"Calya belikan aku roti!" Perintah seorang pria dengan baju seragam SMA yang seluruh kancingnya telah terlepas, rambutnya nampak merah karena terlalu sering berdiam di bawah terik matahari.
"Aku sedang mengerjakan tugas," Tolak Calya, dia menatap pria di hadapannya dengan kesal.
"Aku lapar, cepatlah! Meski kau terus belajar, IQ mu itu terbatas Calya." Pintanya meledek, tak ada pilihan, berbicara dengan preman sekolah itu hanya akan berakhir dengan derita saja, Calya pada akhirnya menuju mini market dan membeli beberapa roti.
Bharati Calya, adalah gadis cupu yang sering di ganggu oleh teman sekelasnya dulu. Namun setelah kehadiran seorang preman sekolah yang baru, semua orang tak berani lagi mengganggunya. Semua itu karena Calya harus rela jadi pelayan gratisan bagi pemuda tersebut.
Ingin menolak juga tak bisa, Alvin Bagaskara. Pria paling menyebalkan yang pernah ada di dunia, setiap hari pasti ada luka baru di tubuhnya, baik itu lecet, memar atau bahkan luka gores. Namun Alvin nampak biasa saja dan hampir setiap hari dia selalu bertengkar dengan yang lain.
Di sekolah tersebut tak ada yang berani menyinggung seorang Alvin, selain karena identitasnya yang tidak biasa. Alvin juga tidak akan segan-segan menyumpal mulut siapapun yang berani menentangnya.
"Ini rotinya," Calya kembali dan menyerahkan roti tersebut pada Alvin yang nampak tengah tertidur, Calya duduk di sebelahnya dan kembali belajar.
"Lo belum sarapankan? Lo makan aja rotinya, gue gak laper." Ucap Alvin memalingkan wajahnya, Calya terdiam dan kembali mengambil roti tersebut.
Begitulah Alvin, meski terkesan menyebalkan namun Alvin adalah satu-satunya orang yang mengetahui hampir seluruh kegiatan Calya. Selain karena ibunya adalah buruh cuci di rumah besarnya, dia juga sosok yang penuh perhatian meski sangat menyebalkan.
Kurang lebih seperti itulah masa sekolah Alvin dan Calya, sebelum akhirnya Ibu Calya kembali rujuk dengan suaminya saat Calya sudah lulus kuliah. Mereka juga akhirnya kembali pindah ke India dan menjalani hidup di sana.
.
.
.
Bharati Calya, seorang wanita berusia 29 tahun. Pengguna kaca mata besar, serta penampilan yang sungguh kolot. Dalam pakaiannya, dia tak pernah mencerminkan adanya pertumbuhan zaman.
Calya seorang wanita yang jarang bicara, dia hanya akan menjawab saat di tanya dan memilih diam saat adanya percakapan. Dia sosok yang sangat sulit berbaur dengan banyak orang.
Calya menjadi seorang petugas perpustakaan yang sudah sangat profesional, sejak awal Calya memang memiliki keinginan untuk menjadi Pustakawan. Hingga mimpinya bisa terwujud meski dia hanya lulusan S1 dari beasiswa.
Pagi itu senandung al-qur'an terdengar dari mulutnya saat subuh tiba. Hingga menuju siang hari dia akhirnya bangkit dan membantu sang Ibu di dapur.
Calya tinggal di sebuah apartemen tua bersama ibu, ayah dan adik perempuannya yang sudah berusia 25 tahun. Usia itu memang cukup matang untuk waktu bagi seorang gadis untuk menikah.
Pagi itu untuk ke sekian kalinya, keluarganya akan menyambut pria dalam rangka perjodohan. Adik Calya yang bernama Amita sudah siap menikah, namun tidak dengan Calya.
Usianya yang sudah terlalu tua, serta dunia kolotnya yang tidak pernah berubah membuat Calya sulit mendapatkan calon suami. Selama hidupnya, Calya memang tak pernah mengenal sebuah hubungan antara wanita dan pria.
Calya hidup dengan prinsipnya yang tua, namun saat ini hidupnya sedang di pertaruhkan. Calya harus menikah dengan pilihan orang tuanya dan harus memenuhi standar keinginan mereka.
"Calya, cepatlah berganti pakaian Nak." Seorang wanita setengah baya yang tak lain adalah Ibu Calya memberikan peringatan.
"Iya Ibu, aku akan segera berganti pakaian." Ujar Alya lemas, sudah puluhan kali gagal dalam perjodohan dan perjodohan kali ini, keluarga berharap sangat besar.
"Ayah, orang yang akan melamar hari ini katanya sudah sangat lama tinggal di Amerika, tidak sebaiknya kah aku memasak makanan khas mereka?" Tanya Nyonya Devi, Ibu Calya.
"Tidak perlu, Aditya saja yang datang tak memperdulikan hal itu. Dia sangat senang dan langsung meminta Amita untuk menjadi istrinya." Sangkal Tuan Khan, atau Ayah Calya. Sebuah telpon rumah berdering nyaring, memotong percakapan suami istri tersebut.
"Hallo?"
"Hallo, tentang janji kita dalam pertemuan kali ini. Sepertinya kita tidak perlu mengadakan perjodohan Tuan Khan." Suara dari sebrang telpon.
"Ya?"
"Putra saya sudah menyukai gadis yang kami pilihkan untuk pertama kali, I'm really sorry sir, saya tidak bermaksud mengingkari janji." Tuan Khan yang mendengar itu menghela nafas perlahan.
"Baiklah," Jawab Tuan Khan singkat.
"Kami sudah memilihkan 10 gadis terbaik sebelumnya, namun dalam pertemuan pertama dengan gadis pertama. Putra saya langsung jatuh hati," Jelas dari sebrang telpon.
"Baiklah," Jawab lagi Tuan Khan.
"Demikian dulu Tuan, salam." Ucap dari sebrang Telpon dengan suara putusnya sambungan tersebut.
"Bagaimana?" Tanya Nyonya Devi merasa khawatir.
"Pria itu sudah menjadi milik orang lain, sudahlah. Calya hari ini kamu kembali kerja saja, alasan cuti mu sudah batal." Ucap Tuan Khan, Calya yang sudah berganti pakian kembali masuk ke dalam kamarnya.
"Perjodohan kakak gagal?" Tanya seorang wanita dari dalam kamar tersebut dengan suara keras.
Calya tak menjawab dan memilih masuk ke dalam kamar yang di tempatinya dan sang adik itu, dia kembali berganti pakian dengan pakaian kerja dan mengambil barang yang biasa dia bawa untuk bekerja.
"Bu, jelaskan pada ku kenapa perjodohan Kakak batal?" Desak Amita, dia mendengarkan penjelasan sang Ibu dan langsung berbalik pada Calya.
"Kak! Berhentilah bersikap kolot seperti ini! Tak akan ada pria yang mau pada mu dengan dandanan kolot mu itu Kak!" Teriak Amita kesal, sudah sekian kali Calya gagal dalam perjodohan.
"Sudah cukup, bisakah Kakak mencari sendiri lelaki di luar sana? Aku lelah menunggu Kak!" Teriak lagi Amita, dia memang seharunya sudah menikah tahun lalu, namun Calya yang belum menikah mengharuskannya menunggu. Akan menjadi hal tabu bila mana serang adik yang menikah mendahului kakak perempuannya.
"Amita hentikan!" Tangan Amita di seret oleh Nyonya Devi menuju keluar kamar, namun suara teriakan Amita masih terdengar jelas di telinga Calya.
Sedangkan di lantai bawah kediaman itu, seorang pria bertelanjang dada dengan tato naga besar di punggungnya nampak tengah meneguk sebuah susu.
"Sayang, tadi malam hanya aku yang puas. Bisakah kamu memuaskan ku lagi hem?" Bisik seorang wanita yang muncul di belakang punggung pria itu.
"Hem," Jawabnya singkat, dia kembali meneguk susu tersebut hingga seseorang datang dari tangga lantai atas.
"Tuhan, kenapa kalian melakukan hal tak senonoh seperti ini di depan umum!" Teriak Tuan Khan tak kala melihat sepasang manusia yang tengah saling berciuman mesra itu.
Tak ada jawaban dari kedua manusia itu dan hanya menatap Tuan Khan dengan bingung, karena kondisi Tuan Khan yang mungkin tengah banyak masalah di tambah melihat hal tidak bermoral seperti itu, membuatnya menjadi sosok yang mudah marah.
"Hentikan! Anak zaman sekarang tak pernah tahu aturan yang ada di dunia. Ketidak sopanan macam apa ini!" Teriak Tuan Khan, dia berjalan ke arah dua manusia yang masih saling berpelukan itu.
Wanita yang merasa jenuh terus di teriaki itu memberikan isyarat dengan tangannya pada Tuan Khan untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka, dia juga seolah mengatakan dalam matanya. Apa urusannya dengan mu? Sebaiknya kau pergi saja dan jangan ganggu kami.
"Cih, benar-benar tak bermoral! Ayo Calya!" Tuan Khan benar-benar marah, Calya mengikuti langkah Tuan Khan. Namun, tatapan pria bertato itu nampak begitu tajam bahkan seperi tengah menguliti Calya saja. Tuan Khan keluar dari apartemen itu dengan perasaan benci dan mendatangi pusat pengelola apartemen tersebut.
"Ada apa Tuan Khan?" Sapa seorang petugas yang tengah memilah data di hadapannya.
"Apa-apaan tempat ini, kenapa kau memasukkan seorang pria dan wanita tak bermoral ke dalam area apartemen? Dia bahkan bertelanjang dada di dekat tangga, benar-benar tak memiliki sopan santun!" Ungkap Tuan Khan merasa kesal.
"Apa maksud mu penghuni nomo 20?" Tanya petugas itu.
"Ya, kenapa dia di tempatkan di sini?" Teriak lagi Tuan Khan.
"Karena dia sudah mendapatkan izin dari penghuni sebelumnya, dia memang seorang kriminal, hanya saja belum pernah menemui hari pahitnya hingga belum tertangkap oleh kepolisian." Terang petugas tersebut.
"Sudah tahu seorang kriminal, kenapa kalian memasukkan ke area apartemen ini!" Bentak Tuan Khan, petugas apartemen itu nampak terdiam.
"Sudahlah, ayo Calya! Taksi!" Teriak lagi Tuan Khan memberhentikan sebuah Taksi. Di dalam mobil aura suram nampak masih menyelimuti wajah Tuan Khan.
"Sejak kapan kau membaca puisi?" Singgung Tuan Khan saat melihat buku yang di baca oleh Calya.
"Buku rongsokan, bahkan tak akan menambah ilmu mu sedikit-pun." Ucap Tuan Khan lagi, sedangkan Calya yang memang tidak terlalu suka banyak bicara hanya terdiam seraya memasukkan buku itu kembali ke dalam tasnya.
Mereka sampai di depan sebuah perpustakaan Negara, Calya masuk ke dalam sana dan membiarkan sang Ayah untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke sebuah sekolah menengah. Ayah Calya adalah seorang guru, guru yang sangat temperamen dan mudah marah. Bahkan bukan hanya murid yang akan takut saat berhadapan dengan Tuan Khan, melainkan para guru seangkatannya saja akan memilih menghindar saat harus bertegur sapa dengannya.
Calya masuk kerja dan menyimpan barang-barangnya, seorang pria tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Syuut Calya?" Bisik pria itu, Calya mengangkat kepalanya dan tersenyum pada pria itu.
"Rach, ada apa?" Sapa Calya, dia adalah Rach sosok yang sangat berkesan dalam hidup Calya. Orang yang selalu bersikap baik pada siapapun dan juga selalu membuat dada Calya berdebar saat bersamanya.
"Kau tahu data yang kau berikan, atasan ku sangat menyukainya. Bahkan sekarang aku mendapatkan bonus tambahan dari perusahaan." Ucap Rach, Calya hanya tersenyum tulus.
"Sore ini akan ada acara amal di perusahaan, tapi salah seorang petugas kami yang akan menjadi badut beruang malah sakit. Calya, apakah kamu bisa membantu ku? Ku mohon, ini untuk amal Calya." Pinta Rach, Calya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Bagus sekali, terima kasih banyak Calya." Rach mengusap kepala Calya sebelum dirinya pergi dari sana, dada Calya terus bergemuruh saat sentuhan lembut di kepalanya itu terasa.
Bahkan saat Rach telah pergi dari sana, perasaan menyenagkan itu masih terasa di dada Calya. Calya tersenyum dan mulai mengerjakan tugasnya.
Seperti yang sudah di sepakati sebelumnya, Calya pada sore hari itu pada akhirnya datang ke Perusahaan Rach dan menjadi badut beruang yang menghibur anak-anak.
"Ck, lihatlah badut beruang ini. Sebenarnya apa yang Rach janjikan padanya hingga dia mau mengikuti keinginannya padahal saat ini adalah musim panas." Ucap seorang wanita yang menyinggung Calya.
"Ah, paling juga pelukan atau mungkin ciuman hahahah," Tawa yang lainnya, "Aku juga ingat dengan coklat valentine nikmat itu, bukankah beruang ini yang memberikannya? Terima kasih, Rach memberikan coklat itu pada seluruh orang di kantor, dan rasanya cukup enak." Tambahnya lagi.
Entah mengapa hati Calya menjadi sakit mendengar hal itu, coklat yang dia buat hingga membuatnya tidak tidur semalaman itu ternyata di bagikan oleh Rach begitu saja. Sakit sekali rasanya, padahal Calya membuatnya dengan penuh perasaan.
Calya pada akhirnya berlari menuju ke arah Lift, dia tak tahan berada di antara mereka yang terus mengolok-oloknya. Calya juga memiliki hati yang bisa terluka, dia berlari dan membuka kepala beruang-nya dan menangis sesenggukan.
"Hiks, hiks, tak apa Calya." Tegar Calya berusaha menguatkan dirinya sendiri, hingga lift kembali terbuka dan seorang pria nampak masuk dan membawa secuir kertas. Calya langsung menghapus air matanya dan menutupkan kepala boneka beruang yang sempat dia buka sebelumnya.
Srret!
Lift tiba-tiba saja berhenti dan membuat pria itu langsung memanggil pihak bantuan, dia juga langsung menghubungi petugas dari lift itu. Pria itu sudah kepanasan, selain karena musim panas yang luar biasa di India, dia juga memang sosok yang sangat tidak suka udara panas.
Kertas di tangannya sudah dia gunakan kipas hingga wajahnya nampak memerah akibat kepanasan, pria itu melepaskan bajunya dan mengipas-ngipaskan atasannya itu pada tubuhnya yang di penuhi keringat.
"Hei, kau tidak kepanasan? Buka baju mu." Ucap pria itu yang tahu bila berada di dalam boneka beruang seperti itu pastilah sangat menyiksa. Calya sontak menggelengkan kepalanya, sedangkan sosok pria itu hanya mengangkat bahu setelahnya.
Pria bertato naga besar di punggungnya itu adalah orang yang tadi pagi di teriaki oleh sang Ayah, Calya juga mendengar bila pria itu adalah adalah seorang kriminal. Calya merasa takut sekali saat itu, jadi dia tak ingin membuka boneka beruang-nya.
Pria itu nampak sudah sangat kepanasan hingga akhirnya memutuskan untuk membuka celananya juga, namun Calya langsung membuka penutup kepalanya saat pria itu akan kembali berulah.
"Hentikan! Apa yang kamu lakukan?" Teriak Calya menutup wajahnya sendiri karena malu.
"Sh*it!" Umpat pria itu dan memakai kembali celananya yang sudah hampir dia lepaskan akibat kepanasan.
"I’m so sorry for this, aku pikir beruang dalam perayaan adalah laki-laki, karena biasanya yang menggunakan pakaian beruang adalah laki-laki." Ucapnya, namun dia juga sempat memberikan senyum kecil pada Calya.
"Ok, no problem. Tapi tolong pakai lagi pakaian mu." Calya menunjuk baju pria itu yang telah berada di lantai lift.
"Sorry, apa kamu tidak kepanasan? Sebaiknya kamu buka baju beruang itu, itu sungguh sangat panas bukan?" Pria itu memberikan usulan.
Calya akhirnya menyetujui saran dari pria itu, dia berusaha meraih retsleting baju beruang itu namun sangat sulit, pria itu sadar bila Calya tengah dalam kesulitan.
"Berbalik," Ucap pria itu, Calya yang menyadari niat baik pria itu akhirnya berbalik. Pria itu membantu Calya dan tak lama kemudian lift kembali berfungsi.
Keduanya saling bersitatap dan pada akhirnya wajah Calya nampak kembali sendu, Pria itu nampak terdiam dan membantu Calya membawa kepala beruang-nya. Keduanya keluar dari dalam lift namun Calya kembali menangis dan berlari menuju ke Perpustakaan tempatnya bekerja yang memang saling berhadapan dengan tempat Rach bekerja.
"Hi, are you ok?" Tanya pria itu lagi, dia mengulurkan tangannya.
"Aku Alvin, sepertinya kamu sudah melupakan aku ya?" Ucap Alvin, Calya terdiam sejenak dan langsung mengusap air matanya dengan kasar.
"Siapa yang lupa? Lagi pula kamu itu orang yang selalu melakukan hal aneh dan pembuat onar! Siapa yang akan melupakan pria yang sering mengganggu seperti mu!" Umpat Calya, Alvin tertawa mendengar jawaban Calya.
"Yah, setidaknya aku masih selalu berada di fikiran mu." Alvin angkat bahu dan menyerahkan kepala boneka beruang itu pada Calya.
"Oh ya, kamu bisa tidak memberikan aku sebuah referensi bacaan?" Calya menghela nafas dan mengambil sebuah buku dan di berikan pada Alvin.
"Ini bagus untuk mu," Ucap Calya, Alvin mengangguk dan akhirnya berlalu dari tempat itu begitu saja.
Keesokan harinya Alvin kembali ke perpustakaan itu, dia meminjam buku dan hampir setiap hari setelahnya dia melakukan itu. Hingga satu minggu berlalu dan siang itu, Calya yang sang Ayah akan melakukan sebuah festival di jalanan. Namun, mereka di kejutkan dengan suara terikan seseorang dari bawah lantai rumah mereka.
"Si*alan!" Teriak wanita itu, Calya dan Tuan Khan yang akan pergi hanya diam tak berbicara. Bahkan Tuan Khan yang temperamen saja diam saat menyaksikan wanita itu mengamuk bak kesetanan.
"Aku harap kau mati saja Alvin! Kau gila!" Teriaknya lagi, Calya masih terdiam.
"Aku tak akan pernah mau bersama mu lagi, Never! Never! Never!" Teriaknya lagi, Calya juga di teriaki saat itu, termasuk juga Tuan Khan.
Sedangkan di balik pintu, Alvin nampak tak perduli sama sekali dan malah membaca buku yang dia pinjam dari perpustakaan tempat Calya bekerja.
Hingga akhirnya Calya mengikuti festival dan pulang ke rumahnya, di sela makan siang Tuan Khan pada akhirnya mengatakan sesuatu.
"Malam ini Adit akan membawa temannya ke rumah, dia memiliki pendidikan yang tinggi." Ucap Tuan Khan.
"Tapi malam ini, bukankah kalian tidak akan ada di rumah?" Tanya Calya, Tuan Khan menganggukkan kepalanya.
"Ya, aku memang tidak akan ada di rumah. Ini sudah ke sekian kalinya Calya, bila kamu takut hal yang kau bayangkan terjadi maka biarkan saja terjadi." Calya memelototkan matanya mendengar ucapan sang Ayah.
"Dia pria yang baik Ayah, aku dan Aditiya sering bertemu dengannya." Tambah adik Calya, pada akhirnya Calya terdiam dan tak ingin memperpanjang masalah lagi.
Aditiya adalah kekasih Amita, mereka harus menikah namun Amita tak dapat melangkahi Calya sebagai adik. Pada akhinya Amita meminta Aditiya untuk membawa salah satu temannya untuk di kenalkan pada Calya, Aditiya setuju dan pada akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu.
Malam itu Calya seperti biasa, dia tak berdandan layaknya Amita. Saat suara bel pintu rumah mereka berbunyi, Amita dengan semangat membukakan pintu rumah itu dan melihat sang kekasih di sana.
"Selamat malam sayang," Sapa Aditiya, Amita tersenyum dan memeluk sang kekasih dia mempersilahkan Sanjay orang yang akan di kenalkan pada Calya untuk duduk.
Sanjay duduk bersama dengan Aditiya, sedangkan Amita memanggil sang Calya yang nampaknya merasa gugup. Suasana di sana juga nampaknya tidak canggung.
"Sanjay, kenalkan ini Kakak ku." Ucap Amita, mereka bersalaman dan duduk. Calya yang tidak terlalu suka berbicara hanya mendengarkan saja, karena Amita adalah sosok yang sangat aktif dalam berbicara hinga meski Calya tak banyak bicara sekalipun keadaan masih terasa hangat.
Pertemuan mereka selesai, namun Sanjay nampaknya tak menyukai Calya. Mereka pulang dan ponsel Sanjay tertinggal di kediaman Calya.
"Calya, lihatlah bukankah ini ponsel Sanjay? Kamu sebaiknya kembalikan ponsel ini padanya Calya." Usul Amita saat menyerahkan ponsel itu pada Calya.
Calya tersenyum, dalam romansa perfileman seorang pria biasanya meninggalkan sesuatu dan kemudian si wanita berusaha mengembalikannya, mereka akan tertarik satu sama lain setelahnya.
Calya sudah membayangkan romansa itu terjadi padanya, dia merapikan pakaiannya dan berjalan menuju ke bawah unit apartemennya. Hingga Calya akhirnya sampai di parkiran.
"Aditiya, kenapa kamu memperkenalkan wanita kolot sepeeti itu pada ku? Kamu enak, bisa pacaran dengan sang adik yang sangat cantik, sedangkan aku? Wanita itu seperti bibi-bibi!" Terdengar suara Sanjay, serta umpatannya pada Calya.
"Hei ayolah bantu aku, aku harus menikah dengan Amita namun Calya adalah penghalang dalam hubungan kami. Calya sudah di tolak oleh 10 pria sebelum kamu." Ucap Aditiya, Calya merasakan hatinya sesak sejenak.
"Are you crazy? kamu memperkenalkan wanita seperti itu pada ku, gila!" Umatnya, Calya semakin merasa sesak. Air matanya bahkan kini jatuh beruraian.
Alvin nampak datang dengan dua keresek besar makanan dan perlengkapannya, dia menatap Calya dan mendengarkan percakapan kedua pria itu. Calya semakin mundur dan akhirnya menubruk tubuh Alvin.
"Aw!" Keluh Alvin, Calya langsung berbalik dan melihat Alvin yang ringkih dengan barang bawaannya.
"Maafkan aku, a-aku tidak sengaja." Ucap Calya, Alvin mengangkat bahunya karena mulutnya di penuhi dengan coklat.
"Aku bantu," Calya mengambil satu keresek besar belanjaan Alvin dan merekapun berjalan menuju ke kamar Alvin, Alvin mengeluarkan sebuah coklat dari tas belanjaannya.
"Makan ini, aku tidak punya sapu tangan." Ucap Alvin jenaka, Calya tersenyum dan kembali ke kediamannya.
Calya masuk dengan wajah yang kusut, dia menyerahkan ponsel Sanjay pada Amita hingga membuat wanita itu nampak kebingungan.
"Kenapa kamu memberi tahu pada Aditiya bila aku sudah di tolak sebanyak 10 kali?" Tanya Calya berusaha sabar meski air matanya telah jatuh beruraian.
"Aku harus apa Calya? Aditiya akan pergi ke luar Negri dalam waktu 1 bulan lagi. Bila aku tidak menikah dengannya dalam waktu satu bulan ini maka dia akan meninggalkan ku Calya! Aku harus apa Calya? Aku tak ingin di pisahkan sari cinta ku!" Teriak Amita, Calya yang memang sosok penyabar lansung memeluk Amita.
"Maafkan aku Amita, maaf. Aku akan berusaha, aku mohon maafkan aku." Ucap Calya lagi, Amita akhinya berbalik memeluk Calya.
"Maafkan aku Amita, percayalah pada ku. Aku akan melakukan yang terbaik." Ungkap Calya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!