NovelToon NovelToon

Jangan Sakiti Ibuku! (Anak Genius)

JSI 01: Aku Tidak Akan Memaafkan

" Eomma, bisakah lebih cepat lagi. Astaga, Eomma sudah cantik jadi jangan berdandan berlebihan!"

Seorang bocah laki-laki berdiri tepat di depan pintu kamar sang ibu sambil melipat tangannya di dada. Terlihat wajahnya yang sudah tidak sabar menunggu ibunya yang sedang memakai hijabnya.

Musim dingin di negara P dan salah satu kota yang katanya paling romantis ini mencapai 6 derajat celsius. Tapi meskipun begitu, Han biasa bocah kecil itu dipanggil tidak surut sama sekali semangatnya untuk latihan musik.

" Sayang, Eomma sama sekali tidak berdandan, hanya menggunakan pelembab saja agar wajah Eomma tidak kering di cuaca dingin ini. Lagi pula, kamu ini aneh. Kalau sekolah sungguh malasnya minta ampun, tapi giliran berlatih musik kamu sangat antusias."

Jleb

Bagai dipukul dengan pentungan besar, kata-kata sang ibu membuat Haneul tertohok. Ia akui dirinya begitu malas dalam belajar akademik, tapi untuk bermusik dia selalu bersemangat. Padahal ia tahu keluarga ibunya tidak ada yang memiliki bakat musik. Kalau seni yang lain mungkin iya. Nenek dari Han adalah seorang designer, begitu juga kakek paman alias adik dari nenek, juga seorang designer.

Dan ibu Han juga seorang fotografer yang lumayan dikenal di kota tersebut. Jasnya digunakan untuk pengambilan foto prewedding, wedding dan juga lainnya. Ia juga mempunyai studio foto yang tidak besar tapi juga tidak kecil yang diberi nama Hyeda Picture. Nama itu diambil dari nama ibunya Han yakni Hyejin Meida Brajamusti.

" Eomma, please jangan bilang begitu?" Mulut Haneul mengerucut, dan pipinya menggembung. Sedangkan Hyejin, dia hanya terkekeh geli melihat wajah putranya yang begitu lucu itu.

" Baiklah, mari kita pergi Han. Jangan lupa syal mu oke. Udara hari ini sungguh lebih dingin daripada kemarin. Setidaknya itu yang dikatakan oleh peramal cuaca, hahaha."

Haneul hanya memutar bola matanya malas mendengar gurauan sang ibu yang sangat tidak lucu baginya. Tapi dia sangat bahagia melihat senyuman yang menghiasi bibir sang ibu.

Han, bocah laki-laki yang usianya baru saja 7 tahun itu cukup tahu dan mengerti bahwa hidup sang ibu selama ini tidak mudah. Tapi satu hal yang pasti, sang ibu akan semakin sedih jika mereka membicarakan mengenai pria yang dipanggil ayah.

2 tahun yang lalu, tepatnya saat Haneul berusia 5 tahun, dia untuk pertama kalinya menanyakan sosok ayahnya. Hyejin yang mendapat pertanyaan itu hanya membeku, tidak menjawab, tidak menangis, juga tidak berekspresi apapun. Tapi ketika malam hari, Haneul melihat sang ibu seperti kesakitan bahkan dalam tidurnya. Seperti mimpi buruk, Hyejin meraung, menangis dan juga kesakitan. Semenjak saat itu lah Haneul tidak pernah lagi bertanya. Karena beberapa malam setelahnya Hyejin masih mengalami hal yang sama.

Haneul paham betul bahwa pria yang mungkin saja adalah ayah biologisnya itu adalah pria buruk yang membawa luka bagi ibunya. Meskipun Hyejin tidak menjelaskan sama sekali, tapi melihatnya yang kesakitan setiap malam sudah cukup membuat Haneul mengerti.

" Eomma, apa kita juga tidak akan bertemu kakek dan nenek?"

Deg!

Hyejin terkejut saat mendengar pertanyaan putranya. Membicarakan kakek dan nenek berarti berbicara mengenai kedua orang tuanya yang sudah lama tidak ia temui. Rasa rindu yang ada di hati jelas sekali Hyejin rasakan, tapi dia malu untuk menemui Appa dan Eomma nya.

Menikmati kehidupan kota Paris yang terletak di Negara Prancis yang ada di bagian benua biru membuat ia sedikit menjauh dari tanah airnya dan tentunya kedua orang tuanya. Berkali-kali Appa dan Eomma nya ingin menemuinya, akan tetapi Hyejin selalu menolak dan bahkan mengancam akan pergi ke tempat yang jauh selama-lamanya tanpa mau memberi kabar. Pada akhirnya kedua orang tua itu hanya bisa pasrah. Selama Hyejin masih memberi tahu keadaannya, mereka pun memilih untuk tetap diam tanpa memaksa untuk bertemu.

" Eomma, aku tahu pasti Eomma juga rindu kan sama kakek dan nenek. Mengapa tidak mau bertemu, kasihan lho mereka. Dan jangan sampai Eomma menyesal nantinya. Apa karena adanya aku sehingga Eomma memilih bersembunyi untuk selamanya."

Ckiiiit

Hyejin menepikan mobilnya di tepi jalan. Ia lalu mencakup wajah Haneul dengan kedua tangannya. Air mata itu kembali luruh, dan seketika Haneul merasa bersalah. Karena ucapannya, sang ibu kembali menangis.

" Eomma, maaf," sesal Haneul.

" Tidak sayang, jangan minta maaf. Ini bukan salahmu, sungguh semua ini bukan salahmu sayang. Eomma hanya belum berani, dan bukan kamu penyebabnya. Haneul sayang, kamu adalah harta berharga bagi Eomma."

Greb

Hyejin memeluk tubuh kecil Haneul. Pelukan sayang dan pastinya rasa bersalah karena hingga Haneul berusia 7 tahun, Hyejin belum pernah mengenalkan Haneul kepada keluarganya.

Malu, ya itulah yang ia rasakan. Bukan malu karena memiliki Haneul tapi malu atas kejadian masa lalu yang amat ia benci dan membuatnya selalu tersiksa setiap malam.

Kejadian naas itu rasanya baru kemarin ia alami. Sebuah hal yang tidak pernah ia duga. Hyejin muda yang sedang menemui kakeknya di negeri ginseng mendapatkan perlakuan buruk dari seorang pria yang pada akhirnya mengubah seluruh hidupnya. Pria yang tidak ia kenal, tapi hingga saat ini wajahnya masih melekat jelas di matanya meskipun sudah sekeras mungkin ia mencoba melupakannya.

" Eomma, jangan dipikirkan. Jika memang Eomma masih belum ingin maka tidak perlu dilakukan. Aku hanya ingin melihat Eomma tersenyum seperti tadi dan bukannya menangis seperti ini. Aku janji tidak akan pernah bicara seperti itu lagi."

Hyejin mengangguk, satu sisi dia senang karena Han bisa mengerti perasaannya. Tapi di sisi lain ada rasa takut dalam diri Hyejin, ia sungguh takut Haneul cepat dewasa atau bisa dibilang dewasa sebelum waktunya. Cara bicara Han layaknya orang dewasa yang sedang menenangkan orang lain.

" Haneul, mengapa kamu sedewasa ini. Ingat, jangan terlalu bergaul sama orang-orang yang sudah besar. Bertemanlah dengan teman sebaya mu, mengerti?"

" Iya Eomma."

Haneul tersenyum tapi tidak dengan hatinya. Awalnya dia sudah melupakan sosok ayah yang memang menurutnya tidak pantas untuk ia panggil ayah. Tapi sekarang dalam hatinya merasa bertanya lagi, siapa pria yang membuat dirinya hadir di kehidupan sang ibu? Dan mengapa batang hidungnya tidak pernah muncul? Apakah memang ibunya dicampakkan atau ibunya yang melarikan diri?

Semua pertanyaan itu kini bersarang di kepala Haneul. Sebuah tekad kini tertanam dalam dirinya yakni mencari tahu siapa ayah biologisnya. Bukan untuk menjadikannya ayah melainkan untuk membalas rasa sakit yang selama ini dirasakan oleh sang ibu.

" Jika benar rasa sakit Eomma dibuat olehnya, maka dia tidak akan mudah untuk mendapat maaf dari Eomma ataupun dari ku!"

TBC

JSI 02: Kau Menyebalkan!

" Sayang, keluar yuk. Percuma kita kemari kalau hanya berdiam di hotel saja."

Seorang wanita sedang menggelayut manja di lengan seorang pria. Jika dilihat secara pintas semua orang tahu pasti mereka salah pasangan. Entah pasangan yang sudah menikah atau hanya kekasih semata.

" Aku malas Billa, cuacanya sungguh dingin. Kau tahu kan aku tidak suka hawa dingin begini. Lagi pula mengapa harus liburan di sat musim sendang dingin begini sih."

Pria tersebut menggerutu, sedangkan kan sang wanita yang bernama Bila hanya bisa mendengus kesal. Saat musim dingin begini adalah hal yang paling menyenangkan untuk berlibur ke luar negeri karena bisa menikmati salju. Tapi agaknya pria yang bersamanya itu memang tidak menyukainya. Padahal susah payah mendapatkan cuti mengingat profesi pria itu yang sagat sulit untuk libur.

" Sai, kau ini sungguh menyebalkan. Bagaimana kalau kita melakukan foto shoot saja. Sekalian foto ala-ala prewedding, kita cari studio foto kalau memang kamu malas keluar."

" Ya, lakukan sesukamu Bil."

Srupuuuut

Sai memilih meminum cappucino panasnya dan menatap ke luar restoran. Ia merasa bekerja lebih menyenangkan ketimbang berlibur. Dia merasa rindu dengan bau obat, desinfektan dan juga sirine ambulan yang berlalu lalang. " Aku ingin cepat kembali pulang," gumam Sai lirih.

Sedangkan Billa, ia sibuk mencari referensi studio foto yang bisa melakukan apa yang ia inginkan itu. Foto prewedding adalah hal yang sudah lama ia dambakan. Menjadi tunangan Sai selama setahun ini, tapi pria itu belum juga menentukan tanggal pernikahan. Padahal ia sudah sangat ingin menikah dengan Sai.

Abilla Dwi Wiryawan, gadis berusia 27 tahun adalah seorang influencer dan juga selebgram yang memiliki lebih dari 1 juta pengikut. Apapun barang yang ia review pasti akan mendapatkan feedback yang baik. Maka dari itu banyak endorsement yang masuk. Bahkan liburannya ke kota P kali ini pun berasal dari salah satu perusahaan traveling.

" Hallo sahabat Abila, hari ini aku ... ."

Jika sudah mengucapkan kalimat itu, Sai langsung menyingkir dari sisi Abilla karena dia tidak suka masuk ke dalam kamera. Ini lah salah satu hal yang tidak Sai sukai yakni publikasi mengenai segala sesuatu di sosial media. Sai yang memiliki sifat tertutup sangat kontras dengan Abilla.

Jika kalian tanya, mengapa mau bertunangan kalau tidak suka dengan seorang influencer? Maka jawabannya adalah, saat mereka kenal dan memutuskan bertunangan, Abilla belumlah seterkenal itu. Dia memang suka mereview apapun benda yang ia gunakan dan di unggah di laman media sosialnya. Tapi tidak ada yang pernah menyangka bahwa Abilla akan disukai publik dengan semua unggahannya tersebut.

" Tck, kemana dia?" gumam Abilla kesal. Setelah mengakhiri siaran media sosial, Ia celingukan mencari Sai. Abilla pun berjalan keluar restoran dan menyusuri jalan sambil menghubungi ponsel sang tunangan. Namun, tidak ada jawaban. Abilla semakin kesal saat tidak menemukan keberadaan Sai. Ia memutuskan duduk di bangku sambil melihat ke sekeliling. Matanya tertuju dan terkunci dengan satu sosok.

"' Woaaah, ada wanita berhijab. Apa mungkin dia berasal dari negara yang sama dengan ku, apa dia warga asli sini. Lalu, apakah dia seorang fotografer?"

Mengingat apa yang ia inginkan tadi, Abilla berdiri dan langsung berjalan menuju ke tempat dimana wanita berhijab itu berada. Semakin dekat semakin dia yakin kalau wanita berhijab itu adalah seorang fotografer profesional. Bisa Abilla lihat, wanita tersebut saat ini sedang mengarahkan gaya dari sepasang wanita dan pria. Dilihat dari konsepnya, Abilla bisa tahu bahwa mereka sedang melakukan sesi foto prewedding.

" Pas, pucuk dicinta ulam pun tiba. Aku harus minta kontak fotografer itu."

Abilla menunggu untuk beberapa saat hingga sesi foto itu berakhir. Tanpa ragu, Abilla menyapa wanita tersebut dengan mengulurkan tangannya.

" Hallo, boleh berkenalan denganmu, aku Abilla."

" Oh ha-lo aku ..."

" Bila ... Kemana saja kamu. Aku dari tadi mencarimu. Ayo kembali, aku sudah kedinginan ini."

Abila memberengut, ini adalah kali pertama dia tidak suka Sai menemuinya. Pasalnya dirinya sedang berbicara dengan orang yang penting ( baginya). Sebenarnya Abilla ingin acuh, tapi saat melihat raut wajah Sai yang mulai kesal membuat Abilla menyerah juga. Lagi pula saat ia membalikkan tubuhnya, wanita berhijab itu sedang menghadap ke arah lain berbincang dengan pasangan yang mungkin merupakan kliennya. Abilla menjadi kesal karena Sai yang datang membuatnya tidak jadi berkenalan dengan wanita itu.

" Kenapa memberengut, lagi pula kamu tadi bicara dengan siapa?" tanya Sai.

" Gara-gara siapa aku kesal begini. Kamu tiba-tiba menghilang, dan tadi aku tuh baru mau ketemu dengan wanita cantik berhijab yang aku yakini dia adalah seorang fotografer. Seperti yang aku katakan tadi, kita kan mau melakukan foto prewedding, aku butuh FG. Kebetulan ada tapi malah tidak ketemu gara-gara kamu."

Abilla terus mengoceh, ini kebiasaannya memang jika sedang kesal. Dan bagi Sai itu sudah hal yang biasa diterima oleh telinganya. Merasa penasaran, Sai menoleh ke arah belakang. Seperti yang dikatakan oleh Abilla, wanita itu cantik. Sesaat Sai terpesona,walaupun tidak dari dekat tapi dia bisa melihat tatapan wanita itu sungguh teduh. Ia pun menelengkan kepalanya, dan sepintas ia merasa bahwa wanita itu tidak asing bagi dirinya.

" Kenapa?"

" Tidak, wanita berhijab itu, sepertinya aku pernah melihatnya . Dia tidak asing, terasa sangat familiar, tapi dimana ya?"

Sedangkan di sisi belakang sana, wanita berhijab yang tidak lain dan tidak bukan adalah Hyejin sedang sibuk memperlihatkan hasil jepretannya kepada sang klien.

" Bagaimana, apakah sudah bagus atau mau diulang?"

" Tidak, semua fotomu sangat bagus. Dan tidak perlu diulang, kami sangat puas. Kau selalu yang terbaik bagi kami, Merci (terima kasih)."

Hyejin tersenyum puas. Setiap melihat kepuasan yang tergambar pada wajah kliennya membuat hati Hyejin bahagia. Dan pasangan tu bukan hanya sekali saja menggunakan jasanya. Sudah dua kali ini mereka menggunakan jasa Hyejin untuk mengabadikan momen bahagia mereka. Yang pertama saat mereka bertunangan dan yang kedua adalah prewedding ini, bahkan mereka sudah memesan Hyejin untuk bisa mengabadikan momen pernikahan mereka.

" Aku tunggu kamu Hyejin, semoga kamu bisa memfoto pernikahan kami."

" Aku tidak ingin berjanji, tapi aku akan berusaha untuk bisa."

Pasangan itu kemudian berpamitan untuk pulang. Hyejin juga mengucapkan terimakasih sebelum mereka berpisah. Dan ia baru ingat bahwa tadi ia bicara dengan seorang wanita secara singkat. Hyejin merasa yakin bahwa wanita itu berasal dari negara yang sama dengannya karena saat menyapanya tadi dia menggunakan bahasa yang ia kenali juga.

" Aduh, aku sungguh tidak sopan tadi. Padahal dia ingin menyapa tapi aku lebih dulu pergi. Tapi sepertinya dia sudah pergi dengan kekasih atau bisa jadi suaminya. Aah iya itu."

Deg!

Ada perasaan tidak nyaman yang Hyejin rasakan saat melihat sosok pria yang berjalan dengan wanita yang menyapanya tadi, tapi dia tidak tahu mengapa hal tersebut ia rasakan. Padahal dia melihat pria itu dari jauh. Tapi rasanya sangat tidak asing. " Perasaan apa ini. Apa aku mengenalnya. Haaah. Tentu saja tidak mungkin. Tidak semua orang dari tanah air aku kenal bukan?"

TBC

JSI 03: Pertunjukan Haneul

" Oke, kamu hanya harus mengikuti not yang tertulis di kertas ya Han dan lakukan seperti saat latihan. Ingat itu, jangan gugup. Eomma yakin kamu bisa melakukan Engan baik."

Hyejin menggenggam erat tangan Haneul. Sambil terus mengucapkan doa dalam hati, Hyejin bolak-balik melihat arloji yang melingkar di tangan kanannya.

" Eomma, perasaan bukan aku deh yang gugup tapi Eomma. Tenang saja, aku sudah sering melakukannya, aku juga sudah sering berlatih dengan baik."

Malam ini adalah malam dimana Haneul akan tampil sebagai pembuka diacara teater musik di salah satu teater musik. Teater Bobino, atau dalam sejarahnya dikenal sebagai Les Foiles Bobino. Menurut informasinya Bobino merupakan teater aula musik yang telah menampilkan sebagian besar nama besar musik perancis abad 20. Maka dari itu, Hyejin memang sedikit gugup. Tapi Haneul tidak, bocah berusia 7 tahun itu sangat tenang dan santai.

" Haah, kamu ini. Iya, iya Eomma tahu. Jangan lupa berdoa sebelum naik ke atas panggung, oke."

" Iya Eomma, Han tidak akan lupa."

Tepat pukul 07.30 malam waktu negara P. Tidak ada kata sambutan memang untuk dimulainya teater musik tersebut karena Haneul memang lah menjadi pembukanya. Haneul sudah berada di sisi kiri panggung dengan sebutan piano besar. Dia duduk di sana, dan saat lampu menyorotnya, tangan Haneul mulai menari indah di atas tuts piano. Alunan musik mulai memenuhi ruangan teater, semua ikut hanyut dalam melodi yang Haneul mainkan.

Apalagi lagi yang Haneul mainkan adalah lagu milik Edith Piaf yang berjudul La Vie En Rose. Lagu yang dirilis di tahun 1945 tepatnya setelah perang berakhir ini menceritakan tentang cinta dan kebahagiaan yang dirasakan saat sedang jatuh cinta. Semua orang tentu tahu lagu tersebut karena menjadi referensi internasional.

Deeenggg

Tuts terakhir ditekan oleh Haneul, tanda permainan piano nya selesai. Ia lalu berdiri dan membungkuk kepada para penonton yang datang, riuh suara tepuk tangan memenuhi teater. Tatapan kagum jelas bisa Haneul rasakan. Ia pun kembali masuk ke dalam dan menghembuskan nafas lega.

Di bangku penonton, Hyejin sungguh terharu. Matanya berkaca-kaca melihat penampilan Haneul. Dia tahu putranya sangat suka bermusik. Bukan hanya piano saja yang Haneul kuasai. Gitar, biola dan drum adalah alat musik yang bisa Haneul mainkan dengan sangat baik.

Hyejin kemudian bangkit dari kursi nya dan pergi menuju belakang stage. Mereka tentu akan pulang setelah Haneul selesai melakukan penampilan. " Kerja bagus sayang, Eomma bangga padamu nak."

" Terimakasih Eomma. Apakah kita akan langsung pulang."

" Ehmm, bagaimana kalau kita makan di luar. Sebelum berangkat tadi kita hanya sediiikiiit sekali maknanya."

Ajakan Hyejin tentu saja langsung disetujui oleh Haneul. Sudah lama mereka tidak makan di luar bersama. Dua bulan ini Hyejin sedang banyak sekali pekerjaan, dan ketika sampai di rumah ia tampak sudah lelah. Sedangkan Haneul pun begitu, sanggarnya sedang mempersiapkan sebuah pertunjukan besar di teater musik Alahambra. Itu adalah salah satu teater musik yang cukup menjadi favorit Haneul, dan cita-citanya adalah pergi untuk tampil di sana. Maka dari itu Haneul juga sibuk dengan latihan.

Kedua ibu dan anak itu langsung pergi meninggalkan teater, mereka harus menunggu hingga acara di sana selesai. Karena pada dasarnya tugas Haneul adalah sebagai pembuka.

Di sisi lain, tepatnya di bangku penonton, seorang pria tampak tersihir dengan penampilan yang baru saja ia saksikan. Matanya bahkan belum beranjak dari atas panggung, padahal orang yang melakukan pertunjukan sudah tidak ada di sana.

" Sayang, bagus kan? Aku yakin kamu tidak akan menyesal datang ke mari."

" Apa kita pernah bertemu anak itu, mengapa aku merasa seperti mengenalnya?"

Abelia menatap Sailendra dengan tatapan penuh keheranan. Jelas saja tidak, mereka bahkan baru 2 hari berada di kota ini. Jadi mana mungkin pernah bertemu dengan anak yang baru saja menampilkan kepandaiannya memainkan piano.

Ya, bocah yang Sailendara lihat adalah Haneul. Ketika Haneul muncul, matanya langsung tertuju ke sana. Hatinya seperti tertusuk sebuah belati, sakit. Rasanya begitu sakit saat melihat bocah laki-laki itu. Ia sendiri tidak tahu kenapa tapi itulah yang ia rasakan, bahkan mata Sai mulai mengembun.

" Eeh, kamu nangis Sai?"

" Tidak, mungkin bocah itu mengingatkan ku terhadap pasien yang pernah ku operasi tapi ternyata tetap tidak bisa bertahan. Dan sepertinya liburan kita akhiri di sini. Aku sudah memberi tiket pesawat. Kita akan kembali ke tanah air besok pagi-pagi sekali. Tapi jika kamu masih ingin di sini, maka tinggallah. Aku tidak bisa terlalu lama meninggalkan pasien-pasienku."

Abilla tidak menjawab, dari awal dia sudah yakin bahwa semuanya tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang ia harapkan. Inilah adalah ungkapan nyata dari ' ekspektasi tidak sesuai dengan realita', keinginan Abilla berlibur dengan tunangan di kota romantis adalah agar Sai bisa bersikap romantis juga terhadap dirinya, tapi semuanya hanyalah tinggal angan-angan saja. Sailendra Khalid Daneswara tetaplah datar seperti kanebo yang kering dan selalu teringat dengan pasiennya.

Sebenarnya Abilla memaklumi hal tersebut. Sai adalah pria berusia 34 tahun yang merupakan seorang dokter bedah toraks dan kardiovaskular. Bedah toraks dan kardiovaskular adalah tindakan medis berupa bedah pada dada ( Sumber: Wikipedia.org). Dan di Rumah Sakit Mitra Harapan, dokter bedah toraks masihlah sangat terbatas. Bahkan sekarang Sai pun masih mengambil gelar profesor agar bisa semakin ahli dalam bidang tersebut. Tapi Abilla juga wanita biasa yang kadang ingin dimanja, ia ingin sekali bisa menghabiskan waktu selayaknya pasangan pada umumnya.

" Bagaimana, kau mau tetap tinggal atau akan pulang. Kalau kau akan tetapi tinggal maka aku akan merescedul tiket pesawat milikmu," tanya Sai, saat ini keduanya sudah berad di depan pintu kamar yang mereka tinggali. Abilla di depan pintu kamar nya sendiri dan begitu pun juga Sai. Meeka tidak seperti apa yang kalian pikirkan ya, Sai tidak pernah setuju dengan ide tinggal bersama saat liburan begini meskipun mereka sudah menjadi tunangan.

" Haaah, aku akan tinggal. Masih banyak endorsment yang belum ku kerjakan di sini. Kau tahu kan bahwa aku di sini juga karena kerjaan."

" Oke, maka akan aku reschedul yakni di hari kau pulang. Besok aku akan langsung ke bandara. Jadi kau tidak perlu mengantarku. Tidurlah dengan nyaman."

Cekleek

Braaak

Dari suara pintu yang Abilla tutup, jelas sekali bahwa ia sangat kesal. Sai hanya menggeleng pelan lalu ikut masuk ke dalam kamar. Di kamar yang berbeda, Abilla melemparkan tasnya kemudian ia menangis tersedu. Ia menangis karena merasa lelah. Bertunangan sudah setahun dan siap untuk merencanakan pernikahan tapi Sai masih seperti itu dan tidak ada perubahannya sama sekali.

" Aku lelah, aku sungguh capek dengan kamu. Kamu sama sekali tidak bisa mengerti aku. Aku hanya ingin waktumu sebentar saja. Entahlah, jika begini apakah aku sanggup untuk melanjutkan apa yang sudah kita jalani selama ini. Hiks, aku sungguh lelah Sai hiks hiks hiks."

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!