cerah, matahari mulai menyingsing naik kepuncak kepala. SMA Taruma Bangsa sedang melangsungkan proses belajar-mengajar didalam kelas namun, tidak dengan tujuh siswa laki-laki yang sedang berdiri sambil memberi hormat pada bendera sangsaka merah putih.

Tujuh siswa dengan pakaian putih abu itu berdiri melawan teriknya mentari yang terasa membakar permukaan kulit. Sesekali terdengar umpatan dan juga teriakan kekesalan dari mereka.  Seorang pemuda, berdiri dengan raut wajah dinginnya yang khas. Tak ada suara dari mulutnya, hanya sesekali deheman terdengar saat yang lain mengumpat kesal.

Zein namanya, Zein Julian Wijaya. Seorang pemuda bertubuh tinggi tegap, dengan raut wajah hampir tanpa ekspresi. Sorot matanya tajam, seperti seekor elang yang memindai mangsanya.

Netra nya berwarna cokelat hazel, mirip dengan sang mama yang juga memiliki manik serupa. Fisiknya yang tinggi tegap, dengan kulit putih, dan alis tebal yang runcing. Hidung nya mancung tegas, dengan bibir tipis nan merekah. Ditambah dengan belahan dagu, membuatnya memiliki paras diatas rata-rata. Sempurna? Tentu tidak, hanya saja Zein memiliki kadar ketampanan di atas standar pada umumnya.

Suasana hening tiba-tiba berubah gaduh, saat seorang gadis melintasi lorong kelas tepat dihadapan tujuh pemuda itu sedang berdiri.

"Wanjirrr, mantap gile tu ciwi. Bening-bening ala bihun!"  Teriak Kevin dengan semangat, lalu bersiul-siul menggoda sang gadis. Pria tinggi jangkung dengan kulit yang sedikit gelap itu memang paling ahli dalam hal merayu para gadis, hampir seluruh siswi kelas XI IPA 2 adalah korban php dari Kevin.

"Muke gile, liat yang bening aja langsung kinclong mata lo. Belum pernah ngerasain disiram air keras ya?!" Seloroh Andre sembari menyikut Kevin disampingnya.

Andre, adalah anak dari seorang CEO di salah satu perusahaan ternama yang menjalin kerja sama dengan perusahaan milik keluarga Wijaya. Dengan harta yang berlimpah, dan tampang yang cukup mumpuni membuat daya tarik seorang Andre begitu memikat para gadis. Hingga tak jarang pemuda itu menjadi sasaran empuk para rubah betina berwajah imut.

"Gak ada akhlak lo,  dikira gue Novel Baswedan apa lo siram pakai air keras?!" Seloroh Kevin tidak terima, mengundang keributan dari teman-teman nya yang lain.

"Suwiwit, ciwi liat sini dong! Ada abang Pandu disini!" Pemuda bernama Pandu bersiul sembari memanggil dengan nada menggemaskan.

"Itu bagian gue kampret, lu cari yang lain aja kenapa?!" Protes Kevin tidak terima, mengundang tawa dari yang lain.

"Iri bilang sahabat!" Celetuk Rian yang berdiri diujung barisan, Andre yang berdiri tepat disampingnya sontak memukul kepala sahabatnya itu.

"Aku bukan boneka mu, yang bisa kau suruh-suruh," Tambah Rian lagi, menyanyikan salah satu lagu yang sedang viral di aplikasi YouTube.

"Bisa diem nggak sih?! Gue udah capek panas-panasan, kalau kalian ngebacot mulu kapan hukuman selesai," Umpat Tito yang sejak tadi menahan kekesalan. Tito adalah yang paling pendiam diantara mereka, namun sekali membuka mulut, tak jarang pemuda itu membuat para sahabatnya makan hati karena perkataan yang pedas level mantap.

"Zein! Masih idup gak lo? Ngedip njir, mata lo mau loncat ngikutin tu ciwi yah?!" Aric menyikut Zein yang berdiri tepat disampingnya.

Zein berdiri dalam diam, namun tatapan tajam nya menyorot pada gadis yang tengah berjalan sendirian di koridor itu. Seorang gadis dengan tinggi yang tidak mencapai 160 cm, dengan wajah kecil yang berbentuk oval. Dengan rambut lurus yang digerai indah dan tas berwarna pink. Nampak imut, namun bukan itu yang menarik perhatian Zein. Gadis itu nampak tak asing, dan benar saja!

 Dia cewek itu! Gumam Zein dalam hati, mengingat kejadian beberapa hari lalu, saat dirinya sedang terjebak lampu merah diperjalanan ke sekolah.

Gadis itu adalah gadis penjual tisyu di perempatan lampu merah, dekat sekolah.

Saat itu, Zein tengah terjebak lampu merah. Dan saat itu pula lah, si gadis mendekati motornya dan menawarkan sebungkus tisyu. Gadis itu cantik, manis, dan bertubuh tinggi.

"Weh abang Zein, ngedip matanya bang. Jangan sampai lompat ngikutin itu cewek!" Celetuk Aric lagi, Zein mendengus kesal. Lalu mengalihkan pandangannya dari gadis itu.

Setengah jam lamanya tujuh pemuda itu menghormat pada sangsaka merah putih, kini hukumannya selesai. Rombongan pemuda berandalan sekolah yang menjuluki dirinya sebagai 'The Eagles Of Death' itu kembali kedalam kelas.

Dengan Zein sebagai pemimpin jalan, kehadiran mereka yang menyusuri koridor sekolah sontak menjadi pusat perhatian para gadis penggilanya.

"Babang Zein, liat sini dong!" Seorang gadis dengan rambut lurus di cat pirang menyapa dengan girang. Tak lupa mengarahkan kamera ponsel kearah Zein.

"Sama Aa' Kevin aja neng, lebih ganteng dan cute." Celetuk Kevin sembari mengedipkan mata genit. Pandu yang berjalan tepat disampingnya langsung menimpuk kepala sahabatnya itu.

"Masih aja ini buaya, gak ada jera-jeranya!" Memukul lengan Kevin dengan gemas.

Pintu kelas terbuka, suasana yang tadinya hening mendadak gaduh. Saat pak Santos sebagai guru matematika langsung menyemprot rombongan 'Eagles' dengan semprotan pedas.

"Makanya kalau kesekolah jangan terlambat! Kalian ini, selalu saja membuat para guru senam jantung!" Maki pak Santos emosi.

"Sana duduk!" Perintahnya mutlak. Tak terbantahkan.

Tak lama setelah rombongan 'The Eagles' duduk dibangku masing-masing. Pintu kembali terbuka, membuat pak Santos yang barusaja memulai penjelasan. Harus kembali terganggu karena kehadiran seorang gadis.

"Assalamualaikum," Sapa gadis itu mengucap salam. Melangkah perlahan masuk kedalam kelas, gadis itu menunduk. Tidak berani mengangkat wajah, mungkin malu.

"Kamu murid baru itu?" Tanya pak Santos ramah. Gadis berambut lurus yang digerai indah itu mengangguk sembari tersenyum.

"Perkenalkan diri kamu pada teman-teman kelasmu," Ucap pak Santos lalu duduk di kursi guru.

Gadis itu menghadap pada kawan-kawan kelasnya, bisikan demi bisikan mulai terdengar. Membuat gadis itu semakin nervous.

"Perkenalkan, nama saya Nabila Azakiya Maureen. Saya murid pindahan dari SMA Harapan,"  Ucapnya setelah lama terdiam.

"Oh, SMA Harapan. Pantesan penampilannya culun, itu kan SMA untuk orang-orang miskin," Celetuk salah seorang gadis yang duduk dibarisan depan.

Yang lain mulai ikut bersuara, mengomentari penampilan gadis bernama Nabila itu. Wajahnya memang lumayan, namun penampilannya sama sekali tidak menarik dan modis.

"Silakan duduk di kursi kosong yang ada disebelah Zein!" Perintah pak Santos sembari menunjuk bangku di sudut ruangan, dimana seorang pemuda tengah duduk santai sembari mengunyah permen karet.

Nabila mengangguk, lalu perlahan berjalan mendekati bangku yang di tunjuk oleh pak Santos.

Nabila duduk perlahan, lalu tersenyum kaku saat Zein menatapnya.

"Jangan deket-deket!" Celetuk Zein tanpa menatap gadis itu.

Nabila mengangguk, lalu menjauhkan sedikit bangku nya dari sisi Zein.

Siapa juga yang mau deket kamu?! Geram Nabila dalam hati, lalu mulai mengeluarkan buku tulisnya.

🌺

🌺

🌺

THE EAGLES OF DEATH 2

Hari pertamanya di sekolah baru, berjalan cukup baik bagi Nabila. Hanya tadi saat jam belajar tengah berlangsung, gadis itu sama sekali tidak bisa fokus karena tingkah Zein di sampingnya. Pemuda itu, bukannya memperhatikan guru yang tengah menjelaskan justru asyik sendiri bermain game online dengan headset yang terpasang di telinganya.

Cukup lama Nabila menderita karena pemuda yang terus bergerak bak cacing kepanasan itu. Entah apa yang membuatnya begitu riang, dengan kaki yang dihentak-hentakkan pada lantai. Dan tangan yang memukuli meja.

"Emm, mas bisa tolong diam nggak? Aku lagi belajar," Bisik Nabila perlahan, tidak mau sampai ketahuan dirinya sedang mengobrol.

Zein yang semua fokus pada layar ponsel langsung mendongak, dan menatap tajam pada Nabila.

"Mas-mas, lo pikir gue tukang koran!" Dengus Zein lalu menatap tajam pada Nabila.

"Maaf, tapi kamu berisik. Aku nggak bisa fokus," Jawab Nabila masih dengan suara pelan.

"Ya siapa suruh lo duduk disini?! Masih banyak bangku lain disana," Zein semakin kesal, akibat menanggapi gadis itu berbicara dirinya harus mengalami kekalahan.

"Kan bapak Santos yang suruh aku duduk disini," Jawab Nabila polos, ditambah lagi dengan ekspresinya yang tidak bersalah sama sekali. Membuat Zein semakin geram, ingin sekali mencabik-cabik gadis mungil itu.

"Hei, yang dibelakang! Bisa diam tidak?!" Maki pak Santos di depan sana. Sontak membuat Zein dan Nabila menoleh padanya.

"Kalian berdiri di depan sekarang!" Titah pak Santos lagi, tangannya menunjuk-nunjuk ke arah meja Zein dan Nabila. Sontak satu kelas menoleh, menatap tajam pada Nabila.  Hari pertama disekolah sudah membuat keributan, mencari masalah dengan seorang Zein pula. Mungkin begitu batin mereka mencibir.

Belum beranjak dari tempat duduk, untungnya mereka di selamatkan dengan bel tanda pelajaran usai yang berbunyi. Nabila membatin lega, sedangkan Zein hanya angkat bahu tak peduli.

Prinsip hidup seorang Zein Julian Wijaya adalah 'Tidak mencampuri urusan orang lain, dan tidak membiarkan orang lain mencampuri urusannya'

"Ya sudah, pelajaran cukup sampai disini. Kita lanjutkan hari jum'at, jangan lupa kerjakan tugas kalian. Terutama kalian The Eagles!"  Pak Santos menatap tajam mereka bergantian.

"Ashiaaap, kalau nggak lupa yah pak!" Celetuk Andre sembari memukul meja dan terbahak. Disambut kehebohan murid lain.

"Kalau main game nya udah selesai pak," Kevin ikut menambahkan, membuat suasana semakin gaduh.

"Kalau apelin pacar udah selesai pak!"  Pandu ikut berceletuk, lalu terbahak sendiri dengan kalimatnya.

Suasana mendadak hening, menatap geli pada Pandu yang duduk di samping Andre.

"Krik.. Krik..."

"Sudah-sudah diam semua! Kalau hari jum'at kalian tidak mengerjakan tugas, siap-siap mentraktir saya jajan di kantin lagi!"  Ucap pak Santos tegas. Guru yang satu itu memang rada nyeleneh. Jika guru lain menerapkan hukuman seperti membersihkan wc, lari keliling lapangan, dan memberi hormat pada bendera untuk membuat jera pada murid badung. Maka lain dengan pak Santos, pria berkepala botak mengilat dengan kumis lebat itu akan menghukum siswa-nya dengan mentraktir jajan di kantin.

Dan tidak main-main, pria itu bahkan bisa menghabiskan sekaligus jajan dikantin. Maka tidak ada murid yang berani melanggar peraturan guru matematika itu, atau mereka harus terpaksa menghabiskan jatah uang jajan bulanannya. Katakan lah pak Santos memeras, namun nyatanya hukuman itu membuat jera para murid.

* * *

Jam pelajaran berganti, murid-murid yang tadinya duduk rapi di bangku masing-masing. Sekarang sudah berjingkat kesana-kemari. Terutama rombongan 'Eagles' tujuh pemuda itu langsung mendekati kursi Zein, dan bersiap mabar game online.

"Eh, ini kan ciwi yang tadi woy?!"  Ucap Kevin menatap Nabila dengan kening yang berkerut dan mulut yang menganga lebar.

"Eh, iya njir. Waah pantesan babang Zein anteng, disampingnya ada ciwi cantik rupanya." Celetuk Andre semangat.

Gadis bernama Nabila itu tersenyum kikuk, ingin pergi namun, dirinya sudah terkepung pemuda-pemuda yang mengelilingi mejanya dan Zein.

"Kenalan dulu kita neng, namanya siapa?" Tanya Kevin semangat, merapikan rambut dengan telapak tangan. Lalu mengulurkan tangannya pada Nabila.

Nabila menatap tangan pemuda itu, lalu dengan ragu menyambut uluran tangannya.

"Nabila," Jawabnya polos dengan senyum kecut.

"Oh, Nabila. Nama kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu, nggak tau kalau nanti sore, tunggu aja." Rayuan maut ala Kevin mulai keluar. Membuat teman-temannya mendelik tajam.

"Basi woy basi, lo kaga bisa cari rayuan lain?!"  Aric menimpuk wajah Kevin dengan kertas yang sudah diremas-remas menjadi bulatan kecil.

"Yee, sirik aja lo anak bisul!" Kevin berdecak sebal. Pemuda itu masih menahan tangan Nabila yang sudah terlihat risih dan ketakutan.

"Dih si Paidi, mulut nya bocor gak bisa disaring dulu,"  Itu suara Pandu, sejak tadi pemuda itu fokus saja pada game nya. Namun lama-lama geram juga mendengar keributan Kevin.

"Nabila...," Andre mengangguk-angguk. Otaknya sedang berpikir keras, kira-kira gombalan maut apa yang cocok untuk gadis mungil itu.

"Tertusuk jarum itu memang sakit, namun lebih sakit melihatmu dengan yang lain." Ucap Andre dengan nada selembut mungkin.

"Hobaah, aheeek!" Rian ikut memanas-manasi suasana.

"Basi woy, basi lebih asik juga gombalan gue!" Kevin tidak mau kalah. Pemuda itu melepaskan tangan Nabila, lalu meraih ponsel di saku celana. Bersiap melunjur dunia maya.

"Nabila, jika malam tak benderang tanpa sinar bulan. Maka begitu lah aku, hidup ini hampa sebelum dirimu datang."  Kevin membacakan sepenggal kalimat receh yang didapat dari quote Instagram.

"Apaan curang, gak kreatif lu. Masa nyontek mbah gugel!" Tito mencibir, mulai keluar kalimat pedas level mantap.

"Bisa diam nggak kalian?!" Suara serak khas Zein keluar, semua terdiam namun masih cekikikan menahan tawa.

"Babang Zein mulai bersabda gaess!" Aric menyahut riang.

Zein mendelik tajam, lalu menghempas kasar ponsel nya di meja. "Mau diem atau gue yang bungkam mulut kalian?"  Tanya Zein santai, membuat jantung Nabila yang sedari tadi berlari-lari semakin bertambah tak karuan.

"Lanjut game guys!"  Aric memberi aba-aba. Jika Zein sudah berbicara dengan nada santai itu artinya pemuda itu benar-benar kesal. Lain hal jika berkata sinis, justru pemuda itu tengah ikut bercanda.

Unik memang, namun begitulah seorang Zein Julian Wijaya. Tidak mudah untuk mengerti dirinya yang penuh teka-teki. Bahkan desahan napas dan tatapan pemuda itu, seringkali sukar untuk ditebak. Apa maunya? Apa kehendaknya?

Begitulah nasib Nabila, terjebak diantara cowok-cowok yang tengah asyik mabar game online. Sesekali mereka mengumpat penuh kekesalan, membuat jantung Nabila hampir melompat saking terkejutnya.

Terkadang pula berteriak heboh, saat salah satu dari mereka mendapat double kill atau bahkan savage.

Mungkin Nabila harus menguatkan jantungnya agar tidak bergeser dari tempat seharusnya, nasib malang yang menimpanya masih akan terus berlanjut hingga waktu istirahat nanti tiba.

🌺

🌺

🌺

THE EAGLES OF DEATH 3

Bel istirahat berbunyi, sebagian murid menghambur menuju kantin untuk mengisi perut yang kosong. Memulihkan tenaga dan otak untuk tetap bertahan hidup hingga bel pulang tiba. Nabila yang masih belum mengenal siapa-siapa memilih untuk tetap didalam kelas, menghabiskan kotak bekal yang sudah disiapkan oleh ibunya.

Gadis itu melirik pada Zein yang entah sedang menulis apa, teman-temannya yang lain sudah keluar. Tapi entah angin apa yang membuat pemuda itu pagi ini tetap memilih berdiam diri didalam kelas.

"Mas nggak kekantin?" Tanya Nabila sembari membuka kotak bekalnya. Zein menoleh, mata elangnya menghunus tajam.

Pemuda itu mendengus sebal, seumur-umur baru kali ini ada seorang gadis yang memanggilnya 'Mas. Zein meletakkan pena nya lalu menoleh pada Nabila. Ingin sekali memaki gadis tidak tahu diri disampingnya ini, tapi karena dirinya tidak hobi berbicara panjang lebar membuat Zein mengurungkan niat.

Nabila mulai menyantap bekal makan siangnya, hari ini ibunya memasak lebih pagi dari biasanya hanya untuk membuatkan gadis itu bekal makan siang.

Zein melirik kotak bekal berwarna pink dengan gambar kartun di tutupnya, mengernyitkan dahi saat melihat makanan yang di lahap oleh Nabila.

"Kenapa? Kamu mau?" Tanya gadis itu dengan makanan yang masih memenuhi mulutnya. Zein menggeleng, lalu membuang muka.

"Ini tuh namanya oncom, pasti kamu gak pernah makan yah?" Tanya Nabila menggeser kotak nasinya ke arah Zein.

"Gak penting!" Ketus pemuda itu, lalu bangkit meninggalkan kursinya. Dengan langkah santai dan tangan yang disematkan kedalam saku celana, Zein keluar dari dalam kelas. Menyusul teman-temannya yang sudah lebih dulu ke kantin.

Suasana kantin sangat ramai, kebisingan terdengar memekakkan telinga. Pemuda dengan setelan baju yang terlihat rapi itu melangkah melewati meja yang ramai diisi para gadis. Zein melangkah acuh, hanya mengangguk saat beberapa orang menyapanya.

"Welcome babang Zein," Aric berdiri lalu setengah duduk mempersilakan Zein untuk duduk. Zein mendelik, lalu memukul pundak sahabatnya.

Pandu yang tengah menyantap makanannya seketika tersedak saat melihat sosok gadis cantik yang nampak tak asing, gadis itu datang bersama seorang pemuda dengan pakaian rapi dan atribut lengkap. Gibran namanya, seorang ketua osis yang tahun lalu menjabat sebagai sekretaris umum kepengurusan osis.

"Bangs4t!" Umpat pandu menyuarakan kekesalan, semua sontak menoleh pada pemuda itu.

"Kenapa lo ***?" Tanya Kevin terheran, pemuda yang hampir memasukkan sesendok makanan kedalam mulut itu mengurungkan niat.

Pandu menunjuk seorang gadis yang berjalan disamping Gibran dengan dagunya, semua sontak menoleh pada tersangka.

Zein menoleh dengan malas, tidak tertarik sama sekali. Namun rasa penasaran yang menggelitik hatinya membuat pemuda itu ikut menoleh.

Putri?! Zein bergumam kecil, melihat sosok gadis yang berjalan disamping Gibran sang ketua osis.

"Itu cewek bener-bener nggak punya otak, udah tahu Zein..., masih aja jalan sama Gibran!" Aric ikut mengomentari dengan cibiran pedas.

Zein mendengus, rasa kesal dan sesak menyarang dihatinya. Melihat sosok gadis yang hampir dua tahun ini mengisi hatinya bersama pemuda lain, sangat membuat mood nya berantakan.

Zein bangkit, lalu mendorong kursi dengan kakinya. Pemuda itu berjalan santai keluar dari kantin walau hatinya bergemuruh menahan amarah.

"Babang Zein, makannya belum di pesan lho!" Teriak Tito dengan suara dibuat menggemaskan.

"Diem lo b4cot!" Tito mengelus lengannya yang mendapat tepukan keras dari Andre.

"Kuy susul lah, biar si Putri urusan belakangan," Ujar Rian langsung bangkit dari kursinya menyusul Zein..

Kevin menjadi yang terakhir, pemuda itu tengah memakan suapan terakhir makanannya. Mubazir pikirnya, langsung berteriak saat teman-temannya sudah menjauh.

"Woy, ini yang bayar siapa?! Main kabur aja kalian anak kutil!" Teriaknya memanggil teman-temannya.

"Bayarin yah, sesekali sedekah sama yang kurang mampu," Teriak Tito menahan tawa, lalu merangkul bahu Aric keluar dari kantin.

"Ya Allah, apa salah hamba punya teman minim akhlak semua..," Kevin menengadahkan wajah dengan ekspresi memelas, meratapi nasib uang jajan nya untuk seminggu yang akan kandas setelah membayar makanan teman-temannya.

* * *

Zein kembali kedalam kelas, pemuda itu berjalan santai. Namun netra tajam nya mengedarkan pandangan, hanya ada beberapa orang gadis didalam kelas. Dan si kutu buku juara kelas bernama Joko.

Zein duduk dibangkunya, melirik sekilas pada gadis disebelahnya yang sedang menulis entah apa dibukunya.

"Kenapa?" Tanya Nabila saat memergoki Zein tengah meliriknya.

Zein menatap sinis dengan alis yang berkerut, lalu mengeluarkan ponsel dari sakunya.

Idih, punya mulut gak digunain. Dengus Nabila lalu meneruskan pekerjaannya.

"Nama lo siapa?" Tanya Zein setelah beberapa lama terdiam, membuat Nabila sontak menoleh.

"Aku?!" Tanya gadis itu menunjuk dirinya sendiri.

Mendengus kesal, Zein menoleh lagi. "Bukan, buku yang lo pegang tuh!" Ucapnya kemudian.

"Oh," Nabila menutup bukunya untuk memperlihatkan sampul berwarna pink mengilat.

"Hello Kitty," Ujarnya tanpa beban, Zein memukul keras mejanya. Membuat beberapa murid di depan sontak menoleh karena terkejut, begitu juga dengan Nabila. Gadis itu hampir jatuh tersungkur karena pukulan keras Zein.

"Gue nanya nama lo!" Ucap pemuda itu kesal, menatap Nabila dengan mata elangnya.

"Na.. Nabila," Jawab Nabila tergagu, masih memegangi jantungnya yang hampir berpindah tempat.

"Tadi kan nanya nama buku, ya aku kasih tau," Tambahnya kemudian, membuat Zein menggertakkan gigi gemas. Ini sebenarnya dia atau Nabila sih yang gila?

Gue yang gila, kenapa mau bicara sama gadis gila. Lirihnya dalam hati, lalu kembali fokus pada ponsel di tangannya.

"Mas-nya nggak makan?" Tanya Nabila kemudian, tanpa mendongak dari buku dihadapannya.

Zein tidak menjawab, terlalu malas membuang tenaga untuk berbicara dengan gadis itu.

"Punya mulut tuh digunain mas, di luar sana banyak banget orang bisu yang berharap bisa ngomong," Seloroh Nabila tanpa sadar, berhasil membuat Zein mendongak dari ponsel ditangannya.

"Lo ngomong apa?" Tanya pemuda itu dingin, membuat Nabila langsung menutup mulut menyesali perkataannya.

"Hahahah, nggak. Aku lagi ngitung, hasil dari ini tuh berapa yah?" Nabila menunjuk bukunya yang penuh coretan, Zein menoleh lalu menarik buku itu dari tangan Nabila.

"Gini aja nggak ngerti, lo nggak lulus SD ya?" Sindirnya tajam, membuat Nabila reflex memukul lengan pemuda itu.

Zein berdecih, lalu melihat lengannya yang tadi tersentuh, mengelap dengan buku seolah merasa jijik.

"Maaf," Ucap Nabila, lalu menjauhkan bangkunya dari Zein. Pemuda itu hanya mengangguk lalu menuliskan beberapa coretan dibuku Nabila.

"Zein!" Suara seorang gadis terdengar, membuat dua orang itu sontak menoleh ke sumber suara.

Di depan pintu, berdiri seorang gadis bertubuh tinggi dengan setelan seragam nge-press yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Rok nya yang pendek memperlihatkan paha mulus dan jenjangnya.

Nabila menoleh pada Zein yang masih terdiam di tempatnya, namun mata pemuda itu masih menatap lekat pada seorang gadis yang berdiri di depan pintu.

🌺

🌺

🌺

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!