NovelToon NovelToon

Alone

Alone 1

Perkenalkan gue Arkan. Anak kedua dari tiga bersaudara. Abang gue namanya Arief. Bang Arief adalah kesayangan bunda kami. Adik gue Arhan, si bungsu yang sangat di manja dan kesayangan semua orang terutama Ayah kami. Yah... singkatnya Abang dan adik gue adalah kesayangan orang tua gue. Sedangkan Gue? Gue adalah anak tengah yang keberadaannya seringkali di abaikan oleh mereka.

Sebagai anak tengah, gue harus selalu menghormati abang gue. Dan harus selalu mengalah pada adik gue. Selain sering dibanding-bandingkan dengan bang Arief. Gue juga dituntut untuk serba bisa dan mandiri. Dari A sampai Z gue harus bisa hadapi sendiri tidak boleh membantah ataupun mengeluh. Gue minta tolong pun... percuma! Tidak ada seorangpun di mansion ini yang akan membantuku atau sekedar memberikan saran padaku.

Azel, ayah gue. Memiliki sikap tegas, keras, disiplin, dan tidak suka di bantah oleh orang. Ayah pun seringkali melakukan kekerasan fisik pada gue saat gue berbuat kesalahan. Walaupun itu hanya menumpahkan segelas air tanpa sengaja, umpatan dan pukulan sudah pasti melayang ke arah gue. Tapi, Ayah Azel tidak seperti itu kepada abang dan adik gue. Terutama adik gue Arhan, anak kesayangannya.

Renata, ibu gue. Bunda, panggilan kami padanya. Bunda adalah seorang wanita karir dan mandiri. Bunda sering kali menutup sebelah matanya saat Ayah Azel memarahi ataupun memukul gue, anak keduanya. Bahkan bunda pun selalu mematahkan mental gue dengan terus membanding-bandingkan gue dengan bang Arief, yang menjadi putra kebanggaan bagi ibu gue.

Arief, abang gue. Sekaligus putra sulung keluarga Pratama. Menjabat sebagai direktur pemasaran di perusahaan milik ayah kami. Bang Arief, sedikit cuek dan dingin. Namun itu tidak berlaku buat adik gue, Arhan.

Arhan, adik gue. Putra bungsu keluarga Pratama. Hanya selisih 1 tahun dari gue. Namun perlakuan yang gue dan Arhan dapatkan sangatlah berbeda jauh. Arhan yang menjadi kesayangan semua orang. Sedangkan gue adalah anak yang keberadaannya seringkali di abaikan oleh semua orang.

...ℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱ...

Pyaar! Suara gelas jatuh memenuhi ruang makan di mansion keluarga Pratama.

“Arkan tidak bisakah kau lebih berhati-hati??” Ujar Renata pada putra keduanya.

“Yak...iisshh gara-gara Lu lihat sepatu gue jadi basah!!” Teriak Arief pada Arkan.

“Sorry bang, gue gak sengaja....” Ujar Arkan sambil berjongkok mengelap sepatu Arief.

“Berdiri!!” Titah Azel pada Arkan.

“Ya Ayah...”

“Tanganmu!!”

Arkan segera membuka kedua telapak tangannya.

Ctass...

Ctass...

Azel memukul telapak tangan Arkan dengan kayu rotan yang selalu ada di mansion itu. Tidak ada teriakan atau erangan sedikitpun dari Arkan... meskipun pukulan sang ayah meninggalkan bekas merah di telapak tangannya. Arkan menahan rasa sakit dalam diamnya.... Karena Arkan tahu tidak akan ada yang peduli dengan rasa sakit yang dia rasakan.

“Sudah jangan pasang wajah menyedihkan seperti itu, bersihkan semua serpihan gelas dan juga air yang ada di lantai.” Ujar Renata pada Arkan, saat sang suami selesai memukuli sang anak.

“Heran deh... punya abang kerjaannya cari perhatian mulu, gak capek apa lu cari muka terus??” Ujar Arhan.

“Selalu saja buat masalah. Capek gue, tau gak?! Tiap hari liat kelakuan Lo!” Lanjutnya.

“Harusnya sebagai abang kamu memberi contoh yang baik buat adik kamu, lihat abangmu Arief. Dia tidak pernah membuat masalah, sedangkan kamu? Tidak pernah belajar dari kesalahan. Selalu saja membuat masalah.” Ujar Ayah Azel.

“Lagi, lagi-lagi selalu saja seperti ini.” Batin Arkan.

“Iya... Arkan minta maaf...” Ujar Arkan,

dengan tersengal-sengal sembari memungut serpihan gelas, dengan tangannya yang gemetar menahan rasa kecewa dan sakit hati atas perlakuan tidak adil yang dirinya terima dari kedua orang tuanya.

“Ada apa dengan kalian? Gue menyayangi kalian semua. Tapi... mengapa kalian semua bersikap seolah-olah membenciku? Tiap hari kalian selalu menghajar fisik serta mentalku habis-habisan. Setidak berharganya kah diri ini di mata kalian? Apa kalian tahu? Sangat menyakitkan bagiku diasingkan oleh keluarga sendiri....” Monolog arkan.

...ℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱ...

Alone 2

“Lagi apa Han?” Tanya Arief sambil melingkarkan tangannya di pundak adik bungsunya, Arhan.

“Main game bang...”

“Abang baru pulang kerja?” Tanya Arhan yang masih fokus pada ponselnya.

“Iya. Kamu sudah makan? Jangan main game... terus.” Ujar Arief sambil menarik ponsel Arhan.

“Eh! Bang Arief, jangan gitu dong....” Ujar Arhan memelas pada Arief.

“Bang Arief, itu ponsel Arhan balikin dong.” Lanjutnya sambil berusaha meraih ponselnya yang di sembunyikan di belakang punggung Abangnya.

“Tenang Abang bantu dek.” Celetuk Arkan langsung memegang tangan Arief.

“Apaan sih Lu! Main ikutan aja.” Ketus Arief pada Arkan.

“Gue... cuma mau bantuin adek. Kan tugas abang harus bantuin adiknya, bener gak Han?”

“Bener banget.... Hap!” Jawab Arhan dan langsung merebut ponsel dari tangan Arief.

Arief tidak ingin menanggapi ucapan Arkan. Ia hanya mengabaikan keberadaaan adiknya itu. Dan hanya berbicara dengan Arhan, adik bungsunya.

“Han, mau makan apa? Biar abang yang masakin. Bunda hari ini ada kerjaan ke luar kota jadi gak pulang.” Tanya Arief.

“Enggak ah lagi males.” Jawab Arhan.

“Gue mau bang. Gue dah laper banget, masakin apa aja deh terserah abang.” Jawab Arkan bersemangat.

“Lu masak aja sendiri. Lu punya dua tangan dan dua kaki kan?!’ Ujar Arief.

“Tadi abang nawarin Arhan. Apa bedanya sih bang, gue kan juga adiknya abang?”

“Eh, Lo udah gede. Lu bisa ngurus diri lu sendiri.” Dingin Arief.

“Sudahlah! Gue mau mandi, buang-buang waktu ngomong sama Lu.” Lanjutnya berlalu pergi.

“Gue juga mau ke kamar lah.” Ujar Arhan beranjak dari sofa dan mengikuti Arief.

“Makan ya... Abang masakin.” Bujuk Arief lagi sambil memeluk adik bungsunya.

“Terserah Abang lah....” Pasrah Arhan.

“Gue tidak iri... gue baik-baik saja.” Gumam Arkan yang melihat perlakuan khusus Arief pada Arhan.

“Mengapa harus di bedain sih Bang? Gue dan Arhan hanya selisih satu tahun. Abang selalu memperlakukan Arhan dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tapi... dengan gue, Bang Arief seperti berhadapan dengan musuh....” Ungkap Arkan sembari tersenyum getir melihat keduanya dari belakang.

“Sebenarnya apa salah gue, sehingga semua orang bersikap acuh sama gue? Apa gue harus sekarat dulu agar dapat perhatian dari kalian....” Batin Arkan.

...ℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱ...

“Pagi Ayah.” Sapa Arkan yang melihat Ayah Azel saat menuju ruang makan.

Namun sapaannya itu tidak mendapatkan balasan dari sang ayah. Sang ayah hanya fokus dengan laptop dihadapannya.

“Mengapa tidak ada makanan di meja, Yah?” Tanya Arkan pelan, sambil memegangi perutnya yang sudah keroncongan.

“Kamu tidak lihat Ayah sedang sibuk? Masaklah sendiri. Kau itu selalu saja membuat Ayah kesal.” Ujar Ayah Azel dengan kesal.

“Baiklah...”

“Apa ada yang salah ya, dengan ucapan gue? Pagi-pagi langsung kena semprot aja... huft...” Gumam Arkan berlalu menuju dapur.

“Ya ampun... apa ini?”

Arkan menghela napas panjang melihat penampakan dapur yang sangat berantakan dan semua alat masak kotor semua belum di cuci. Arkan mulai dengan membersihkan sampah yang ada dan mencuci semua peralatan kotor. Setelah itu Arkan mulai memasak makanan untuk sarapan semua orang. Setelah semuanya selesai Arkan menata makanan di meja.

“Bang dimana ayah? Sarapannya sudah siap.” Tanya Arkan pada Arief yang baru turun dari kamarnya.

“Sudah berangkat kali.” Jawab Arief datar.

Arkan mengangguk.

“Ayo Bang sarapan bareng gue sudah masak banyak.” Ajak Arkan.

“Lo makan saja sendiri. Gue gak nafsu sama masakan Lo.” Cibir Arief.

“Coba dulu lah Bang. Gue dah capek masak ini semua. Pasti enak kok.” Bujuk Arkan menahan tangan Arief yang hendak pergi.

Arief menepis kasar tangan Arkan.

“Lagian siapa yang nyuruh lo masak? Habisin saja sendiri.” Ujarnya.

“Yasudah kalau begitu gue makan bareng Arhan saja.”

“Arhan sudah berangkat dari tadi.” Ujar Arief berlalu pergi.

Arkan terdiam mencerna ucapan Abangnya sebelum menghentikannya.

“Abang tunggu! Kalau Arhan sudah berangkat, terus gue ke kampus naik apa Bang?”

“Lu punya kaki, gunanya buat apa hah!? Manja benget jadi anak!” Bentak Arief, dan pergi begitu saja.

Arkan hanya terdiam mendengar bentakan Abangnya itu dan tanpa terasa bulir hangat mulai menetes jatuh di pipinya.

“Jika memang kehadiran ku sudah tidak di inginkan mengapa kau tidak menjemput ku saja tuhan? Apa yang ku lakukan tak pernah sedikitpun, membuka celah sedikit saja di hati mereka untukku. Tuhan... Aku tahu kau pasti marah jika aku pulang sendiri, tapi kapan engkau akan datang menjemput ku? Sakit, sakit rasanya... selalu di perlakukan seperti ini Tuhan.” Batin Arkan dengan air mata yang terus mengalir.

Skip di Kampus🏬

“Hei Shalwa, apa kau sudah makan? Aku bawa makanan banyak dari rumah.” Tanya Arkan.

Seperti biasa, Arkan masih bisa tetap tersenyum seperti tidak pernah terjadi apa-apa padanya di mansion.

“Belum. Tau saja kalau gue sedang lapar.” Jawab Shalwa.

Shalwa Aditama. Wanita cantik ini adalah kekasih Arkan, mereka menjalani hubungan back street. Karena Shalwa adalah adik dari sahabat Arkan yaitu, Ikhsan Aditama. Yang dimana Ikhsan melarang adik perempuan satu-satunya itu untuk pacaran.

“Tapi sebentar lagi mata kuliah pertama gue mulai. Gue bawa aja yah.” Ujarnya mengambil kotak makanan dari tangan Arkan.

“Jangan Lupa di makan ya. Itu gue sendiri loh yang masak, di habisin ya sayang.” Ujar Arkan dengan senyuman.

“Iya sayang, gue masuk dulu ya. Bye...” Shalwa berlalu pergi dari hadapan Arkan.

Skip Ruang Kelas.

“Tumben kamu bawa bekal? Mau dong....” Celetuk Arhan pada Shalwa.

“Ini, makan saja.” Shalwa memberikan sumpit yang lain pada Arhan.

“Suapi dong... aaa.” Ujarnya sambil membuka mulut.

“Lu itu ya, di beri hati minta jantung. Udah di kasih minta di suapi pula.” Gerutu Shalwa.

“Kamu itu menggemaskan sekali kalau sedang kesal. Sini... biar aku yang suapi kamu.”

“Gak mau!! Gue bisa makan sendiri.”

“Jangan marah begitu. Nanti cantiknya hilang loh... ayo aaa...”

Shalwa akhirnya menyerah dan menerima suapan dari Arhan. Dan semua adegan itu tanpa sengaja di lihat oleh Arkan. Dan berhasil membuat hati Arkan berdenyut sakit.

“Apakah Arhan menyukai Shalwa? Gue tau mereka bersahabat tapi apakah tindakannya itu wajar?” Gumam Arkan.

Di Mansion 🏠

Sepulang kampus tadi, Arkan mondar-mandir di depan kamar adiknya, Arhan. Sebelum akhirnya Arkan memberanikan dirinya untuk masuk ke dalam kamar adiknya. Seperti yang Arkan pikirkan. Di kamar Arhan ada beberapa foto Shalwa dan bahkan ada satu figura dimana Arhan menyandingkan foto dirinya dan juga Shalwa.

“Sedang apa Lo di sini?” Tanya Arhan yang masuk ke dalam kamarnya.

“Han apa Lo menyukai Shalwa, atau jangan-jangan kalian sudah bersama?” Tanya Arkan menyelidiki.

“Bukan urusan lo.” Jawab Arhan ketus.

“Abang akan membantumu untuk dekat dengan Shalwa, jika kamu suka sama dia karena abang tau banyak tentang Shalwa dari abangnya.” Ujar Arhan berbohong.

“Sungguh?”

“Iya, jadi benar kau menyukai Shalwa?” Tanya Arkan lagi memastikan.

“Bukan suka lagi, tapi gue sangat mencintainya.” Ujar Arhan bersemangat.

“Tapi sepertinya Shalwa tidak tertarik sama gue.” Lanjutnya dengan menunduk.

“Jangan sedih, Abang akan bantu kamu untuk mendapatkan hatinya. Tapi... ada syaratnya. Kau harus selalu ada di sisi Shalwa dan buatlah dia selalu tersenyum dan bahagia, bagaimana?”

“Itu pasti, gue akan selalu ada di samping Shalwa apa pun yang terjadi.” Ujar Arhan menyetujui Arkan.

“Maafkan aku Shalwa. Aku tidak bisa merampas kebahagian adikku dan bahagia di atas penderitaannya.” Batin Arkan melihat senyum bahagia di wajah adiknya.

...ℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱ...

Alone 3

Setelah pembicaraannya dengan Arhan di sore hari tadi. Kini, Arkan duduk di sisi tempat tidurnya, sambil memandangi isi galeri di ponselnya.

“Shalwa, aku harap kau tetap bahagia meskipun tidak bersamaku nanti. Maaf, maafkan aku.... Aku akan membuatmu melupakanku secara perlahan hingga kau tidak merasakan rasa sakit ataupun patah hati....” Monolog Arkan sambil melihat foto-foto kebersamaannya dengan kekasihnya, Shalwa.

“Aku yang akan menanggung rasa sakit itu sendiri.... Meskipun aku berkata, jika aku rela jika kau bersama arhan. Tapi... tetap saja hati ini terasa sangat sakit, karena aku sangat mencintaimu Shalwa....” Lanjutnya.

Arkan terisak seorang diri di dalam kamarnya, hingga tanpa sadar dirinya tertidur.

...ℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱ...

Sinar matahari pagi yang masuk lewat celah jendela kamar, berhasil membangunkan Arkan dari tidurnya.

“Argh.... Mengapa kepala gue sakit banget, badan gue juga kok rasanya gak nyaman gini.”

Arkan segera mengobrak-abrik laci di samping tempat tidurnya mencari sesuatu. Arkan menemukan termometer dan segera mengukur suhu tubuhnya.

“Yahishhh... 40°C.” Decaknya melihat hasil yang ditunjukkan alat termometer.

Sembari mengusap-usap keningnya yang terasa begitu berat. Arkan bangun dari tempat tidurnya.

“Gue harus ke rumah sakit, tapi gue gak punya uang.” Ujarnya sambil berjalan dengan linglung.

Baru saja ingin membuka pintu kamarnya untuk pergi meminta uang pada sang ayah, tiba-tiba ada panggilan masuk di ponselnya.

📱“Halo....” Ujar Arkan.

📱“Halo, Arkan.”

📱“Ya Ayah.” Balas Arkan, ternyata ayahnya lah yang menelpon.

📱“Arkan, ayah lupa membawa paspor dan tiket pesawat. Cepat antarkan ke bandara!!” Titah Azel diseberang sana.

📱"Tapi Arkan sedang-”

📱“Cepat! Jangan banyak alasan. Paspor dan tiketnya ada di meja kerja ayah, ayah tunggu di bandara sekarang juga. CEPAT!!” Potong Azel cepat dan langsung mematikan panggilannya.

Tut....tut....tut....

📱“Baik ayah....” Ujar Arkan meski telponnya telah di putus secara sepihak oleh ayahnya.

Meskipun dalam keadaaan sakit. Arkan tetap melakukan yang di minta yaitu, mengantarkan paspor dan tiket pesawat milik sang ayah ke bandara.

Bandara✈️

Setelah turun dari taxi, Arkan segera melihat sang Ayah. Azel yang terlihat menunggu dengan gusar di depan pintu masuk bandara. Arkan yang melihatnya pun segera menghampiri Ayahnya.

“Ayah... ini tiketnya.”

“Kemana saja kau hah!”

“Cuma di suruh begini saja lama sekali!”

“Dasar lamban!”

Azel terus saja membentak Arkan, hingga semua mata pun tertuju padanya. Meski di bentak seperti itu oleh ayahnya, Arkan tetap saja diam tanpa melawan.

Beberapa saat kemudian, Arkan yang melihat emosi ayahnya telah redam dan ayahnya sekarang sedang mengecek semua berkas penerbangannya. Arkan dengan sedikit ragu mencoba untuk meminta uang pada sang ayah.

“Ayah... Arkan ingin minta uang un-” Belum selesai Arkan menyelesaikan kalimatnya, sang ayah sudah berteriak dan memukul kepalanya mengunakan paspor yang ia pegang.

“Yakh! Dasar anak kurang ajar! Hanya diminta untuk mengantar tiket sudah minta imbalan!”

“Bisa-bisanya kau meminta imbalan pada ayahmu sendiri. Kau tau, berapa uang yang sudah ku keluarkan untuk membesarkan mu?!” Ujarnya lagi.

“Untuk biaya pendidikan dan juga untuk memenuhi semua kebutuhanmu? Apa kau pikir itu semua di bayar pakai daun?!”

Azel sama sekali tidak memberi waktu Arkan untuk berbicara dan mengatakan bagaimana keadaannya.

“Kau itu benar-benar anak yang tidak berguna! menyesal ayah sudah membesarkan anak sepertimu!”

Azel masih saja membentak dan mencaci sang anak di depan banyak orang.

“Kau anak yang tidak tau diri dan tidak tau terimakasih!” Ujar Azel dengan penuh emosi dan sorot mata yang sangat tajam melihat Arkan.

“Ternyata percuma selama ini saya menyekolahkan mu tinggi-tinggi jika kau sama sekali tidak memiliki otak untuk berpikir!” Lanjutnya sambil memukul kepala sang anak.

“Terimakasih ayah... karena sudah membesarkan ku... maaf, jika Arkan tumbuh menjadi anak yang tidak berguna dan tak tau diri, Arkan sudah membuat ayah kecewa.” Ujar Arkan, dengan kepala yang terasa makin sakit dan pandangan yang mulai memudar.

Azel membalikan badan melangkah pergi dan tidak menghiraukan kata-kata Arkan.

Brugh!

Karena tidak bisa lagi mengimbangi tubuhnya, Arkan pun jatuh pingsan. Orang-orang di bandara yang melihatnya berteriak dan berlari menghampiri menolong Arkan. Namun Azel tak sedikitpun menoleh kebelakang lagi, padahal sang anak sudah terkapar tak berdaya.

“Hei Nak! Bangun.”

“Bagaimana ini? Badannya panas sekali.”

“Panggil Ambulance.”

Ujar orang-orang di sana.

“Bangun Nak.” Ujar mereka lagi.

Napas Arkan semakin cepat dan mulai kejang-kejang membuat orang di sekitarnya semakin panik. Karena hal itu, Arkan segera di larikan ke rumah sakit terdekat tanpa menunggu Ambulance datang.

Rumah sakit 🏥

Dokter segera melakukan pertolongan pertama pada Arkan yang tidak sadarkan diri dan detak jantungnya semakin berdenyut tak karuan.

...ℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!