Pukul 09 pagi.
Seorang gadis cantik sedang berjalan kaki untuk menuju ke kampus.
Dia memakai kaos putih lengan pendek di sertai kardigan berwarna ungu dan juga rok pendek kesukaanya.
Gadis tersebut merupakan salahsatu mahasiswi di kampus ternama yaitu Universitas A. Cara berjalannya selalu menarik perhatian. Bagaimana tidak, dia berjalan sambil mengibaskan rambut panjangnya dan juga mengangkat rok pendeknya agar terlihar lebih sexy.
Bukan tak mampu naik kendaraan, karena jarak rumah ke kampusnya hanya berjarak 1km. Dia selalu berjalan sendiri meskipun banyak yang selalu menawarinya tumpangan.
"Laura!!" Pekik seseorang tiba-tiba memanggil.
Ya, gadis cantik tersebut bernama Laura, dia di panggil oleh salahsatu temannya yang berada di dalam mobil.
Ckitttt..
Mobil itu berhenti tepat di samping Laura. "Ada apa?" Ucap Laura.
"Kau berjalan sendirian lagi? Apa kau tidak takut kalau nanti ada om-om botak yang menculikmu?" Ucap seorang wanita pada Laura.
Saat itu juga Laura memutar bola mata malasnya saat mendengar temannya yang bernama Rika mengoceh. "Jangan mulai deh Rika, gue emang suka om-om, tapi bukan yang botak juga kali."
"Haish.." Mendengus kesal. "Aku memperingatkanmu bodoh, sebaiknya ayo masuk ke mobilku, aku punya gosip baru nih!" Menaik turunkan alisnya.
Mata Laura langsung berbinar, dia pasti sudah paham dengan gosip yang di maksud temannya tersebut. "Bukain pintunya, gue masuk nih!" Gak sabar.
Rika membukakan pintu mobilnya lalu Laura pun masuk ke dalam, mereka berdua langsung berbincang mengenai hal yang akan mereka bahas.
"Apa lo tau, katanya hari ini bakalan ada dosen baru." Ucap Rika sambil melajukan kembali mobilnya.
"Ck, kukira gosip tentang cowok baru. Taunya...." Laura tiba-tiba kesal.
Pletaaakkk..
Rika menjitak kening Laura, dia belum selesai berbicara namun Laura malah memotongnya. "Dasar bodoh, dosen baru itu juga seorang pria. Kata bokap gue, dia tuh dosen tampan dan gagah. Barang kali lo minat!" Celetuknya dengan kesal.
"What?! Really? Gagah dan tampan ya.. Gue demen nih kalo modelan laki kek gini." Langsung senyum senang dan bersemangat.
Mereka berdua memang nakal, suka main ke bar dan doyan bermain dengan teman pria. Tapi jangan salah sangka, Rika dan Laura masih menjaga mahkota kesuciannya, tidak memberikan pada sembarang orang.
"Lo siap gak La?" Ucap Rika memberi kode pada Laura.
"Haha tentu saja, aku akan menunjukan pesona sesungguhnya pada pak dosen nanti." Menyeringai dengan mode centil.
Dan tidak lama kemudian.
Mereka akhirnya sampai di kampus. Rika dan Laura turun dari mobil, dan berjalan dengan lenggak-lenggok di sekitar kampus.
Dua gadis cantik ini selalu menjadi topik pembicaraan para mahasiswa di kampus, selain cantik. Mereka juga selalu ramah ketika banyak pria yang selalu memberikan makanan untuk mereka berdua.
Laura memang hidup sederhana, dia tinggal di rumah bersama kakak laki-lakinya karena orang tuanya sudah meninggal dunia. Berbeda dengan Rika, dia terlahir sebagai anak orang kaya yang memiliki beberapa fasilitas.
"La, sore ini. Lo ada kerjaan gak?" Tanya Rika sambil merangkul Laura.
"Hm. Gue harus kerja paruh waktu di kafe. Lo juga tau kan, gue harus membayar uang semester tahun ini."
Rika menatap kesal Laura, pasalnya. Dia tidak pernah menerima bantuan dari sahabatnya itu jika sedang mengalami kesulitan. Laura tipe orang yang terus berusaha demi mencapai apa yang dia inginkan.
Tak terasa, mereka tengah sampai di kelas. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi sudah terlihat duduk di kursi masing-masing.
"Wiiiih dua bidadari kita nih." Ucap salahsatu mahasiswa memuji Rika dan Laura.
"Hoho.. Tentu, kami memang queen of the class." Celetuk Laura dengan percaya diri.
Rika hanya terkekeh dan menggeleng pelan, dia sudah terbiasa mendengar ucapan menggelikan itu dari sang sahabat.
Tak berselang lama, pintu ruangan pun terbuka. Dimana saat itu seorang pria bertubuh tinggi, gagah dan juga tampan, memasuki kelas tersebut.
Laura langsung terpesona,bahkan saat itu juga dia tidak mengedipkan matanya saat melihat pria tampan itu berjalan masuk ke dalam kelas.
Hati Laura berdebar sangat kencang, bahkan dia seperti terkena pelet dadakan dari pria tersebut. "Rika, gue yakin kalo cowok itu dosen yang kau maksud." Gila, ini membuat Laura menjadi gila. Kapan lagi dia melihat pria mapan seperti ini di depan matanya.
"Gue gak salah ngomong kan, kalo dia tuh gagah dan tampan." Ucap santai Rika.
Tap.. Tap.. Tap..
Selamati pagi anak-anak, perkenalkan namah saya Dimas. Saya dosen baru kalian, mata pelajaran yang saya pegang adalah manajemen bisnis.
"Pak, apa anda sudah punya pacar?"
"Pak, anda masih jomblo kan?"
Semua mahasiswi disana tiba-tiba memberi banyak pertanyaan. Sikap Dimas yang dingin pun langsung menghiraukan dengan pertanyaan-pertanyaan konyol para mahasiswanya.
"Saya tidak perlu menjawab tentang urusan pribadi saya. Saya hanya akan fokus ke pelajaran saja." Ucapnya dengan acuh dan ekspresi dinginnya.
"Astaga, gue makin demen nih ama cowok modelan kek gini. Dia ini tipe-tipe cowok hot daddy. Arrrggh pokonya gue harus dapetin nih laki" Pekik hatinya dengan semangat.
"Saya akan mengabsen kalian satu persatu."
Dimas membuka buku absen yang dia bawa. Lalu Dia mencoba mengabsen satu persatu para murid di sana. Setelah mengabsen beberapa mahasiswa tersebut, kini giliran nama wanita barbar yang tak lain adalah.
"Laura Veronica?" Panggilnya dengan mendongak ke arah Laura.
Otomatis Laura pun langsung berdiri dengan mengibaskan rambutnya dan membenarkan pakaiannya. "Hadir Pak!" Pekiknya sambil mengedipkan mata.
Laura kira si dosen tampan ini bakal terpikat atau membalas kedipan padanya, namun sayang. Dosen tersebut malah acuh dan tak melihat ke arah Laura.
"Pfftt.. Pesona cewek gila sepertimu di acuhkan dosen, astaga! Lo bikin malu gue La." Rika tertawa.
Saat itu juga, Laura jadi kesal. Sudah di acuhkan dosennya dan di tertawakan temannya. Lengkap sudah rasa malu Laura.
****
Jam 2 siang, setelah selesai belajar. Laura tiba-tiba bolos kelas dan meminta Rika untuk membuatkan surat izin sakit. Bukan sengaja, siang ini dia harus bekerja paruh waktu di salahsatu kafe yang cukup jauh dari rumahnya.
"Eh, bukannya katamu nanti sore kerja di kafe?"
Laura terkejut dan menggarung tengkuknya yang tidak gatal. " Ah, itu.. Katanya karyawan yang masuk hari ini, tiba-tiba sakit dan tak bisa masuk, otomatis aku harus menggantikannya dari sekarang." Ucapnya dengan tergesa-gesa.
"Hm. Baiklah, hati-hati ya.. Hubungi gue kalau ada apa-apa!" Ucap Rika.
"Oke." Mengedipkan matanya.
Bisa di bilang kalau Laura memang sedang berbohong. Benar jika untuk sekarang dia akan bekerja di kafe, tapi nanti malam. Dia akan bekerja di salahsatu bar mewah.
Laura pun pergi sambil melambaikan tangannya pada Rika, Dia melangkahkan kakinya dan keluar lewat gerbang kampus.
"Huft.. Andai hidupku tidak menyedihkan begini. Contohnya sih, punya pacar hot duda atau juga bolehlah jadi simpanan seseorang untuk melunasi beberapa hutang yang sudah bertahun-tahun menumpuk." Membayangkannya sambil cengengesan.
Puk!
Tiba-tiba seseorang menepuk pelan pundak Laura dari belakang. Sontak membuat Laura terkejut, dan langsung menoleh ke belakang.
"Bukankah ini masih jam pelajaran? Mau coba membolos, hm?" Ucap seseorang sambil melipatkan kedua tangannya.
"Eh...."
***
Pengenalan tokoh.
Dimas Adamar. 32 tahun. Seorang dosen.
Laura Veronica. 25 tahun. Seorang mahasiswi.
Tokoh hanya pemanis, bayangkan saja sesuai yang kalian inginkan.
Bersambung.
MOHON KEBIJAKANNYA DALAM MEMBACA, CERITA INI CUKUP MENGURAS EMOSI SEBAGIAN PEMBACA!😊
Ckitttt...
Sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah sederhana milik seseorang. Dan mobil tersebut yang tak lain adalah milik Dimas.
"Pak, terima kasih ya. Padahal gak usah repot-repot loh, apa bapak emang demen ya ama saya??" Celetuk Laura dengan percaya diri.
Dimas pun hanya memutar bola mata malas ketika mendengar ucapan Laura. Kalau bukan muridnya, dia enggan mengantarkan Laura sampai ke depan rumahnya.
"Kalau kau tidak sakit, saya enggan memberikan kamu tumpangan gratis."
"Ck!" Laura berdecak kesal, entah harus bagaimana lagi caranya agar dosen tampan ini bisa jatuh ke pelukannya.
Dan ya, seseorang yang tadi menepuk pundak Laura saat akan berjalan pulang, ialah Dimas. Dimas tidak sengaja berpapasan dengan Laura saat hendak pulang.
"Sana turun, saya juga harus pulang!" Memberi kode untuk segera turun.
"Ih bapak jutek amat sih, bapak tuh ganteng, gagah dan hot banget. Tapi sayangnya muka bapak dingin macam kulkas 12 pintu!" Serunya.
Tiba-tiba Dimas merasa pipinya sedikit panas karena di puji oleh Laura, meskipun kata-kata terkahir memang sedikit menyebalkan, namun faktanya Dimas senang mendengar pujian barusan.
"Ekhem. Harusnya kau ke rumah sakit saja kalau memang sedang sakit, ngapain malah pulang! Takutnya penyakitmu mematikan!" Ucap Dimas dengan santai.
Laura langsung mendelikkan matanya, dia gak habis fikir dengan ucapan si dosen dingin ini, malah dia ingin menarik kata-katanya tad saat memuji sang dosen tersebut. "Yakkkk!! Apa bapak tidak tahu penyakit bulanan wanita?!" Nada tinggi.
"Hm..? Apa maksudmu?" Menatap lekat pada Laura.
"Haish.. M-maksud saya. Saya sedang nyeri datang bulan, bukan sakit parah yang mematikan." "Dasar dosen sialan, nyesel aku tadi memujinya. Enteng sekali mulutnya itu. Ingin sekali aku menggigit bibirnya ini." Gerutunya kesal.
"Ah, begitu. Kalau begitu, sana keluar! Saya sibuk." Pandangan menatap ke depan.
"Iya-iya. Dasar dosen cerewet." Jawabnya kesal.
"Apa kau bilang?!" Seru Dimas.
Laura mencoba membuka sabuk pengaman tersebut, namun entah kenapa tiba-tiba sangat susah sekali untuk di buka. "Hiiih, kenapa gak bisa kebuka sih!" Gumamnya pelan.
"Ck, bisa gak ?" Ucap Dimas.
"Ihhh bapak, bantuin dong. Kenapa ngomong terus dari tadi, susah nih!" Pekiknya.
Dimas mendekat perlahan ke arah Laura, dia mencoba membuka sabuk pengaman yang sedari tadi Laura susah buka.
Jarak mereka saat ini cukup dekat. Hembusan nafas mereka saling bertemu. Dan entah fikiran apa yang melintas di kepala Dimas, matanya tiba-tiba tertuju pada benda bulatan kenyal yang cukup berisi, benda tersebut entah kenapa menjadi pusat perhatian baginya.
Glekk..
Dimas menelan ludaahnya dengan susah payah, dia pun langsung menggeleng agar cepat sadar dan matanya tidak tertuju pada benda tersebut.
"Sial, kenapa mataku terus fokus kesana sih. Bahaya!" Gumam hatinya menahan nafsu.
"Astaga, ternyata bapak sendiri juga susah membukanya. Kukira membuka ini sama gampangnya dengan membuka tali beha." Celetuknya.
Uhukk..
Dimas langsung tersedak karena terkejut. "Wanita ini berbahaya, kenapa ucapannya mengarah kesana sih." Gerutunya pelan.
"Aku bantuin pak, biar cepat!"
Laura membantu Dimas untuk membukakan sabuk pengaman yang menahan tubuhnya. Laura pun menunduk karena sedikit susah membantu Dimas.
Saat hampir bisa membukanya, Dimas mendongakkan kepalanya dan kini wajah mereka saling bertemu.
"Nah, ini terbu--"
Degh.
Bibir mereka sangat dekat, mungkin bisa dikatakan beberapa senti lagi bibir itu akan menempel.
Mata nakal Laura beralih pandangan dengan fokus ke bibir sexy sang dosen. Tersirat pikiran kotor Laura untuk segera mencium bibir dosen tersebut.
Tidak kalah beda dengan Dimas, mata Dimas juga menatap bibir ranum Laura yang merah menggoda dengan olesan lipbalm di bibirnya.
"Bodo amat dah, gue pengen nyoba bibir dosen dingin ini. Rasakan pelet sang queen of the class ini pak dosen." Menyeringai.
Chup!
Dan benar saja, Laura mengecup pelan bibir Dimas dan membuatnya mematung sekaligus terkejut sambil mata melotot.
Dimas spontan langsung mendorong Laura dan menatap ke arah lain. "Keluar!" Ucap Dimas.
"Eh.. Kenapa? Apa bapak akhirnya mengakui kalau saya can--"
"Sudah kubilang, KELUAR!!" Ucapan sedikit membentak.
Pupil mata Laura tiba-tiba bergetar. Dia menahan tangisnya karena Dimas membentaknya.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Laura langsung keluar dari mobil Dimas dan berjalan cepat menuju rumahnya.
Dimas pun hanya menatap Laura yang semakin jauh dari pandangannya. "Haish.. Sial, brengsekk kau Dimas! kenapa kau juga malah tergoda olehnya." Meremat setir mobilnya.
Drrrttt..
Ponsel Dimas bergetar menandakan ada telepon masuk. Saat itu juga Dimas langsung mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelpon.
"Hallo..?" Dimas mengangkat telponnya.
"Sayang, apa kau masih lama? Amel katanya mau makan di luar, dia sedang menunggumu." Ucap seseorang dari seberang telepon.
"Suruh Amelia untuk menungguku sebentar, aku lagi di jalan."
"Ayah, cepat pulang! Ayo kita makan di luar." Pekik suara anak kecil yang menjawab.
"Baik sayang, ayah lagi di jalan. Ayah tutup dulu ya, teleponnya."
"Oke, ayah."
Tutt.. Tutt.. Tutt..
"Huft.." Dimas pun menghela nafas sejenak.
Bersambung.
Apa kalian tau, jika Dimas ini sudah menikah dan mempunyai seorang putri. Dimas menikah dengan wanita bernama Vina Andari yang berasal dari keluarga terpandang.
Meskipun awalnya tidak di dasari oleh cinta, Dimas dan Vina mencoba saling memahami dan menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Vina menjadi direktur di salahsatu perusahaan miliknya di kota Bali. Dimas sebenarnya berasal dari keluarga terpandang, namun dia tidak minat untuk meneruskan dan menggantikan ayahnya sebagai presdir, dia memilih cita-citanya dari dulu untuk menjadi dosen.
Ckittt..
Sebuah mobil tiba di kediaman mewah. Mobil tersebut yang tak lain adalah milik Dimas.
Ceklek..
Dimas turun dari mobil dan membenarkan dasinya sambil merapihkan pakaiannya. "Huft.. Berhenti memikirkan kejadian tadi Dimas. Ayo lupakan!" Mengacak-acak rambutnya sambil berjalan masuk ke rumah.
Ya, sejak kejadian dimana dia dan Laura melakukan sesuatu di dalam mobil, membuat Dimas terus kepikiran.
"Sial, aku tidak melakukannya. Ini hanya kesalahan yang tak di sengaja." Gumamnya sambil menggigit bibir bawahnya karena kesal.
Namun Dimas sejak tadi terus menyentuh bibirnya dengan ujung lidah, bisa di bilang dia merasakan sesuatu yang aneh saat Laura mengecup bibirnya tadi.
Dimas merasakan sesuatu seperti ada yang menariknya, dan seperti ada sengatan yang membangkitkan tubuhnya untuk bergerak lebih.
"Ayah!!" Pekik seseorang.
Saat itu juga Dimas terkejut dan otomatis melupakan seseuatu yang mengganggu pikirannya sejak tadi.
"Ah, putriku!" Serunya sambil merentangkan kedua tangannya.
Grep!
Amelia memeluk sang ayah dengan erat, dia senang ketika ayahnya sudah pulang ke rumah. "Ayah, ayo masuk dulu! Ayah harus berganti pakaian sebelum kita pergi." Menarik tangan Dimas dengan semangat.
"Astaga, iya-iya. Bentar ya, ayah mandi dulu." Tangannya ketarik.
Mereka berdua kini sudah ada di dalam rumah. Amelia sejak tadi tidak melepaskan tangan ayahnya bahkan setelah berada di dalam rumah.
"Sayang!" Ucap seseorang yang tak lain adalah istri Dimas yaitu Vina.
Dimas hanya tersenyum tipis. "Maaf, menunggu lama. Jalanan sedikit macet tadi."
"Tidak papa, kau mandi dulu saja. Aku sudah menyiapkan air hangat." Ucap Vina.
"Terima kasih sayang. Ah, untuk putriku yang cantik.. Ayah mandi dulu ya." Melepaskan genggamannya dari Amelia.
"Oke ayah."
Dan setelah itu.
Mereka sudah siap dan sekarang mereka bertiga pun berada di dalam mobil. "Kita berangkat sekarang ya!" Seru Dimas.
Amelia dan Vina hanya mengangguk, mobil itu akhirnya melaju.
Dimas harusnya merasa capek karena baru pulang mengajar, namun dia tidak bisa menolak permintaan sang putrinya, meski lelah sekalipun dia akan memaksakan diri agar putri kecilnya tidak bersedih.
"Apa kau tidak sibuk di kantor?" Tanya Dimas pada Vina.
"Aku memang sedang cuti hari ini, tugasku sudah ku serahkan pada sekretarisku." Jawab Vina.
Dimas pun hanya mengangguk. "Oh iya, bagaimana putri ayah di sekolah? Apa ada hal menyenangkan?"
Amelia baru masuk sekolah dasar. Dia di sekolahkan di sekolah swasta dengan bayaran yang mahal.
"Aku cukup bosan ayah, aku tidak bisa bermain dengan bebas seperti teman-temanku dari sekolah lain." Ucap Amelia sambil memanyunkan bibirnya menandakan kesal.
Dimas langsung mengusap surai putrinya dengan pelan. "Bukankah Amel ingin seperti ayah? Maka dari itu rajinlah belajar dan berikan yang terbaik. Karena ayah tidak memaksamu untuk mendapatkan nilai yang bagus, ayah hanya ingin kau menjadi orang yang lebih baik. Dan menunjukannya pada ayah dan ibu."
Amelia langsung tersenyum dan mengangguk senang, karena ayahnya selalu memberikan dia semangat untuk menjadi lebih baik lagi.
"Sayang, coba berhenti disini. Aku ingin beli kopi dulu." Ucapnya meminta Dimas untuk berhenti.
Ckitttt..
"Kafe?" Tanyanya pada Vina.
"Ya, ini kafe langgananku loh! Kopi disini enak banget, kamu mau?"
Dimas pun menggeleng pelan. "Tidak, aku sedang tidak ingin minum kopi."
"Baiklah, aku turun dulu ya. Kalian tunggu disini." Vina langsung keluar dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam kafe.
Dimas pun dan Amelia menunggu di dalam mobil. Vina sendiri yang masuk ke dalam kafe.
"Eh, ayah! Ibu lupa membawa tas nya." Pekik Amelia
Saat itu juga Dimas langsung menoleh dan melihat ke samping. Memang benar tas Vina tertinggal di mobil dan tidak mambawanya saat masuk ke kafe.
"Amel, bisa tunggu sebentar. Ayah akan membawakan tas ibu ke dalam, ibu pasti lupa." Ucapnya tergesa-gesa keluar dari mobil.
"Baik ayah." Jawabnya.
***
Di dalam kafe, seseorang sedang melayani beberapa pengunjung yang datang untuk memesan makanan.
"Astaga, lelah sekali." Lirihnya pelan.
"Laura! ada pesanan dari nomer 18." Pekik salahseorang pegawai.
Laura yang sedang duduk pun langsung berdiri dan bekerja kembali. "Baik, saya akan mengantarkannya sekarang."
Ya, dia adalah Laura Veronica. Saat ini dia sedang melakukan kerja paruh waktunya di sebuah kafe mewah.
Sedari tadi banyak pengunjung yang datang ke kafe. Laura sedikit kewalahan karena dia takut menyebabkan masalah saat membawa nampan berisi makanan dan minuman pesanan orang.
Dugh!
Tidak sengaja seseorang menyenggol tangan Laura.
Prang!
Dan benar saja, saat Laura membawa pesanan yang ada di nampan, tiba-tiba terjatuh karena ada seseorang yang tak sengaja menabraknya dari samping.
"Astaga, bajuku!" Pekik seseorang.
Laura langsung menoleh pada seseorang yang pakaiannya terkena makanan dan minuman oleh Laura.
"N--nyonya.. M--maafkan saya." Ucap Laura merasa bersalah.
"Ck, kau buta atau gimana sih!! Lihat pakaianku semuanya kotor karena ulahmu!" Bicara dengan nada tinggi sambil menunjuk Laura.
"Nyonya, saya sudah meminta maaf dan ini juga gak sepenuhnya salah saya. Anda sendiri juga tiba-tiba menerobos dan tak melihat jalan." Jawab Laura dengan tegas karena kesal.
Tap.. Tap.. Tap..
"Laura, ada apa ini?" Ucap seorang manajer.
"Aku--"
"Pegawai anda tidak becus dalam bekerja dan malah membuat pakaian saya kotor. Lain kali rekrut pegawai dengan benar." Gerutunya kesal.
Tangan Laura langsung mengepal. Dia tak bisa berbuat apa-apa lagi saat sang manajer datang menghampirinya. Meskipun dia membela diri, tetap akan di salahkan oleh manajernya.
"Eh, anda nyonya Vina kan? Tamu langganan kami." Ucap sang manajer.
"Ck. Sudahlah!" Membersihkan pakaiannya dengan kesal.
Manajer kafe tersebut menarik tangan Laura dengan kasar. "Cepat kau minta maaf hah, dia tamu langganan kafe ini. Dasar bodoh! Kenapa kau membuat kesalahan sih?!" Berbisik pada Laura.
"Pak, tapi saya--"
"Sayang, ini tas mu ketinggalan. Aku membawanya." Ucap seseorang yang berjalan mendekat ke arah mereka.
Degh.
"Bukankah suara ini..." Langsung mendongak.
"Sayang.. Lihat bajuku, semuanya jadi kotor ih. Ini ulah pegawai ini." Merengek kesal.
"Astaga!" Pekiknya melihat pakaian Vina.
"Sayang, ini kenapa bisa begi--" Tak sengaja menoleh ke arah Laura.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!