Hujan turun rintik-rintik semua orang berlarian mencari tempat berteduh termasuk aku, malam kian larut sementara hujan tak kunjung berhenti.
Sebuah mobil mewah berhenti tepat di hadapanku, pria yang mengemudi itu pun keluar, dan menghampiri.
"Nona, pihak perusahaan meminta saya untuk mengantarkan Anda pulang. Mari ikut dengan saya, saya akan mengantar Anda dengan selamat tanpa ada yang kurang seujung kuku pun."
Tanpa ragu aku ikut dengannya, tapi...
"Aku tidak ingat apapun lagi setelah itu, dan ini kamar siapa?"
Aku berdecak kaget saat seseorang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar ini.
BRAK!!!
Suara kasar itu membuatku tercengang, senyum sinis itu tersemat dari wajah pria berjas yang saat ini tengah meneliti ku.
"Siapa kau?"
"Tidak penting siapa aku, yang jelas kau harus ku nikmati!"
Aku bergidik ngeri saat ia bicara demikian, aku beringsut mundur berusaha melindungi diriku sendiri hingga tubuh ini membentur kepala ranjang.
Arghhh!!!
Pria itu mencengkram leherku, aku tak berdaya melawannya. Aku mengerang keras, dan meringis merasakan sakit di bagian leherku.
Pria asing ini tiba-tiba saja membalikkan tubuhku dengan posisi membelakanginya, "Apa yang mau kau lakukan padaku?"
Tiba-tiba saja dia memukul bagian bawaku, "Arghhh!" untuk kesekian kalinya aku meringis kesakitan, entah apa salahku padanya. Padahal kita sama sekali tidak mengenal.
Dia melepaskan cengkeramannya, dan kesempatan ini tidak aku sia-siakan untuk kabur, aku berusaha menggapai pintu. Namun, sial pintunya dikunci.
"Mau kemana kau? Kau pikir bisa kabur dari sini, 'hah!"
Suara dinginnya semakin membuatku takut, pria bak monster ini seperti memiliki dendam padaku, tapi aku sama sekali tidak mengenalnya aku sangat kesal padanya karena tidak membuka identitasnya.
"Bajingan!"
Aku mengumpat, mendorong tubuhnya mencoba melawan rasa takutku padanya supaya bisa kabur dari kamar asing ini.
Aku menarik tuxidonya lalu berbalik mendongakkan kepalaku menatapnya dengan tajam.
Namun, dia malah membalas mendorong tubuhku untuk kembali terlentang di atas ranjang. Pria itu naik tepat di atasku, tapi aku masih memiliki ruang bernafas.
"Aku membayar mu bukan untuk mengumpat padaku, puaskan aku!"
Aku menatapnya dengan nyalang, setelah mendengar ucapannya jelas pria ini salah mengira aku bukan perempuan bayaran itu. Tapi, aku korban salah sasarannya.
Tapi, dia tidak membiarkan aku memberitahunya.
"Dasar Sakit! Gila! Aku bukan Perempuan bayaran, aku Perempuan baik-baik!" aku mengumpat berusaha memberitahunya dengan kesal.
Ucapanku seolah tak didengar, aku beringsut mundur memeluk lututku. Ruangan ini memiliki pendingin, tapi tubuhku berkeringat sedang tubuhku hanya berbalut lingerie entah kapan kain ini dipakaikan di tubuhku.
"Arghhh! Ampuni aku Tuan, aku mohon," aku meringis ketika dia memaksaku melayaninya.
Pria iblis ini membuatku membelakanginya, dan memborgol tanganku di kepala ranjang, lalu menjambak rambutku kuat.
"Lepaskan aku, lepaskan!"
Aku memberontak karena aku tahu dia akan merenggutnya, tak peduli pergelangan tanganku yang sakit karena gesekkan borgol.
Aku melihatnya samar, karena dia berdiri tepat di belakangku. Aku tahu dia melepaskan helai demi helai kain yang menutupi tubuhnya.
'Oh Tuhan Selamatkan aku dari Iblis ini,' lirihku membatin.
PLAK!
Pria itu menampar pipiku dengan kuat, aku langsung terdiam. Kurasakan sudut bibirku pecah, dan mengeluarkan darah.
Pria itu meraih bibirku dengan bibirnya, sambil berbicara. "Jangan berontak, atau kau akan terus tersakiti!"
Aku mencoba memalingkan wajah, namun dia mencengkram rahangku dengan kuat. Kemudian, aku mengatupkan kedua bibirku tidak membiarkan lidahnya masuk ke mulutku.
Tapi, dia kembali menamparku dan menyiksaku di bagian lain.
"Ugh!"
Aku mengerang kesakitan lantaran dia meremas bagian lain dariku, kesempatan itu dia gunakan untuk memasuki bagian mulutku, dan menjelajahinya.
"Ahhh!" kudengar kali ini dia yang mengerang kesakitan, karena dengan berani aku menggigit lidahnya dengan keras.
Dia mengumpat marah padaku. "Kau benar-benar cari mati!"
Wajah dingin pria iblis ini kini memerah menatap tajam padaku, dengan mencoba mengintimidasiku.
"Bunuh saja aku dari pada kau renggut kesucianku!" Aku meludahinya dan berkata dengan sungguh-sungguh.
"Membunuhmu?" pria itu malah tersenyum menyeringai, lalu membuat posisi tubuhku membelakanginya. "Dengan hargamu yang mahal, aku tidak akan membiarkanmu mati tanpa memberiku kenikmatan!"
"Mau apa kau?! Lepaskan aku!"
Aku meronta namun percuma, tanganku diborgol dia juga mengunci pergerakanku aku bisa apa.
"Arghhh!"
Aku kembali meringis saat dia menarik lingerie dengan kasar, dan talinya hingga terputus melukai tubuhku.
"Gila! Lepaskan aku!"
"Diam! PLAK!"
Dia mulai melepaskan satu-satunya kain yang masih menutup bagiannya, saat itu mataku terbelalak saat melihat bagiannya.
Aku kembali meronta, memohon untuk tidak melakukan itu padaku.
"Tidak, tidak! Aku mohon jangan lakukan itu, itu menyakitkan!" Aku bergidik ngeri melihat ukuran bagian itu, pasti akan membuat tubuhku terkoyak kesakitan. Namun, dia malah menyeringai seolah senang dengan penderitaanku.
Tanpa ampun dia mulai memasukkannya.
"Arghhhhhh!"
Aku mengerang panjang, kesakitan karena ulah pria iblis itu.
"Oh, ternyata kau bisa juga minta tolong? Mana sikap angkuhmu yang tadi hem,"
Bukannya menghentikan perbuatannya, pria iblis ini malah membuatnya benar-benar tertanam sangat dalam, dia menarik dan memasukkannya dengan kasar, tanpa ampun menyiksaku yang kesakitan.
"Aku mohon hen-tikan... tol-tolongggg eughhh!"
Gigiku terkatup, tanganku mengepal kuat, tubuhku mulai menggigil merasakan perasaan asing yang menyakiti seluruh tubuhku, sebelumnya aku sama sekali tidak pernah melakukan ini dengan siapapun. Tapi, pria ini telah merenggut semuanya, kesucian yang selama dua puluh satu tahun aku pertahankan direnggut oleh pria tak bertanggungjawab yang sama sekali tidak kukenal.
***
Perlahan sinar mentari masuk melalui celah jendela, serta angin berembus menyingkap gorden jendela membuat sinar mentari itu menerpa wajahku, silau.
Aku mulai membuka mataku, terbangun dari yang kupikir hanya mimpi burukku.
"Arghhh."
Aku mengerang merasakan sakit di sekujur tubuhku, terutama di bagian intim itu.
"Kau sudah bangun rupanya?"
Aku terkesiap kaget, reflek aku menarik selimut untuk menutupi tubuhku, dan beringsut mundur hingga ke sudut ranjang.
Aku menatap pada pria yang berdiri di hadapanku, dia mengenakan kemeja putih sementara di tangannya terlihat memakai arloji yang cukup mahal untuk para kalangan atas. Pria dengan wajah tampan, dan aksen wajah yang tenang seperti malaikat dialah iblis yang semalam menyiksaku. Bahkan, dia terlihat berwibawa padahal sangat bejad, sialnya pasti dia memiliki kekuasaan.
Aku hanya menatapnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Bersihkan dirimu, aku akan pergi ke kantor. Ingat jangan pernah berpikir untuk kabur dari sini, kau adalah sepenuhnya milikku sekarang!"
"Tapi aku harus pulang, Ibuku pasti mengkhawatirkanku. Aku meminta belas kasihan padamu!" aku memohon padanya, bagaimana pun ini adalah penculikan.
"Jangan harap! Aku tidak akan pernah membiarkan kau pergi ke manapun!" Pria itu bergegas meninggalkan kamar ini, dan menutup pintunya.
***
Halo teman-teman semoga suka dengan novel baruku, semoga kalian akan senang menantikan kelanjutannya.
Setelah aku memastikan pria itu benar-benar pergi, aku segera membersihkan diri, meski harus tertatih-tatih memapah kakiku, lantaran masih terasa sakit di bagian bawah sana karena perbuatan iblis tampan itu.
Kini aku sudah selesai membasuh diriku sebersih mungkin, aku langsung memakai pakaian yang ada di lemari di kamar ini.
Aku menunggu waktu yang tepat untuk melarikan diri dari kamar megah, cocok disebut sarang iblis ini.
Jam dua belas siang tepat pelayan akan mengantarkan makanan untukku, saat itu tiba akan ku gunakan untuk kabur dari sini.
TAK! TAK! TAK!
Terdengar suara ketukan dari sepatu seseorang datang perlahan mendekati kamar ini, lantas aku segera menyusun rencana.
Aku segera berjalan menuju kamar mandi, membiarkan keran itu terbuka, begitu juga dengan pintu kamar mandi sengaja kubuka sedikit untuk mengecoh pelayan itu, sementara aku berdiri dibalik pintu sambil menunggu saat pelayan itu masuk membawa makanan.
Aku berdiri dengan perasaan takut, campur aduk di dalam hatiku. Benar saja tidak berselang lama pelayan itu memasuki kamar ini.
Aku memerhatikan pelayan itu masuk ke kamar mandi, aku tahu dia pasti mencariku. Saat telah memastikan pelayan itu masuk ke kamar mandi, aku berlari kecil dengan hati-hati aku mengurungnya di kamar mandi.
Barulah setelah itu aku kabur dari tempat itu.
"Hey buka pintunya!" suara nyaring sang pelayan meminta dibuka kan pintu padaku, sayangnya aku tak peduli aku lebih memilih menggunakan kesempatan ini untuk pergi.
"Yes, berhasil!" gumamku bahagia bisa lolos dari tempat terkutuk ini.
Aku benar-benar tidak menyangka diriku sehebat ini, aku benar-benar lolos. Namun, ini baru permulaan berhasil melewati tempat pertama. Aku kembali berpikir agar bisa keluar dari gedung pencakar langit yang syarat dengan pengawasan.
"Huh!" aku mendesah pelan, menarik nafas sebelum kembali melanjutkan perjalanan.
Aku melihat sekeliling gedung nan luas itu, suasananya terasa sepi, dan setelah memastikan aman barulah berjalan menuju lift.
Namun, pada saat telah berada di dalam lift aku berpikir ini tidak akan berhasil, aku pun memutuskan untuk kembali ke atas dengan ide yang tidak pernah terduga sama sekali bahkan oleh orang waras pun tidak akan pernah terpikirkan.
Kembali memasuki unit kamar ini bukan berati untuk kembali pada iblis jahat, tapi ini untuk rencana yang akan membuatku pergi untuk selamanya dari tempat ini.
Dengan nekat membungkus diriku sendiri menggunakan plastik berukuran besar, dan berguling menuju tong sampah, meringkuk di dalamnya. Menunggu pengangkut sampah itu datang, dan akhirnya berhasil meloloskan diri dari cengkraman iblis itu.
Akhirnya aku menghirup kembali udara bebas, aku ingin segera melaporkan kejadian ini ke kantor polisi. Tapi tunggu, apa pihak berwajib itu akan percaya? Jikalau percaya pun apa dia mampu? Apa sebaiknya aku kembali ke kantor saja untuk melaporkan kejadian ini pada bosku Tuan Jeffir.
"Ya, sepertinya dia dapat membantuku. Tapi, aku sama sekali tidak pernah tahu persis siapa dirinya? Bagaimana bentuk lekuk tubuhnya aku tidak tahu! Intinya aku tidak mengenalnya dengan baik, jangankan mengenal melihat rupanya juga aku tidak pernah."
Baiklah, sepertinya ini jalan satu-satunya yang terbaik. Aku akan melaporkan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan karyawannya, dan tindakan kriminal itu padaku. "Ya, sepertinya ini akan lebih baik,"
Siang itu aku mendatangi kantor tempatku bekerja, seperti biasanya aku bekerja di perusahaan itu. Tapi, sebelum aku melakukan pekerjaan, terlebih dahulu menuju ruangan Presdir.
***
(Cerita beralih dari POV 1, menjadi POV 3)
Dengan cepat perempuan dengan lekuk tubuh sintal itu berjalan dengan tergesa menuju lift, setelah sampai di perusahaan JEFF GROUP.
Dia berusaha menemui bosnya, sebagai karyawan di perusahaan itu dia berhak menuntut perlindungannya.
Tapi, ketika dia sampai di depan pintu ruangan bosnya, Presdir perusahaan JEFF GROUP dia di halangi oleh pria berpostur tinggi dengan wajah rupawan, tapi begitu dingin.
"Maaf Anda tidak di perbolehkan masuk sembarangan ke ruangan Tuan Jef, kembalilah ke ruangan tempatmu bekerja!"
"Tapi, saya harus menemuinya! Ini penting bagi saya!"
Bahkan, ia mencoba menerobos masuk, mengacuhkan larangan asisten Presdir, dan langsung memasuki ruangannya.
"Anda tidak boleh masuk!" pria yang menjabat asisten presiden direktur itu mencoba menarik tangan perempuan itu untuk keluar dari ruangan atasannya.
"Tidak, tidak, ada hal penting yang harus aku sampaikan pada Presdir. Lepaskan!" perempuan itu berusaha melepaskan tangan pria itu, dan terus berjalan masuk.
"Pak Presiden direktur ada yang ingin saya...," dalam sekejap mata tenggorokannya serasa dicekik, dan kehilangan suaranya melihat pria angkuh duduk di kursi pemimpin perusahaan ini.
Dia adalah pemimpin JEFF GROUP, pria yang telah memperkosanya tadi malam. Dan pria yang berdiri di sampingnya adalah pria yang menawarkan diri mengatasnamakan perusahaan untuk mengantarnya pulang.
Kini dia ingat saat malam itu, dia diberikan sebotol mineral, dan entah di campur apa hingga membuatnya tak sadarkan diri ketika itu.
"Ti, tidak mungkin!" dia berjalan mundur setelah mengetahui siapa pria yang memperkosanya semalam, berniat untuk kabur. Namun, dengan cepat Jef berdiri berjalan ke arahnya, lalu mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat sampai perempuan itu meringis.
"Cepat bawa dia kembali ke Penthouse," perintah Jef pada asistennya.
Kemudian, pria berpostur tinggi itu menyeret perempuan bernama Reina Widyastuti keluar dari ruangan, dan membawanya pergi.
Jef mengikuti asistennya dari belakang. "Cristian aku percayakan dia padamu, kurung dia di Penthouse, pergilah aku akan menyusul setelah menyelesaikan pekerjaanku." Jef lantas kembali ke ruangan setelah memerintah bawahnya.
"Lepaskan aku, kumohon!" Rein bergetar ketakutan, saat dia tahu bos ditempatnya bekerja adalah pria yang telah menodainya.
Apalagi setelah dia tahu kalau pria itu adalah Jeffir Jefferson pemilik JEFF GROUP, perusahaan terbesar di kota ini tentu saja Jeffir memiliki kekuasaan apalagi hanya pada dirinya. Kendati demikian ia sama sekali belum pernah melihat wajah bosnya selama bekerja di sini.
"Menurutlah padaku Nona, aku tidak akan menyakitimu seperti Tuan Jefferson." pria bernama Cristian itu memperingatkan Rein.
Bagi Rein, pria ini sama saja seperti bosnya. Sama-sama kejam, dan mengerikan.
"Aku tidak akan pernah menurut pada Iblis seperti kalian!" Rein mengumpatinya dengan kesal.
Namun, Cristian tetap saja memaksanya untuk masuk dalam mobil.
"Cepat masuk jika kau tidak ingin di hukum lagi!" nada perintah sekaligus ancaman itu terdengar mengerikan.
Rein hanya bisa menurutinya, ia terpaksa memasuki mobil itu. Sia-sia dia telah berusaha kabur dari Penthouse megah itu. Tapi, saat ini dia akan kembali di kurung di sana.
Dalam perjalanan Rein hanya diam menatap nanar pada hamparan jalan luas, melewati hiruk pikuk kota. Selang beberapa menit, mobil itu berhenti. Rein tahu kalau dia telah sampai di kawasan Penthouse megah itu.
"Kau jangan mencoba melarikan diri lagi Nona, tunggu saja sampai Tuan Jeffir bosan padamu, tentunya dia akan melepaskanmu dengan sendirinya," ujar Cristian memperingatkan.
Rein merenggut kesal, atas ucapan Cristian. Ini sama saja menyamakannya dengan sampah, yang habis manis sepah di buang.
Cristian keluar dari mobil, kemudian membukakan pintu untuk Reina, tapi bukannya menurut pada Cristian Reina mencoba melarikan diri lagi.
'Ini kesempatan yang tidak boleh aku sia-siakan,'
Saat keluar dari mobil, Reina mendorong tubuh Cristian dengan kuat membuat Cristian terhuyung jatuh, saat itulah Reina lari.
BRUK!!!
Cristian terhuyung jatuh, dia lantas segera bangkit sedang Reina telah melarikan diri.
"Hey, Nona!" pekik Cristian, "Sekuriti! Tangkap Perempuan itu!" teriaknya pada seorang Sekuriti yang tidak jauh dari tempat kejadian.
Reina berlari terburu-buru, tapi di pertengahan jalan dia mencoba berhenti sambil terengah-engah.
Keringat mulai membasahi tubuhnya, jatuh bercucuran di tengah teriknya mentari yang lumayan menyengat siang itu. Reina mengelap dahinya sambil melihat sekeliling untuk memastikan kalau dia sudah berada di posisi yang aman.
"Huh! Syukurlah, mereka tidak mengejar ku, "gumamnya, dan kembali melanjutkan pelarian.
Namun, di saat ia mengira sudah aman, dari arah yang tidak terduga datang sebuah mobil berhenti menghadangnya.
Cittt.
Suara mobil mengerem dadakan itu membuatnya kaget dalam seketika, Reina malah melihat siapa orang di dalam mobil itu. Tidak berselang lama pria yang dia kenal, pria yang merenggut kesuciannya keluar dari dalam mobil mewah itu.
"Mau lari ke mana kau hah?" Jeffir dengan tatapan mengintimidasi berdiri tepat di depannya, dan datang menghampirinya.
Reina tahu saat ini dia berada dalam ancaman, ia berjalan mundur dengan kaki gemetar sementara lidahnya terasa kelu, takut pada Jeffir pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
"Kau masih berani kabur dariku?!" Jeffir mencengkram pergelangan tangan Reina dengan kuat. Sambil menatapnya dengan angkuh.
"Kau Iblis! Lepaskan, aku!" jerit Reina, sungguh dia sangat takut sekarang. Lantaran, dia kembali berhadapan dengan pria bejat, yang ternyata bosnya sendiri.
Dengan sangat kuat Reina mencoba berontak, "Lepaskan aku!" dia menarik tangannya agar terlepas dari cengkeraman Jeffir. Tapi, semakin dia berusaha yang ada malah tenaganya habis terkuras.
Terbesit dalam benaknya rencana akhir, meski takut tapi dia gunakan, Reina menendang harta paling berharga Jeffir.
"Arghhh!"
Jeffir meringis kesakitan karena bagian bawahnya di tendang Reina, panik karena takut kehilangan Reina yang ternyata masih perawan. Dia terpaksa memukul tengkuk Reina hingga pingsan.
Setelah itu Jeffir menangkap tubuh sintal Reina yang limbung, jatuh di pelukannya karena kehilangan kesadaran.
"Gadis liar, nakal! Sudah kukatakan kau takkan bisa pergi ke manapun!"
Tidak berselang lama Cristian datang, "Tuan! Syukurlah dia bersama Tuan," ucap Cristian lega.
"Pergilah, biarkan Gadis ini aku yang membawa ke Penthouse." perintah Jeffir pada asistennya.
Cristian pun mengangguk-anggukkan kepalanya, sementara Jeffir berlalu dengan mobilnya membawa Reina pergi.
Tiba di Penthouse, Jeffir langsung memangku tubuh sintal semampai itu menuju lift VIP yang biasa ia gunakan, karena Penthouse megah ini adalah milik pribadi keluarganya.
Jeffir telah sampai di kamar pribadinya, dan meletakkan Reina di atas kasur empuk itu, tempat di mana dia menikmati tubuh sintal yang begitu menggairahkan semalam.
"Tidurlah Gadis kecil, kuharap kau akan terus berada di sini, jadilah Gadisku yang baik," bisiknya, mencium bibir ranum lalu pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Arghhh," dengan kepala yang terasa masih berat, Reina mulai membuka matanya. Dia terlonjak kaget setelah melihat sekeliling ruangan itu, dia hapal betul ruangan itu adalah ruangan di mana dia di nodai malam itu.
Reina mengerjap-ngerjapkan matanya, sambil memegangi kepala yang masih terasa berat dan pusing. Saat pandangannya mulai fokus, sosok pria iblis itu kini berdiri di depan pintu kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk di pinggangnya, mengekspos tubuhnya bak roti sobek itu tersenyum menyeringai padanya.
"Rupanya kau sudah sadar," suara dingin itu membuat Reina bergidik ngeri, takut dia melakukan hal yang sama seperti kemarin malam.
Reina bangkit dari kasur itu datang menghampiri Jeffir akan memukul pria itu. "Bajingan! Sampai kapan kau akan menyekapku di sini? Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?!" kesal Reina memukul dada bidang itu.
Namun, Jeffir malah tertawa. "Serasa di raba olehmu Sayang," bisiknya menyeringai, membuat Reina menghentikan tangannya, dan berjalan mundur sedang Jeffir malah merangsek padanya.
Rasa takut mulai menghantui Reina kembali, dia gemetar saat kakinya melangkah mundur hingga membentur kasur itu.
"Tol-tolongggg jangan lakukan itu lagi padaku, aku mohon!" rintih Reina memohon, membayangkan saat Jeffir menggaulinya dengan brutal, air matanya tiba-tiba jatuh bercucuran.
Jeffir datang mendekat mengusap air mata yang keluar dari mata indah itu.
"Aku tidak akan menyakitimu, tapi kau harus mau menjadi Istriku!" suara dingin itu mengajukan permintaan, dan seolah tidak ingin ada penolakan.
Reina tercengang, entah harus bahagia atau sedih. Dia tidak tahu harus menolak, atau menerima.
"I-istrimu? Hah... setelah apa yang kau perbuat padaku, beraninya kau berbicara enteng seperti ini!" Reina menunjuk dada bidang itu. "Tidak pernah terbesit sedikitpun aku memiliki Suami iblis sepertimu!"
Perkataan itu membuat Jeffir tersinggung, sehingga pikirannya mulai kacau, dan ingin menikmati kembali tubuh sintal itu.
Jeffir mendorong tubuh Reina, ambruk terlentang di atas kasur empuk itu.
"Arghhh!" pekik Reina kaget.
Jeffir melepas handuk yang melilit di pinggangnya. Reina semakin takut saat melihat Jeffir benar-benar polos di hadapannya.
"Kumohon jangan!" mohon Reina menangis ketakutan, memeluk lututnya demi melindungi kehormatannya meskipun telah ternoda.
Melihat Reina ketakutan, Jeffir lantas kembali melilitkan handuknya menyelimuti tubuhnya yang kekar.
"Baiklah, kali ini aku tidak akan melakukan itu padamu, jika kau tidak ingin aku Nikahi. Maka kau akan selamanya menjadi pemuas untukku, jangan sok jual mahal karena kau adalah Gadis bayaran bukan?" seringai Jeffir merendahkan.
Reina tidak terima atas tuduhan Jeffir, lantaran dia adalah perempuan baik-baik bukan seperti yang Jeffir pikirkan.
"Aku bukan Perempuan rendahan seperti tuduhanmu, brengsek!" sentak Reina dengan amarah yang membeludak.
Jeffir menatapnya dengan tajam. "Rendahkan suaramu, beraninya kau menyentakku. Jaga cara bicaramu padaku, lakukan itu dengan hormat padaku!" tukasnya mencengkram dagu manis Reina, membuatnya menengadah hingga tatapan keduanya bertemu.
"Mmm,"
"Apa hah? Kau pikir aku akan takut padamu?!" Jeffir menatap dengan sinis, mencoba menyapu bibir itu dengan tangannya. Namun, dengan beraninya Reina menggigit tangan Jeffir.
"Arghhh!" pekik Jeffir meringis kesakitan, saat jari telunjuknya di gigit Reina.
"Lepaskan jariku, kalau tidak aku akan menghukummu!" ancam Jeffir, dan Reina pun langsung melepaskannya karena takut pada pria itu.
Reina segera beringsut, dia takut Jeffir akan memaksanya untuk melayaninya. Tidak pernah terbayangkan sedikitpun olehnya akan di sekap, dan di lecehkan oleh bos-nya. Padahal, Reina sama sekali tidak pernah membuat masalah, bahkan dia tidak pernah tahu bosnya itu seperti apa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!