Sayup-sayup sang fajar mulai terbit diiringi kumandang adzan subuh. Adriana mengerjapkan mata, mencoba bangun dari tidurnya untuk memenuhi kewajiban pada Illahi.
"Mas, bangun!" titah Adriana pada suaminya, yaitu Devin. Tangan mungil Adriana menggoyang-goyangkan bahu Devin untuk mengajak shollat subuh berjamaah seperti biasa.
"Hmmm masih ngantuk sayang." gumam Devin dalam keadaan mata masih terpejam. Tubuh Devin menggeliat, lalu meletakkan kepalanya di atas paha Adriana. Sudah menjadi kebiasaan buruk Devin tiap dibangunkan justru seenaknya ngusel di tubuh Adriana.
"Ayo bangun! Ambil wudhu! Sudah telat nih subuhnya." ujar Adriana sambil mengangkat kepala Devin di atas pahanya.
"Ihh... Mas susah banget ya kalau dibangunin." gerutu Adriana lagi. Wanita itu mulai sedikit kesal akan tingkah malas suaminya.
Cuppppp!
Tiba-tiba ciuman itu mendarat di kening Adriana. Rupanya Devin tahu kalau istrinya sudah mulai kesal.
"Istri Mas bawel banget nih." ujar Devin yang sudah bangkit dari tidur. Kemudian Devin mencubit hidung mancung Adriana, lalu beranjak ke toilet untuk mengambil air wudhu.
Akhirnya, mereka melaksanakan shollat subuh berjamaah. Kemudian Adriana menjabat tangan Devin, diciumnya punggung tangan Devin dengan penuh rasa hormat sebagai istri untuk suami.
•••
Tiba-tiba perut Adriana terasa mual. Entah kenapa beberapa hari ini Adriana sering merasakan mual di tiap pagi.
"Euuu... Euuu..." Adriana merasakan mual yang tak tertahankan. Ia berlari ke toilet akibat tak kuasa menahan mual, serta pening di kepalanya. Wajah Adriana pucat bercampur keringat dingin di dahinya.
"Sayang, kita ke dokter saja. Mas takut kamu kenapa-napa." ucap Devin yang ikut panik akan kondisi Adriana. Sebenarnya Adriana sudah merasakan tanda-tanda kehamilan. Namun, dia tidak ingin mengatakannya pada Devin sebelum Adriana memastikannya sendiri.
"Tidak usah Mas. Minum obat juga nanti sembuh." kilah Adriana yang menganggap enteng kondisi tubuhnya.
Devin menghela nafasnya dalam. Pria itu menyerah membujuk Adriana untuk pergi ke dokter. Kemudian Devin segera pergi ke dapur untuk membuatkan teh hangat tawar untuk Adriana, lalu memesan bubur ayam via online.
"Sayang gak usah ngantor dulu. Lihat wajah kamu pucat begini." ujar Devin yang masih menatap cemas wajah Adriana. Pria itu membelai dahi Adriana penuh sayang.
"Aku sudah enakan kok. Mas tenang saja, aku kuat ke kantor." Adriana masih berkilah di hadapan Devin. Adriana selalu lebih mementingkan urusan kantor dibandingkan kesehatannya sendiri.
"Kebiasaan! Lebih mengutamakan pekerjaan dari pada kesehatan sendiri." ucap Devin yang sedikit kesal akan sikap Adriana yang terlalu mementingkan pekerjaan.
"Projek desainku sudah deadline Mas. Kalau aku gak masuk nanti bisa berantakan." Adriana berusaha mengungkapkan alasannya yang masih ingin tetap pergi bekerja.
"Ya sudah. Tapi, Mas antar berangkatnya. Jangan bawa mobil sendiri!" tegas Devin yang masih takut akan kondisi istrinya. Kemudian Adriana menganggukkan kepala pertanda menuruti perintah Devin.
"Sun dulu dong!" ujar Devin sambil menunjuk pipi kanannya, berharap mendapatkan ciuman manja dari Adriana.
"Mesum!" pekik Adriana pada Devin. Wanita itu justru mencubit hidung mancung Devin dengan gemas.
"Sama istri sendiri kok mesum?" ucapan Devin berusaha menyudutkan Adriana.
Cupppp...
Ciuman dari Devin justru mendarat di pipi Adriana, membuat dirinya terkekeh malu-malu. Kemudian Adriana mencubit perut sixpack milik Devin dengan gaya manjanya di hadapan Devin.
•••
Mobil Devin sudah berada di depan kantor Permata Gallery. Devin segera turun dari mobil, lalu membukakan pintu mobil untuk istri tercintanya. Devin masih takut akan kondisi tubuh Adriana yang masih lemas.
"Mas aku kerja dulu ya. Mas hati-hati ke kantornya." ucap Adriana sebelum pamit dari Devin.
"Iya sayang. Jangan lupa diminum lagi obat mualnya. Jangan capek-capek! Selesai gak selesai, jam lima Mas jemput pulang." ucapan Devin sedikit mengancam Adriana. Ia takut Adriana akan lembur seperti biasanya.
"Iya. Ya sudah aku masuk dulu ya suamiku." ujar Adriana dengan seringai genitnya. Devinpun menganggukkan kepala diiringi senyum yang begitu manis untuk sang istri. Kemudian Adriana meraih tangan kanan Devin, mencium punggung tangan Devin sebelum dia memasuki kantor Permata Gallery.
Adriana memang sosok wanita karir berhijab yang begitu soleha sebagai istri. Banyak sekali lelaki yang iri pada Devin. Karena, Devin bisa mendapatkan wanita seperti Adriana. Tak terkecuali dengan sosok pria tinggi tegap yang baru saja turun dari mobil mewah di area parkir kantor Permata Gallery.
Interaksi sepasang suami istri antara Devin dan Adriana tadi tak luput dari pandangan lelaki yang usianya tidak beda jauh dengan Devin.
•••
"Pagi Pak Vian." sapa Adriana pada bos besar Permata Gallery. Tanpa Adriana ketahui pria tersebut sudah memperhatikan Adriana dari tadi, saat masih bersama Devin.
"Pagi Adriana." sahut Vian, bos besar di Permata Gallery.
"Adriana diantar suami berangkatnya ya?" tanya Vian sedikit mencoba basa-basi dengan Adriana.
"Iya Pak." jawab Adriana singkat, sementara Vian hanya tersenyum sesaat sambil menatap ke arah Adriana.
Di mata Vian, Adriana terlihat awet muda meski usianya sudah menginjak 27 tahun. Diam-diam Vian begitu kagum akan rumah tangga Adriana yang barusan dia lihat. Pemandangan suami istri yang terlihat harmonis di mata Vian saat melihat Adriana pamit pada Devin.
Jauh dalam lubuk hati Vian begitu mendambakan rumah tangganya seharmonis Adriana, sesoleha Adriana. Selama ini Vian tak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu dari istrinya sendiri.
•••
Happy reading di novel pertamaku 😉
Devin Aditya Pratama adalah sosok pemimpin perusahaan Pratama Group. Perusahaan yang bergerak di bidang property. Bisnis Pratama Group hampir mirip dengan bisnis Permata Gallery. Hanya saja, skala bisnis Pratama Group jauh lebih luas dibandingkan dengan Permata Gallery.
Sebenarnya kemampuan dan bakat Adriana sangatlah mumpuni untuk dapat bekerja di bawah naungan perusahaan Devin. Namun, Adriana tidak menginginkan untuk bekerja dalam satu perusahaan bersama suami. Adriana lebih memilih menyalurkan passionnya di Permata Gallery, jauh sebelum Adriana menikah dengan Devin.
Devin kini tengah sibuk di ruang kerja, mengecek beberapa dokumen, serta mempelajari materi meeting yang akan ia hadiri bersama investor. Walaupun sibuk, sesekali batin Devin teringat akan kondisi Adriana. Devin khawatir akan kondisi istrinya yang memaksa untuk tetap berangkat ke kantor.
Batin Devin tak pernah menyangka kalau dia akan mencintai Adriana sedalam ini. Padahal, pernikahan Devin dengan Adriana tidak berawal dari proses pacaran.
Mengingat masa pacaran, tiba-tiba benak Devin teringat peristiwa di masa lalu yang membuat Devin selalu dihantui oleh rasa bersalah.
Flashback on
Pipi Devin masih terasa panas akibat tamparan keras dari tangan ayahnya sendiri. Hans adalah ayah dari Devin. Sosok ayah yang sangat Devin hormati, kini dengan tega menampar Devin.
Hans tak kuasa menahan amarah akan putranya saat mendengar kabar bahwa Devin sudah menghamili kekasihnya di luar nikah.
Jauh dalam lubuk hati Devin beranggapan kalau Devin berhasil menghamili Jesika, hati Hans akan lunak. Namun, kenyataannya tidak. Hans justru meminta Jesika untuk menggugurkan kandungannya.
"Gugurkan kandungan Jesi!" pinta Hans pada Devin dengan mengeratkan rahang, pertanda amarah siap membuncah.
"Apa Ayah sebenci itu akan cinta kita?" tanya Devin yang mulai sedih akan sikap Hans. Sementara Hans hanya memicingkan pandangannya pada Devin. Pria paruh baya itu masih tidak sudi memberikan restunya untuk Devin bersama Jesika.
Andai Jesi ada disana, mungkin wanita itu sudah Hans seret ke dokter, lalu memaksa Jesi melakukan aborsi.
"Buka mata kamu Devin! Pratama Group hampir bangkrut karena ulah ayah Jesi." tegas Hans pada Devin. Hans berharap Devin mengerti alasan Hans yang tidak mau merestui hubungannya dengan Jesi.
Devin hanya tertunduk di hadapan Hans. Pikiran Devin menerawang, dia tak kuasa jika harus meninggalkan Jesi yang tengah hamil muda. Tentunya Jesi sangat membutuhkan kehadiran Devin.
Sejak dulu, gaya pacaran Devin dengan Jesi memang terlalu bebas. Kini perbuatan mereka membuahkan hasil, dan itu justru membuat Hans semakin murka pada Devin.
Flashback off
Tok... tok... tok...
Terdengar suara ketukan pintu dari ruangan Devin.
"Masuk!" sahut Devin. Pintu ruanganpun terbuka.
"Siang Pak." ternyata Lina yang datang memasuki ruangan Devin.
"Saya cuma mau menginformasikan pada Bapak kalau jadwal meeting diundur jam dua. Pak Willy terjebak macet Pak." ujar Lina yang langsung memberikan informasi jadwal meeting Devin.
"Baiklah Lin. Siapkan saja semua materi dan beberapa dokumen pendukung yang diperlukan untuk meeting." sahut Devin dengan wajah sedikit kecewa saat mendengar kedatangan rekan bisnisnya sedikit terlambat.
Lina adalah sekertaris handal Devin, wanita itu sudah sangat paham akan perintah Devin. Kemudian Lina kembali ke meja kerjanya, meninggalkan Devin seorang diri.
•••
Adriana nampak sibuk berkutat dengan komputer dan desain. Bulan ini terasa sangat berat bagi Adriana yang dibanjiri klien Permata Gallery. Banyak klien yang mempercayakan beberapa desain perusahaan mereka pada Permata Gallery. Sampai-sampai Adriana lupa mengisi perutnya. Padahal, jam makan siang sudah lewat.
"Adriana, lo gak makan?" tanya Selly, salah satu rekan kerja yang paling dekat dengan Adriana. Mungkin karena posisi meja mereka yang hanya dipisahkan satu skat kubikel, membuat mereka merasa lebih dekat satu sama lain secara emosional.
"Akhir-akhir ini gue sering mual Sell, bikin selera makan hilang." keluh Adriana yang masih berada di meja kerja miliknya. Awalnya Selly mengobrol terpisah di kubikel masing-masing. Namun, kini Selly langsung datang menghampiri meja Adriana.
"Apa lo hamil?" tanya Selly sambil mengusap perut rata Adriana.
"Gue juga berpikir begitu Sell. Tapi, gue takut." ada sedikit rasa takut dari raut wajah Adriana.
"Takut kenapa?" Selly langsung memotong ucapan Adriana yang masih ingin menyampaikan sesuatu pada Selly.
"Gak tahu Sell, tiba-tiba gue ngerasa takut ngadepin kehamilan." ucap Adriana dengan tatapan menerawang.
Sesaat Adriana berpikir, Adriana takut kehilangan karir di Permata Gallery. Adriana masih ingat betul keinginan Devin yang menyatakan kalau Adriana hamil, Devin hanya menginginkan Adriana berhenti bekerja jika Adriana sudah memiliki anak.
Devin hanya berpikir ketika mereka telah dikaruniai anak, Adriana cukup menjadi ibu rumah tangga seutuhnya di rumah.
Adriana hanya takut kalau Devin akan menghentikan mimpi dan semangatnya untuk tetap menjadi desainer konstruksi di Permata Gallery. Terbesit rasa takut akan bakatnya yang tak mampu tersalurkan lagi saat Adriana telah memiliki seorang anak.
•••
Klik like ya guys 😉
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Sesuai janjinya, Devin sudah menunggu di dalam mobil yang terparkir tepat di hadapan kantor Permata Gallery.
Adriana melangkahkan kaki menuju mobil Devin, menenteng tas tangan berwarna hijau tua, senada dengan blazer yang dipadukan dengan rok sepan hitam panjang. Stileto hitam yang Adriana kenakan semakin membuat kakinya terkesan jenjang.
Lelaki manapun tak akan lepas dari pandangan Adriana. Sekalipun mereka tahu status Adriana yang sudah menikah, tak mengurangi pesonanya di usia yang sudah matang.
Dibalik kemudi Devin sangat menikmati keindahan Adriana yang tengah berjalan menghampiri Devin. Hati Devin berdesir saat memandang istrinya dari kejauhan. Wanita anggun dengan hijab, sapuan make up tipis dengan warna lipstik coklat yang menjadi favorit Adriana.
"Istriku Adriana Larasati. Tak pernah kusangka kalau aku akan jatuh sedalam ini oleh pesonamu." gumam Devin sendirian di dalam mobil.
Harus Devin akui, pesona Adriana sudah menggantikan posisi Jesika di hati Devin. Apalagi Devin sudah meninggalkan Jesika selama empat tahun lamanya.
Devin merasa hidupnya jauh lebih baik setelah dia dipertemukan dengan Adriana oleh Hans. Hidup Devin yang penuh dunia malam, lupa akan Tuhan, berangsur menjadi pribadi yang lebih baik setelah Adriana hadir di hidupnya.
Wajar saja, jika Hans begitu menginginkan Adriana menjadi pendamping hidup putra semata wayangnya. Hans yakin kalau Adriana mampu membawa Devin ke arah hidup yang lebih baik.
"Assalamualaikum Mas." sapa Adriana sambil membuka pintu mobil, dan berhasil membuyarkan lamunan Devin.
"Hayo, Mas ngelamunin apa?" goda Adriana setelah mendapati Devin termenung dibalik kemudi. Pria itu hanya tersenyum mendengar pertanyaan Adriana yang sedikit menggodanya.
"Mas seharian tadi di kerjaan mikirin kondisi kamu sayang. Apa sebaiknya kita pergi ke dokter saja sekarang?" ternyata Devin masih khawatir akan kondisi Adriana. Devin yakin kalau Adriana belum sehat total.
"Aku sudah baikan Mas. Wajahku juga masih cantik kan?" kilah Adriana mengangkat jari telunjuk ke arah wajahnya sendiri.
"Narsis!" pekik Devin sambil mencubit hidung mancung Adriana.
"Ya sudah kita pulang saja. Tapi, beli makan dulu. Mas gak tega biarin kamu masak." akhirnya, Devin menyerah membujuk Adriana pergi ke dokter.
Rasa sayang Devin untuk Adriana memang benar-benar tulus, dia tak tega membiarkan wanitanya kelelahan untuk mengurus dirinya. Adriana menganggukkan kepala, pertanda setuju akan permintaan Devin.
•••
Selepas mandi Adriana sudah nampak segar dengan dress piyama selutut berwarna merah maroon. Hasrat Devin bergetar saat menatap tubuh mungil, kulit putih dengan rambut coklat yang Adriana ikat menyerupai kuncir kuda.
Devin menepuk-nepuk sofa di sampingnya, mengisyaratkan Adriana untuk duduk berdampingan. Wanita mungil itupun menghempaskan tubuhnya di samping Devin, membiarkan tubuhnya jatuh dalam pelukan Devin.
"Hmmm kalau sudah begini Mas gak tahan sayang." bisik Devin tepat di telinga Adriana.
"Aku cuma pengen manja-manja sama Mas ajah, lagian aku capek banget hari ini Mas." rajuk Adriana setelah berada dalam pelukan Devin.
"Pinter banget. Belum apa-apa sudah cari alasan, pake bilang capek lagi." gerutu Devin dengan mengeratkan pelukannya untuk Adriana. Devin tak hentinya mencium puncak kepala Adriana. Sementara Adriana terkekeh saat mendengar ocehan Devin, pipinya merah merona menahan malu di depan suaminya.
"Mas sangat bersyukur punya istri seperti kamu sayang." ujar Devin mengungkapkan kebahagiaan yang dimilikinya sekarang.
"Walaupun kita masih belum punya momongan Mas?" potong Adriana menghentikan kalimat Devin.
Rumah tangga mereka sudah menginjak tahun kedua. Namun, masih tak kunjung mendapatkan buah hati yang mereka impikan.
"Itu tidak jadi masalah sayang, yang terpenting kita bisa selalu seperti ini. Soal anak suatu saat Allah pasti akan kasih, selagi kita masih mau berusaha, dan berdoa." tutur Devin dengan bijaknya.
"Terimakasih ya Mas. Sudah mau sabar buat aku, sudah ada buat aku." ucap Adriana dengan tatapan lembut ke arah Devin.
"Iya sayang." balas Devin sambil mengecup puncak kepala Adriana penuh sayang.
Jauh dalam lubuk hati Devin tersirat rasa syukur dan bersalah. Devin bersyukur cintanya kini telah berlabuh dengan wanita yang tepat, wanita baik-baik yang sudah membuatnya semakin lupa akan Jesi. Wanita yang sudah membawanya hidup ke arah yang lebih baik. Namun, di sisi lain Devin sering bertanya-tanya akan kandungan Jesi. Itu membuat Devin selalu dihantui rasa bersalah.
Apapun keadaan Jesi sekarang, bagi Devin Adriana sudah berhasil mencuri hatinya, membuat Devin merasa nyaman berada di samping Adriana. Devin tak lagi merasakan rasa posesif seperti cintanya dulu terhadap Jesi. Mencintai Adriana terasa mendamaikan. Hubungan mereka mengalir di atas kepercayaan.
Maafkan aku Jes, hatiku kini sepenuhnya untuk Adriana.
Bisik Devin di dalam hatinya, menganggap Jesi hanya bagian dari masa lalunya.
•••
Flashback
Dua tahun lalu Hans mempercayakan salah satu projek pada Permata Gallery untuk perihal desain pembangunan hotel. Disanalah Hans memulai pertemuan pertamanya dengan Adriana. Saat itu Adriana datang ditemani Vian untuk membahas projek yang akan Hans percayakan pada perusahaan Vian.
Hans sudah terpesona saat melihat paras ayu yang dimiliki Adriana, apalagi Adriana yang begitu pas mengenakan hijab fashion ala wanita karir kekinian.
Entah kenapa hati Hans tiba-tiba berdesir, dan teringat akan putranya yang sudah menginjak usia 30 tahun. Namun, masih belum menikah. Hanya karena rasa cinta Devin yang terlalu dalam untuk Jesi. Devin tak lagi merasakan jatuh cinta pada wanita manapun setelah hubungannya bersama Jesi dipaksa putus oleh Hans.
Naluri orangtua memang tak pernah salah. Terbukti, Adriana adalah sosok gadis baik yang penuh kemandirian. Walau bukan berasal dari keluarga kelas atas, Adriana sudah lebih dari cukup untuk dijadikan sosok menantu idaman.
Semua informasi tentang Adriana sudah Hans dapatkan. Hingga akhirnya, Hans meminta Adriana untuk menemuinya di kantor dengan alasan pembahasan desain hotel. Ternyata, itu bukan semata pembahasan desain saja, itu hanya akal-akalan Hans untuk mempertemukan Devin dengan Adriana.
Sedikitpun Adriana tak pernah mengira akan rencana Hans, yang Adriana tahu hanya tentang bagaimana memberikan kemampuan desain terbaiknya untuk klien yang sudah mempercayakan pada Permata Gallery. Agar kliennya merasa puas akan desain yang diberikan oleh Adriana.
Flashback bersambung
•••
Tinggalin jejak jempol kalian ya 😉
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!