NovelToon NovelToon

Kekasihku Dokter Tampan

Kukira bom ternyata bayi

"Kenapa kau tidak membawanya sekalian setelah putus?"

Pertanyaan dari si tuan rumah membuat gadis yang sedang mengacak-ngacak isi kardus itu lantas menghela nafas, "Lupa."

"Memangnya apa yang bisa kau ingat?" sindirnya.

Jasmine menghembuskan nafas kesal saat mendengar sindiran itu, seolah otaknya tidak bisa mengingat-ingat sesuatu yang penting. Dia juga baru ingat jika salah satu buku miliknya tertinggal di apartemen ini.

Pria berdiri bersedekap itu menatap tidak ramah gadis yang sudah kurang lebih 1 tahun ini putus darinya, tiba-tiba saja datang dan meminta buku yang tertinggal. Beruntung dirinya tidak jadi menjual seluruh buku yang ada sehingga masih utuh.

"Ah!" Jasmine mengangkat buku itu ke udara dan tersenyum.

"Ketemu?"

Pertanyaan dari si pria membuat gadis itu mengangguk dan berdiri seraya membenahi sisa buku yang ia obrak-abrik tadi.

"Terima kasih, aku pulang dulu!" Jasmine membenahi kardus-kardus itu seperti semula.

"Hanya itu?" Tanya pemilik apartemen yang merupakan mantan kekasihnya tersebut.

"Kau mau apa dariku?" herannya.

"Kau datang malam-malam seperti ini di jam yang sudah sangat larut, otomatis kau juga mengganggu istirahat malamku yang sangat berharga. Setelah mendapatkan apa yang kau mau, kau ingin langsung meninggalkan tempat ini?"

Jasmine benar-benar malas menanggapi pria ini, "Kau mau aku melakukan apa, Tuan Rosen?"

"Aku tidak mau apapun dari gadis miskin sepertimu. Cepat pergi dari apartemenku!" usirnya.

Jasmine menatap Lion dengan pandangan kesal, lantas untuk apa pria ini menahannya? menyebalkan.

"Aku juga tidak mau berlama-lama di sini!" Ketusnya seraya berjalan cepat menuju pintu.

Baru saja dibuka, pintu apartemen itu terasa berat dan membuat Jasmine mengerutkan keningnya heran.

"Uhh... Pintu apartemenmu ini rusak atau bagaimana? Kenapa berat sekali?" keluhnya.

"Kau hanya tamu. Kenapa protes pada tuan rumah?!" Pada akhirnya Lion membukakan untuk apartemennya untuk Jasmine.

Dirinya sendiri juga merasa janggal karena biasanya tidak seberat ini, seperti ada sesuatu yang mengganjal dari sisi luar.

Dirinya ikut keluar dan melihat sebuah keranjang dengan bahan rotan tergeletak di bawah, Lion yakin jika Jasmine juga melihatnya saat ini.

"Apa ini?" Gadis itu ingin berjongkok untuk melihat apa isi dari keranjang rotan tersebut.

Lion menahan lengan Jasmine agar tidak mendekat kearah keranjang di bawah mereka, "Jangan dekat-dekat! Siapa tahu ada yang mengirim bom ke apartemenku."

Jasmine menatap mantan pacarnya ini tak habis pikir. Bisa-bisanya terpikir ada orang yang meninggalkan bom depan pintu apartemen Lion, memangnya orang itu tidak punya pekerjaan lain?

"Bom apa? Ini keranjang bayi!" Jasmine tetap berjongkok dan membuka pelan tutup keranjang rotan itu tanpa persetujuan Lion.

Mata cantiknya terkejut saat dirinya melihat sesosok bayi mungil tengah tertidur di sana, pakaiannya hangat dan semuanya disiapkan dengan sangat rapi.

"Bayi!" Jasmine melihat ke arah Lion karena dirinya cukup terkejut dengan apa yang ada di depannya.

Lion ikut berjongkok dan membuka keranjang bayi itu lebih lebar untuk memastikan. Benar saja, sesosok bayi mungil yang sepertinya berjenis kelamin laki-laki sedang tertidur tenang sehingga membuat dirinya berpandangan dengan Jasmine.

"Apa kau menghamili mantan pacarmu dan ini adalah bayi kalian?" Jasmine menutup mulutnya tidak percaya atas apa yang ia pikirkan saat ini.

"Enak saja! Aku terakhir melakukannya bersamamu, jika aku memiliki anak berarti itu dari rahimmu!" Balas Lion tidak terima karena dituduh seperti itu.

PLAK!

Jasmine memukul bahu mantan pacarnya ini cukup keras karena jawaban Lion benar-benar di luar nalar, memalukan karena masih mengingat apa yang mereka lakukan dulu.

"Auhhh..." Lion mengaduh.

"Lalu anak siapa? Kenapa diletakkan di depan apartemenmu?" Jasmine berpikir keras karena tidak mungkin seseorang membuangnya dengan sengaja di tempat elit seperti ini, apalagi akses masuk dibatasi.

"Mana aku tahu!" kesalnya.

Saat keduanya hanya melihat di keranjang tersebut, bayi itu tiba-tiba bangun dan menangis sehingga membuat keduanya kelabaan.

"OEEEE... OEEEE..."

"Astaga! Dia bangun!" Lion sampai kebingungan karena tiba-tiba bayi itu menangis dengan cukup keras.

Jasmine dengan gerakan sigap langsung mengambil bayi itu dari keranjang dan mencoba untuk menggendongnya, ia sedikit berpengalaman tentang mengurus anak kecil sehingga ini masih mudah dan dirinya bisa menanganinya.

"OEEE... OEEE..."

"Cup... Cup... Haus, Sayang?"

Entah kebetulan atau memang sudah disiapkan oleh orang yang meninggalkan bayi tersebut, bahkan ada botol susu yang masih hangat terletak di samping bantal sehingga Jasmine langsung mengambilnya lalu menenangkan bayi tersebut.

Sementara Lion berusaha keras untuk menerka siapa orang yang meninggalkan bayi ini di depan pintu apartemennya, seolah seperti disengaja dan membuat dirinya kesal.

"Kita ke kantor polisi untuk melaporkan bayi ini!" ajaknya.

Jasmine menggeleng tidak setuju, "Apa kau tahu jika kita ke kantor polisi sekarang? Apartemen mu akan digeledah dan kau akan diperiksa, sedangkan besok aku memiliki acara pagi-pagi sekali dan tidak bisa memberikan penjelasan pada polisi!"

"Lalu harus bagaimana? Ibunya juga harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah dia lahirkan. Memangnya apartemenku tempat penampungan bayi?!" Kesal Lion karena merasa jika polisi adalah hal yang terbaik yang mungkin bisa membantunya.

"Coba kau ingat-ingat lagi siapa orang yang sudah sakit hati dengan sikapmu sehingga ada yang membuang bayi di sini!" Jasmine masih curiga jika mungkin saja bayi ini memang putra dari mantan kekasihnya tersebut.

"Aku seorang dokter! Tugasku adalah menyembuhkan pasien dan tidak membuat luka. Mana mungkin ada orang yang menaruh dendam padaku hingga berani meninggalkan bayinya di sini! Ibu macam apa yang meninggalkan darah dagingnya di tempat orang lain?!" marahnya.

Siapapun akan marah jika menemukan bayi yang entah milik siapa dan ditinggalkan begitu saja, terlebih Lion sangat yakin bahwa dirinya tidak pernah membuat seorang wanita terluka karena ulahnya.

"Tuan Rosen, pelan kan suaramu! Dia mau tidur!" Jasmine menatap Lion kesal karena bisa saja bayi ini menangis jika mendengar suara yang lebih keras.

"Siapa peduli!" kesalnya.

Setelah beberapa menit berlalu, Lion memutuskan untuk memeriksa keranjang bayi itu dan berharap ada sebuah surat yang mungkin saja bisa digunakan sebagai petunjuk.

Jasmine masih melihat apa yang sedang dilakukan oleh mantan pacarnya, sepertinya Lion juga berusaha berpikir dengan kepala dingin.

Bayi mungil itu kembali tertidur di pelukan Jasmine, susunya juga hampir habis dan sepertinya hanya ditinggalkan satu botol saja.

"Kau menemukan sesuatu?" Jasmine bertanya dengan harapan ada petunjuk di dalam sana.

Lion masih mengobrak-abrik keranjang bayi itu, tangannya mengangkat bantal bayi dan menemukan secarik kertas.

"Ada surat!" Diangkatnya kertas itu penuh harap.

Rich Uncle

'Maaf, Lion. Aku Ivy, mantan pacar kakakmu yang terpaksa mengantarkan putraku padamu karena tidak bisa menghubungi Kana, aku benar-benar minta maaf padamu karena membuat masalah. Tolong jaga bayi ini untukku karena aku tidak bisa menjaganya lagi untuk waktu yang lama.

Namanya Nolano, dia berusia 3 bulan dan sudah bisa tengkurap. Aku harap kau bisa menjaganya sampai aku bisa melawan penyakitku, jangan laporkan hal ini pada polisi karena jika kau melakukannya maka aku dan putraku tidak akan pernah bisa bertemu lagi.

Aku memintamu untuk merawatnya sementara, tidak ada keberanian untukku berbicara pada kalian semua karena Kana sudah menikah... Aku akan kembali dengan cepat saat kondisiku membaik, jaga dia. Aku janji tidak akan lama dan segera mengambilnya.

Terima kasih, Lion.'

Rasanya kaget sekali setelah membaca rentetan surat yang dirinya terima, ternyata memang benar jika si ibu mengharapkan dirinya untuk menjaga bayi tersebut.

"Apa katanya? Adakah petunjuk?" Jasmine mendekat untuk ikut membaca surat tersebut.

Sementara Lion masih bingung harus melakukan apa karena dirinya tidak memiliki persiapan sama sekali untuk mengurus seorang bayi, tidak bisa juga melapor polisi karena dirinya mengenal siapa Ivy.

"Ini dari Kak Ivy?!" Jasmine memandang pria ini dengan wajah terkejut karena tidak menyangka jika wanita itu hamil dan melahirkan tanpa diketahui oleh siapapun.

Lion mengangguk dan linglung tak tahu harus melakukan apa, di larut malam seperti ini biasanya dirinya sibuk tidur dan mengistirahatkan seluruh tubuhnya. Tetapi untuk sekarang ia harus berpikir tentang esok hari, bagaimana caranya ia merahasiakan ini?

"Bawa dia masuk!" perintahnya kacau.

Jasmine yang sudah pernah bertemu dengan Ivy berapa kali saat masih berpacaran dengan Lion lantas mengangguk.

Lion sendiri mengangkat keranjang bayi itu ke dalam, baru kali ini dirinya harus berpikir keras malam-malam.

"Jadi, Kak Ivy hamil saat mereka putus?" Jasmine yang sudah tahu jawabannya lantas bertanya pada Lion.

"Kurasa iya," lemasnya.

"Tapi... Kak Kana tahu?"

Lion mengacak-acak rambutnya karena dirinya sudah juga sudah cukup pusing hanya dengan memikirkannya saja, "Aku tidak tahu tentang mereka! Aku juga bingung kenapa kakakku langsung menikah dengan wanita lain sesaat setelah putus."

Jasmine menatap wajah bayi di pelukannya, bayi mungil yang sangat lucu dan pipinya yang chubby langsung membuat gadis itu gemas sekali. Kenapa bayi diluar nikah selalu selucu ini di matanya?

"Apakah ada susu di keranjangnya selain ini?" Jasmine menatap Lion yang saat ini terduduk dengan wajah yang cukup kalut.

"Tidak ada, hanya satu botol dan secarik kertas."

Jasmine langsung khawatir mendengarnya, "Bisakah kau membelikan susu untuknya? Aku yakin dia akan menangis saat haus nanti."

Tidak ada pilihan selain menyuruh Lion untuk pergi keluar membeli susu, surat itu juga jelas dari siapa dan Lion lah orang yang diberikan amanat untuk menjaga bayi mungil tersebut.

"Kenapa aku? Memangnya aku setuju ingin merawatnya?" kesalnya.

Jasmine langsung menunjukkan wajah kesal lalu berkata pada pria ini, "Kak Ivy mempercayakan Nolano padamu! Tidak mungkin kau melaporkannya ke polisi dan membuat posisinya semakin sulit. Kau bahkan tahu benar bagaimana keadaannya, dia sakit!"

Mendengar gertakan dari mantan kekasihnya ini, Lion hanya menghela nafas karena dirinya juga bingung harus melakukan apa selain merawat bayi tersebut.

"Kau saja yang membelinya!" perintahnya.

Jasmine lalu bertanya kepada Lion untuk memastikannya, "Kau yakin menyuruhku untuk pergi membeli susunya? Jika dia menangis kau bisa menanganinya langsung?"

Lion tampak gusar dan berkata lagi, "Kau bawa sekalian bayi itu!"

Sungguh perintah di luar nalar yang membuat Jasmine naik darah hanya dengan mendengarnya saja, "Kau gila, Tuan Rosen? Ini sudah larut malam dan udara di luar sangatlah dingin!"

Apa yang dikatakan Jasmine benar, bayi tidak boleh keluar malam karena udara yang dingin dan juga rawan rewel.

"Pakai jasa kurir saja!"

Jasmine tidak membuat argumen lagi karena dirinya setuju, jasa kurir sangat dibutuhkan.

Lion segera mengecek ponselnya dengan perasaan kesal, matanya melirik Jasmine yang masih menggendong bayi itu saat ini.

"Dia akan tidur di mana? Aku tidak bisa mengurusnya."

Jasmine lantas menatap mantan pacarnya yang setengah kesal itu. Benar juga, bagaimana malam ini?

"Kau susui saja jika menangis nanti. Aku akan mengajarimu cara membuatnya," Balas Jasmine tenang.

"Kalau dia pup bagaimana?" Lion sudah membayangkannya dan ia bisa muntah jika memaksakan diri untuk mengganti popok.

"Kau bisa menggantinya dengan popok baru lalu mengelapnya dengan tisu basah. Oh iya, kau harus membeli popok juga!" Jasmine mengingatkan lagi.

"Ish! Aku tidak mau!" kesalnya.

Gadis itu membuang nafas kasar dan menatap mantan pacarnya itu tak percaya, "Kau yang diberikan amanah untuk menjaganya. Setidaknya belajarlah mulai dari sekarang!"

Lion segera mengecek ponselnya dengan sangat terpaksa dan melihat toko yang masih buka, terlihat Jasmine yang kembali menidurkan bayi itu.

"Popok, susu, lalu apa lagi?" Pria itu menatap Jasmine yang masih mengayunkan bayi tersebut dalam pelukannya.

"Hmm... Berapa lama kau akan merawat Nolano?"

Benar. Berapa lama? Lion tidak mungkin mau mengurusnya sepanjang hari karena pria itu memiliki pekerjaan.

"Kita juga harus mencari di mana Ivy berada. Jika memang wanita itu sakit, seharusnya sedang dalam masa perawatan."

Jasmine mengerutkan keningnya, "Kita? Kau saja! Kenapa aku?"

Lion menatap Jasmine meringis, "Kita yang menemukannya, kita juga yang menjadi saksinya. Kau mau aku membuang bayi ini sekarang juga?!"

"Tidak! Tidak! Dasar tidak berperasaan!" Jasmine mengeratkan pelukannya pada bayi dalam dekapannya.

Terpaksa keduanya harus mencari solusi karena Lion tidak mau mengambil resiko sendiri, dirinya juga tidak tahu menahu tentang perkembangan bayi jika merawatnya sendiri.

"Beli juga beberapa potong pakaian untuk Nolano, dia perlu mengganti pakaiannya besok pagi. Lalu perlengkapan mandi bayi dan juga mainan! Astaga... Kenapa banyak sekali?" Jasmine memandang wajah damai itu dan menyadari jika merawat bayi tidak semudah yang ia bayangkan.

Lion segera memainkan jemarinya di atas keyboard ponselnya, mencari toko yang bisa melayani 24 jam.

"Aku kaya! Bahkan aku bisa membeli seluruh hal yang kau miliki!" sombongnya.

Jasmine tahu jika Lion sangat kaya, maka dari itu dirinya memilih untuk pergi dari sisi Lion karena merasa tidak seimbang. Dokter spesialis gizi yang bisa kuliah karena beasiswa sepertinya tidak akan cocok bersanding dengan dokter bedah seperti Lion.

Menyayangkan hubungan mereka yang semula baik-baik saja, Jasmine memilih untuk pergi dari hidup pria ini namun Tuhan terus menghubungkan keduanya.

"Belilah!" Jasmine berkata demikian dan sepertinya ia tidak bisa meninggalkan Nolano bersama pria yang tidak bisa menanganinya.

~

Gagal move on

"Terima kasih banyak!"

"Sama-sama, Pak!"

Pukul 00.05 Lion memasukkan perlengkapan bayi ke apartemennya, ia membeli barang yang sebelumnya sempat diminta oleh Jasmine.

Setelah memasukkan semuanya, Lion berjalan menuju kamarnya dan melihat Jasmine turun dari ranjang setelah menidurkan bayi tersebut.

"Aku sudah membelinya," ujarnya.

Jasmine mengangguk dan berjalan kearah pria ini, melewatinya untuk keluar kamar.

"Baiklah. Kau harus baik pada keponakanmu sendiri!"

Lion mengikuti langkah Jasmine dan bertanya, "Kau akan tinggal malam ini, kan?"

Jasmine mengangguk, "Aku akan tidur bersama Nolan di kamarmu dan kau tidur di sofa!"

Kerutan pada dahi itu lantas membuat Lion menolaknya, "Tidak bisa! tinggi ku 180 cm lebih dan kau menyuruhku tidur di sofa?!"

Sungguh Jasmine sudah mulai mengantuk dan pria ini malah mengajaknya bertengkar, "Jika kau tidak mau tidur di sofa, maka tidurlah bersama Nolan di kamar dan biarkan aku pulang!"

Lion semakin tidak percaya mendengarnya, "Kau harus tetap di sini! Aku tidak bisa mengurus bayi itu sendiri!"

Pria itu memasuki kamar dan naik ke ranjang, Jasmine yang sebenarnya penat dengan kesehariannya lantas kembali melihat tingkah pria berusia 28 tahun yang cukup kekanakan ini.

"Aku menyuruhmu tidur di sofa, Tuan Rosen. Bukan di ranjang!" Rasanya kesabaran Jasmine habis jika harus memaklumi seluruh tingkah laku mantan pacarnya.

Hanya kemari untuk mengambil buku yang sempat tertinggal hampir setahun yang lalu, namun malah berakhir dengan dirinya yang harus menginap.

"Aku tidak mau! Ranjangku sangat luas dan nyaman, aku mau tidur di sini!" Lion mulai melepas pakaiannya dan menggantinya dengan piyama.

Melihat tubuh atas yang berotot itu, Jasmine mengalihkan pandangannya dan merasakan dadanya berdesir. Otaknya memutar kenangan yang pernah mereka lewati sebelumnya, di kamar ini meskipun kini nuansanya amat berbeda mereka pernah saling mengelap keringat dan mengeluarkan suara indah yang terpantul pada dinding-dinding.

"Apa yang kupikirkan!" Jasmine berbisik pada dirinya sendiri karena mulai tidak normal.

"Baiklah! Kau urus saja Nolan dan biarkan aku tidur di luar."

Namun, Lion malah menurunkan celana pendeknya dan dengan percaya diri memakai celana panjang piyamanya. Hal itu membuat Jasmine melotot dan segera mengalihkan pandang karena dirinya masih berada di ambang pintu.

Lion tersenyum miring, "Sok polos! Kau kan pernah menurunkan celanaku."

Mata yang sebelumnya mengantuk itu langsung mendelik saat mendengarnya, "Orang gila!"

Jasmine menutup pintu kasar dan meninggal pria yang menaikkan celananya dengan perasaan kesal. Kenapa Lion selalu membahasnya? Mantan pacarnya ini sungguh tidak tahu malu.

Setelah selesai berpakaian, Lion membuka almari miliknya dan mengambil sebuah piyama yang sudah ia simpan setahun ini karena pemiliknya lama tak menginap.

"Bahkan aku masih menyimpan beberapa potong pakaianmu di sini," Lion mengambilnya dan hendak memberikannya pada Jasmine yang mungkin saat ini kesal padanya.

Terhitung 10 bulan semenjak mereka putus, Jasmine mencampakkannya. Gadis itu pergi begitu saja, sungguh ia merasa sakit karena hubungan mereka sebelumnya baik-baik saja.

2 tahun bukan waktu yang singkat, di tahun ketiga mereka gagal melanjutkan ke tahap yang lebih serius. Jasmine tidak pernah memberitahu alasannya, Lion sendiri juga belum dekat dengan siapapun.

Pria itu akan menjalin hubungan dengan seorang wanita jika Jasmine sudah menjelaskan semuanya padanya. Dugaan kuat adalah sang ibu yang membuat Jasmine mundur, kesenjangan sosial yang amat berbeda menjadikan keduanya tidak seimbang.

"Tidak ada alasan untukku melupakanmu," Lion tersenyum seraya membawa piyama itu keluar kamar.

Ia tahu bahwa restu memang penting, namun ia ingin mendengar alasan itu dari mulut Jasmine langsung. Gadisnya tidak pernah jujur saat mereka berpisah, namun Lion masih bisa memastikan jika mantan pacarnya ini masih nyaman saat bersamanya.

"Pakailah! Kau tidur di kamar. Aku hanya bercanda tadi."

Jasmine yang duduk di meja makan lantas menerima piyama tidur itu, ia harus benar-benar menginap demi Nolan.

"Kau masih menyimpan pakaianku?"

"Baru akan kubuang, tapi aku teringat jika mungkin saja kau datang. Jadi, aku menyimpannya."

Jasmine terdiam dan menatap piyama miliknya ini, meski mereka tidak tinggal bersama namun ia sering sekali menginap jika sedang banyak pekerjaan. Tempat kerjanya lebih dekat dari apartemen Lion dibandingkan apartemen yang ia sewa.

Sesaat setelah memberikannya, Lion mengambil gelas Jasmine dan mengisinya dengan air mineral untuk minum.

"Itu gelasku!" Jasmine melayangkan protes saat ini.

"Kenapa?"

"Itu bekasku, Tuan Rosen."

Lion meminumnya habis dan berkata, "Kita pernah bertukar saliva, gelas ini bukan masalah besar."

Lagi-lagi Lion membahasnya, "Itu sudah lama berlalu. Lupakan semuanya, anggap kita tidak pernah melakukannya!"

Jasmine lantas pergi ke kamar meninggalkan Lion saat ini, pria itu termenung sejenak dan sejauh ini dirinya gagal move on.

"Dia sudah melupakanku karena pacar barunya?" Lion tersenyum samar.

"Bahkan aku tidak melihat mereka seperti pasangan yang saling mencintai," cibirnya.

"Setidaknya kau harus mengatakan alasannya langsung padaku agar aku juga bisa melanjutkan hidup."

Jasmine menutup pintu kamar itu dan memegang dadanya, ia bersandar pada pintu dan menatap langit-langit kamar.

Lion menjadi kejam padanya, pria yang lembut dan juga menyenangkan itu berubah menjadi menyebalkan.

"Andaikan saja kita setara, aku pasti akan mempertahankan hubungan ini..."

Keluarga Lion lengkap, orang tuanya merupakan dokter terkenal. Kakaknya juga orang yang kompeten dalam bekerja, Lion sendiri tampan dan berwibawa. Dua bersaudara itu saling melengkapi, jika Jasmine bersikeras memaksakan diri untuk terus bersama Lion, hal itu akan membuat keluarga pria ini terlihat cacat.

Jasmine tidak kaya, tidak memiliki orang tua, gadis itu bekerja sebagai dokter gizi di rumah sakit kelas menengah. Wajahnya cantik dan tubuhnya menarik, senyumannya mampu menghipnotis siapapun. Tetapi harus dipertegas bahwa Jasmine tidak kaya, itu tidak seimbang dengan Keluarga Rosen yang pasti menginginkan menantu kaya.

"Yatim piatu sepertiku tidak akan bisa bersatu denganmu, Lion..."

Dahlia, ibu Lion pernah menemuinya dan memberikan uang padanya agar ia menjauhi sang putra. Kesadaran Jasmine penuh saat itu, gadis tersebut langsung mengiyakan perintah untuk pergi dari sisi Lion tanpa mau menerima uang sepeserpun.

"Aku sudah punya Amar..." lirihnya.

Demi melupakan Lion, Jasmine menerima pria manapun yang menyatakan cinta padanya. Sekacau itu perasaannya saat harus berpisah dengan pria yang ia cintai, menyakiti Lion tanpa mau menjelaskan semuanya.

"Amar ingin hubungan yang lebih serius."

Jasmine dan Amar sudah memulai komitmen, mereka akan menikah setelah membeli rumah jika tabungan mereka sudah banyak. Sama-sama merintis dari nol, ia dan Amar memiliki banyak kesamaan.

"Walaupun Amar ingin child free. Hahaha..."

"Entahlah. Aku tidak paham," ungkapnya stres.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!