Ketika cinta dipertemukan oleh sebuah pertualangan, mereka hanya bisa memikirkan apakah akhirnya akan bahagia ataupun sebaliknya mereka tidak tahu. Biarlah takdir yang menentukan...
Pertualangan yang membuat perasaan mereka menjadi begitu dalam dan begitu kuat, pertualangan yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup.
.
.
.
.
.
Seorang bocah laki-laki berlari di dalam hutan yang cukup gelap, sendirian dan tanpa ditemani seorang pun.
Ia tampak ketakutan, lontang-lantung tidak tentu arah sambil menangis.
Di tengah pelariannya ia melihat sebuah makhluk hitam besar bagaikan monster dan bersayap berdiri di hadapannya sambil menyeringai kejam.
Anak itu ketakutan keringat membasahi seluruh tubuhnya ia mundur beberapa langkah.
Tetapi tiba-tiba ada sebuah asap hitam, asap hitam itu muncul dari telapak tangan makhluk itu dan mengitari tubuhnya.
Kemudian asap itu memasuki matanya dan semuanya pun akhirnya menggelap, ia kehilangan kesadarannya.
***
"Hosh! Hosh! Hosh!" seorang pemuda bangun dengan keringat yang mengucur di pelipisnya dengan nafas yang tersenggal-senggal.
Matanya tampak di perban sehingga ia tidak dapat melihat apa-apa, kemudian ia meraba-raba meja di sampingnya untuk mengambil segelas air putih yang berada di situ.
Prang!
Tetapi ia tampak masih panik sehingga gelas yang ingin ia raih malah jatuh ke lantai dan pecah.
"Ck." umpatnya kemudian memegang wajahnya dengan kedua tangannya frustasi.
Cklek!
Ia mendongak ke arah pintu karena mendengar suara ada yang datang, seolah-olah melihat orang yang masuk itu, walaupun matanya di perban dan ia tidak melihatnya sama sekali.
"Reyhan apa kamu bermimpi buruk lagi?" tanya seorang wanita parubaya sambil membawa nampan berisi makanan.
"Ya, bunda." jawab pemuda itu sambil mengangguk mengenali suara bundanya.
Bundanya pun menaruh nampan di atas meja di dekat ranjang pemuda itu sambil menatap putranya sedih kemudian wanita parubaya itu mengelus lembut kepala putranya itu.
Pemuda itu hanya menatap lurus karena ia tidak bisa melihat apa-apa.
"Makanlah nak." kemudian bundanya mengambil semangkuk bubur hangat yang di bawanya dan menyuapkan ke putranya itu, kebetulan pria itu sedang tidak sehat beberapa hari itu ia sedang tidak enak badan karena dihantui oleh mimpi buruknya.
"Bunda aku haus," katanya kemudian bundanya mengambilkan segelas air putih yang di bawanya dan setelah menaruh di tangan putranya, pemuda itu pun meminumnya sampai habis seperti orang yang begitu kehausan.
"Reyhan mulai besok bunda gak bisa temanin kamu lagi di sini bunda harus bantu papa mengurus kerjaan." jelas bundanya.
Pemuda yang bernama Reyhan itu hanya menatap lurus tanpa ekspresi sebenarnya ia begitu kesal karena bundanya lagi-lagi akan di sibukkan oleh pekerjaannya.
Ia kesal karena orangtuanya yang terlalu sibuklah yang membuatnya mengalami kejadian itu, kejadian yang tidak pernah akan ia lupakan.
Setelah ia di nyatakan tidak dapat menggunakan matanya lagi oleh dokter orangtuanya akhirnya sedikit bersimpati padanya. Padahal ditengah keterbatasannya itu ia hanya ingin kedua orangtuanya selalu berada di sampingnya dan selalu menemaninya karena ia merasa begitu kesepian.
"Apa Reyhan terlalu merepotkan bunda?" tanyanya merasa bersalah akan keadaannya.
"Tidak sayang kamu gak pernah merepotkan bunda," ucap bunda Reyhan.
Reyhan hanya menunduk lagi-lagi tidak bisa mengutarakan perasaannya yang sangat kesepian dan hanya ingin merasakan kasih sayang, lagi-lagi ia akan kehilangan kasih sayang orangtuanya di tengah keterbatasannya.
"Mulai besok kamu akan di layani oleh para pelayan-pelayan di rumah ini," ucap bundanya menjelaskan kemudian pergi meninggalkan kamar itu setelah membersihkan gelas pecah yang dibuat Reyhan dan kemudian mencium puncak kepala putranya itu.
"Bunda," gumam Reyhan benar-benar merasa di tinggalkan.
Reyhan teringat ketika usianya tepat delapan belas tahun saat itu hari ulang tahunnya. Kejadian yang membuatnya tidak berdaya seperti sekarang.
Saat itu tiba-tiba saja mata Reyhan seolah-olah menyerap sesuatu ketika melihat orang-orang di sekitarnya dan merasa kesakitan ketika melihat cahaya yang terlalu terang, benar-benar menyakitkan.
Ia bahkan sempat berteriak karena menahan sakit di matanya dan akhirnya membuatnya jatuh pingsan.
Semejak saat itu dokter melarangnya untuk menggunakan matanya dan menyuruhnya untuk di perban saja menurut dokter itu bisa membahayakan dirinya jika dia masih nekat untuk melihat. Dokter juga tidak tahu jelas apa yang menyebabkan mata pria itu menjadi seperti itu, tidak ada penyakit medis yang di deritanya. Mata Reyhan baik-baik saja meskipun begitu menurut pemeriksaan medis rasa sakit yang di timbulkan mata pria itu mempengaruhi seluruh bagian tubuhnya, dan bisa saja membahaya kan nyawanya. Dokter angkat tangan akan penyakit Reyhan melakukan operasi sama saja sesuatu yang tidak benar karena mata Reyhan sudah di nyatakan sangat sehat dan tidak menderita penyakit apapun.
Awalnya mendengar penjelasan dokter, Reyhan sangat menolaknya dan malah memaksa tetap untuk menggunakan matanya lalu ia membuka kasar perban yang telah di lilitkan di matanya, ia tidak menerima kenyataan itu. Jika matanya dinyatakan sehat maka ia harus tetap melihat.
Hasilnya ia kesakitan dan tidak sadarkan diri selama seharian padahal cuma lima belas menit ia mempertahankan diri untuk dapat melihat dan akibat kejadian itu ia mengalami trauma berat untuk menggunakan matanya lagi, karena sakit yang ia terima saat melihat cahaya benar-benar tidak bisa ia bayangkan untuk ia rasakan lagi.
Sekarang usianya sudah dua puluh tahun, sudah dua tahun ini ia tidak menggunakan matanya sama sekali dan hidup seperti orang buta padahal dia tidak buta. Orangtua Reyhan awalnya sangat shock ketika mengetahui sesuatu yang terjadi pada Reyhan berbagai macam pengobatan dan berbagai dokter spesialis mata telah menangani penyakit putra mereka itu tapi semuanya berakhir dengan angkat tangan, pada akhirnya mereka pun menerima keadaan putra mereka itu. Namun karena masalah pekerjaan dan ketidaktahuan mereka tentang perasaan Reyhan yang kesepian, orangtua Reyhan meninggalkan Reyhan dalam kesepiannya.
Reyhan perlahan-lahan dapat beradaptasi dengan hal itu, ia bisa bermain komputer untuk mengetik, hapal seluk-beluk rumah tanpa melihat dan pendengarannya tajam meskipun dari jarak jauh begitu juga dengan indra penciumannya.
Walaupun ia tidak pernah keluar rumah lagi semejak dua tahun ini selain tidak ada yang mengantarnya untuk pergi jalan-jalan ia juga sudah tidak terlalu percaya diri lagi karena keterbatasannya.
Setelah bundanya tidak merawatnya lagi ia pun di rawat oleh para pelayan-pelayan rumahnya.
Tetapi karena ulah Reyhan sendiri yang bisa dibilang sangat aneh dan menyebalkan begitulah pendapat pengasuh-pengasuhnya akhirnya mereka tidak tahan menghadapinya dan memilih mundur.
Bahkan banyak para gadis dan wanita parubaya yang sudah bekerja untuknya tetapi juga tidak ada yang tahan.
Reyhan selalu menjahili mereka ia tahu mana orang yang tidak ikhlas merawatnya.
Kebanyakan para gadis yang pernah merawatnya ingin memanfaatkan kekurangannya bahkan semuanya yang sudah pernah merawatnya hanya ingin memanfaatkannya saja.
Sehingga membuatnya muak dan ia membuat para gadis-gadis itu takut bahkan seorang pria pun pernah menjadi pengasuhnya tetapi tidak bertahan seminggu pria itu berhenti karena Reyhan mengajaknya berkelahi.
Bersambung...
Seorang gadis sembilan belas tahunan sibuk melayani para pelanggan di sebuah restoran.
Gadis yang begitu ceria dan gila bekerja paruh waktu itu sangat menikmati pekerjaannya. Terlihat dari raut wajahnya yang begitu ceria dan bersemangat dalam bekerja.
Seorang wanita parubaya mengamati gadis itu, ia terlihat begitu antusias ketika mengumpulkan piring-piring kotor yang berada di atas meja makan restoran itu dan pergi membawanya masuk ke dapur. Kemudian keluar lagi membawakan pesanan-pesanan pelanggan dengan senyum cerah di wajahnya.
Sekitar jam lima sore ia pun baru keluar dari pintu restoran sambil mengelap wajahnya yang berkeringat dengan sapu tangan ia bersiap pulang.
Diperjalanannya kemudian ia di panggil oleh seorang wanita parubaya yang memerhatikannya sedari tadi.
Bingung dengan sekitar, ia pikir bukan dia yang di panggil ia menoleh ke kanan dan kirinya untuk memastikan dirinyalah yang di panggil. Setelah memastikan bahwa dirinya yang dipanggil ia pun mendatangi wanita itu.
"Apa tante memanggil saya?" tanya gadis itu pada wanita parubaya itu dan wanita itu pun mengangguk mengiyakan.
"Ada apa tante?" tanya gadis itu lagi sambil tersenyum ramah.
"Tante ingin menawari kamu pekerjaan, gimana kamu tertarik?" tanya wanita itu, hal itu sebenarnya membuat gadis itu kaget karena tiba-tiba saja ada orang yang tidak dikenalnya menawarkan pekerjaan. Hal itu sempat membuat gadis itu berpikiran buruk dan kemudiannya ia menepisnya berusaha bertanya secara baik-baik.
"Memang apa pekerjaannya tante?" tanya gadis itu lagi tidak ingin salah paham.
"Merawat anak tante." jawab wanita itu.
"Memang dia kenapa tante?" gadis itu bertanya lagi sebenarnya ada perasaan tidak percaya dengan ajakan wanita itu terlihat jelas raut wajah gadis itu yang seperti orang ketakutan kena tipu. Wanita itu menyadari gelagat gadis muda yang ketakutan itu kemudian menjelaskan semuanya.
"Kamu gak perlu takut tante bukan orang jahat, rumah tante ada dipinggiran kota ini, tante gak berniat jahatin kamu," kata wanita itu dan gadis itu tersenyum mengangguk berusaha untuk percaya pada wanita parubaya itu. Gadis itu tahu dari penampilan wanita itu saja sudah jelas wanita itu bukan orang yang jahat tapi namanya pikiran negatif pasti ada saja singgah di dalam pikiran.
"Sebelumnya kenapa saya harus merawat anak tante, apa dia masih kecil?" tanya gadis itu sekali lagi.
"Dia memiliki keterbatasan, dia tidak dapat melihat dan perlu untuk di jaga." jelas wanita itu dan gadis yang di tawari itu mengangguk merasa iba dan belum sempat ia berkata lagi wanita itu mengatakan sesuatu.
"Masalah gaji kamu tidak perlu khawatir," jelas wanita itu.
Akhirnya mereka pun bercakap-cakap tentang pekerjaan itu, dan gadis itu tahu bahwa pekerjaan itu nyata dan sudah pasti. Dengan gaji yang lumayan perundingan itu pun berakhir gadis itu tersenyum mengiyakan bahwa ia menyetujui tawaran itu.
Kemudian wanita itu memberikan kartu namanya.
"Besok datang ke alamat ini, oh iya nama tante Rosa dan nama kamu?" ucap Rosa memperkenalkan diri dan bertanya nama gadis itu.
"Nama saya Nadira tante biasa di panggil Dira," ucap Dira memperkenalkan diri.
"Maaf tante ini sudah sore saya harus pulang," Dira izin pamit pergi.
"Apa kamu mau tante antar." tawar Rosa.
"Gak usah tante saya bisa pulang sendiri, permisi." Dira menolak tawaran Rosa halus dan pamit pergi sedangkan Rosa hanya menatap kepergian Dira.
.
.
.
Keesokan harinya...
"Wah!" Dira takjub, sekarang ia berada di depan sebuah rumah yang layaknya sebuah istana.
"Apa benar di sini rumahnya?" Dira memastikan tempat yang di tujunya itu benar.
"Ada apa neng?" tanya seorang satpam tiba-tiba.
"Uwaa!!" Dira terlonjak kaget sedangkan satpam itu hanya menatap perilaku Dira.
"Ma-maaf pak, apa benar rumah ini alamatnya?" tanya Dira menunjukkan kartu nama Rosa.
"Ah iya neng benar ini alamatnya, silahkan masuk." satpam itu membukakan pintu pagar untuk Dira seolah-olah sudah tahu memang akan ada tamu yang datang, kemudian Dira memasuki halaman rumah itu.
Dira dibuat takjub oleh pemandangan tempat itu tamannya begitu luas dan indah.
Ketika sampai di depan rumah mewah itu kebetulan Rosa ada di luar tampaknya ia buru-buru ingin pergi.
"Pagi tante." sapa Dira pada Rosa dan Rosa tampaknya seperti mengingat-ngingat sesuatu.
"Oh Dira, silahkan masuk!" Rosa langsung mengajak Dira masuk ke dalam rumah dan menunjukkan kamar putranya.
Saat menyusuri rumah itu lagi-lagi Dira dibuat takjub karena rumah itu begitu luas.
Aku bakalan bisa tersesat di rumah ini. Batin Dira berpikir pasti dia akan tersesat karena rumah itu begitu luas.
"Dira, kamu tante percayakan mengurus seluruh keperluan anak tante yah. Kalau masalah makan ia bisa turun sendiri kok ke ruang makan" jelas Rosa.
"Tante kalau boleh tau kenapa anak tante gak di rawat sama pelayan tante aja?" tanya Dira dan Rosa tersenyum menanggapi pertanyaan Dira.
"Anak tante itu gak mau sembarangan orang ngerawat dia, masuk kamarnya saja tidak boleh." Rosa menjelaskan.
"Tante kalau begitu saya juga gak boleh masuk dong?" tanya Dira polos membuat Rosa tersenyum, ada-ada saja pertanyaan Dira itu.
"Kamu tuh beda kamu memang di khususkan buat jagain dia kamu juga gak perlu keluar kamar kecuali saat jam makan siang atau pada saat dia memerlukan sesuatu." Rosa menjelaskan dengan sabar dan secara detail akhinya Dira pun mengangguk paham.
Dan sampailah ia di depan pintu kamar anaknya Rosa.
Cklek!
Bunyi pintu terbuka dan memperlihatkan kamar yang cukup luas Dira terkejut bukan karena kamar itu yang menjadi pusat perhatiannya.
Yang menjadi pusat perhatiannya sekarang adalah seseorang yang sedang duduk menyenderkan dirinya di ranjang king sizenya dengan mata tertutup perban dan tampak ia sedang mendengarkan sesuatu.
"Itu dia anak tante," kata Rosa, Dira melongo kaget ia baru tahu bahwa orang yang di jaganya adalah seorang pria.
Oh tidak kenapa harus pria aku pikir dia cewek. Batin Dira panik bagaimana bisa seorang gadis dapat bertahan selama seharian hanya berdua dengan seorang pria di dalam kamar itu, Dira menyesali tidak bertanya dulu jenis kelamin anak yang akan dijaganya. Jika ia tahu dia pasti akan menolaknya, Dira panik sendiri di buatnya. Dalam hati Dira seharusnya yang menjaga anak wanita itu bukan seorang wanita tapi seorang pria.
"Tan... " belum sempat ia berbicara Rosa telah meninggalkannya karena ia harus buru-buru pergi.
"Kamu masuk saja, tadi malam tante sudah cerita sama dia kalau kamu akan menjadi pengasuhnya." jelas Rosa berlalu pergi meninggalkan Dira.
Dira menelan ludahnya susah payah, selama ini ia bahkan tidak pernah dekat-dekat dengan pria dan baru kali ini ia dekat dengan pria ia langsung akan berada di kamar pria itu hanya berdua selama seharian penuh.
Kayaknya aku gak bakalan betah kerja di sini biar pun sehari. Dira membatin.
Bersambung...
Kayaknya aku gak bakalan betah kerja di sini biar pun sehari. Dira membatin.
Kemudian dengan setengah hati ia memberanikan dirinya memasuki kamar itu sambil menarik nafas dalam sekarang tangannya mendingin, ia sedang gugup keringat dingin mengucur di pelipisnya.
"Tutup pintunya!" mendengar perintah pria itu untuk menutup pintu membuat Dira tambah panik ingin rasanya ia lari pulang sekarang tetapi untuk menepati janjinya pada Rosa ia akan menjaga anaknya selama Rosa bekerja, ia tidak akan pergi sebelum ia berpamitan pada Rosa. Dira benar-benar menyesal karena sebelumnya tidak bertanya siapa orang yang akan ia jaga, jenis kelaminnya, umurnya. Ia pikir ia akan menjaga seorang anak kecil karena melihat penampilan Rosa yang masih muda, ia tidak tahu jika ternyata ia salah paham.
"A-apa ada yang bisa saya kerjakan?" tanya Dira sopan namun tidak menghilangkan rasa gugupnya.
"Tidak, maksudku belum ada perintah yang akan kamu lakukan dariku," Reyhan menyeringai tampaknya ia akan menjahili Dira. Padahal saat ini Dira tanpa di jahili pun sudah merasa tidak betah berada di tempat itu.
Ya Tuhan aku ingin pulang. Dira membatin, ia benar-benar gugup.
"Oke. Aku akan buat petaturan di kamar ini, pertama kamu gak boleh nginjak karpet kamarku dan duduk di sofa," kata Reyhan membuat peraturan dan Dira yang menyadari telah menginjak karpet kamar itu pun langsung menyingkir ia menuruti keinginan pria itu dan tidak membantahnya ia tidak ingin mencari masalah cukup sudah pekerjaannya ini menjadi masalah baginya.
"Kedua kamu gak boleh nyentuh barang-barangku sembarangan." peraturan kedua yang pasti Dira turuti karena dia tidak berminat sama sekali untuk menyentuh barang di rumah itu sekalipun benda itu kesukaannya, Dira hanya diam mendengarkan perintah bosnya itu.
"Ketiga kamu harus panggil aku bos," kata Reyhan dan membuat Dira mendengus pasrah. Ia terima saja hal itu memang kenyataannya pria itu adalah bosnya.
"Dan yang terakhir jangan banyak omong dan tanya kecuali kalau aku sudah kasih kamu perintah," kata Reyhan dan membuat Dira memutar bola matanya malas karena merasa memang dia tidak ada minat untuk bertanya dan mengajak pria itu berbicara.
Walaupun di hatinya bertanya siapa nama pria itu dan kenapa matanya di perban. Tapi karena perintah bosnya itu, ia membuang jauh pertanyaannya itu biarlah nanti ia tahu sendiri pikirnya.
Akhirnya Dira menuruti semua peraturan Reyhan ia tidak mau terlibat masalah kalau melanggar peraturan yang di buat Reyhan. Walaupun Dira tahu jika pria itu benar-benar kelewatan, karena satu-satunya tempat yang tidak terkena karpet di kamar itu hanyalah lurusan sudut-sudut kamar itu.
Tapi Dira sangat menghormati peraturan yang di buat Reyhan ia bahkan sekarang rela duduk di pojok kamar dekat pintu tanpa adanya alas karpet di tempat itu dan membiarkan dirinya duduk di keramik. Hal itu juga sebenarnya bagus untuknya karena ia tidak perlu terlalu dekat dengan pria itu.
Kemudian ia menyandarkan diri menunggu perintah yang dikeluarkan Reyhan bahkan kalau Reyhan tidak memerintahnya ia akan bertekad sanggup diam seharian tanpa berbicara dengan bosnya itu karena memang seperti itu pribadi Dira ia tidak suka banyak bicara. Ia lebih memilih untuk fokus bekerja ketimbang menggosip sesuatu hal yang tidak perlu.
Berbeda dengan pekerja-pekerjanya terdahulu peraturan Reyhan nomor satu tidak mereka perdulikan dan malah mengejek Reyhan dalam keterbatasannya dan hal itulah yang membuat Reyhan merasa jengkel.
Dira saat ini benar-benar menikmati dinginnya tembok dan lantai tetapi ia tidak perduli karena ia sekarang begitu fokus membaca novel favoritnya. Ia sangat menyukai novel itu sampai-sampai tidak memperdulikan apapun. Tapi tidak mengalihkan fokusnya jika bosnya memerlukan sesuatu ia tetap mendengarnya.
Tidak lama kemudian Dira cekikikan sendiri bahkan sekarang Dira tidak perduli dirinya telah berbaring di lantai keramik yang dingin itu. Ia benar-benar menikmati membaca novel itu sekarang.
"Kenapa kamu tertawa?" tanya Reyhan pada Dira.
Hah, dia denger. Padahalkan aku jauh dan gak bakalan kedengeran kalau ketawa suaraku kan benar-benar nyaris gak kedengaran orang normal mana dengar, wah indra pendengaran memang keren, walaupun ia buta. Batin Dira kagum.
"Hei jawab!" seru Reyhan jengkel karen tidak ada jawaban.
"Ma-maaf bos, saya lagi baca buku," kata Dira jujur ia merasa bersalah karena sudah menggangu ketenangan bosnya.
"Kamu berbohong." Reyhan tidak percaya ia masih mengira Dira sama saja dengan pengasuh-pengasuhnya sebelumnya.
"Bos-bos, mana ada saya bohong, nih kalau gak percaya." Dira mendatangi bosnya yang duduk di ranjangnya dan tentu saja Dira kesitu berjalan di bagian tanpa karpet. Ia tetap menghormati peraturan Reyhan.
"Nih bukunya," Dira menyentuh-nyentuhkan novel yang ia baca ke tangan Reyhan agar pria itu percaya padanya.
"Kalau begitu novel ini saya sita karena kamu sudah membuat keributan." tegas Reyhan.
"Ta-tapi bos," Dira tidak terima dengan keputusan Reyhan, buku itu satu-satunya teman bagi Dira di kamar itu.
"Gak ada tapi-tapian," kata Reyhan membuat Dira langsung diam. Ia tidak membantah dan tetap menurut saja, karena ia hanya anak buah dan harus menuruti atasan.
Dira langsung kembali ke tempat asalnya dan langsung mendudukan diri sambil mengerucutkan bibirnya dihatinya sekarang ia sedang mengomel.
Enak ya jadi bos bisa bersikap seenak jidatnya. batin Dira kesal.
Sedangkan Reyhan sudah tidak mendengar cekikikan Dira lagi dan ia tahu kalau gadis itu tadi berkata jujur tetapi ia bingung kenapa tangannya dingin seperti orang yang ketahuan berbohong begitu pula dengan detak jantungnya.
"Hei! Apa kamu merasa gugup?" tanya Reyhan dan membuat Dira yang sedang menatap tembok terkejut.
"Hah!?" Dira menatap kaget dengan pertanyaan bosnya barusan ia tahu Dira gugup. Ia lagi-lagi ketahuan gugup bagi Dira saat ini ia sungguh tidak profesionalis sekali ia dalam bekerja.
"Bukan urusan bos." Dira menjawab ketus, sebenarnya jawaban itu isi hatinya yang kesal karena novelnya di sita.
"Kamu sudah berani ngelawan bosmu." Reyhan menegur Dira.
"Eng-enggak bos. Iya, saya gugup saya gak biasa dengan suasana kayak gini." Dira menjawab jujur, ia malah ketakutan jadinya saat ini merasa bersalah karena bersalah jelas saja.
"Sebenarnya saya saat ini hanya menunggu bos untuk mengusir saya pergi dari sini," kata Dira seadannya ia sudah tidak kuat dengan keadaan.
Hanya saja karena ia sudah berjanji dengan Rosa ia tetap bertahan seandainya ada titah pengusiran dari Reyhan ia akan langsung berlari pergi pulang tetapi Reyhan hanya tersenyum simpul menanggapi perkataan Dira.
Melihat senyuman Reyhan Dira lebih memilih menatap tembok lagi sambil berpikir apa yang akan di lakukan bosnya itu selanjutnya.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!