NovelToon NovelToon

Sang Pengawal

Bab 1

Sebuah menara kontrol Nampak lengang malam itu, hanya terlihat dua orang operator yang

terus memantau layar radar yang terhampar luas di depannya. Tiba-tiba terdengar bunyi bip diiringi dengan tanda merah menyala di layar monitor.

“Pesawat kita ada yang mengudara?” Tanya salah seorang operator.

Rekannya langsung menyambar papan klip yang berisi jadwal penerbangan, dan beberapa saat

dia pun menggeleng. Sejenak mereka terdiam dan saling bertanya-tanya.

“Disini menara kontrol 1, melaporkan radar telah menangkap objek tak dikenal. Dilihat

dari kecepatannya, sepertinya pesawat tempur tapi memiliki besar seperti pesawat pengangkut. Mohon izin meluncurkan drone untuk memeriksanya” Ujar operator menghubungi pusat komando dan menara kontrol

lainnya.

“Izin diberikan..”

Tak lama kemudian dua buah drone telah lepas landas dan melesat menuju target. Kedua pesawat tak berawak itu terhubung dengan manara kontrol dan dikendalikan dengan semacam joystick oleh kedua operator. Gelapnya langit di atas Laut Jawa tak menjadi halangan karena kamera drone yang dilengkapi dengan teknologi infra merah dan nightvision. Dua drone itu merupakan teknologi terbaru dari TNI AU, dan diklaim mampu mencegat target

sesulit apapun.

***

[Satu jam kemudian, di Pusat Komando Armada Barat]

“Mustahil, drone itu kan memiliki teknologi tercanggih untuk melakukan pencegatan, bagaimana bisa mereka kecolongan?” Tanya Laksamana Adi dengan keheranan.

“Menara kontrol 1 melapor kalau tiba-tiba saja objek itu menghilang dari radar, alat

deteksi dari kedua drone juga tak berhasil menemukannya” Jawab Kapten Edo, perwira 35 tahun spesialis pengoperasian radar.

“Apa itu pesawat kita?”

“Itu masalahnya, kami belum tahu. Melihat dari ukurannya seperti pesawat pengangkut, tapi kecepatannya setara dengan pesawat tempur, ditambah lagi objek ini mampu menghilang dari pantauan radar, tak salah lagi dia pasti memiliki kemampuan stealth.” Jawab Kapten Edo

“Kalau begitu itu bukan pesawat kita, cepat kamu hubungi pangkalan-pangkalan udara terdekat lokasi dan pastikan objek tersebut teridentifikasi” Perintah Laksamana Adi beranjak meninggalkan ruangan.

“Siap Pak….maaf Pak, ada satu lagi”

Laksamana Adi menghentikan langkahnya dan kembali berbalik menatap Kapten Edo.

“Setelah saya analisa hasil pantauan radarnya, ternyata itu bukan 1 objek saja, tetapi dia mengeluarkan objek-objek lain yang lebih kecil”.

Kening Laksamana Adi mengernyit tanda tak mengerti.

“Apa maksudmu?”

Kapten Edo bergegas kembali ke komputernya untuk menunjukkan perkataannya barusan, yang diikuti oleh Laksamana Adi di belakangnya. Dengan sekejap Kapten Edo yang dijuluki sebagai operator tercerdas itu menampilkan beberapa gambaran untuk mendemonstrasikannya.

“Ini adalah citra radar yang kita deteksi, sedangkan di sampingnya adalah hasil pengolahan citra yang sudah saya lakukan. Awalnya memang satu objek saja, tetapi setelah saya gunakan pencitraan radar yang lebih teliti, ternyata objek tersebut semacam mengeluarkan objek-objek lain yang lebih kecil ukurannya dan tak akan terpantau oleh radar yang biasa kita gunakan. Kemungkinan besar itu adalah semacam drone atau UAV (Unmanned Aerial Vehicle)”

Laksmana Adi pun terdiam sambil menatap gambar itu tanpa berkedip, terlihat sekali dia seperti tengah mengenalisa benda apa yang tengah mereka hadapi ini. Seisi ruangan tak ada yang berani angkat bicara, termasuk Kapten Edo yang dengan setia menunggu perintah selanjutnya.

”Ini semakin rumit, terus lakukan penyelidikan dan laporkan tiap kamu menemukan sesuatu” Perintah Laksmana Adi

“Siap Pak”

Laksmana Adi bergegas menemui beberapa petinggi TNI AU untuk mendiskusikan kejanggalan ini. Ia punya firasat kalau ada yang berhasil menyusup masuk ke wilayah langit Indonesia. Tapi siapa?

Bab 2

Sebuah peluru karet melesat sejauh 500 meter dan menghantam lingkaran target. Arman kembali menghembuskan napas setelah melepaskan tembakan terbaiknya. Entah kenapa secara spontan tubuh Arman berhenti bernapas saat detik-detik terakhir menarik pelatuknya.

“Jangan tahan napasmu nak Arman, itu bisa mengurangi konsentrasimu” Ujar Pak Rahmat, pria 40 tahun yang menjadi instruktur menembak terbaik di tampat pelatihan itu.

“Aku justru tak bisa fokus kalau tak menahan napas Pak”

Pak rahmat hanya tersenyum sambil menggeleng, dia memakai teropongnya untuk melihat akurasi tembakan barusan.

“Cukup bagus, Cuma meleset beberapa milimeter dari target, setidaknya itu lebih mendingan dari pada punya Anastya dan Ardi tadi” Ujar Pak Rahmat bangga.

“Wahhh, lo hebat ya Man. Gue jadi ikutan bangga” Ujar Anastya seraya akan memeluk Arman.

Tapi dengan cepat Arman berkelit dan malah mengenai Ardi.

“Iiiihhhh” Anastya langsung mengibas-ngibaskan tangannya setelah tahu bukan Arman yang dipeluknya.

“Makanya jadi cewek jangan genit-genit, jadi meluk gue kan lo” ejek Ardi sambil tersenyum senang.

Arman tertawa terbahak-bahak melihat tingkah kedua teman baiknya itu, Pak Rahmat Cuma menggeleng sambil tersenyum melihat ketiga murid kesayangannya itu.

Dari kejauhan terlihat seorang pemuda berpakaian rapi dan berjas hitam berjalan dengan agak terburu-buru menghampiri tempat Arman latihan. Dia adalah Robin, anggota Paspampres yang mengawal Arman setelah tragedi penculikan setahun yang lalu.

“Itu siapa?” Tanya Ardi sambil menunjuk seorang cewek yang berjalan di samping Robin. Arman hanya menggeleng penuh tanda Tanya.

“Kayaknya boleh juga tuh cewek” Celetuk Ardi tanpa melepaskan pandangannya sedikitpun.

“Biasa aja deh kayaknya” Tandas Arman sok cuek.

“Dasar Cowok, matanya jelalatan kalau lihat cewek” Gerutu Anastya

Akhirnya mereka berdua semakin mendekat, perhatian Arman sedikit-sedikit mulai melirik pada cewek itu, dan dalam hatinya sedikit mengakui kalau ternyata cewek itu cukup manis.

“Itu siapa Kak?” Tanya Ardi tak sabar. Arman juga ingin menanyakan hal itu tapi ternyata keduluan sama Ardi.

“Perkenalkan ini agen Shinta, dia yang akan mengawal Arman kapanpun dan dimanapun, termasuk di dalam kampus.”

“Buat apa Kak? Bagiku Kak Robin aja udah cukup. Kenapa ditambah satu lagi?” Potong Arman. Dalam hatinya merasa kebebasannya akan terancam jika agen-agen berpakaian terlalu rapi seperti Robin selalu berada di sekelilingnya.

“Lo ngomong apaan sih? Dia kan lumayan cantik, masa lo tolak sih?” Bisik Ardi pada Arman.

“Kak Robin aja udah bikin gue malu di depan teman-teman, masa kemana-mana mesti sama dia? Ini malah mau ditambahin satu agen lagi, lo pikir gue ndak risih apa?” Jawab Arman ikut berbisik.

Tanpa sengaja Arman melihat Shinta menatapnya dengan tatapan menyelidik, sepertinya dia mengerti pembicaraan Arman dengan Ardi barusan.

“Ini perintah dari Pak presiden, beliau sendiri yang memilihnya. Dan dia ndak akan berpakaian rapi sepertiku, tapi dia akan menyamar sebagai mahasiswi dengan pakaian seperti biasa. Jadi ndak perlu malu jika dia berada di dekatmu” Ujar Robin menjelaskan.

Arman sudah tak punya alasan lagi untuk menyingkirkan agen cewek itu.

“Yaudah deh” Ujarnya menerima

“Ingat baik-baik pesanku tadi, dan ingat apa yang pak presiden katakan padamu. Aku serahkan dia padamu” Ujar Robin seraya menepuk pundak Shinta dan pergi, Shinta hanya mengangguk mengerti.

Sementara Ardi dan Anastya sibuk berkenalan dengannya, Arman menyambar sebuah senapan laras panjang di meja dan mengisi magasennya dengan beberapa butir peluru karet.

“Lo pasti agen terbaik di kesatuanmu kan? Sampek-sampek ayahku memilih lo untuk menjaga gue” Ujar Arman sambil berjalan mendekati Shinta, kedua tangannya membawa senapan yang dia ambil tadi.

Dalam jarak 2 meter Arman melemparkan senapan itu pada Shinta, dan secara spontan Shinta berhasil menangkapnya. Ini membuat Arman sedikit terkejut,

“Gila nih cewek, bisa langsung nangkep senapannya, pakek tangan kiri lagi. Senapan itu kan lumayan berat” Gumam Arman dalam hati. Arman berusaha menepis kekagumannya itu.

“Gue mau tes lo dulu. Tunjukkan kemampuan  menembakmu. Kalau lo…”

Belum sempat Arman menyelesaikan ucapannya, Shinta sudah mengangkatnya dan membidikkan senapan itu, lalu dua detik kemudian sebuah peluru karet melesat mendarat tepat di titik target. Pak Rahmat langsung meneropongnya,

“Akurat sekali, tak meleset sedikitpun” Ujar Pak Rahmat.

Kekaguman Arman bertambah dua kali lipat, termasuk juga Anastya dan Ardi yang berhasil terbengong-bengong dibuatnya.

“Lumayan” Ucap Arman agak menahan rasa kagumnya.

“Pulang yukk, udah sore nih” Ajak Arman seraya berjalan meninggalkan kedua temannya. Shinta dengan cepat menyusul Arman, dia benar-benar mengikuti kamanapun Arman pergi.

“Kemampuan menembaknya hebat banget” Bisik Ardi yang tiba-tiba saja sudah menyusul Arman.

“Lebih tepatnya mengerikan” Balas Arman.

“Maksud lo?”

“Senapan yang kuberikan tadi hanya memakai teropong biasa, bukan teropong pembesar. Dan dia bisa mengenai target sejauh itu dengan tepat dan dalam hitungan detik. Dia juga tak perlu berganti posisi tadi, dia sepertinya sudah terlatih banget” Bisik Arman, dan Ardi pun hanya bisa terbengong tanpa bisa mengungkapkan kekagumannnya.

***

“Kok Lo diem-dieman sih? Ajak ngomong kek” Bisik Ardi yang duduk di jok belakang Arman.

“Gue harus ngomong apaan?”

“Ya ajak kenalan aja, lo kan belum kenalan sama dia. Lo berdua jadi kayak orang marahan tau ndak, deket tapi diem-dieman” Jawab Ardi masih berbisik.

“Lo berdua lagi bisik-bisik apaan sih? Dari tadi ndak kelar-kelar” Tanya Anastya penasaran.

“Udah lo diem aja” Sahut Ardi.

Beberapa saat kemudia Arman mengulurkan tangannya pada Shinta. Dan Shinta pun menoleh, tak bereaksi dengan tatapan bingung.

“Gue Arman, kita belum sempat kenalan tadi” Ujar Arman sambil berusaha sedikit tersenyum.

“Aku Shinta, Iya gapapa kok” Sahut Shinta seraya menjabat tangan Arman.

Walau agak sedikit canggung, tapi pada akhirnya Arman dan Shinta terlibat dalam perbincangan yang cukup seru. Shinta bercerita banyak tentang pengalamannya saat di pendidikan Kopassus, sedangkan Arman sangat tertarik sekali dengan hal-hal yang berbau militer, sebenarnya mereka berdua cukup cocok.

“Ngomong-ngomong lo kok pakai sarung tangan terus sih? Emangnya harus banget ya agen kayak gitu?” Tanya Arman yang penasaran.

Shinta nampaknya agak terkejut mendengar pertanyaan itu

“Maaf, kalau hal itu aku gak bisa jelasin. Emang dari dulu udah kebiasaan gini kok”  Jawabnya sedikit bingung.

Arman terdiam sambil memandang lebih tajam tangan Shinta yang terbungkus sarung tangan itu. Shinta menjadi agak risih, kalau bukan anak presiden dia mungkin udah menghajar Arman habis-habisan. Obrolan mereka pun terhenti, suasana menjadi canggung kembali.

“Ke Time Zone yukk” Ajak Anastya tiba-tiba.

“Ngapain??” Arman dan Ardi serentak menjawab

“Gali kuburan, ya main game lahhh” Tukas Anastya

“Iya tapi sekarang jam 5 sore An, udah waktunya jam pulang kantor, pasti macet banget kesananya” Cegah Arman.

“Yaaahh Man, lo kan anak presiden, apa gak bisa gitu nyuruh polisi bersihin jalan?” Ujar Anastya setengah memohon.

“Udah deh, gak usah mulai bawa-bawa jabatan ayah gue” Gerutu Arman. Dia memang amat sangat tak suka apabila segala sesuatunya dihubung-hubungkan dengan jabatan ayahnya.

“Ayolah, Man…besok kan hari sabtu, mumpung kuliah libur. Lo pulang kerumah juga ngapain? Palingan tidur dan main game, mendingan main ke Time Zone”

Hati Arman mulai goyah, sebagian dari hatinya membenarkan ucapan Anastya barusan.

“Tolong usahain dong” Ucap Arman pada Shinta.

Shinta hanya mengangguk dan mengeluarkan seperti HT mini dari sakunya.

“Paket 1 menuju Time Zone, minta untuk bersihkan jalan” Ujar Shinta lewat HT nya

“Paket 1?” Tanya Arman

“Kode kami untuk putra presiden” Jawab Shinta

“Sekalian saja Paket Hemat…” Ejek Arman sinis.

Bab 3

Suasana masih terlihat sepi di sekitar kompleks perumahan di pinggiran kota. Tak ada orang di sekitar situ kecuali bapak-bapak yang tengah menyapu jalan. Sesekali pandangannya melirik sebuah rumah yang diyakini kosong dan telah lama ditinggal pemiliknya.

Tiba-tiba dua orang pemuda keluar dari rumah tersebut dengan langkahnya agak terburu-buru. Mereka melihat ke sekeliling, memastikan bahwa memang tak ada orang di sekitar situ, dan salah seorang dari mereka melihat tukang sapu itu.

“Pak, bisa kemari sebentar?” Panggil salah seorang pemuda.

Tukang sapu itu pun seraya meletakkan sapunya dan berjalan mendekati mereka.

“Ada yang bisa saya bantu Tuan?” Ucap bapak-bapak itu.

Pemuda itu merogoh sakunya dan mengeluarkan beberapa lembar uang. Sedangkan pemuda yang disampingnya sibuk memperhatikan sekeliling.

“Tolong belikan nasi bungkus untuk 7 orang ya Pak. Nanti kembaliannya buat bapak aja” Ujarnya seraya memberikan beberapa lembar uang.

“Baik Tuan”

Dan kedua pemuda itupun bergegas masuk. Bapak-bapak itu kemudian merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah alat communicator kecil.

“Disini Kijang 1, melaporkan situasi. Target confirm sejumlah 7 orang, segera laksanakan operasi.” Ujarnya

“Roger” Jawab suara dari seberang

Beberapa saat kemudian terdengar banyak derap kaki di sekitar rumah tersebut. Beberapa regu Densus 88 Anti Teror bergerak cepat, mengepung rumah itu dari segala penjuru. AKBP Jono memimpin penyerbuan itu, mengambil posisi siap siaga untuk menerobos masuk. Sementara regu lainnya berusaha masuk dari sisi lainnya.

Tiba-tiba terdengar serentetatn tembakan dari samping rumah, disusul dengan digotongnya seorang anak buahnya yang berlumuran darah.

Mereka tahu kita datang! Batin AKBP Jono.

“Masuk Sekarang!” Perintah AKBP Jono.

Seorang petugas bergerak maju dengan membawa sebuah alat pendobrak. Dengan sekali hentakan, pintu kayu itu pun terbuka. Seketika peluru pun menghujani mereka dari dalam rumah, tapi petugas-petugas pembawa perisai cepat membentuk barikade pertahananan untuk menghalau tembakan-tembakan itu. Pasukan yang masuk dari samping rumah dan belakang rumah nampaknya juga mendapat perlakuan yang sama, disambut oleh tembakan-tembakan yang sengit.

Flashbang pun digunakan untuk melumpuhkan para teroris tersebut. Nampaknya itu cukup berhasil, tembakan-tembakan dari mereka berhenti seketika. Barikade perisai mulai dibuka, pasukan bertopeng gas mulai menyerbu masuk.

“Polisi! Jangan bergerak”

Tiga orang tergeletak lumpuh di lantai akibat terkena ledakan flashbang. Polisi dengan mudah meringkus mereka, pasukan dari samping dan belakang rumah nampaknya juga berhasil masuk dan meringkus beberapa teroris.

“Hanya 6 orang Pak, sepertinya ada yang berhasil kabur” Lapor salah seorang petugas.

“Kurang ajar, cepat kejar dia. Jangan sampai lolos” Perintah AKBP Jono.

“Disini Merpati 1 melapor, kami menemukan teroris itu. Dia berlari menuju ke barat” Terdengar laporan dari HT AKBP Jono

“Lumpuhkan dia” Jawab AKBP Jono.

“Roger that”

Kemudian terdengar suara tembakan menggema di langit, sniper yang mengawasi dari helikopter berhasil melumpuhkan teroris itu.

***

Dua puluh menit kemudian…

Dia ruang tengah telah berjejer 6 orang teroris dengan tangan dan kaki terikat. Pandangan mereka tertunduk saat AKBP Jono menatap tajam mereka. Nampak di tiap jendela, pintu dan sudut rumah itu dijaga ketat oleh pasukan Densus 88 bersenjata lengkap. Di luar rumah itu polisi juga membentuk barikade pengamanan, disertai dengan anggota Densus 88 juga. Pengamanan yang begitu ketat menunjukkan bahwa mereka adalah teroris paling dicari di seluruh negeri.

“Siapa yang mendanai kalian?” Tanya AKBP Jono dengan suara melengking tinggi.

Suasana kembali hening, tak ada satupun dari mereka berenam yang buka mulut.

“JAWAAABBB!”

Mereka masih tetap tertunduk diam. Seraya AKBP Jono menarik krah baju salah seorang dari mereka,

“Apa kalian mau kusiksa dulu hah?” Ujar AKBP Jono geram, kesabarannya sudah mulai habis.

“Saya…saya, tidak tahu Pak” Ujar teroris itu terbata-bata, nafasnya serasa terjerat, lehernya serasa seperti dicekik karena kuatnya cengkeraman di krah bajunya. Sementara AKBP Jono tak memperdulikan hal itu, cengkeramannya justru semakin kuat.

“Maaf Pak, kami menemukan sesuatu di ruang bawah tanah” Sela salah seorang anak buahnya.

AKBP Jono pun melepaskan begitu saja cengkeramannya, membuat teroris itu langsung jatuh tersungkur dengan nafas terngah-engah. AKBP Jono seraya mengikuti anah buahnya dan mereka memasuki sebuah ruangan bawah tanah.

“Apa-apaan ini?” Ucap AKBP Jono terkejut, dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya di

ruangan ini.

“Ada beberapa peti berisi MP5 dan M16 di sana, dan di lemari itu ada beberapa pucuk pistol dan granat. Semuanya keluaran terbaru dari Amerika. Dan anda tak akan percaya dengan ini…” Seraya petugas itu menunjukkan sebuah peti yang lebih besar.

“Rudal Javelin?” Ujar AKBP Jono dengan mata yang tak berkedip sedikitpun.

“Bahkan Tank pun tak mampu menghentikan senjata ini. Oh iya, dan satu lagi Pak…”

Petugas itu mengambil sebuah kotak yang lebih kecil dan membukanya. Kali ini AKBP Jono tak kalah terkejutnya.

“Ini???”

“Iya Pak, bahan peledak C4 generasi terbaru. Bahkan Amerika belum secara resmi menggunakannya dalam militer, karena daya ledaknya yang belum bisa terprediksi”

Bagaimana bisa mereka mendapatkan persenjataan secanggih ini? Apakah Amerika terlibat mendanai mereka?

“Kita harus secepatnya memberi tahu markas pusat. Aku rasa pihak asing sudah ikut campur dalam masalah ini.” Gumam AKBP Jono

“Cepat bawa mereka berenam ke markas untuk diinterogasi. Korek keterangan sebanyak mungkin. Kita tak bisa menganggap remeh urusan ini” Perintahnya

“Siap Pak”

***

“Halo..”

“Markas Anton sudah digrebek Pak, Seluruh asset kita disita”

“Bagaimana mungkin? Markas itu kan tersembunyi di pinggiran kota dan terletak diantara banyak perumahan serupa. Tidak mungkin bisa ditemukan begitu saja, karena itu aset-aset persenjataan kita tempatkan disana”

“Sepertinya ada intel disana Pak”

“Baiklah, tetap berhati-hati, jangan sampai terlacak oleh mereka lagi”

“Siaapppp, lalu aset-aset kita bagaimana Pak?”

“Tenang saja, aku akan bicara dengan Direktur. Agen kita juga sudah mulai diterjunkan.”

“Lalu soal Zafran bagaimana Pak?”

“Belum saatnya dia untuk digunakan”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!