NovelToon NovelToon

Dianggap Miskin Oleh Keluarga Istri

Bab 1

Arumi yang baru selesai dapat telepon dari ibunya langsung menghela napas panjang, karena lagi-lagi ibunya menghina suaminya hanya karena mereka belum ke rumah ibunya untuk memberi sumbangan pada adik bungsunya yang mau menikah.

Padahal suaminya sudah menyiapkan hadiah terbaik untuk adik bungsunya yang mau menikah, hanya saja mereka belum ke rumah ibunya karena suaminya masih sibuk dengan pekerjaannya yang bertemu dengan pembeli hasil kebun milik suaminya.

Tok....Tok.....Tok

"Assalamualaikum"

Terdengar suara suaminya di depan rumah yang sepertinya sudah pulang dari kebun, Arumi pun bergegas menuju pintu depan lalu membuka pintu untuk suaminya sembari menjawab salam kemudian Arumi mencium punggung tangan suaminya dengan takzim.

"Kamu masak gak, sayang?" tanya Ibrahim lembut

"Masak, Mas. Tapi maaf hanya seadanya karena udah gak tahan bau bawang, gak apa-apa kan?"

"Gak apa-apa, apapun yang kamu siapkan tetap Mas makan asal itu makanan. Mas maklum kok ibu hamil muda pasti begitu, padahal kalo kamu gak masak Mas mau ajak makan di luar. Kan hari ini buah jeruk panen tadi sudah di borong pembeli dari kota, Alhamdulillah ya rezeki dedek bayi"

"Alhamdulillah, Mas" jawab Arumi yang sangat bersyukur memiliki suami yang pekerja keras

Suaminya juga lemah lembut dan sangat menyayangi Arumi hal yang sangat di harapkan Arumi selama ini, apalagi selama hidupnya tak ada yang menyayangi dan peduli dengannya termasuk ayahnya.

Yang seharusnya jadi sosok cinta pertama bagi anak perempuan menurut seluruh dunia, tapi selama ini ayahnya begitu cuek terhadap Arumi dan bahkan ketika ibunya marah atau memukulnya ayahnya sedikit pun tak peduli.

Sampai ayahnya meninggal dunia, Arumi tak pernah mendengar kata sayang yang di ucapkan ayahnya. Bahkan saat ayahnya meninggal dunia, Arumi tengah berada di kota sedang bekerja baru di kabari ketika ayahnya sudah di makamkan.

"Mas mau mandi dulu apa langsung makan?" tanya Arumi pada suaminya

"Kayaknya mandi dulu, gak enak rasanya badan keringat begini menyantap makanan"

"Ya udah, Mas mandi sekarang Arumi siapkan makan buat Mas"

Ibrahim mengangguk lalu menuju kamar, selesai mandi dan memakai baju Ibrahim keluar kamar menemui istrinya yang sudah menunggunya di ruang makan kemudian Ibrahim duduk dan menyantap makanan yang di hidangkan istrinya.

Selesai makan, Ibrahim dan Arumi bersiap-siap hendak pergi ke rumah orang tuanya Arumi ingin mengantarkan sumbangan untuk adik bungsu Arumi yang sebentar lagi mau menikah dalam minggu ini.

"Mas yakin mau nyumbang itu untuk pernikahan Arham?" tanya Arumi

"Iya sayang, kamu keberatan?"

"Bukan keberatan, Mas. Tapi apa gak berlebihan?" ujar Arumi

"Mas tidak keberatan sama sekali kok, Arham kan adik kamu. Otomatis adik Mas juga, sudahlah ayo kita ke rumah Ibu takut keburu sore"

Ibrahim membonceng istrinya mengunakan motor jadulnya meski sebenarnya di dalam garasi ada mobil, tapi mobil hanya di gunakan Ibrahim pulang ke rumah orang tuanya bersama istrinya atau ketika ke luar kota mengecek kebunnya yang di kota lain.

Sementara keluarga istrinya tak tau menahu karena selama menikah jalan satu tahun ini dengan istrinya, keluarga istrinya mengira Ibrahim hanya seorang petani miskin yang hasilnya tak seberapa bahkan jarak menginjakkan kaki di rumah mereka.

Padahal sebenarnya keluarga besarnya memiliki warisan sampai tujuh turunan, bahkan Ibrahim juga sudah sukses di tempat kelahiran istrinya meski hanya mengandalkan hasil kebun yang kini sudah menyampai hektaran dan ada di kota lain juga.

Motor jadul yang menemani Ibrahim pertama kali berkebun di kota ini hingga sukses sampai sekarang mulai melaju dengan kecepatan sedang, jarak tempuh antara rumah mereka dengan rumah ibu mertuanya memakan waktu sekitar satu jam.

Di belakang mereka, ada sebuah mobil pick up yang membawa barang untuk di berikan pada Arham adik bungsu Arumi. Ketika sampai, Arumi langsung mengajak suaminya masuk sementara mobil pick up tadi berhenti tak jauh dari rumah ibunya.

Saat masuk rumah Arumi melihat kakak tertuanya dan istri kakaknya tengah berbincang dengan ibunya, kemudian Arumi dan Ibrahim berniat mencium punggung tangan ibunya Arumi tapi ibunya Arumi sama sekali tidak mau di sentuh oleh mereka.

"Wah, gadis desa dan petani sudah datang?" ucap Laras kakak ipar Arumi lebih tepatnya mengejek Arumi dan suaminya

"Kamu bawak apa kemari, jangan bilang cuma sayur" sahut Arka kakak pertama Arumi, suami dari Laras

Arumi hanya diam, karena ini bukan kali pertama Arka dan Laras mengejek Arumi yang dari awal tak menyetujui Arumi menikah dengan Ibrahim hanya karena Ibrahim seorang petani, apalagi ibunya orang pertama yang sangat menentang Arumi menikah dengan Ibrahim.

Karena ibunya meminta Arumi menikah dengan anak juragan tanah desa ini, tapi Arumi tak suka karena sudah sangat kenal karakter anak juragan tanah desa ini yang temperamental, suka mabuk-mabukan dan bermain wanita.

"Kamu mau nyumbang apa di pernikahan Arham? Ingat Arumi, satu minggu lagi pernikahan adik bungsu mu itu" ucap Ibunya Arumi

"Kami sudah menyiapkannya kok, Bu" sahut Ibrahim

"Kamu memangnya punya uang berapa? Arka dan Laras menyumbang sepuluh juta, kalau kamu berapa?" tanya Ibunya Arumi dengan senyum mengejek

Ibrahim tahu, pekerjaan lah yang membuat di pandang rendah oleh keluarga istrinya. Berbeda dengan saudara-saudara istrinya, Arka bekerja sebagai manager di perusahaan ternama di kota ini sementara istrinya Arka mempunyai butik yang sangat di minati orang-orang.

Arham bekerja di restoran sebagai tangan kanan yang di percaya mengelola restoran itu, sementara calon istri Arham memiliki salon kecantikan. Hanya Ibrahim saja seorang petani, sementara istrinya ibu rumah tangga karena memang tak di izinkan Ibrahim bekerja.

"Maaf, Bu. Kami tidak bisa menyumbang uang seperti Kak Arka, tapi kami hanya mampu menyumbang......" belum sempat Ibrahim melanjutkan ucapannya, sudah di potong oleh Arka

"Hahaha..... Sudahlah, Bu. Jangan pernah berharap sama mereka, aku yakin jika sumbangan mereka paling sayur dan antek-anteknya" ejek Arka

"Bener Bu apa kata Mas Arka jangan berharap dengan mereka, jika mereka tak bisa menyumbang uang. Mereka bisa menyumbang dengan tenaga, lumayan kan ada tukang cuci piring gratis" sahut Laras

"Maaf, Bu. Kalau itu aku gak setuju, karena saat ini Arumi sedang mengandung anak kami" sahut Ibrahim

Ibunya Arumi, Arka dan Laras tampak terkejut mendengar berita tersebut, pasalnya Arka dan Laras yang sudah menikah lima tahun belum memiliki anak sampai sekarang dengan alasan anak hanya bikin repot jadi memutuskan menunda momongan.

"Arumi, Mbak gak habis pikir. Kenapa kamu harus hamil sih, mau di kasih makan apa anakmu nanti? Mbak yang hidup berkecukupan saja masih mikir mau punya anak" cibir Laras

Bab 2

Dada Arumi terasa sesak, rasanya Arumi sudah tak sanggup lagi mendengar hinaan dari keluarganya sendiri. Jika saja suaminya tidak menggenggam tangannya, mungkin tangannya sudah di gunakannya untuk menjambak rambat kakak iparnya itu.

"Bu, itu sapi dan kambing punya siapa?" Arham datang dengan berteriak membuat kehebohan

"Sapi, sapi apa maksud kamu?" tanya Ibunya Arumi dengan wajah bingung

"Itu loh, Bu. Di luar ada dua ekor sapi dan enam ekor kambing, ibu yang pesan?" tanya Arham

Ibunya Arumi menggeleng karena memang tak merasa memesan sapi kemudian ibunya Arumi bertanya kepada Arka dan Laras tapi keduanya juga dengan kompak menggeleng, sementara Arumi hanya tersenyum miring melihat pemandangan di depannya.

"Itu dari kami, Bu. Kami memang tak bisa menyumbang duit, karena kami hanya mampu menyumbang itu saja. Tapi jika ibu tidak mau, aku bisa bawa kembali sapi dan kambing itu" ujar Arumi dingin

Semuanya kembali terkejut, bahkan mulut mereka sampai menganga lebar. Pasti mereka semua kaget sembari membayangkan berapa uang yang di dapat jika semua hewan itu di jual.

"Ja---Jadi itu milik kamu?" tanya Ibunya Arumi dengan terbata-bata

"Bukan, itu punya Mas Ibrahim. Tapi kami tidak jadi memberikannya, karena kata ibu tadi membutuhkan uang sementara kami hanya sanggup memberikan itu saja" sahut Arumi

Arka dan Laras langsung tersenyum kecut karena kepanasan dengan pemberian Arumi dan Ibrahim, melihat senyum keduanya membuat Arumi ingin tertawa di tambah jika Arumi membeberkan berapa hasil dari berkebun serta berapa banyak suaminya memberi nafkah untuknya.

"Loh kok gitu, ibu tentu mau menerima itu"

Seketika ibunya Arumi berkata dengan sangat lembut, membuat Arumi mencibir ibunya di dalam hati karena ternyata harta bisa membuat orang berubah baik padahal Arumi sangat paham karakter ibunya yang selalu menghina Arumi dan Ibrahim selama ini.

"Maaf, Bu. Arumi gak jadi kasih itu, kami permisi dulu. Buat kamu Arham, selamat atas pernikahanmu semoga keluarga calon istrimu tidak memperlakukan kamu seperti keluarga ini memperlakukan Mas Ibrahim"

Arumi langsung menarik tangan suaminya untuk pergi dari rumah ibunya, sesampai di luar Arumi meminta karyawan suaminya untuk mengangkut kembali sapi dan kambing yang sudah di turunkan tadi.

"Kenapa di bawa pulang lagi, sayang?" tanya Ibrahim

"Arumi kesel, Mas tuh di hina loh. Apa Mas gak sakit hati, atas hinaan mereka?"

"Jangan seperti itu, sayang. Mau bagaimana pun mereka itu tetap saudaramu dan ibu adalah orang yang telah melahirkanmu, jadi Mas gak suka kalau istri Mas yang cantik ini bersikap seperti tadi"

"Jadi sekarang mau gimana?" tanya Arumi

"Biarkan saja sapi dan kambing ini disini, Mas kan memang sengaja memberikan ini buat Arham. Jadi tidak baik, hadiah yang ingin kita kasih di ambil lagi"

Kalau sudah seperti ini Arumi tak bisa membantah suaminya lagi, toh benar kata suaminya waktu itu mereka tak akan jatuh miskin hanya karena memberikan beberapa hewan ternak mereka untuk acara pernikahan Arham.

Sapi dan kambing pun di ikat di halaman rumah ibunya Arumi, setelah itu Arumi dan Ibrahim memutuskan untuk langsung pulang ke rumah mereka karena malas untuk masuk lagi melihat wajah-wajah sombong saudara Arumi.

Baru saja sampai di rumah mereka, terdengar suara HP Arumi berdering pertanda ada panggilan masuk. Saat Arumi lihat nama ibunya tertera di sana, dengan malas Arumi menerima sambungan telepon dari ibunya.

"Hallo, Bu"

"Arumi beneran sapi dan kambing ini di berikan untuk acara pernikahan Arham?" tanya Ibunya Arumi dengan nada ruang

Arumi begitu malas meladeni ibunya, jika saja tadi suaminya tak menasehatinya tentu sapi dan kambing itu akan di bawanya kembali. Bukan tak ikhlas memberi, hanya saja hati Arumi masih dongkol atas perbuatan ibunya dan saudara-saudaranya.

"Iya, Bu. Kata Mas Ibrahim kami tak akan jatuh miskin, hanya karena memberikan sapi dan kambing itu"

"Heh, Arumi. Sombong amat, baru juga cuma bisa kasih sapi dan kambing" sahut Laras

"Loh Mbak Laras, terserah Arumi donk. Bilang aja kalau Mbak gak sanggup ngasih itu, iri bilang bos"

"Hahaha.... Iri kata kamu? Yang bener aja, ngapain juga iri dengan kamu yang suaminya hanya seorang petani. Udah ahh malas lama-lama ngomong sama kamu, takut ketularan miskin"

Tut....

Belum sempat Arumi menjawab perkataan Laras, sambungan telepon sudah di matikan secara sepihak. Dalam hati Arumi berdoa semoga saja Laras beneran jatuh miskin, akibat omongannya sendiri.

.

.

.

Setelah pemberian sapi dan kambing kemarin, ibunya Arumi terus saja menghubungi Arumi. Meminta Arumi untuk bantu-bantu, tentu saja Arumi menolak karena malas dan selain itu juga gak mau sifat anaknya nanti seperti ibunya dan saudara-saudaranya.

"Sayang, kamu gak ke rumah ibu?" tanya Ibrahim ketika Arumi telah selesai ngomong dengan ibunya melalui sambungan telepon

"Gak, Mas. Mas kan tau sendiri Arumi gak bisa nyium bau masakan yang aneh-aneh, apalagi bau bawang"

Ibrahim menghela napas panjang, Arumi bisa membaca dari raut wajah suaminya kalau suaminya ingin membantu keluarganya hanya saja tak tega membiarkannya sendirian di rumah mereka.

"Udahlah, Mas. Kita datang pas hari H nya aja, Arumi sudah bilang sama ibu"

"Hem, ya udah kalau begitu. Mas juga gak mau kamu sampai stres, kamu harus bahagia terus apalagi sekarang lagi hamil" ujar Ibrahim lalu mencium perut istrinya yang masih rata

Arumi mengangguk, kemudian suaminya pamit hendak ke kebun sebentar ingin mengecek buah apel yang sebentar lagi panen. Setelah kepergian suaminya, Arumi memilih bermain HP-nya agar tidak bosan.

Ting....

[Arumi tolong ibu, kamu punya uang lima puluh juta gak? Calonnya Arham minta tambahan mahar]

Arumi terkejut mendapat pesan dari ibunya, lima puluh juta dikira ibunya uang segitu nyarinya tinggal metik di pohon. Kenapa juga calon Arham meminta tambahan, padahal setau Arumi kemarin waktu lamaran keluarganya juga sudah memberi uang lima puluh juta.

[Maaf Bu, Arumi gak punya]

[Coba kamu tanya suami kamu dulu, kalau aja punya uang segitu]

[Gak ada, Bu. Mas Ibrahim kan cuma petani miskin, jadi gak mungkin ada yang uang segitu]

Arumi jadi kesal, meski suaminya punya uang segitu. Arumi tak akan memberi izin suaminya memberikan uang segitu ke ibunya, Arumi pun mengubah nada dering HP-nya menjadi senyap lalu mencari HP suaminya ingin memblokir nomor ibunya dan saudara-saudaranya.

Meski terlihat kejam tentu Arumi tetap akan melakukannya agar keluarganya tak bisa menghubungi nomor suaminya, Arumi juga ingin melihat bagaimana ibunya berusaha mencari uang segitu banyak untuk memenuhi keinginan calonnya Arham.

Bab 3

Pagi hari Arumi sudah sibuk menyiram bunga yang sengaja di tanam suaminya di pekarangan rumah mereka, kata suaminya agar Arumi memiliki aktivitas dan tak bosan jika sendirian di rumah semenjak hamil karena dulu awal menikah Arumi sering ikut ke kebun membantu suaminya.

Sementara suaminya sudah pergi sejak subuh tadi untuk menjual buah apel yang kemarin di panen, orang tua suaminya ada di ibu kota dan ini rumah hasil suaminya sendiri selama merantau disini makanya hanya mereka berdua tinggal di rumah yang sederhana.

Arumi sudah tau kalau keluarga suaminya orang kaya setelah sempat di ajak pulang oleh suaminya setengah tahun yang lalu, awal menikah Arumi pikir suaminya sudah tidak memiliki keluarga lagi sehingga menikah hanya membawa diri dan saksinya hanya teman-teman suaminya disini.

Tapi setelah tau kenyataan Arumi tentu terkejut, bahkan ternyata suaminya juga memiliki dua kakak perempuan yang menurut Arumi cantik-cantik bahkan sangat baik pada Arumi begitu juga dengan kedua mertuanya. Rumah sederhana ini bisa saja di renovasi menjadi mewah, tapi suaminya tak mau.

"Arumi"

Arumi menatap tak percaya kalau ibunya dan Arham berkunjung ke rumahnya

"Ibu, Arham tumben sekali kemari?"

"Ibu sengaja kesini, mau menanyakan perihal uang lima puluh juta yang ibu bilang kemarin. Apa kamu sudah punya uangnya?" tanya Ibunya Arumi to the poin

"Apa ibu gak mau masuk dulu, biar Arumi buatkan minum"

"Gak perlu, ibu cuma sebentar" sahut Ibunya Arumi dengan tatapan jijik memandangi rumah Arumi

Arumi tersenyum kecut, jika saja bukan yang itu mungkin ibunya tidak akan mau berkunjung ke rumahnya.

"Maaf, Bu. Arumi gak punya"

"Loh kok gak punya, kemarin aja Ibrahim bisa kasih Arham sapi dan kambing. Masak uang segitu aja gak punya" ujar Ibunya Arumi,

Arumi menghela napas kenapa bisa dia punya ibu modelan seperti ini, seorang anak memang tak bisa memilih mau lahir dari rahim seorang ibu yang seperti apa.

"Lebih baik Ibu jual aja sapi dan kambing kemarin, uang malah lebih dari lima puluh juta loh Bu"

"Tidak bisa, Ibu sudah terlanjur pamer sama tetangga jika Arham menikah akan memotong sapi dan kambing" bantah Ibunya Arumi

"Ya sudah kalau gitu, Arumi gak ada solusi lagi. Kenapa Ibu tidak minta bantu sama Mas Arka dan Mbak Laras aja, kan mereka orang kaya pasti banyak uangnya"

"Mereka itu punya kebutuhan Arumi, jadi tidak mungkin mereka bisa bantu"

"Lah Ibu pikir Arumi dan Mas Ibrahim gak punya kebutuhan" sahut Arumi kesal

"Arham kalau calon istrimu minta tambahan uang lima puluh juta dan kamu gak ada, mending kamu batalin dan cari calon lain" lanjut Arumi

"Loh kok kamu malah nyuruh Arham batal nikah, mau taruh di mana muka Ibu kalau Arham batal menikah. Lagian wajar calon istrinya Arham minta mahar besar, dia itu wanita terhormat dan terpandang"

Ibunya Arumi begitu membangga-banggakan wanita yang berstatus calon menantunya, Arumi hanya menggelengkan kepalanya bagaimana bisa wanita serakah seperti itu sangat di banggakan. Masih calon saja minta tambahan uang mahar, bagaimana jika sudah jadi istri nanti.

"Kalau begitu suruh saja Arham cari modal sendiri, mau nikah kok nyusahin orang. Kerja sudah bertahun-tahun masa gak punya tabungan, bersyukur kemarin Mas Ibrahim kasih sapi dan kambing"

"Arham kita pulang saja, susah ngomong sama Mbak mu yang satu ini. Kalau lama-lama disini, nanti kita ketularan pelit sama kayak Mbak mu dan suaminya"

Arumi hanya bisa mengelus dada sembari mengucap istighfar dalam hati, sepertinya Arumi harus menambah stok sabarnya buat menghadapi ibunya. Arumi juga berdoa semoga tidak menjadi anak durhaka, meski sedikit melawan ucapan ibunya.

.

.

.

Ibrahim pulang dengan wajah tersenyum bahagia, istrinya pun menyambut kepulangan Ibrahim dengan tersenyum manis.

"Assalamualaikum, sayang"

"Walaikumsalam, Mas. Gimana penjualan hari ini?" tanya Arumi sembari mencium punggung tangan suaminya dengan takzim

"Alhamdulillah rezeki dedek bayi, buah apel yang Mas bawa ke kota habis tak bersisa"

"Alhamdulillah, Mas mau mandi apa langsung makan?"

"Kayaknya mandi dulu, udah gerah"

Hanya selang berapa menit Ibrahim sudah menyusul istrinya di ruang makan, wajah Ibrahim tampak lebih fresh bahkan istrinya bisa mencium bau sabun yang sangat wangi.

"Ohh iya, Mas tadi gak bawa HP?" tanya Arumi di selah suaminya makan

"Bawa kok"

"Tapi aku lihat HP Mas di atas meja"

"Ohh Mas bawa HP yang lama, malas bawa HP baru terlalu ribet aplikasinya" sahut Ibrahim sembari menyodorkan HP androidnya, sementara HP yang tertinggal HP iPhone

Arumi langsung menepuk jidatnya, percuma saja memblokir nomor ibunya dan saudara-saudaranya jika suaminya mengunakan HP lama. Padahal Arumi sudah wanti-wanti, tapi justru jadi begini dan Arumi takut keluarganya menghubungi suaminya.

Malam hari Arumi membantu suaminya menghitung pengeluaran dan pemasukan dari hasil penjualan buah apel hari ini tadi, ternyata hasilnya lumayan banyak dan suaminya meminta Arumi memisahkan uang untuk di berikan pada karyawan suaminya.

"Lalu sisa uang ini gimana, Mas?" tanya Arumi

"Kamu simpan aja, kalau kamu perlu sesuatu kamu pakai saja"

"Tapi ini kebanyakan jika di simpan di rumah, gimana kalau Arumi simpan di rekening saja"

"Mas sih terserah kamu"

Besok Arumi akan ke bank untuk menyimpan uang yang telah suaminya serahkan padanya, setelah pekerjaan mereka selesai suaminya mengajaknya untuk beristirahat karena malam sudah mulai larut.

Sebelum tidur suaminya mengajak Arumi untuk berwudhu terlebih dahulu, hal yang sudah jadi kebiasaan Arumi semenjak menikah dengan suaminya. Ketika mereka berbaring, Arumi kepikiran omongan ibunya tadi pagi soal uang itu.

Sebaiknya Arumi menceritakan pada suaminya dari pada ibunya nekat menemui suaminya diam-diam, Arumi takut ketika ibunya ngomong dengan suaminya membuat suaminya jadi luluh melihat wajah ibunya yang penuh drama itu.

"Mas, Arumi mau ngomong sesuatu"

Setiap mau tidur Arumi dan Ibrahim memang selalu mengobrolkan sesuatu yang mereka bahas sebelumnya mengistirahatkan tubuh, Ibrahim yang mendengar istrinya mau ngomong sesuatu langsung menghadap ke arah istrinya.

"Iya, ngomong aja"

"Tadi ibu kesini minta uang sama Arumi, katanya calonnya Arham minta tambahan uang mahar lima puluh juta. Jadi ibu berniat meminta uang sama Arumi, tapi gak Arumi kasih"

"Memangnya sebelumnya Arham memberi mahar apa?" tanya Ibrahim

"Kalau kata Ibu sih, Arham sudah memberi mahar uang lima puluh juta dan satu set emas 24 karat tapi calonnya bilang masih kurang"

"Kalau begitu jangan kamu kasih, biarkan saja itu menjadi urusan Arham. Kenapa dia mau menikah wanita serakah seperti itu"

Arumi kaget mendengar respon suaminya tapi Arumi juga senang karena suaminya mendukung keputusannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!