Haura, Istri Pilihan Dari Desa (1)
" Mi, ini sebenarnya ada apa?," Alkana memandang heran karena mereka pergi dengan pakaian formal, pakaian batik.
" Kita mau melamar, Lala," jawab Sang mami tenang.
" Lala?," Alkana mengerutkan keningnya Hingga tangan kanannya menepuk pahanya.
" Lala si anak culun yang suka ngintilin aku kemana-mana itu?," tanya Alkana baru ingat gadis kecil yang usianya lebih muda beberapa tahun itu.
Namanya sebenarnya Haura. Hanya saja saat kecil, Haura yang cadel selalu menyebut namanya Lala, padahal maksudnya Rara. Hingga akhirnya sampai dewasa panggilan kesayangan dari keluarga dan orang terdekat menjadi Lala.
" Ya, dia. Tapi, Lala sudah enggak culun, Ka. Dia tumbuh jadi gadis cantik. Ah, rasanya sudah enggak sabar melihat calon mantu mami," ucap Senja, Mami Alkana.
" Memang yang mau nikah sama dia siapa?," Alkana melihat orang-orang yang ada di dalam mobil.
Tapi,ia tidak menemukan sosok yang pantas untuk menjadi mempelai laki-laki untuk.
" enggak mungkin Bang Rega kan?," tanya Alkana melihat ke arah belakang dimana sang kakak berada.
" Yang benar saja kamu,Ka. Abang udah punya bidadari dan menunggu kelahiran malaikat kecil Abang, masa mau nikah lagi. Yang ada habis Abang sama Mbak mu yang cantik Ini," ucap Rega menggenggam tangan sang istri yang sedang hamil besar.
" Enggak mungkin Alvin, kan?," Alkana kini melihat ke samping dimana adiknya sedang sibuk dengan ponselnya.
" Aku masih kelas dua SMP,"
" Lah, kamu lah mempelai prianya. Mami mau melamar Lala untuk kamu," jawab Mami Senja santai.
Jeduarr
"Mi, yang benar saja? Masa aku?" Alkana menunjuk dirinya sendiri.
" Ya iyalah kamu, memang siapa lagi yang pantas untuk menikah dengan Lala?,"
" Mi, bercandanya enggak lucu. Al enggak mau menikah dengan Lala,Mi," tolak Alkana tegas.
Sekalipun dia tidak punya kekasih saat ini, bukan berarti ia menerima begitu saja perjodohan ini.
" kamu enggak punya pilihan ka, ini keputusan Mami dan Papi. Kalian berdua dari kecil memang sudah kami jodohkan ,"
"Memangnya Ini zaman Siti Nurbaya, Mi. Pakai acara jodoh jodohan segala." kesal Alkana.
"Ayolah, jomblo bukan berarti enggak laku kan?"
Senja menghela napas sambil melihat sang putra dari kaca spion atas.
"Kalau kamu mau dicoret dan dikeluarkan dari kartu keluarga, silahkan kamu tolak perjodohan ini," tegas Senja.
" Mi .." kesal Alkana.
" Apa yang salah sama Teh Lala sih, Mas?," tanya Alvin.
Alkana memang di panggil mas, sedangkan Rega si sulung, di panggil Abang. Untuk membedakan.
" Ya, aku enggak suka saja. Hati enggak bisa di paksa," kilah Alkana.
" Kamu hanya punya dua pilihan, menikah dengan Lala atau di coret dari ahli waris. Semua fasilitas yang kamu pakai pun akan mami tarik,"
Alkana diam tak berkutik. Sang Mami tak pernah main-main dengan ancamannya.
...******...
" Teh, memangnya Mas Al itu seperti apa sampai teteh langsung setuju waktu Om bilang mau nikahin teteh sama dia?," tanya Naya, adik sepupu Haura yang masih duduk di bangku SMP. Tahun ini masuk SMA.
" Pokoknya selain tampan, dia juga idaman. Teteh sudah suka dari kecil sama Mas Al," Haura malah terkikik saat mengingat masa lalunya.
Kanaya malah melongo. Ia memang tidak tahu seperti apa Alkana karena Alkana pindah ke kota lain saat usianya masih lima tahun. Jadi, ingatan tentang Alkana tidak terlalu jelas.
Untuk diketahui saja, rumah Haura dan Kanaya bersebelahan. Ayah Kanaya adalah kakak mendiang ibunya Haura.
" Memangnya mas Al mau sama teteh?,"
Haura malah mendelik mendengar ucapan Kanaya. "Kalau Ayahku bilang mau menikahkan sama Mas Al, artinya Mas Al nya mau lah." jawab Haura percaya diri.
" Bagaimana kalau Mas Al terpaksa?,"
" Biar saja. Yang penting aku jadi istrinya. Nanti juga lama-lama cinta,"
" Kalau enggak?"
" Dek, bisa enggak kamu itu dukung teteh, memberi teteh semangat bukannya malah membuat teteh patah semangat,"
" Hehe," Kanaya malah menggaruk pelipisnya.
" Malah hehe.. Hehe...," Kesal Haura.
" Oh iya, teh. Kalau teteh nikah, Om sama siapa?. Ikut teteh ke kota?"
" Teteh belum tahu."
" Kok belum tahu. Kalau teteh nikah sama Mas Al, teteh pasti ikut ke tempat mas Al lah. Pindah kuliah,"
" Masih lama, dek. Hari ini kan hanya lamaran."
" Ih, kata siapa? Kok Naya malah dengar Om telpon supaya langsung nikah saja katanya."
" Apa?. Serius kamu?,'
"Serius. Tadi Naya dengar waktu Om telpon di samping rumah,"
" Kenapa Ayah enggak bilang, ya?," heran Haura merasa ada yang janggal.
Naya hanya mengedikkan bahunya.
...******...
" Kenapa jadi langsung nikah, Pi?," tanya Alkana yang baru saja mau menerima untuk melamar Lala.
Ia pikir masih ada waktu untuk membatalkan pernikahan. Ia akan membuat Lala sendiri yang membatalkan pernikahan itu. Tapi, nyatanya sang Papi malah mendadak berubah rencana.
" Nanti, Papi ceritakan. Sebentar lagi kita sampai. Kamu hafalkan saja nama Haura. Jangan sampai salah sebut," ucap Dirga pada Alkana yang baru saja mendapatkan chat mengenai nama lengkap Haura.
" Tapi, kita enggak bawa apapun sebagai mas kawin..Cincin nikah saja enggak ada,"
Mereka hanya membawa hantaran alakadarnya. Karena rencananya hanya lamaran dan menentukan tanggal pernikahan.
" Biar Teteh Kamu yang urus. Dia kan perginya belakangan. Bisa lah beli cincin dulu." ucap Sang mami.
Selain Rega, Alkana pun punya kakak perempuan. Namanya, Reva saudara kembar Rega.
" Memangnya teteh tahu ukuran jari aku sama Lala?,"
" Soal itu mah teteh kamu jagonya."
Sebagai seorang yang suka perhiasan bahkan memiliki EO sendiri, Reva sudah biasa mengurus masalah ini.
" Jago sih. Tapi, kenapa jagonya malah ngurusin nikahan orang. Padahal sendirinya saja belum nikah."
" Belum ada jodohnya," timpal sang papi membela putri satu-satunya.
...******...
" Saya terima nikah dan kawinnya Haura Dzakiyah Binti Arif Hidayatullah dengan mas kawin tersebut di bayar tunai," dengan lantang Alkana mengucapkannya.
" Bagaimana saksi? Sah?,"
" SAH!!,"
Teriakan kata sah itu menggema di rumah sederhana Haura. Suaranya bahkan sampai terdengar ke kamar.
Saat ijab qobul itu, Haura memang ada di kamar bersama Kanaya. Baru keluar jika sudah sah.
Haura nampak masih terkejut. Kini statusnya berubah. Tiba-tiba ada perasaan yang tidak bisa ia jelaskan.
Padahal, tadi saat Reva mendandaninya, ia masih bisa bercanda dengan wanita yang akan menjadi kakak iparnya itu. Tapi, kini malah jadi tegang.
Tok...Tok ..Tok...
" Ayo keluar, teh," ajak Naya menuntun Haura.
Ketukan di pintu itu sebuah kode bahwa kini sudah waktunya Haura keluar bertemu dengan suaminya.
Haura berjalan dengan menundukkan kepalanya. Jantungnya berdebar-debar.
Hal yang sama juga ternyata di rasakan Alkana. Ia yang percaya diri tidak akan jatuh hati pada wanita yang menjadi istrinya karena merasa Haura bukan tipenya, kini malah di buat tertegun.
Apalagi ini pertama kalinya mereka bertemu kembali setelah bertahun-tahun lamanya.
Cantik. Batin Alkana.
Sementara Reva yang melihat adiknya terpesona pada adik iparnya itu hanya mencebik. Karena Alkana tadi koar-koar jika ia tidak akan suka pada Haura.
TBC
Haura, Istri Pilihan Dari Desa (2)
Ruang tamu masih ramai. Memang hanya tinggal keluarga dari kedua mempelai saja.
" Kapan kalian akan pulang lagi?," tanya Arif pada sahabatnya, Dirga sekaligus besannya.
" Insya Allah besok."
" Kamu harus siapkan semua pakaian yang akan kamu bawa, La." ucap sang ayah pada anak gadisnya yang kini malah bergelayut manja di lengannya.
" Terus ayah sama siapa? Lala enggak mau ninggalin ayah sendirian," Ucap Haura sendu.
Tidak pernah terpikirkan olehnya akan pergi meninggalkannya ayahnya karena ia sudah resmi menjadi seorang istri.
" Masih ada Uwa disini, La." ucap Lukman kakak mendiang ibunya.
Sementara di sofa yang bersebrangan, Alkana duduk memperhatikan sikap Haura.
Aku menikahi anak kecil. Yang ada malah jadi baby sitter ketimbang jadi suami. Yang harusnya dilayani malah melayani. Batin Alkana melihat betapa manjanya sikap Haura pada ayahnya.
Azdan Maghrib berkumandang. Semua pria langsung menuju masjid untuk menunaikan shalat. Begitupun dengan Alkana.
Sementara Haura, kembali ke kamar untuk menunaikan shalat di kamarnya.
...******...
" Al, titip Lala, ya. " pesan Arif pada menantunya.
"Insya Allah, Yah,"
" Dia anaknya memang manja. Tapi, insya Allah bisa untuk di arahkan. Didik dia dengan lemah lembut. Jangan pernah gunakan fisik untuk mendisiplinkannya.
Jika, dia salah, tolong ingatkan. Ayah percaya, kamu laki-laki bertanggung jawab,"
Alkana hanya mengangguk. Rasanya ia berat menerima semua permintaan mertuanya. Namun, memang itulah tugasnya sebagai seorang suami.
" Jika kamu tidak sanggup untuk terus hidup dengannya, kembalikan dia dengan baik pada kami. Jangan lukai hati dan perasaannya,"
Lagi-lagi,Alkana hanya mengangguk. Ia sendiri tidak yakin bisakah untuk menjadi suami yang bertanggung jawab untuk Haura. Sementara di matanya,Haura tidak sesuai dengan tipe istri idamannya yang dewasa dan mandiri.
" Kamu tenang saja, Rif. Aku akan memastikan Haura ada di tangan yang tepat." Arif mengangguk. Ia sangat percaya pada sahabatnya.
Perbincangan itu berlanjut dengan berbagai petuah dari Arif dan Dirga untuk Alkana. Haura sendiri sudah adadi kamarnya dengan pakaian tidurnya.
Ceklek
Pintu terbuka dan tampaklah Haura yang sedang duduk di tepi ranjang. Ia sengaja menunggu suaminya.
Alkana terpesona. Ternyata di balik kerudungnya, Haura menyembunyikan kecantikan yang luar biasa.
Ia hanya mengingat Haura versi usia sembilan tahun. Versi dewasa ternyata semakin cantik walaupun manjanya tetap sama.
Rambut hitam panjang bergelombang. Leher jenjang seputih susu. Oh, pikiran Alkana mulai traveling kemana-mana. Bahkan sampai berpikir meninggalkan tanda kepemilikan di sana.
Belum lagi bibir mungil itu, semakin di perhatikan semakin ingin ia raup sepuas hati.
" Aa mau langsung istirahat?," tanya Haura lembut membuat Alkana tersadar dari pikiran m3sumnya.
" Aa?," Alkana mengernyitkan keningnya.
" Bagaimana? Biar lebih romantis. Panggilan spesial dari Lala," ucapnya bangga.
" Kenapa enggak kayak biasa aja. Panggil mas,"
" Lala kan sekarang istrinya aa, jadi mau panggilan yang berbeda. Bolehkan?," pintanya dengan wajah si buat seimut mungkin.
Alkana hanya menelan salivanya. Ayolah wajah itu sudah imut tanpa harus di buat tambah imut lagi. Batin Alkana
" Terserah," jawab Alkana akhirnya.
" Aku mau ganti pakaian dulu." jawab Alkana sambil memindai kamar Haura yang berukuran kecil namun rapi itu. Mencoba mengalihkan perhatiannya pada objek yang sangat sayang jika hanya di pandang saja.
Alkana melihat hanya ada kasur single disana. Sementara lantainya tidak ada alasan sama sekali.
" Kita tidur di kasur kecil ini Aa tidak apa-apa kan, ?," Haura seolah sadar jika suaminya sedang memperhatikan kasurnya.
" Itu sangat sempit,"
" Tidak masalah, kita kan bisa saling berdempetan," jawab Haura yang membuat Alkana terperangah.
" Kamu tidak takut terjadi sesuatu jika kita berada di posisi tanpa jarak?,"
" Kita suami istri. Kenapa takut?. Aa mau langsung malam pertama pun aku bersedia,"
Alkana di buat melongo dengan jawaban Haura. Gadis ini tidak terlihat takut atau gugup sama sekali.
" Kamu yakin?,"
Alkana heran dengan Haura yang nampak biasa saja. Padahal, biasanya pengantin baru akan malu-malu. Namun, lihatlah. Istrinya malah mengajak malam pertama dengan santainya.
Istriku memang agak lain. Batin Alkana
Haura mungkin gadis yang selalu di manjakan sang ayah. Karena ia anak tunggal belum lagi di tinggal ibunya sejak kecil. Sehingga teraman di sayang dan di jaga
Namun, Arif selalu mengajarkan banyak hal termasuk agama pada sang putri. Karena itu Haura sudah paham bahwa ketika statusnya menjadi seorang istri, apa saja perubahan yang akan terjadi dalam hidupnya. Termasuk tentang tidur di atas ranjang yang sama.
Bahkan, ayahnya mendatangkan seorang ustadzah yang sengaja memberikan ilmu tentang berumah tangga.
Agar Haura siap dan paham apa saja tugasnya serta seperti apa kehidupan berumah tangga yang sesuai dengan Islam.
" Kamu tidak takut?. Malam pertama itu kan sakit untuk perempuan yang melakukan pertama kali. Tapi, kalau kamu bersedia malam ini, aku sih ok saja," Tanya Alkana mencoba menggertak sang istri.
Istri kecilnya ini pastinya hanya mencoba tenang. Mungkin jika ia gertak bisa mundur perlahan.
Alkana menganggap Haura istri kecilnya bukan karena perbedaan usia mereka. Tapi, postur Haura yang memang mungil.
" Tapi, katanya sakit di awal saja. Setelahnya malah nikmat dan ketagihan," jawaban Polos Haura malah membuat Alkana tak percaya.
" Kata siapa?," Alkana heran. Ia kira istrinya itu teramat polos.
" Teh Leona bilang begitu. Katanya sakit di awal saja. Setelahnya malah ketagihan," jawabnya lagi.
" Astaghfirullah," istri kecilnya ini ternyata sudah terkontaminasi pikiran k0tor.
" Jadi, gimana, aa ? Lala penasaran. Sakit tapi nagih itu seperti apa?," ucapnya antusias
Ya Allah, kalau begini pertahananku bisa jatuh juga. Bahkan di bawah sana sudah terasa sesak.
Tanpa sadar,Alkana menutupi bagian bawahnya dengan tangannya. Bisa-bisa ia malu jika Haura tahu ia sudah tergoda duluan hanya dengan melihat tubuh Haura tanpa gamis dan kerudungnya. Juga bibirnya yang terus mengoceh dari tadi itu.
Baru tadi aku bilang tidak akan tergoda, tapi tubuh dan hatiku malah berkhianat.
" Aa kenapa? Mau pipis?,"
" Hah?,"
" Itu kayak nahan pipis," tunjuk Haura
" Oh iya. Aku ke kamar mandi dulu,"
B0doh!! Aku bisa malu kalau Lala tahu aku menahan h@srat untuk memakannya saat ini juga buka nahan pipis. Batin Alkana mengumpati dirinya sendiri.
Haura hanya mengedikkan bahu saat Alkana melengos pergi ke kamar mandi yang untungnya ada di kamar Haura. Setiap kamar memang ada kamar mandinya.
Di kamar mandi, akhirnya Alkana tidak hanya mandi. Ia juga terpaksa membuang bibit anak-anaknya.
Kalau saja ia tidak gengsi, mungkin ia akan langsung meminta haknya. Lagi pula istrinya menawarkan bukan?
Namun, ia tidak mau di tertawakan adik dan kakaknya jika ia sudah keramas pagi besok.
Entah berapa lama Alkana berada di kamar mandi. Bukan hanya membersihkan diri tapi juga menidurkan yang terlanjur bangun.
Hingga gedoran di pintu membuat ia menyelesaikan dengan cepat aktivitasnya.
Ceklek
" Aa,, ayah. Ayah.. Hiks.. Hiks ..," Haura langsung menghambur memeluk Alkana yang hanya memakai handuk karena ia lupa memakai pakaian ganti.
Astaghfirullah, Lala. Percuma dari tadi aku tidurkan kalau bangun lagi. Batin Alkana
Namun, menyadari istrinya menangis dalam pelukannya, ia langsung melerai pelukan Haura dan memindai wajah istri kecilnya.
" Ayah kenapa?,"
TBC
Haura, Istri Pilihan Dari Desa (3)
Ditanya kenapa,Haura malang semakin menangis tersedu. ia kembali memeluk erat Alkana mencari kekuatan.
Akhirnya, Alkana pasrah membiarkan Haura memeluknya hingga suara di depan pintu kamar mengagetkan mereka.
"Lala, sayang, ayo keluar. jenazah ayah sudah datang,"
Deg
Alkana mematung mendengar suara yang ia yakini adalah kakak ipar dari ayah mertuanya.
" Jenazah? Apa maksudnya?,"
" Ayah di bawa ke rumah sakit tadi, hiks..hiks... Lala baru tahu barusan saat uwa telpon kalau ayah sudah tidak ada. Hikss .. Hikss. Ayah meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit," jelas Hura terbata-bata, tangisnya semakin pecah.
Alkana ikut merasakan sedih. Ia memeluk Haura sambil mengusap punggung istrinya.
" Ayo kita lihat. Hmm. Aku ganti pakaian baju dulu,"
Haura pun menurut. Ia duduk di atas ranjang menunggunya suaminya. Kakinya terasa lemas untuk berjalan ke luar kamar. Ia rasanya tidak sanggup menghadapi kenyataan.
Ceklek
Alkana membuka pintu kamar setelah memakai pakaiannya dengan kilat.
" Lala tidak apa-apa?,"
" Masih shock dan menangis. Nanti Al bawa keluar, Wa."
perempuan paruh baya yang matanya itu sudah sembab pun mengangguk.
"Kuatkan Lala ya, Al."
Alkana mengangguk dan kembali masuk kamar.
" Keluar yuk. Ayah pasti sedih kalau Lala enggak menemaninya,"
" Lala enggak sanggup, A. Lala nggak sanggup lihat ayah yang tidak lagi bernafas,"
Alkana kembali menarik Haura dalam pelukannya. Alkana tahu Lala rapuh. Satu-satunya orang tuanya kini juga meninggalkannya.
" Ada aku. Hmm. Aku suamimu sekarang, La."
" Aa janji nggak akan ninggalin Lala kan? Lala nggak punya siapa-siapa lagi. " Air matanya kembali berderai.
" insya Allah aku berjanji akan selamanya di sisimu,"
Lala pun di rangkul Alkana untuk berjalan keluar kamar.
Di ruang tamu, semua sudah di bereskan. Jika tadi hanya ada meja kecil untuk ijab kabul di tengah ruangan, kini berganti dengan jenazah ayah Haura.
" Lala sini,sayang," panggil Senja pada menantunya.
Lala langsung memeluk ibu mertuanya dan menangis kembali.
" Yang kuat ya. Ada mami, papi, Al juga. Kamu enggak sendirian. Semua sayang Lala,"
Lala hanya menangis. Ia tidak berteriak namun tangisan tanpa suara itu lebih menyayat hati. Hingga akhirnya, Haura pingsan tak sadarkan diri.
" La!! Lala !!," tubuh lemas Haura masih dalam dekapan Senja
" Biar Al bawa ke kamar lagi, Mi,"
Alkana langsung menggendong Haura dan menidurkan di atas ranjang. Alkana langsung membuka kerudung Haura agar Haura merasa nyaman.
Wajah cantik itu tampak pucat. Bulir-bulir keringat membasahi keningnya.
...******...
"Ayah ... Enggak. Jangan tinggalin Lala, yah. Jangan!!!!," teriak Haura histeris langsung terbangun dari tidurnya.
Alkana yang baru saja melaksanakan shalat malam segera menghampiri Haura. Ia diminta menemani Haura sementara yang lainnya menunggui jenazah di ruang tamu.
Haura terengah-engah melihat ke arah Alkana yang menghampirinya.
" Semua akan baik-baik saja, hmm." Ucap Alkana memeluk Haura.
" Jadi, Lala hanya mimpi? Ayah masih hidup kan?," tanya Haura menatap wajah Alkana yang begitu dekat dengan wajahnya.
Namun, melihat Alkana menggelengkan kepalanya, Haura kembali sadar. Kepergian sang ayah bukanlah sekedar mimpi. Namun, kenyataan yang terbawa ke alam mimpi.
Menyadari hal itu, Haura kembali menangis. Cinta pertamanya telah pergi.
" Menangis lah. Tidak apa-apa,"
" Lala harus apa kalau nggak ada ayah?," Haura menangis kembali dalam dekapan Alkana.
" Lanjutkan hidupmu, La. Ayah akan sedih kalau kamu terpuruk,"
" Lala nggak yakin bisa hidup tanpa Ayah," lirihnya.
Haura terus meracau. Kepergian sang yah adalah luka terbesar bagi Haura.
Sejak usianya lima tahun, sang ibu pergi meninggalkannya hanya berdua dengan sang ayah.
Ayah yang lebih memilih membesarkan buah hati dari cinta pertamanya serta menolak untuk menikah kembali. Menurutnya, tidak semua perempuan akan baik pada anak sambungnya
Arif, ayah Haura tak ingin Haura merasa di abaikan. Karena itu, menduda lebih ia pilih ketimbang mencari istri lagi.
Sejak saat itu, hidup Haura hanya berporos pada sang ayah. Ayah yang berperan ganda sekaligus ibu baginya.
Alkana hanya mendengarkan semuanya dengan sabar. Hingga pagi menjelang, Haura tidak lagi tidur. Bahkan untuk sholat pun Alkana membantunya ke kamar mandi karena tubuhnya terasa lemas.
...******...
" Kamu tunggu saja di rumah ya. Tidak perlu ikut ke makam," usul Uwa Haura.
Haura menggelengkan kepalanya.
" Lala mau lihat ayah untuk terakhir kalinya. Lala mau mengantarkan ke liang lahat," Haura keras kepala.
Padahal kondisi tubuhnya tidak baik-baik saja. Haura belum makan apapun sejak semalam. pagi hari pun hanya sarapan beberapa suap. Itu pun Haura lakukan setelah Alkana mengancamnya akan menyuapinya melalui mulutnya.
tentu saja Haura tidak mau. Karena itu ia terpaksa menerima suapan Alkana walaupun hanya beberapa suap saja.
Alkana turun ke liang lahat membantu memakamkannya ayah mertuanya. Sementara Haura berdiri menyaksikan proses pemakaman di temani ibu mertuanya yang tak pernah melepaskan rangkulannya dari tubuh Haura sejak dari rumah.
Area pemakaman yang jaraknya cukup dekat membuat semuanya berjalan kaki. Alkana bahkan ikut mengangkat keranda.
Haura terus menatap nisan yang bertuliskan nama ayahnya.
Di sampingnya, Alkana tak pernah meninggalkan Haura sedetik pun.
" Kita pulang ya, hari semakin panas."
" Tapi, ayah sendirian, A. Ayah pasti kesepian," lirihnya dengan suara bergetar.
Alkana ikut sedih. Tapi, membiarkan Haura terus di area pemakaman yang semakin terik pun tidak baik.
" La, turuti perkataanku ya. Ini demi kesehatan mu juga. Ayah pasti tidak suka melihat kamu terpuruk seperti ini."
Haura tidak bergeming. Ia terus melihat ke arah batu nisan dengan mata yang tak henti-hentinya menangis.
Alkana akhirnya hanya pasrah menunggu Haura.
" Ayah janji mau gendong cucu ayah kan? Tapi, ayah sudah pergi meninggalkan Lala sebelum semuanya terwujud.
Alkana hanya mendengarkan.. Lagi-lagi, ia menjadi pendengar setia.
" Lala pikir ayah bercanda saat bilang akan pergi tenang setelah melihat Lala menikah. Nyatanya, ayah benar-benar pergi di hari yang sama dengan pernikahan Lala. Apa seharusnya Lala tidak menikah?,"
" Astaghfirullah, La. Ngga boleh bilang begitu,"
" Lala lebih baik nggak nikah-nikah asalkan ayah ada sama Lala, A. Cuma ayah yang sayang dan paling ngerti Lala."
Alkana menepuk punggung Lala. Bukan saatnya menasehati Lala. Apalagi pasti tidak akan mendengarkan ucapannya.
Lala masih betah disana. Memang makam sang ayah ada di bawah pohon jati. Hingga tidak terasa panas bahkan cenderung sejuk. Namun, di bagian lain tetap saja terasa panas.
"Aku beli minum dulu ya?,"
Lala hanya mengangguk saja. Ia terus memeluk nisan ayahnya. Namun, beberapa langkah, Alkana yang khawatir langsung melihat ke arah belakang untuk melihat Lala.
Hingga ia langsung berlari ke makam yah mertuanya saat menyadari sesuatu.
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!