...༻⌘༺...
Athena baru saja selesai dengan pekerjaannya. Dia segera meninggalkan kantor dan pulang.
Psikiater, itulah pekerjaan Athena. Ia mengikuti jejak ibunya yang kebetulan juga memiliki profesi sama.
Athena terbilang baru saja menggeluti pekerjaannya. Jadi bisa dibilang Athena psikiater pemula. Tidak heran dia nekat mengambil pekerjaan ke kota yang jauh dari tempat tinggalnya. Itu semua dirinya lakukan agar bisa mendapatkan lebih banyak pengalaman.
Hari itu Athena sedang dalam perjalanan menuju apartemennya. Dia memilih menaiki kereta bawah tanah.
Ponsel Athena berdering. Gadis itu segera mengangkatnya. Ia mendapat telepon dari Bella, ibu kandungnya.
"Hei, Mom!" sambut Athena.
"Bagaimana hari pertamamu?" tanya Bella dari seberang telepon.
"Kau tenang saja. Semuanya lancar," jawab Athena.
"Berarti kau sekarang sudah pulang kan? Kalau bisa jangan pulang sendirian. Setidaknya naik taksi lebih aman. Aku--"
"Athena! Kau sebaiknya tidak perlu bekerja di kota itu. Aku dan Ibumu tadi melihat berita baru kalau ada insiden pembunuhan di kota Bloody. Dan kau tahu hal yang paling mengerikan? Pelakunya belum ditemukan! Kami sangat mencemaskanmu. Kami mohon pikirkanlah lagi." Ben ayahnya Athena sigap memotong ucapan Bella. Sejak awal keduanya memang sangat gelisah ketika mengetahui Athena mengambil pekerjaan di kota Bloody.
Kota Bloody sendiri terkenal dengan angka kriminalitas yang cukup tinggi. Jumlah penduduk di kota itu bahkan masuk dalam jumlah penduduk paling sedikit.
"Ya ampun, Mom, Dad. Kalian sangat berlebihan sekali. Lagi pula aku sudah dewasa. Aku bisa menjaga diriku sendiri," kata Athena sambil terkekeh. Ia baru saja memasuki kereta.
"Kalau ada apa-apa, langsung hubungi kami. Berhati-hatilah." Bella kembali mengambil alih telepon.
"Iya, Mom. Jangan khawatir."
Sesi telepon berakhir. Athena pun segera duduk sambil memasang headset ke telinga. Terputarlah lagu Little Things dari komposer Adrián Berenguer. Kebetulan Athena memang hanya mendengarkan musik klasik. Alasannya juga karena dirinya memiliki hobi menari balet. Terkadang dengan mendengar musik klasik, Athena bisa memikirkan gerakan baru untuk latihannya nanti.
Musik terus didengarkan Athena saat turun dari kereta. Lagi pula, dia merasa tidak takut saat mendengarkannya. Terutama ketika dirinya harus berjalan melewati jalanan sepi menuju apartemennya. Kini Athena sedang berjalan melewati jalanan tersebut. Dia melangkah tenang seperti biasa.
Ketenangan Athena harus sirna ketika tiba-tiba dia diserang oleh seseorang dari belakang. Mulut Athena dibekap kuat sampai dirinya kesulitan bernafas.
Athena berusaha memberontak. Dia juga mencoba mengeluarkan suara sekeras mungkin, namun tubuhnya justru melemah. Sampai lama-kelamaan penglihatan Athena menggelap.
...***...
Kesadaran Athena mulai terkumpul. Musik klasik yang tidak asing baginya seketika menyambut. Lagu itu tidak lain adalah Red Dress yang juga merupakan karya Adrián Berenguer, komposer favorit Athena.
Perlahan mata dibuka oleh Athena. Ia menemukan dirinya berada di kursi belakang mobil. Di depan, Athena melihat seorang lelaki yang menyetir sambil sesekali menarikan tangan mengikuti irama musik.
Jantung Athena berdegup kencang sekali karena takut. Terutama saat menemukan tangan dan kakinya di ikat, mulutnya bahkan dibekap dengan lakban.
Keringat Athena mengalir deras sekali karena dia tidak bisa melakukan apapun untuk melarikan diri. Alhasil, kini air mata yang mulai bercucuran di wajahnya. Terlebih beberapa menit sebelumnya Athena sudah mendapat peringatan dari orang tuanya. Akan tetapi dirinya menganggap remeh peringatan tersebut. Jujur saja, Athena sangat menyesal sekarang.
Musik intens Red Dress seakan menggambarkan ketakutan yang dirasakan Athena sekarang. Sungguh, dari semua lagu Adrián Berenguer, Red Dress adalah lagu yang paling dirinya benci.
Athena sebenarnya berusaha untuk membuat dirinya tenang, terlebih dia adalah seorang psikiater. Namun melakukan itu di saat seperti ini sangat sulit dilakukan. Apalagi ketika dia mengira dirinya akan segera dibunuh oleh lelaki yang membawanya sekarang.
Tak lama kemudian, mobil berhenti. Athena langsung berhenti menangis dan berpura-pura masih pingsan.
Pintu mobil terbuka. Athena segera digendong bak karung beras oleh lelaki yang menculiknya.
Saat itulah Athena membuka mata untuk mengenali tempat dirinya dibawa. Namun sayang, yang dirinya lihat hanya pepohonan rindang dan rerumputan tinggi. Athena tidak bisa menemukan apapun untuk dijadikan patokan.
Athena hanya bisa mengetahui kalau dirinya dibawa ke rumah di tengah hutan. Rumah itu terbilang besar, karena Athena dibawa cukup lama.
Athena kembali berusaha mengenali tempat. Ia melihat ada banyak sekali karya seni di rumah. Tetapi semua karya seni di sana terasa aneh dan menakutkan. Bahkan Athena melihat patung berkepala jantung yang menjulang tinggi di tengah ruangan.
Pengamatan Athena berakhir ketika dirinya dibawa ke basement. Saat memasuki basement, bau anyir langsung menyambut.
Tibalah Athena di sebuah ruangan persegi. Di sana hanya terdapat kasur kecil, rantai dan ember.
"Mmph!" Athena tak tahan lagi. Dia muntah karena bau darah semakin kuat saat dirinya dibawa masuk ke ruangan.
Karena mulutnya masih dibekap, Athena tak punya pilihan selain menelan muntahannya kembali. Athena pun semakin merasa tertekan.
"Hahaa!" Lelaki yang membawa malah tertawa. Dia segera meletakkan Athena ke kasur, lalu dilepasnya lakban yang menutupi mulut gadis itu.
Athena kini bisa melihat sosok lelaki yang menculiknya. Namun sayang, dia tidak bisa melihat wajahnya. Sebab lelaki tersebut mengenakan topeng merah.
"Kumohon... Lepaskan aku," ucap Athena dengan bibir bergetar.
Si lelaki bertopeng menggeleng sambil terkekeh. "Itu adalah permintaan mustahil yang tak bisa kau ucapkan pada orang sepertiku," sahutnya. Dia segera mengganti ikatan Athena dengan rantai. Selanjutnya, dia berjalan menuju pintu.
"Oh ya. Ngomong-ngomong, aku suka selera musikmu," komentar lelaki bertopeng, lalu langsung menghilang ditelan pintu.
Sekarang Athena sendirian. Dia hanya bisa menangis dan menyesali semuanya.
"Mom, Dad... Tolong aku..." isak Athena.
...༻⌘༺...
Karena kelelahan, Athena tak sengaja tertidur. Dia terbangun ketika mendengar suara pintu terbuka.
Sosok lelaki bertopeng merah itu kembali. Ia berdiri di depan pintu dan mematung di sana.
Jantung Athena sontak berdegup kencang. Dia bisa melihat jelas kemana arah pandangan lelaki itu. Kemana lagi kalau bukan ke arah dirinya.
Awalnya Athena membiarkan saja. Namun setelah beberapa menit berlalu, si lelaki bertopeng merah itu masih belum beranjak. Dia masih diam di depan pintu sambil memandangi Athena. Ia melakukan itu tanpa mengatakan apapun. Sikap lelaki bertopeng merah itu tentu membuat Athena tidak nyaman.
"A-apa maumu? Apa yang akan kau lakukan kepadaku?" tanya Athena. Dia menyudutkan dirinya ke dinding ujung. Sebab hal yang ingin Athena lakukan adalah menjaga jarak sejauh mungkin dari lelaki bertopeng merah.
"Itulah yang sedang aku pikirkan sekarang." Si lelaki bertopeng merah itu akhirnya bersuara.
"Apa kau akan membunuhku?" tanya Athena lagi.
"Kemungkinan besar begitu," jawab lelaki bertopeng merah.
Mendengar jawaban itu, Athena menelan salivanya sendiri. Dia benar-benar ketakutan.
Sang lelaki bertopeng tiba-tiba beranjak. Dia pergi tanpa menutup pintu. Saat itulah Atena bisa melihat ada tawanan lain di seberang ruangannya. Kebetulan tempat tawanan itu di tawan berupa jeruji besi seperti di penjara, sangat berbeda dengan tempat Athena.
"Tolong aku!" kata Athena. Namun dia tidak mendapat jawaban sama sekali.
"Halo? Apa kau baik-baik saja?" tanya Athena lagi. Dia berusaha mendekati jeruji besi sebisa mungkin.
Deg!
Jantung Athena kembali berdentum keras tatkala melihat manusia di dalam jeruji besi. Orang itu tampak berlumuran darah. Dua tangan dan satu kakinya dipotong. Mulutnya menganga sambil menatap ke arah Athena. Dia terlihat seperti ingin bicara tetapi tak bisa. Bau darah dan busuk menyeruak jelas dari orang tersebut. Athena sendiri sepertinya sudah mulai terbiasa dengan bau yang mengelilinginya sekarang.
Mata Athena membulat sempurna. Dia reflek melangkah mundur. Bersamaan dengan itu, si lelaki bertopeng merah datang. Maka semakin kagetlah Athena.
"Kau apakan orang yang ada di dalam penjara itu?" tanya Athena sambil melangkah mundur untuk menjauh dari lelaki bertopeng merah.
"Untuk apa aku memberitahumu?" si lelaki bertopeng semakin mendekat. Ketika dia sudah dekat dengan Athena, disuntikkannya sesuatu ke dada gadis tersebut.
Perlahan kesadaran Athena pun hilang. Dia jatuh ke lantai. Hal terakhir yang dia lihat adalah kaki si lelaki bertopeng merah.
...***...
Athena telah sadar. Dia menemukan dirinya telentang di sebuah hospital bed dalam keadaan tangan dan kaki yang dibelenggu. Athena juga melihat banyak benda tajam di meja yang berada tidak jauh dari posisinya.
Jenis benda tajam di meja itu beragam sekali. Namun yang paling membuat Athena takut adalah gergaji mesin.
'Athena, kau harus tenang agar bisa berpikir dengan jernih. Pasti ada sesuatu yang bisa membuatmu bertahan hidup.' Athena memejamkan mata, dan meyakinkan dirinya sendiri.
'Aku harus melakukan sesuatu! Setidaknya aku tidak akan berakhir seperti orang di dalam penjara itu.' Athena bertekad. Ia edarkan pandangannya ke sekitar. Dirinya berusaha menemukan sesuatu yang bisa menarik perhatian lelaki bertopeng merah. Namun sayang, di sana Athena hanya bisa melihat ruangan kumuh dan seperangkat peralatan tajam.
Kini Athena tak punya pilihan selain mengingat apa saja hal yang dilihatnya saat menuju basement. Hal yang paling menonjol dari seluruh rumah adalah karya-karya seninya.
'Ingatlah Athena. Kau itu psikiater. Kau tahu banyak hal mengenai penyakit jiwa. Salah satunya psikopat.' Athena terus berusaha meyakinkan hal positif pada dirinya sendiri.
Lelaki bertopeng merah akhirnya datang. Dia terlihat mengenakan sejenis celemek berbahan plastik untuk menutupi badannya. Celemek itu lebih tampak seperti jas hujan. Athena berfirasat kalau fungsi celemek itu adalah untuk melindungi tubuhnya dari cipratan darah.
"Cepat sekali kau sadar. Sepertinya dosis bius yang kuberikan tak cukup banyak untukmu. Tapi ya sudahlah, sadar atau tidak, tak menjadi perbedaan," ucap lelaki bertopeng merah itu.
"Sebelum aku mati, bolehkah aku tahu siapa kau?" tanya Athena. Dia berusaha sebisa mungkin untuk membuat dirinya tenang. Sebab itulah kunci agar bisa melakukan komunikasi baik dengan sang psikopat.
Lelaki bertopeng merah terkekeh. "Kau pikir aku akan memberitahu? Diamlah!" tanggapnya.
"Topengmu bagus. Kau pasti membuatnya sendiri?" ujar Athena.
Si lelaki bertopeng merah yang sudah mengambil pisau, perlahan meletakkan kembali benda tajam itu. Ia tertarik dengan topik pembicaraan Athena kali ini.
"Bagaimana kau tahu?" balas lelaki bertopeng merah.
"Itu terlihat jelas. Karena aku tak pernah melihat topeng seperti itu sebelumnya. Dan aku sangat mengenali wajah topengmu. Itu wajah dewa Ares bukan?" ucap Athena.
"Itu benar. Sepertinya kau tahu banyak tentang budaya Yunani. Dan kau orang pertama yang mengetahui namaku tanpa harus kuberitahu," tanggap lelaki bertopeng merah.
"Jadi namamu Ares?" Athena lantas menyimpulkan. Dia merasa sedikit lebih tenang. Athena berfirasat kalau Ares bisa dirinya kelabui. Memang tak ada sesuatu yang bisa mengalahkan ke narsisan seorang psikopat di dunia ini.
*Mau up lagi? Silahkan komen ya...
...༻⌘༺...
Ares tak menjawab pertanyaan Athena. Ia menarik sebuah kursi, kemudian mendudukinya.
"Aku sempat melihat karya seni di rumah ini saat kau membawaku. Dan itu sangat luar biasa," ungkap Athena.
"Apa kau sengaja bersikap begini agar aku tidak jadi membunuhmu? Karena aku tahu betul saat awal-awal tadi kau sangat ketakutan," tukas Ares sambil melipat tangan di dada.
"Tentu tidak. Aku baru saja teringat kalau kau sepertinya suka dengan karya-karya seni yang unik. Kebetulan sekali aku juga menyukai hal-hal seperti itu. Coba tanyakan saja padaku tentang sejarah legenda Yunani, maka aku mampu menjawabnya," kata Athena panjang lebar.
"Apa benar kau menyukai karya-karya seni yang kau lihat di rumah ini?" tanya Ares memastikan.
"Ya. Kalau boleh, izinkan aku mengetahuinya sebelum kau membunuhku," tanggap Athena.
Ares membisu dalam sepersekian detik. Ia menatap Athena dengan serius. Tanpa diduga, lelaki itu mengambil suntikan yang terlihat sudah ada cairannya.
"Aku belum selesai bicara. Kau..." Athena tak bisa melanjutkan lagi ketika Ares menyuntiknya begitu saja. Lama-kelamaan kesadarannya pun hilang.
Ares segera melepas besi yang membelenggu kaki dan tangan gadis itu. Dia bawa Athena kembali ke ruangan sebelumnya. Ares tak lupa untuk merantai kaki Athena sebelum meninggalkannya.
Kini Ares beranjak dari kamar Athena. Ia berjalan keluar basement dan berhenti di sebuah cermin besar. Ares menatap dirinya sendiri di sana.
'Baru kali ini aku menemukan orang seperti dia. Sepertinya aku harus menunda eksekusinya,' batin Ares. Dia ternyata tertarik pada Athena. Lelaki itu bahkan memeriksa bagasi mobil untuk mengambil tas milik Athena.
Ares cari ktp milik Athena. Dia agak kaget setelah mengetahui nama asli Athena.
Ares menarik sudut bibirnya ke atas. Ia merasa kalau keputusannya untuk menunda pengeksekusian Athena adalah keputusan tepat. Ares terkesan ketika mengetahui kalau nama Athena yang juga diambil berdasarkan dewa Yunani.
Ponsel Athena tiba-tiba berdering. Ares pun segera memeriksanya. Di sana dia melihat banyak sekali panggilan dari orang tua Athena.
Ares berdecak kesal, lalu dimatikannya ponsel Athena. Setelah itu, dia lempar benda pipih tersebut ke semak belukar yang penuh pepohonan dan rumput.
...***...
Untuk kesekian kalinya Athena siuman. Dia langsung dalam posisi waspada. Dirinya juga tak lupa memeriksa seluruh tubuhnya, memastikan tidak ada luka apalagi sampai buntung.
Athena mendengus lega. Ia bersyukur dirinya masih hidup.
"Berarti rencanaku berhasil," gumam Athena. Ia memegangi perutnya karena merasa lapar.
Athena mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Dia berusaha mencari sesuatu atau jalan yang bisa membawanya keluar. Tetapi sayang, dirinya tidak menemukan apapun. Ventilasi di sana bahkan sangat kecil sekali. Sepertinya Ares memang menciptakan ruangan itu untuk dijadikan tempat tawanan.
Pintu tiba-tiba terbuka. Ares datang sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman.
"Kau pasti lapar," ujar Ares. Ia segera meletakkan nampan ke dekat Athena. "Makanlah!" suruhnya.
Athena menatap makanan yang dibawakan oleh Ares. Dia melihat sepotong steik daging dengan telur dan sayuran. Akan tetapi Athena merasa aneh saat melihat hidangan itu, daging steik yang dilihatnya sekarang tidak seperti daging steik pada umumnya. Warnanya terkesan terang seperti daging ayam.
"Kenapa kau ragu?" tanya Ares.
"Apa ini daging sapi?" Athena justru berbalik tanya.
"Jika kau lapar, apa masalahnya jika itu daging sapi atau tidak?" sahut Ares. Nada bicaranya penuh akan penekanan. Nampaknya keraguan Athena membuatnya agak kesal.
"Kau benar!" Athena tak punya pilihan selain memakan steik pemberian Ares. Dia terpaksa melakukannya demi bertahan hidup.
Saat daging itu menyentuh lidah Athena, rasanya terasa enak sekali. Alhasil Athena memakannya dengan lahap sekali, terlebih dirinya sedang kelaparan sekarang.
Namun Athena berhenti sejenak dari makannya karena Ares masih bersamanya.
"Apa kau akan terus di sini?" tanya Athena.
"Aku ingin bicara. Tapi aku akan melakukannya setelah kau makan," jawab Ares. Topeng merah itu tak pernah terlepas dari wajahnya.
Sungguh, Athena sangat penasaran dengan wajah Ares. Akan tetapi dia perlu strategi agar bisa melihat wajah misterius tersebut.
Athena mengangguk. Dia segera lanjut makan. Sebenarnya Athena ingin sekali menanyakan tawanan yang ada di seberang kamarnya, namun dirinya takut Ares akan marah. Untuk sekarang, Athena merasa harus fokus menarik perhatian Ares.
"Setelah kuperiksa, ternyata namamu Athena," celetuk Ares.
"Ya, itulah namaku. Kebetulan sekali namamu juga mengambil nama salah satu dewa Yunani," tanggap Athena.
"Itulah yang membuatku kagum. Itulah juga yang membuatku tidak jadi membunuhmu," ungkap Ares.
"Apa kau senang bisa bertemu orang yang memiliki kesamaan denganmu?" balas Athena.
"Kesamaan? Kau yakin?"
"Tentu saja tidak semuanya. Maksudku terkait hobi dan juga ketertarikan kita pada seni. Aku yakin itulah yang ingin kau bicarakan padaku." Athena tak gentar melancarkan rencananya. "Oh iya, kau juga suka dengan selera musikku kan?" lanjutnya.
Ares membisu. Ia berdiri menatap Athena. Lagi-lagi lelaki misterius itu melakukannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!