NovelToon NovelToon

Unforgettable

Prolog

Fika Pricilla.

"Dari membentangnya hamparan bintang di gelapnya langit malam, aku hanyalah sesosok pengagum yang dapat menatapmu dari kejauhan. Dan akulah orang biasa yang hanya mencintaimu tanpa mengharapkan sebuah balasan. Maafkan aku yang tidak sempurna ini karena telah mencintaimu yang jelas tidak dapat ku gapai."

☆☆☆

Arga Aldiano

"Jangan menaruh hati pada seseorang yang hanya akan menyakitimu, karena dia tidak akan pernah memberikanmu sebuah kebahagiaan melainkan sebuah penderitaan. Dan aku, tidak akan membiarkan diriku hanyut begitu saja kepada cinta yang melemahkan. Tetapi aku akan membiarkan cinta itu hilang dalam kebencian."

☆☆☆

"Seberapapun kebencianmu padaku, sekeras apapun hatimu untukku. Biarkan aku mencintaimu dalam diamku. Bukan karena aku yang ingin kehilanganmu, tetapi karena aku tidak bisa memaksamu mencintaiku."

- Fika Pricilla.

Pelindung

Kerumunan siswa semakin membanyak berkecimbung di tengah lapangan. Sebagian dari lainnya berlarian tergesa-gesa dari berbagai penjuru sekolah mulai dari kelas, kantin, toilet, aula maupun yang sedang menuruni anak tangga karena sama-sama tidak ingin tertinggal dengan fenomena seru di pagi ini.

Sorak-sorak saling menjatuhkan semakin memperkeruh keadaan sekaligus memperpanas suasana menjadi lebih kacau.

Tidak sedikit dari mereka yang segera mengabadikan moment panas kali ini dengan ponsel masing-masing dan menjadikannya sebagai status harian di whatssap. Bagaimana tidak? kejadian yang hampir terjadi 3 kali dalam satu minggu ini telah menjadi tranding topik terhangat dimana sebuah perkelahian sengit antara kedua lelaki tampan sekaligus idola di sekolah ini menjadi hal yang paling menarik untuk disaksikan secara masal.

"Sikat aja Ga! Jangan kasih ampun!”

"Hajar Ga! Sampe mampus!"

Tidak ada satupun yang berniat untuk melerai ataupun ikut campur. Karena itu sama halnya mereka mencari masalah dengan kedua lelaki tampan yang tengah beradu tinju itu lebih baik mecari aman daripada menjadi korban. Bahkan salah satu satpam yang baru saja datang berniat untuk memisahkan, justru mejadi sasaran empuk korban hantaman brutal kedua cowo yang sedang saling mendorong dan meninju kembali. Kekacauan semakin menggila saat para penonton yang juga ikut menggila.

"Yaampun, gimana masuknya?"

Bukan hal yang mudah untuk bisa melewati orang-orang yang sedang tersulut emosi dan juga antusias tinggi saat ini. Namun Sepertinya cewe berkacamata dengan gaya rambut di kepang dua ini tidak juga menyerah. Sebut saja namanya Fika, dia seorang siswi dari kelas XI IPS 3 yang posisinya kini tengah berdiri tepatnya di paling ujung kerumunan.

Kecemasan sangat terlihat jelas diwajahnya, dan sudah beberapa kali ia menghentakkan kakinya  kesal karena tidak ada satupun dari mereka yang memberikan jalan ataupun ruang baginya untuk bisa masuk melihat perkelahian di ujung sana.

"Maaf permisi kak, bisa geser sedikit?" Ia berusaha menerobos masuk dengan cara menyingkirkan satu per satu tubuh yang telah menghalangi jalannya. Meskipun saat ini banyak mata yang sedang memandangnya sinis, namun tekadnya untuk bisa melihat laki-laki yang tengah berkelahi itu membuatnya tidak menyerah. Jantungnya pun semakin berdegup kenjang, merasa takut terjadi apa-apa dengan cowo bernama Arga itu terluka.

"Astagfirullah!"

Fika berteriak sesaat matanya telah berhasil menangkap sosok yang sejak tadi ia khawatirkan tengah beradu jotos dengan begitu brutalnya. Fika melangkah semakin mendekat karena Arga telah melayangkan lagi beberapa pukulan ke wajah Vino hingga cowo itu terhuyung dan terjatuh.

Ini sudah kelewat batas, Fika harus bertindak semampu yang ia bisa. Ingin rasanya ia bergabung kedalam perkelahian namun itu tidaklah mungkin. Tangan putih kecilnya mulai mengepal kuat bersama nalurinya sendiri ia bertekad untuk mengehentikan laki-laki itu apapun risikonya, ia tidak bisa hanya berdiam diri disana sementara laki-laki itu pasti akan terluka. Dengan langkah cepat Ia pun mendekat dan berteriak.

"ARRGAAAAAA!!"

Teriakan Fika berhasil menghentikan perkelahian sekaligus membuat suasana lapangan menjadi hening. Kini seluruh pasang mata tertuju padanya.

"Udah cukup!"

Cowo bertubuh tinggi dengan kancing baju atas yang terbuka itu hanya diam menatapnya tajam dengan kedua tangan mencengkram kuat kerah laki-laki bernama Vino.

"Ngapain lo disini?" Ucap laki-laki itu ketus.

Fika semakin mendekat sampai cowo itu harus melepaskan cengkramannya dari Vino. Kemudian menatap cewe berkepang di sampingnya dengan sorot mata menyeramkan.

"Jangan berantem lagi, nanti kamu terluka."

Cewe berkepang dua itu meraih lembut tangan basah Arga namun segera ditepis oleh cowo itu.

"Bukan urusan lo! Jangan sok peduli sama gue!"

"Tapi Fika peduli kok sama Arga."

"Lo-" Tulunjuk cowo itu terhenti saat mengarah ke wajah Fika, sedangkan gadis itu menatapnya dengan mata berbinar penuh permohonan. Secara terpaksa Arga pun kembali menurunkan tangannya dan menggeram keras.

"Lo maunya apa?!" Teriak Arga gusar.

"Fika mau, Arga ikut Fika sekarang!"

Suara bergeming dari para siswa mulai kembali terdengar, sambil berbisik-bisik menatap heran ke arah gadis berkacamata di depan Arga. Bagaimana tidak? Arga yang menjadi idola di sana adalah termasuk orang yang paling ditakuti seisi sekolah, bahkan tidak ada sekalipun di antara mereka yang berani memerintahnya.

Namun sekarang dengan lancangnya cewe itu datang lalu berani memerintahnya. Satu pertanyaan dan juga satu pemikiran yang sama dari mereka . Siapa cewe itu?

Arga pun ikut melihat kesekelilingnya menyadari keheranan mereka. Ia pun mendengus merasa risih. Lalu kembali berpaling menatap Fika yang masih diam menunggu jawabannya.

"Oke, gue ikut lo."

Suara-suara itu semakin buncah, antara kaget dan tidak percaya dengan apa yang baru saja Arga katakan. Seluruh orang di sana kebali bergeming. Bagaimana mungkin seorang Arga mau menuruti gadis itu?

"Nah gitu dong.. ayok."

Fika menarik kembali tangan Arga berniat untuk mengeluarkannya dari suasana panas itu. Namun sesaat Arga mulai mengikuti langkahnya, justru tangan Vino lah yang menahan bahu cowo itu.

"Cemen lo!"

Perkataan Vino  berhasil membuat Arga kembali berbalik dan langsung menonjok cowo itu hingga terhuyung ke belakang.

"Lo belum kenyang sama pukulan gue!?"

Bukannya jera, Vino justru terkekeh sambil menyeka darah di bibirnya. "Hahahaha…Pukulan cowo cemen kaya lo gak berasa buat gue."

Vino kembali menetralkan posisinya dan mundur beberapalangkah  sambil membentangkan kedua tangannya seolah ia memberi leluasa bagi Arga untuk kembali menghajarnya. “Jadi, cuman sigitu doang kemampuan lo?" Ia kembali terkekeh. "Ternyata lo gak sejantan yang gue kira yah.”

Vino mendekat dan tersenyum picik. “Ternyata, lo nggak lebih dari seorang BANCI!!!!!”

"Sialan lo!" Sekejap Arga langsung menonjok wajah Vino begitu keras.

Arga mendorong tubuh Vino dengan mencengkram kerahnya agar ia tidak bisa kabur ataupun menghindar. Tangan kanan Arga telah terkepal kuat siap untuk melayangkan pukulan lagi ke wajah Vino  bebarengan dengan tarikkan lengan seseorang di bawah bajunya hingga kancingnya terlepas karena bersamaan tarikkan tubuh Arga alhasil bajunya terangkat dan menunjukkan sedikit perut sixpack milik cowo itu.

Semua orang terkesiap.

"WOOOOOW..Aaaaaaaaa..!!"

"Ooh my god Argaaaaaa...!!"

Suara teriakan histeris para ladies di sana membuat suasana kembali ramai, mereka berteriak senang karena beruntung bisa melihat bagian tubuh cowo itu yang sexy dan juga sixpack secara langsung. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang langsung sigap mengambil foto dengan begitu antusias seolah-olah mereka baru saja menemukan bongkahan emas di balik tirai putih.

Arga yang baru menyadari hal itu kemudian kembali keposisinya dan sesegera mungkin membenarkan baju bawahnya yang terbuka. Amarah yang sedang menggulung di ubun-ubunnya semakin ingin keluar meledak. Dalam beberapa detik Arga sudah kembali mengepalkan tangannya, namun kali ini kepalan itu bukan tertuju untuk Vino melainkan untuk orang yang telah berani menarik kausnya. Siapa dia?

"Lo ngapain narik baju gue!?" Arga berteriak sangat keras hingga menyusutkan suara teriakkan para cewe di sana.

"Ma-maaf Arga, nggak sengaja-"

"Basi! Pergi lo dari depan gue!!" Arga mulai memberikan tatapan membunuh.

Cewe itu menggeleng membuat Arga menggertakkan rahangnya. "Jangan sampai gue berbuat kasar sama lo!"

"Nggak, Fika nggak akan pergi. Emangnya Arga mau apa?" Tantang cewe itu dengan mendongkakkan kepala penuh keberanian. Sedangkan Arga semakin membulatkan matanya.

"Lo gakusah ikut campur urusan gue. Pergi sekarang, atau gue-"

"Apa?"

Arga terdiam kemudian melangkah mendekatinya, bahkan lebih dekat dari posisi sebelumnya. Kedua tangan cowo itu tiba-tiba terulur dan mendarat di bahu Fika dengan cara menekannya dan mencengkramnya kuat.

Bukan main, Fika begitu terkejut bahkan ia bisa melihat jelas sorot mata Arga yang menyeramkan di bawah sana. Entah apa yang akan laki-laki itu lakukan, karena tubuhnya semakin dekat dan dekat. Secara spontan tubuh Fika pun ikut menegang.

Fika menelan ludahnya berat, ia bisa merasakan hembusan nafas panas Arga yang menerpa wajahnya. Seolah keributan yang sekarang timbul telah lenyap hanya menyisakan mereka berdua. Fika mengepal saat Arga tiba-tiba menundukkan kepalanya dan bergeser ke samping telinganya lalu berbisik."Lo akan menyesal."

Kedua mata Fika seketika terbelalak lebar karena Arga tiba-tiba mengambil kacamatanya kemudian melemparkannya kuat ke bawah hingga terdapat retakan dicerminnya.

Semua orang terhenyak kaget dengan apa yang dilakukan cowo tampan itu. Bahkan tidak berhenti sampai di sana, Arga kemudian mengangkat kakinya lalu menginjak kaca mata itu hingga patah dan hancur berkeping-keping.

Fika shock, ia menutup mulutnya dengan kedua tangan untuk menahan jeritan yang ingin keluar. Suara sorakan dan juga tawa orang-orang disana membuat tubuhnya gemetar.

Ingin rasanya ia mengeluarkan air matanya yang kian mendesak ingin keluar. Namun kenyataannya ia hanya mampu menatap nanar kaca matanya yang kini telah hancur di bawah kaki cowo kejam di hadapannya.

"Ini akibat karena lo berani ikut campur urusan gue!"

Gadis berkepang dua itu terbungkam, ia menunduk lemah mengakui kekalahan dirinya atas Arga. Keberaniannya yang tadi membara telah hilang musnah. Seiring dengan suara-suara hinaan yang sedang di lontarkan untuknya.

Arga kembali menatap Vino yang sama terkejutnya dengan apa yang baru saja laki-laki itu lakukan. Kejam? Iyah, itulah Arga Aldiano. Siswa paling di takuti sekaligus terkejam di sana.

"Lo!" Tunjuk Arga ke arah Vino. "Urusan kita belum selesai."

Tanpa berkata apapun lagi Arga melenggang pergi meninggalkan kerumunan yang menyesakkan sekaligus menyebalkan baginya.

Semua orang disana pun ikut membubarkan diri setelah sepeninggalan Arga. Banyak siswa perempuan yang sengaja melewati Fika dengan sinis ditambah hinaan yang menyayat hati, selain itu tidak banyak dari mereka yang sengaja menubruk tubuhnya hingga satu tubrukan keras yang berhasil membuat tubuh gadis itu hilang keseimbangan dan jatuh tersungkur. Ia tak mampu berkata-kata, Fika hanya diam tanpa ada rasa sedikitpun untuk membalas. Fika kemudian sedikit merangkak untuk mengambil serpihan kacamatanya yang sudah tidak lagi berbentuk.

"Fika!" Teriakan seseorang semakin mendekat ke arahnya. "Lo gakpapa kan?" Tanya Willy kemudian merangkul bahu kurus itu untuk kembali berdiri.

"Fika gakpapa kok Wil,"

"Lo tadi nekat banget, pake nantangin si Arga segala."

Fika mengakui perbuatannya, namun dia tidak peduli akan hal itu. Walau pun ia tahu bahwa dirinya akan tetap lemah di hadapan Arga.

"Fik, lo kan tau gimana si setan Arga kalo lagi marah." Sahut Andre. "Gue malah gakbakalan heran kalo si Arga berani mukul lo tadi. Untung aja enggak. Sialan emang tuh anak!"

Meskipun menyesakkan, namun Fika masih dapat tersenyum kepada sahabat-sahabat Arga.

"Jangan gitu Dre, Fika tau gimana Arga. Dia nggak mungkin ngelakuin itu sama Fika."

"Buset ini bocah! Fik, lo udah banyak disakitin sama itu setan. Bahkan lo abis di permaluin barusan. Lo masih belum nyadar juga?!"

Fika mengurai senyumnya. "Nggakpapa Dre, lagian Fika udah janji sama tante Ratna buat selalu jagain dia."

Mendengar hal itu, Andre dan Nico saling bertatapan dan tiba-tiba tergelak keras membuat Fika menyernyit heran.

"Fika yang polos, tolong di kondisikan ya. Bukan si Arga yang harusnya minta perlindungan dari lo. Tapi, seharusnya lo yang cari perlindungan biar terhindar dari si setan Arga. Kebalik cuk!"

Fika mendengus kemudian mendorong perut Andre tanpa tenaga. "Pokonya Fika nggak akan nyerah! Fika akan selalu ngelindungin Arga. Gakpapa kok meskipun Arga nyakitin Fika."

Andre menggeleng tidak percaya. "Serah lo dah!"

Willy menuntun Fika untuk kembali menuju kelasnya. Diikuti dengan Andre dan juga Nico yang berjalan di belakang mereka.

"Fik, lo yakin sama keputusan lo?"

Cewe itu mengangguk pasti kemudian kembali mengurai senyumnya. "Iya Willy,. Fika yakin dan akan berusaha!"

Menjauhlah

"Sial!"

Geraman amarah seseorang menggema di seluruh penjuru ruangan luas lapangan basket. Cowo berambut kecoklatan itu melepar bola basket dan sesekali memukul benda-benda tak bersalah hingga hancur ataupun penyok. Ia tidak peduli jika akan ada seseorang yang memarahinya bahkan guru sekalipun ia tidak peduli, yang terpenting sekarang ia bisa melampiaskan seluruh amarahnya yang tengah menyala-nyala.

"Brengsek!"

Erangan frustasi menyeramkan itu kembali terdengar saat ia melempar bola besar ke depan dan mengenai beberapa kursi penonton hingga memantul balik ke tangannya. Selanjutnya ia kembali melempar bola itu lagi begitu dan seterusnya, bahkan lemparan sekarang hampir saja mengenai kaca namun berhasil meleset.

Semua peristiwa pagi ini benar-benar membuat amarahnya semakin bertumbuh. Tidak hanya sekali saja kejadian ini terjadi, melainkan sudah kesekian kalinya. Dan yang paling menyebalkan bukan karena perkelahian itu, tetapi dengan orang yang selalu mengacaukan kesenangannya itu.

Ia kembali berdiri sambil mengacak frustasi rambutnya. Rasa kesalnya tak kunjung juga reda, ia berharap semua ini akan segera berakhir. Namun suara decitan pintu terbuka membuat cowo itu kembali mengeraskan rahangnya.

"Ngapain lo kesini?!"

Cowo itu kembali memberikan tatapan membunuh.

"Arga.. Arga nggakpapa kan?" Cewe berkepang itu dengan berani melangkah mendekatinya namun Arga mengintruksikan tangannya hingga cewe itupun berhenti di tempatnya.

"Pergi lo dari sini." Ucap Arga masih dalam nada tenang berharap cewe itu akan menurutinya.

Namun kenyataannya tidak, cewe itu justru menggelengkan kepala dengan ekspresi khawatir. "Fika nggakmau pergi, Fika mau nemenin Arga di sini. Wajah Arga memar dan berdarah. Jadi Fika mau-"

"Gue gak butuh bantuan lo!" Arga berdiri dan mulai berjalan.

"Tapi Fika mau membantu. Fika harus ngobatin luka Arga, Arga mau kan di obatin?"

"Sampai kapan lo mau gangu hidup gue hah!?" Arga membentak sambil berjalan mendekatinya "Apa belum puas lo hancurin hidup gue?"

Arga terus melangkah dan cewe itu pun reflex melangkah mundur. "Arga.. berhenti."

"Kenapa? Lo takut sama gue!?"

Fika menunduk sambil menyengkram kuat kotak obat di tangannya, kakinya tidak mampu ia tahan karena spontan terus melangkah mundur. Ia berharap mampu menatap cowo itu.

"Jawab sialan!"

Fika terhentak ia pun menggeleng ragu. "Fi-Fika nggak takut sama Arga.”

"Kenapa?"

Fika terdiam berusaha mengendalikan gemetar di kakinya. Kebohongan terbesar yang pernah ia lakukan adalah mengatakan bahwa dia tidak takut dengan Arga. Namun kenyataannya, hanya dengan menatap cowo itu saja ia tidak sanggup.

"Jawab!" Arga menggebrak pintu di belakangnya dan berhasil menyudutkan Fika.

"Karena Fika tau Arga bukan orang jahat."

Ucapan Fika barusan membuat Arga mengangkat satu alisnya kemudian tersenyum kecut.

"Apa perlu gue tunjukkin kejahatan gue sama lo?"

Fika terhentak dan mengangkat kepalanya menatap mata gelap Arga. "Nggak! Arga bukan orang jahat." Ia berusaha meyakinkan.

BRAKKK!!

Arga memukul pintu tepat di samping wajah Fika membuatnya spontan menjerit. Dan menjatuhkan kotak obatnya.

"Lo gak tau siapa gue. Jadi berhenti ganggu hidup gue, ngerti lo!?"

Fika berunsut berjongkok menahan gemetar teramat dahsyat. Sementara Arga masih berdiri di depannya.

"Semenjak lo ada, hidup gue gak pernah tenang dan itu semua gara-gara lo!"

“Asal lo tau, sampai kapanpun gue gakakan pernah nerima lo dalam hidup gue. Kalo bukan karena dia, lo pasti udah gue abisin sekarang juga!”

Fika berusaha sekuat mungkin menahan tangisan yang ingin keluar namun ia terlalu lemah, keberaniannya selalu luntur saat laki-laki itu membentaknya bahkan mengancamnya. Dengan susah payah ia menelan ludahnya untuk berbicara. "Fika nggak bermaksud buat ganggu Arga. Tapi..Fika peduli sama Arga."

Arga berbalik badan sambil mengacak frustasi rambutnya. "Gue gakbutuh kepedulian dari lo! Yang gue mau lo pergi dari hidup gue, ngerti gak sih lo?!"

Cewe berkepang itu akhirnya mengangkat wajahnya yang sudah di banjiri air mata.

"Nggak, Fika nggakbisa. Fika tau Arga marah, tapi Fika nggakmau jauh dari Arga. Fika akan selalu ada buat Arga. Apapun resikonya nanti, Fika akan siap menanggungnya.” ucapnya lirih.

Arga menggertakkan rahangnya dan memukul ke udara. “ANJING!”

Fika terisak, dan Arga kembali menendang pintu sebelum menarik pintu itu dengan paksa dan menutupnya kasar. Fika masih tertunduk di sana di balik pintu, bahkan saat tubuhnya terdorong karena Arga membukakan pintu pun tidak sedikitpun membuatnya menyingkir. Arga membanting pintu itu hingga kembali tertutup rapat.

Dia masih diam menatap kosong lantai hitam dan dingin di bawah kakinya bersamaan genangan airmata yang terus mengalir melewati pipinya.

"Fika tau Arga benci sama Fika, tapi asal Arga tau... Fika sayang sama Arga."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!