Di kamar, Ratih masih tampak menangis pilu. Gadis berparas ayu, berambut sebahu itu, menangis sembari mendekap boneka kesayangannya. Dia tak habis pikir dengan sikap mamanya yang dengan teganya, mau menikahkan nya di usia yang masih sangat muda.
Seorang lelaki paruh baya, menghampiri anaknya yang masih sesenggukan menangis di kamarnya.
Lelaki itu kemudian duduk di samping Ratih, sembari mengelus rambut anaknya penuh cinta.
"Sayang, sudah jangan menangis!" ucap Pak Rudy yang tak lain adalah Papa Ratih.
"Kenapa Mama jahat Pa? Mama nggak sayang sama aku. Kenapa aku di suruh menikah? aku kan masih kecil Pa. Aku juga masih sekolah kan Pa!" Ratih menatap lekat Papanya.
Pak Rudy yang tidak bisa berbuat apa-apa itu, hanya bisa menatap Ratih dengan rasa iba.
Selama ini memang Pak Rudy selalu kalah dengan istrinya. Dia itu tipe suami takut istri. Setiap yang istrinya katakan, dia tidak bisa membantahnya.
Setiap istrinya mengambil keputusan, selalu saja dia iya kan. Entah itu istrinya salah atau istrinya benar, ayo saja. Tanpa ada bantahan.
"Maafkan Papa Nak. Papa tidak bisa berbuat apa-apa. Ini kemauan Mamamu. Jadi turuti saja apa maunya."
"Pa tolong, bantu aku. Yakinkan Mama supaya dia tidak menikahkan ku dengan Mas Darma." Ratih memohon sembari tangan nya menggenggam erat tangan Papanya, yang masih setia menemaninya.
Pak Rudy tampak berfikir.
"Yah, nanti Papa ngomong lagi sama Mamamu. Sekarang kamu tidur. Udah malam."
Ratih mengangguk, sembari menyeka air matanya yang sedari tadi menetes membanjiri pipinya.
Setelah itu dia merebahkan tubuhnya di kasur. Masih saja memeluk boneka kesayangan nya itu. Sementara itu, Pak Rudy menyelimuti tubuh Ratih dan mengucapkan selamat malam, juga tak lupa mencium kening Ratih, sebelum dia beranjak pergi meninggalkan kamar Ratih. Pak Rudy menutup pintu kamar Ratih dan melangkah menuju ke kamarnya.
***
"Ma, cobalah Mama fikirkan lagi masa depan Ratih. Masa Mama tega sih menikahkan anak kita sekarang. Dia belum cukup umur Ma. Dia masih 17 tahun. Dia juga masih sekolah. Tunggulah sampai dia lulus." Bujuk Pak Rudy pada istrinya.
"Keputusan Mama udah bulat Pa. Mama akan menikahkan dia sekarang."
"Tapi Ma, apa Mama nggak berfikir untuk ke depan nya nanti. Ratih belum bisa menjadi seorang istri. Dia itu masih bocah. Malah akan merepotkan suaminya nanti."
"Udahlah Pa,nggak usah protes! Mama yakin, kalau Ratih pasti bisa melayani suaminya dengan baik. Lagi pula calon yang Mama pilihkan buat Ratih Kan sudah dewasa, punya pekerjaan tetap, dan Mama yakin, kalau dia bisa membahagiakan Putri kita."
"Iya Papa tahu, Mama memang pengin Ratih di jodohkan dengan Nak Darma. Tapi ada baiknya kita nikahkan mereka sampai Ratih lulus Ma. Setahun lagi. Nak Darma juga nggak akan keberatan." Pak Rudy terus saja meyakinkan istrinya, berharap agar istrinya tidak bertindak gegabah dengan keputusan nya.
"Tapi Mama yang keberatan Pa. Papakan tahu, Selama ini kita membesarkan Ratih dengan susah payah. Dia itu anak sakit-sakitan Pa. Sejak bayi sampai sekarang kerjaan nya nyusahin kita melulu. Sementara kita itu orang susah. Hidup aja cuma pas-pasan gini. Biarkanlah Ratih menikah. Dan selesaikan tanggung jawab kita sebagai orang tua. Karena tanggung jawab Ratih akan di alihkan pada Nak Darma." Kata Bu Lisna tak mau kalah.
Pak Rudy hanya bisa mengelus dada. Dia sadar, selama ini Bu lisna Mama Ratih yang berkuasa untuk mengatur kehidupan rumah tangganya. Pak Rudy cuma seperti boneka, yang bisa di atur-atur istrinya seenaknya tanpa melakukan perlawanan. Untuk berdebat pun, dia kalah berat dengan Bu Lisna.
Dulunya sebelum orang tua Ratih menjadi seorang cleaning service, mereka mempunyai usah restoran. Hidup Ratih kecil sangat bahagia.
Namun pada saat Dian masih dalam kandungan Bu Lisna, usaha restorannya bangkrut. Karena kalah saing dengan restoran baru di dekatnya.
***
Di kamarnya Ratih masih dengan posisinya terlentang, menghadap ke langit-langit kamar. Dia masih kefikiran dengan perdebatan Mamanya tadi sore.
flashback on
"Pokoknya aku nggak mau nikah sekarang!" Kata Ratih dengan nada tinggi.
"Tapi Mama maunya kamu menikah dua bulan lagi. Dan bulan depan Mama pastiin kamu akan di lamar oleh Nak Darma. Mama akan bujuk Nak Darma, untuk cepat melamarmu dan menikahimu." Bu Lisna masih saja bersikeras dengan keinginannya untuk menikahkan Putrinya secepatnya.
Dia ingin menikahkan putrinya dengan seorang pemuda yang berusia 27 tahun. Dan pemuda itu sekarang menjabat sebagai seorang manager di sebuah perusahaan. Dan kebetulan Bu Lisna dan Pak Rudy adalah cleaning service di perusahaan tersebut. Bu Lisna mencoba mendekati Darma dan membujuk Darma, agar Darma mau berkenalan dengan anak gadisnya yang sekarang masih duduk di bangku SMA.
"Tapi Ma, aku masih sekolah. Mas Darma juga pasti ngerti dengan posisi aku ini. Aku yakin, dia juga mau menunggu aku sampai aku lulus Ma. Dan kalau Mama memang mau menjodohkan aku dengan nya, aku nggak keberatan.
Tapi izinkanlah kami untuk saling mengenal dulu Ma. Lagian jodoh nggak akan kemana Ma. Kalau Mas Darma memang jodoh Ratih, pasti kita akan di persatu kan. Dan Ratih nggak bakalan kabur dan menolak perjodohan ini. Karena Ratih tidak ingin mengecewakan Mama dan Papa. Tapi izinkan Ratih untuk tetap bersekolah Ma. Kalau Ratih menikah, bagaimana dengan sekolah Ratih Ma." Ratih masih terus memohon supaya Mamanya mau memberinya waktu sampai dia lulus SMA.
Bu Lisna menatap tajam putrinya. Sorot tajam matanya mengatakan, kalau keputusannya tidak bisa di bantah oleh siapapun.
"Udahlah, mau nunggu apa lagi. Kalau Nak Darma nggak keberatan untuk menikahi mu sekarang, ya apa boleh buat. Kamu harus siap. Nak Darma itu sudah menjadi lelaki mapan, punya pekerjaan tetap, dan dia sudah menjabat sebagai manager di sebuah perusahaan. Dan usianya juga sudah cukup matang untuk menikah."
"Tapi Ma, kita kan baru kenal, Mestinya Mama mau dong menunggu sampai kita bener-bener siap untuk menikah. Menikah itu bukan untuk main-main Ma. Dan Ratih juga mau menikah satu kali seumur hidup. Ratih nggak mau dong kalau pada akhirnya Ratih harus salah milih calon imam. Ratih Kan belum tahu Mas Darma seperti apa. Biarkan kita saling mengenal dulu."
"Udahlah nggak usah ngebantah.Turuti aja apa kata Mama! Mama akan mencoba membujuk Nak Darma untuk cepat-cepat melamar mu dan menikahimu.
Bagaimanapun caranya! Mama udah capek ngurus anak sakit-sakitan seperti kamu. Mama masih punya dua tanggungan lagi. Dan Mama mau fokus untuk membesarkan kedua adik kamu. Dian dan Raka.
Dan menikahlah! supaya kamu tak lagi menjadi beban kehidupan kami. Karena setelah kamu menjadi istri Darma, kamu akan tinggal bersamanya dan tidak merepotkan Mama lagi." Kata Bu Lisna panjang lebar.
Deg.
Hati Ratih seperti tertusuk ribuan duri saat mendengar ucapan yang di lontarkan Mamanya barusan. Tak bisa berkata apa-apa lagi, Ratih hanya bisa berdiri mematung di hadapan Mamanya. Air matanya lantas tumpah tak bisa terbendung lagi.
"Lagian kamu itu perempuan. Untuk apa sekolah tinggi-tinggi. Ujung-ujungnya, kamu akan menjadi ibu rumah tangga. Mengurus suami dan anak. Lagian nggak usah berangan-angan terlalu tinggi. Hidup kita sekarang tuh udah beda dari hidup kita yang dulu. Coba kamu lihat di luaran sana, seorang perempuan lulusan sarjana.
Apa mereka kerja? Nggak Ratih!. Setelah menikah mereka di rumah. Ngurus suami dan anak mereka.
Percuma juga Mama nyekolahin kamu tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya kamu akan jadi ibu rumah tangga. Sayang biayanya." Kata Bu Lisna tanpa memperdulikan betapa perihnya ucapannya tadi.
Ratih lari kekamarnya membawa rasa perih dihatinya.Dia menumpahkan semua rasa itu disana.
**Flash back off
I love u readers,
Yuk sempatkan like vote dan komennya.
Siapa yang mau belajar arti kesetiaan
Pada Mas Darma dan adek Ratih**.
"Aaaaaaaagh..." Ratih berteriak frustasi.
Dia kemudian membanting semua benda yang ada di kamarnya. Dia memporak-porandakan kamarnya. Pak Rudy dan Bu Lisna saling menatap.
"Tuh kan Pa. Kumat lagi dia. Mama nggak mau ngurusin anak stres kayak dia."
"Sabar Ma. Dia itukan masih remaja, dia masih labil Ma. Mama harusnya ngerti dong, kondisi kejiwaannya saat ini. Mama jangan terlalu maksain kehendak Mama."
"sabar...sabar...Sampai kapan Pa ! udah sana, Papa urusin anak stres itu. Mama mau tidur." Bu Lisna kemudian naik ketempat tidurnya, dan berbaring di atas ranjangnya tanpa memperdulikan amukan Ratih.
Ratih di kamarnya menangis dan berteriak semakin menjadi-jadi. Pak Rudy melangkah ke kamar Ratih. Dia mau mencoba untuk menenangkannya.
"Ya Allah Nak, sabar Nak...Sabar. Istighfar." Pak Rudy mendekap putrinya erat. Dia mencoba untuk menenangkan amarah Ratih.
Sudah dari kecil Ratih mempunyai kelainan. Dia sangat sensitif dengan kata-kata kasar, ucapan yang menyakitkan, dan dia tidak bisa untuk berfikir terlalu keras.
Itu akan membuat tubuhnya ngedrop. Dia tidak bisa mengendalikan emosinya saat dia marah, dan dia bisa jatuh sakit saat masalah mulai membebani pikirannya.
Sabar Nak. Maafkan Papa. Karena Papa nggak bisa membantumu.
Papa memang Papa yang tidak berguna. Maafkan Papa karena Papa tidak bisa mengobati mu. Papa nggak punya biaya.
***
Minggu Pagi, cahaya mentari menelusup masuk ke kamar Ratih. Ratih mengerjapkan matanya. Matanya tampak bengkak.
Yah, semalaman dia menangis dan mengamuk. Di kamarnya juga masih berantakan. Bantal-bantalnya yang berserakan di lantai, baju-bajunya yang di lemari dia acak-acak, cermin riasnya pun hancur berkeping-keping. Kamarnya Pun sudah seperti kapal pecah.
Ratih menyibak selimutnya dan beranjak pergi ke kamar mandi.
Dia meraih handuk dan langsung menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi, Ratih Pun keluar dari kamarnya.
Saat tiba di ruang tengah, Ratih melihat sosok Darma yang sedang berbincang dengan Bu Lisna di ruang tengah. Dia tersenyum pada Ratih. Ratih Pun membalasnya dengan perasaan malu.
"Lihat dia. Gadis macam apa jam segini baru bangun! nggak kayak anak lainnya. Bangun pagi-pagi langsung bantuin Mamanya di dapur." Kata Bu Lisna mengejek Ratih di depan Darma.
Bu Lisna memang seperti itu orangnya. Kalau bicara ceplas-ceplos, dan mulutnya tidak bisa di jaga dari kata-kata yang membuat lawan bicaranya sakit hati.
"Huh..." Ratih mendengus kesal dan berjalan meninggalkan mereka menuju dapur.
"Sudahlah Bu, namanya juga ABG. ABG sekarang pasti sulit untuk di atur." Kata Darma sembari senyam--senyum sendiri dan menggeleng-geleng kan kepalanya.
"Ayo di minum Nak kopinya." Bu Lisna memerintahkan Darma untuk meminum kopi yang sedari tadi dia suguhkan.
Tak selang beberapa lama, Pak Rudy masuk ke dalam rumahnya. Dia mendapati Darma sedang bertamu di rumahnya.
Pak Rudy mendekat. Darma yang melihat kedatangan Pak Rudy, langsung berdiri dari duduknya dan mencium punggung tangan Pak Rudy.
"Eh Nak Darma, ayo duduk." Pak Rudy mempersilahkan Darma duduk kembali.
Darma duduk. Kemudian Rudypun ikut duduk di samping Darma.
"Nak Darma. Menurutmu bagaimana dengan anak ku? apa kau suka? "Bu Lisna membuka suara.
Darma yang sedang meminum kopi tersedak. uhuk...uhuk...
"Eh, Nak Darma nggak apa-apakan?" tanya Bu Lisna khawatir.
"Nggak apa-apa Bu."Jawab Darma sembari meletakan kopinya kembali di atas meja.
"Maksud ibu apa yah?" Darma tak mengerti.
"Maksud saya, menurut Nak Darma, bagaimana anak saya? apa Nak Darma tertarik?
kalau iya, saya akan sangat bahagia, kalau Nak Darma bersedia menjadi menantu saya." Kata Bu Lisna memperjelas.
Darma tercengang mendengar ucapan Bu Lisna.
Apa maksudnya ini. Jadi Bu Lisna menyuruh aku datang kesini, mau jodohin aku dengan anaknya?
"Kalau menurutku, Ratih itu gadis yang cantik, pendiam, dan aku suka gadis yang kalem. Nggak kebanyakan gaya, kayak ABG jaman sekarang." Kata Darma kemudian.
"Oya...! Kalau begitu segeralah lamar anak ku." Kata Bu Lisna antusias.
"Ma..." Pak Rudy menatap istrinya
intens.
"Udahlah Pa, Papa diam aja! Ini urusan Mama juga Nak Darma." Pinta Bu Lisna.
Apa-apaan ini. Ini orang waras nggak sih? kenal aja belum genap dua bulan udah main lamar segala.
"Aduh Bu, apa itu semua nggak terlalu terburu-buru yah? lagian, aku kan baru dua bulan mengenalnya.
Diakan masih sekolah juga. Aku rasa, nunggu dia lulus dulu. Setidaknyakan, dia sudah lulus SMA. Ada baiknya, kalau kita saling mengenal dulu." Kata Darma.
Darma tampak bingung dengan ucapan Bu Lisna. Dia masih tak mengerti dengan jalan pikiran Bu Lisna. Kenapa tiba-tiba dia meminta Darma untuk melamar Ratih? pacaran juga nggak, cinta juga nggak.
"Lah...kelamaan Nak Darma. Kalau Nak Darma belum siap dengan semua itu, ya sudah. Aku akan memilihkan calon lagi untuk anak ku." Kata Bu Lisna yang membuat Pak Rudy dan Darma terkejut.
Apa lagi ini. Ini orang sudah sinting yah. Masa kecil-kecil udah mau di jodohin. Mau di kenalin ama lelaki. Dimana-mana yah orang tua mendukung anaknya sukses, baru di nikahkan. Lah ini Masih SMA kelas dua. Udah mau di cariin jodoh, Orang tua macam apa dia !
"Ma..." ucap Pak Rudy, yang lagi-lagi mendapat pelototan dari istrinya.
"Papa nggak usah ikut campur! ini urusan Mama!" Teriak Bu Lisna.
Pak Rudy hanya bisa bungkam. Tak berani melawan istrinya.
"Yah nanti saya pikirkan Bu. Tapi tolong beri kesempatan saya untuk mengenal Ratih lebih jauh." Darma melihat ke arah Ratih, yang sedari tadi berdiri mematung menatap ke arah tiga orang yang sedang berbincang di ruang tengah itu.
"Tapi apa Nak?" Tanya Bu Lisna penasaran.
"Apa Ratihnya mau? Aku tidak ingin Ratih merasa terpaksa." Kata Darma berbasa-basi. Darma kembali menatap Ratih yang masih berdiri mematung.
"Yah. Dia pasti mau. Dia juga sangat menyukaimu Nak Darma, sejak pertama kali bertemu Nak Darma, Ratih sudah jatuh cinta. Iyakan Ratih?" Kata Bu Lisna sok tahu.
"Secara, Nak Darma itu kan Ganteng. Kalau saya masih muda, saya juga nggak bakal nolak. Iyakan Ratih? sini Nak duduk." Perintah Bu Lisna sembari mengulum senyum.
Darma merasa geli dengan ucapan Bu Lisna. Ini tante-tante, genit juga yah.
Pak Rudypun masih bungkam.
Malu-maluin aja istri saya ini.
Ratih diam saja. Dia kemudian berlalu pergi kekamarnya, tanpa menoleh pada ketiga orang itu.
***
Di sekolah, Ratih tampak murung. Dia berjalan menuju kekelasnya dengan langkah gontai. Rani dan yuli menghampirinya.
"Ratih kamu kenapa?" tanya Yuli
"Aku nggak apa-apa kok." Jawab Ratih lesu.
"Udah ceritain aja ke kita, siapa tahu kita bisa bantu semua masalah kamu." Tambah Rani.
Ratihpun akhirnya memberanikan diri untuk bercerita pada kedua sahabatnya.
"Wah...akhirnya sahabat kita punya pacar juga." Kata Yuli sembari memeluk Ratih.
"Hush...pacar pacar," desis Rani.
Yuli tertawa kecil.
"Terus perasaan kamu kedia gimana?" tanya Rani.
"Aku nggak tahu. Kita tidak pernah ngobrol berdua, kecuali lewat telpon dan chat."
"Oh..." Rani dan Yuli manggut-manggut mendengar penuturan Ratih.
"Tapi aku rasa, dia memang pria yang tampan, perhatian, humoris dan juga romantis. Dan aku suka.
Walaupun dia tidak pernah ngobrol secara langsung. Karena aku malu kalau di ajak ngobrol dia." Kata Ratih tersipu. Wajahnya merona.
"Terus usia dia sekarang berapa?" tanya Yuli ingin tahu.
"27 tahun. Beda sepuluh tahun dari aku. " Jawab Ratih.
"Wow...he..." ucap Yuli terkekeh.
"Kalau kamu suka, terus apa yang membuat kamu murung?" tanya Rani.
"Mama. Dia mau membujuk Mas Darma, untuk mempercepat pernikahan kita?.
Lah aku kan belum tahu persaan Mas Darma ke aku gimana? dan aku juga masih ragu dengan persaanku juga."
"what...!" ucap Yuli.
Rani dan Yuli saling pandang.
"Kapan kamu mau menikah? setelah lulus sekolah?" tanya Yuli penasaran sembari mengernyitkan kedua alisnya.
Ratih mengedikan bahunya.
"Kok gitu sih. Apa kamu nggak mau nyari pengalaman dulu? Hidup terikat itu nggak enak lho. Mending kita hidup seperti sekarang. Tidak ada yang bisa ngatur-ngatur kita. JOMBLO ABADI ha...ha...ha...." Rani tertawa lepas, sembari tangannya menelusuri isi tasnya. Dia mengeluarkan bukunya.
"Eh udah ah. Nggak usah membahas ini lagi. Sebentar lagi kan masuk." Pinta Ratih.
Bel masukpun berbunyi. Semua siswa masuk ke kelasnya untuk menerima pelajaran.
***
Sebuah sedan hitam terparkir di tempat parkir sekolah Ratih. Darma berdiri di samping mobilnya sambil matanya sesekali melirik ke arah jam tangannya. Matanya berkeliling menyusuri setiap sudut sekolah.
Namun sedari tadi dia tidak menemukan Ratih.
"Mungkin masih di kelas." Gumam Darma.
Tak lama kemudian, matanya tertuju pada sosok yang di carinya. Ratih dan kedua temannya Yuli dan Rani sedang berjalan menuju ke arahnya. Mereka kemudian menghampiri Darma.
"Mas Darma..." ucap Ratih yang tak menyangka, kalau Darma sudah ada di parkiran sekolahnya.
"Udah lama Mas?" tanya Ratih.
Darma tersenyum.
Rani dan Yuli saling pandang, menatap wajah tampan Darma yang penuh kharisma, tanpa berkedip.
"Wah...very very tampan....!" Yuli meneguk Saliva nya.
"ckckck... apakah ini pangeran yang selama ini ada di mimpi ku yah?" Rani geleng-geleng kepala, sembari matanya terus menelusuri Darma dari atas sampai bawah.
"Hai kenalin. Aku Rani." Rani mengulurkan tangannya, Darma pun menyambutnya.
"Aku Darma." Ucap Darma memperkenalkan diri.
Yuli menyenggol tubuh Rani, dan mendorong paksa tangan Rani yang masih bersalaman dengan Darma.
"He he he...kenalin. Aku Yuli mr.ganteng." Kata yuli mengerlingkan matanya, dan tangannya masih tetap memegang erat tangan Darma.
"ehm." Ratih berdehem dan melepas tangan Yuli dan Darma.
"Udah dulu yah kenalannya." Ratih memandang Yuli dan Darma bergantian.
"ciyee ciyee...cemburu nih ye." Ucap Rani meledek Ratih.
"Apaan sih ! " Ratih tersipu malu. Wajahnya merona.
"Ratih, aku di suruh ibu kamu, datang kesini untuk menjemput kamu." Ucap Darma.
"Oh iya. Maaf yah Mas Darma, jadi ngerepotin." Ratih tak enak hati.
"Nggak apa-apa kok Ratih. Sama sekali nggak ngerepotin. Aku justru seneng kalau di repotin kamu." Darma menyeringai.
Untuk saat ini dia harus bisa menyesuaikan diri dengan teman-temannya Ratih yang masih ABG itu.
"Oh...so sweatnya." Rani menyenggol bahu Ratih.
Ratih memelototi Rani.
Rani dan Yuli terkekeh.
"Oya. Kalian mau pulang jugakan? ya udah kita bareng aja. Sekalian nanti kita mampir makan siang di cafe." ujar Darma sembari merangkul bahu Ratih.
Sepertinya Ratih juga sudah cukup nyaman dengan Darma. Padahal mereka baru saling kenal. Mungkin karena Darma itu orangnya asyik, jadi dia bisa cepat akrab dengan siapa saja. Dia bisa menyesuaikan diri bergaul dengan siapa saja.
Mungkin karena itu dia punya banyak teman dan kenalan.
Mulai dari teman kerja, teman nongkrong atau bahkan teman perempuannya yangbtak terhitung jumlahnya.
"Wah... mr.ganteng. Boleh nih kita ngikut?" tanya Yuli senyam-senyum genit.
Yuli memang berbeda dari Ratih dan Rani. Ratih dan Rani tampak kalem. Tapi kalau Yuli masih saja caper kalau ada orang ganteng. Padahal dia sudah punya pacar.
"Kak ganteng mau traktirin kita yah?" tanya Rani antusias.
"Iya." Jawab Darma singkat.
"Mas nggak kerja?" tanya Ratih.
"Mas pulang lebih awal Ratih." Jawab Darma tersenyum simpul, yang membuat hati Rani dan Yuli dag dig dug ser...!
senyum mautnya itu lho...
yang membuat para gadis bertekuk lutut.
Tapi Darma tidak pernah menanggapi para gadis itu dengan serius. Baginya cinta pertamanya itulah yang masih ada dalam hatinya saat ini.
Walau sekarang dia harus bisa menerima kenyataan, kalau Asri cinta pertamanya itu sudah menjadi milik orang lain.
***
Setelah makan siang di cafe,vRatih kembali pulang ke rumahnya di antar Darma.
Sesampai di rumah Ratih di sambut Dian dan Raka adik kecil Ratih. Dian yang masih berumur tujuh tahun dan Raka yang masih berumur tiga tahun.
Dian dan Raka setia menggandeng kakaknya sampai masuk rumah.
"Oya. Mas Darma bawain kalian ice cream." Darma membuka kantong plastik yang di bawanya dan memberikan dua potong ice cream pada Dian dan Raka.
"Makasih Mas Darma." Kata Dian berterimakasih.
"Iya sama-sama." Jawab Darma.
"Kalian berdua, sana main di kamar. Mama mau ngomong penting sama kakak kalian." Bu Lisna menatap kedua anaknya, yang langsung mendapat anggukan dari keduanya. Dian dan Rakapun pergi meninggalkan mamanya.
Darma dan Ratih kemudian duduk di ruang tengah. Di ikuti kedua orang tua Ratih.
Darma jadi gugup sendiri. ap**a yang mau mereka katakan?
"Aku mau masuk dulu yah Mas Darma. Mau ganti baju." Ucap Ratih yang kemudian berlalu pergi meninggalkan ketiga orang itu.
"Darma, Ibu mau nanya sama kamu. Apa kamu sudah benar-benar suka sama anak Ibu?" tanya Bu Lisna menatap tajam Darma. Sorot matanya mengintimidasi. Membuat Darma gugup.
Ah nih orang. Apa-apaan sih. Baru datang bukan di suguhin minum, malah di introgasi begini. Tahu gini, mending pulang aja tadi.
"Iya Bu. Aku suka." Jawab Darma sekenanya.
"Bagus."
"Bagus apanya yah Bu?" tanya Darma bingung.
"Ya Bagus. itu artinya kamu harus cepat-cepat menikahi anak saya. Kalau tidak, Saya akan mencarikan jodoh lagi untuknya."
"Bu, nggak bisa gitu dong, Ratihkan masih sekolah. Setidaknya nunggu Ratih lulus dulu. Baru saya akan melamarnya." Darma mencoba memberi pengertian.
"Ya udah kalau Nak Darma nggak mau. Saya mau pilihin lagi, laki-laki yang mau secepatnya menikahi anak saya."
"Ma," ucapan Pak Rudy terhenti, saat Bu Lisna mengangkat tangannya.
"Papa diam! ini urusan Mama dengan Nak Darma. Biarkan Mama bicara. Papa diam aja dulu!." Bentak Bu Lisna.
"Nak Darma, apa kamu tahu apa yang menyebabkan saya bersikeras untuk menikahkan Ratih?" Bu lisna mencoba menceritakan kondisi Ratih pada Darma. Bu Lisna tidak mau menutup-nutupi tentang kondisi anaknya saat ini.
Darma menggeleng.
"Sejak SMP kelas tiga, Ratih sakit. Dan dia bukan sakit biasa yang seperti kita alami. Ratih itu suka kerasukan jin. Dan sampai sekarang, jin itu belum mau pergi dari tubuhnya.
Ibu sudah sering sekali menemui orang pintar. Tapi hasilnya masih tetap sama." Bu Lisna mencoba bercerita.
"Oh..."Darma manggut-manggut mendengar penuturan Bu Lisna.
"Dan Nak Darma harus tahu, kalau Ratih itu suka sekali depresi. Kalau dia sedang marah, dia tidak bisa mengontrol emosinya.
Ratih itu tidak bisa di kasari. Dia pasti akan menangis dan mengamuk jika ada seseorang yang menyakiti hatinya. Jiwanya saat ini sedang tidak labil. Apalagi kalau dia memikirkan sesuatu. Pasti otaknya bisa ngedrop. Dan dia bisa jatuh sakit. Untuk itulah Ibu mau Ratih berhenti sekolah dan menjadi seorang istri aja di rumah."Kata Bu Lisna panjang lebar.
Darma manggut-manggut mencoba mencerna semua penjelasan Mamanya Ratih.
Ah nih orang sebenarnya maunya apa sih.
"Terus." Ucap Darma datar.
"Ya Ibu sih, penginnya Nak Darma itu menikahi anak saya dan menjadikan dia istri. Saya kepengin anak saya sembuh. Mungkin dengan menikah dia akan sembuh. Karena kebahagiaannya itu adalah kesembuhannya."
Darma sudah tidak kuat lagi berlama-lama di tempat Ratih. Bu Lisna ternyata sangat cerewet. Membuat telinganya hampir meledak gara-gara ucapannya yang tanpa jeda.
"Ya udah kalau begitu. Saya pamit pulang dulu. Sudah sore." Darma beranjak dari duduknya.
Setelah itu Darma berpamitan pada kedua orang tua Ratih
Darma kemudian melangkah menuju ke tempat mobilnya di parkir.
"Dasar orang tua aneh. Di mana-mana orang tua yah mau anaknya sukses dulu. Baru menikah. Lah ini penginnya anaknya menikah dan berhenti sekolah." Gumam Darma pelan.
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!