Namaku Claire Dwi Mahendra, dimana aku merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Usiaku di tahun ini menginjak 24 tahun, dengan menyandang beberapa gelar sarjana. Di antaranya S.Hum dan seorang dokter bedah, tapi semua gelar aku sembunyikan dan lebih memilih melamar pekerjaan di bagian mengurus arsip sebuah perusahaan cukup besar. Oh ya, panggil saja aku Dwi.
Sudah 10 tahun aku tidak pulang, pada akhirnya hari ini aku memilih untuk kembali menginjakkan kaki ke negara asal bundaku. Bersama dengan adikku, yang memiliki selisih usia 3 tahun.
Cassandra Pandhadha Mahendra, yang akrab di panggil Aca. Ia sendiri merupakan lulusan terbaik di bidang IT, di negara kelahiran ayah. Bahkan aku juga belajar mengenai dunia teknologi padanya, Aca merupakan ratu hacker. Dan itu hanya kakak dan aku yang tau, tak ada yang lain. Adikku merupakan anak yang ceria, meski ia home schooling sampai kuliah. Ia cukup banyak teman, karena saat melakukan zoom. Ia akan bertemu dengan teman-teman lainnya, yang juga sama-sama belajar di rumah. Tidak seperti aku dan kakakku yang introvert, kami lebih senang menyendiri.
Sedangkan kakak pertamaku bernama Chairil Putra Pratama Mahendra, yang berusia 31 tahun dan masih melajang sampai saat ini. Ia memilih untuk tetap tinggal di Brasil, karena harus menjalankan perusahaan mendiang kedua orang tua kami. Barangkali kalian ada yang mau mendaftar menjadi calon istri? Bilang saja pada othor, ok.
Ya... kami adalah anak yatim piatu, sejak 6 tahun yang lalu. Kedua orang tua kami meninggal di hari yang sama, namun berbeda beberapa jam. Cinta sejati bukan? Aku berharap, aku pun bisa mendapatkan pasangan hidup seperti kedua orang tuaku. Sehidup sesurga, aamiin.
Yang perlu kalian tau, aku memiliki warna mata yang berbeda satu sama lain, atau disebut dengan HETEROCHROMIA. Dan yang mengetahui hal ini, hanyalah anggota keluargaku saja. Karena bila keluar rumah, aku menyembunyikan warna mataku dengan menggunakan lensa mata berwarna coklat. Mata yang satu berwarna biru dan yang satunya, berwarna hijau.
Beruntung perbedaan mata ini, tidak mengganggu kesehatanku sama sekali. Hanya saja... aku bisa melihat MEREKA, bagaimana menurut kalian? Apa kalian mau sepertiku? Jujur saja, ini sangat mengganggu aktivitasku. Walau terkadang aku tak peduli dengan keberadaan mereka, karena selama aku berpura-pura tak melihat mereka. Maka aku pun bisa hidup normal, seperti orang lain pada umumnya.
.
.
Sudah dua bulan aku dan Aca, berada di negara kelahiran bunda. Sebenarnya tanpa harus bekerja, aku sudah mendapatkan penghasilan sendiri. Karena selain kakakku yang mengirim uang setiap bulannya, aku pun memiliki pendapatan dari bermain saham daaaannn lainnya. Begitu juga dengan adikku, ia sudah kaya hanya dari pekerjaannya sebagai hacker.
Tetapi, karena aku bosan. Akhirnya aku memilih untuk melamar ke perusahaan yang cukup besar, di bagian penyimpanan arsip. Tempat yang menyenangkan menurutku, karena aku bisa bekerja tanpa ada orang lain di sampingku. Sangat jarang, orang yang berminat bekerja di bagian ini.
Dan hari ini, merupakan hari pertama aku masuk kerja.
"Kak, kamu yakin akan bekerja dengan penampilan seperti ini?" tanya Aca heran, ia duduk di ujung ranjang sang kakak. Seraya memperhatikan Dwi, di pantulan cermin.
"Memang kenapa?" tanya Dwi balik, membuat Aca menghembuskan nafas pelan
Pasalnya penampilan kakaknya saat ini, seperti gadis culun. Rambut yang di ikat separo, dan menggunakan kacamata tebal. Tentunya kacamata biasa, tanpa menggunakan lensa. Hei.. mataku baik-baik saja.
"Kenapa kakak, harus menyembunyikan kecantikan dan identitas kakak? Bahkan kakak malah mengajukan lamaran di bagian arsip, dengan ijazah admin. Aneh" komentar sang adik
"Dan... kenapa kita tinggal di rumah sederhana seperti ini, bahkan tanpa ada ART satu pun." lanjutnya mengeluh
Bukan Aca manja, bahkan sejak usia 9 tahun. Ia sudah di ajarkan mandiri oleh sang ibu, bukan hanya Aca. Tapi kedua kakaknya juga, di tuntut untuk bisa mengerjakan segala hal sendiri. Bundanya pernah berkata..
'Kita sebagai anak perempuan, mau sesukses apapun. Tetap harus bisa mengerjakan pekerjaan rumah, karena setelah menikah nanti. Suami kita harus bisa kita senangkan, dengan masakan kita sendiri. Harus kenyang di perut dan juga bawah perut, bukan berarti setelah menikah kita menjadi pembantu. Namun mengerjakan pekerjaan, merupakan salah satu jalan mendapatkan pahala.' Aca yang tadinya tak paham, maksud sang bunda. Sekarang ia paham, dengan maksud dari kata 'bawah perut' .
'Bunda berharap, kalian akan mendapatkan jodoh yang tepat. Pria seperti ayah kalian, dimana kalian akan di RATU kan oleg pasangannya. Kak Putra juga kan bisa segalanya, karena bunda juga tidak mau bila kakak kalian kelak menikah. Kakak kalian malah menjadikan pasangannya seorang pembantu, bukan pasangan. Ya.. meski bunda yakin, kakak kalian sanggup untuk menyewa asisten. tapi alangkah baiknya, bila pekerjaan rumah di kerjakan bersama pasangan.'
Begitulah sepenggal cerita dari bunda, saat beliau masih ada bersama kami. Kita kembali ke cerita...
Dwi yang melihat wajah cemberut sang adik, dari pantulan cermin pun tersenyum. Dwi menyudahi merias dirinya, yang hanya menggunakan pelembab di wajah dan lip balm di bibir merahnya.
"Bukankah lebih nyaman hidup sederhana seperti ini? Rumah ini juga tidak terlalu kecil, ada 3 kamar dengan masing-masing kamar mandi di dalamnya. Cukup untuk kita bertiga, bila seandainya nanti kak Putra berlibur ke sini. Ruang tamu dan ruang keluarga yang menjadi satu, agar kita tidak terlalu lelah merapikannya, dapur sudah lengkap. Ada taman cukup luas di depan, yang sudah kita isi dengan beberapa sayuran dan juga buah bukan? Kakak rasa, ini lebih dari cukup." ucap Dwi, seraya mendekati Aca dan duduk di sebelahnya.
Ya... rumah sederhana 1 lantai, namun cukup besar.
"Alasan kakak memilih hidup, menyembunyikan identitas dan juga tinggal di tempat sederhana ini. Adalah agar kita bisa melihat, mana orang yang benar-benar tulus dan tidaknya menerima kita. Karena tidak semua orang akan senang, dengan apa yang kita miliki." lanjut Dwi, ia menggenggam tangan Aca
Aca terdiam, benar apa yang dikatakan kakaknya.
"Lalu aku harus ngapain di rumah? Masa jadi pengacara? Membosankan kak" tanya Aca
"Wajahmu masih imut, tak terlihat bila usiamu 21 tahun. Bagaimana kalo kamu mengisi hari-harimu, dengan kembali menjadi siswi SMA? Bukankah kamu menginginkan hal itu, karena saat SMA kemarin kamu home schooling. Siapa tau nanti kamu mendapatkan teman di sana." Aca berbinar mendengar ide sang kakak, namun tak lama ia kembali murung
"Nanti temanku di bawah aku semua dong kak" ucapnya cemberut
"Memang kelakuanmu bagaimana? Apa kamu pantas di sebut dengan gadis berusia 21 tahun? Sifatmu masih kekanak-kanakan, asal jangan sampai berpacaran dengan salah satu murid di sekolah." ucap Dwi
"Kalo nanti ngegaet guru ga papa?" tanya Aca tersenyum lebar
"Selama ia seiman, baik, amanah, jujur, memegang komitmen. Kenapa ga? Kalo kamu mau, nanti kakak akan daftarkan. Kamu tentunya bisa menyembunyikan identitasmu kan? Pokonya rubah saja, usiamu menjadi anak SMA." Aca mengangguk antusias
...****************...
Semoga karya baru ini, menghibur hari-hari kalian yaaaa....
Jangan lupa di jadiin Favorit, Like, komen, gift and vote💓💓
...Happy Reading all🥰🥰...
Sesampainya Dwi di perusahaan, ia menemui HRD untuk menandatangani kontrak. Untuk masa percobaan, ia di kontrak selama 6 bulan. Bila pekerjannya baik, tentu perusahaan akan memperpanjang kontrak dan menjadikan Dwi menjadi karyawan tetap.
"Jadi namamu Claire Dwi" Dwi hanya mengangguk, dengan wajah tanpa ekspresinya.
"Baiklah, kamu bisa mulai bekerja hari ini. Kamu langsung ke lantai 12 saja, di ujung merupakan ruangan arsip dan ini kartu tanda pengenal mu. Hanya kamu yang bisa masuk ke ruangan tersebut, dengan menggunakan ini dan beberapa orang penting tentunya. Kamu satu lantai dengan pemilik perusahaan, di lantai tersebut hanya ada 4 ruangan. Apapun yang ada di sana, usahakan tidak sampai bocor keluar. Jangan sampai kamu kehilangan tanda pengenal ini, mengerti?"
"Baik, terima kasih" Dwi mengambil tanda pengenalnya dan segera keluar dari ruangan tersebut.
"Kukira hanya atasan perusahaan ini saja yang minim ekspresi, ternyata ada juga perempuan dingin sepertinya. Di antara banyaknya loker yang di buka, kenapa ia lebih tertarik dengan bagian arsip? Padahal kan kalo mau, dia bisa menjadi sekertaris atau bagian lainnya. Biarlah, itu menjadi urusannya. Mungkin dia memiliki alasan lain, selama alasannya tidak merugikan perusahaan. Biarkan saja!!" gumam Sinta, HRD di perusahaan tersebut
.
.
ting
Pintu lift terbuka, Dwi sudah sampai di lantai 12. Di sana ad beberapa ruangan, dan ruangan tempatnya bekerja adalah ruangan paling ujung. Saat keluar, ia berpapasan dengan seorang pria yang tak kalah dingin dengannya. Di belakangnya ada seorang pria dan satu perempuan, yang berpenampilan sexy.
Dwi hanya melihatnya sekilas dan sedikit mengangguk, lalu melanjutkan langkahnya. Ia tau siapa mereka, CEO, Asisten dan Sekertaris. Namun tak terlalu peduli, di sini ia hanya bekerja untuk mengisi hari-harinya.
"Siapa dia?" tanya CEO perusahaan tersebut, asisten melihat ke belakang. Kemana Dwi masuk, ternyata ia masuk ke ruangan paling ujung.
"Dia karyawan baru bagian arsip" jawab sang asisten, CEO itu pun mengangguk.
Pintu lift terbuka, mereka pun masuk ke dalam kotak besi tersebut. Karena hari ini ada pertemuan, dengan klien nya di luar perusahaan.
.
Saat masuk ke ruangan arsip, Dwi menghembuskan nafasnya pelan. Untung ruangan ber AC, sehingga tidak ada debu di sini. Untuk mempermudah pekerjannya, Dwi mulai menyusun file sesuai abjad dan juga tahun. Dari rak satu, ke rak lain.
"Waahhh... banyak juga raknya, tentu saja inikan perusahaan besar." gumam Dwi, ia melanjutkan pekerjaannya dengan bersenandung mengikuti musik yang terputar di telinganya.
Yups, ia bekerja dengan memasang headset di kedua telinganya. Terkadang kepalanya bergerak, sesuai nada yang ia dengarkan. Dwi mulai menikmati pekerjannya, lebih tepatnya karena tidak ada yang mengganggu pekerjaannya.
Tugasnya tidak terlalu berat, namun memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Menjaga dan memelihara arsip fisik dan digital agar tetap teratur, mudah diakses, dan terjaga keamanannya. Mengklasifikasikan, mengindeks, dan memberi label pada dokumen dan data perusahaan. Memastikan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan, dan prosedur pengarsipan yang relevan.
Tak terasa waktu istirahat telah tiba, ia meregangkan tubuhnya.
"Waktunya makan siang, ayo kita mencari makanan. Masih ada 3/4 lagi, tapi ini menyenangkan. Sebaiknya aku mengisi perutku terlebih dahulu, sebelum aku di demo oleh para penghuni lambung."
Dwi merapihkan beberapa arsip yang ada di atas meja, lalu keluar. Pintu yang akan terkunci secara otomatis, namun Dwi tetap memastikan pintu itu benar-benar terkunci. Setelah yakin, ia pun melangkahkan kakinya untuk masuk lift dan turun.
ting
Pintu lift terbuka di lantai 1, dimana ada kantin. Dwi melihat ke segala penjuru, penuh. Ia tak suka, ia pun melihat ke pergelangan tangannya yang terpasang petunjuk waktu.
"Masih ada 50 menit, sebaiknya aku cari makan di luar saja." Dwi memilih untuk keluar perusahaan, tak jauh dari sana ada rumah makan sederhana. Ia masuk dan menempati tempat duduk paling belakang, ia pun memesan makanan dan minuman.
"Murah banget harga makanan di sini, semoga rasanya cocok dengan lidahku." ucapnya
Sembari menunggu, Dwi memilih untuk membuka ponsel khusus dirinya bermain saham. Mengecek perkembangan hari ini, ia pun tersenyum puas.
Isi rekeningnya kembali terisi dengan uang uang uang, menyenangkan.
Tak lama, makanan yang ia pesan pun datang.
"Terima kasih" ucap Dwi tanpa ekspresi, setelah membaca doa. Ia pun menyantap makan siangnya, Dwi menganggukkan kepalanya.
"Enak, aku suka." ia terus memakan makanan tersebut, sampai tak bersisa. Setelahnya, ia membayar makanannya dan keluar dari tempat tersebut.
Tak terasa sudah satu bulan ia bekerja, tak ada yang istimewa. Semua berjalan seperti biasanya, hari ini Dwi meminta ijin tidak masuk kerja. Karena akan mendaftarkan Aca ke sekolah pilihannya, yang pasti bukan sekolah elit. Tapi bagaimana pun, tetap ada murid dari kalangan atas bukan?
Setelah memberikan berkas daftar ulang, mereka berdua memilih untuk keluar dari ruangan kepsek. Aca juag langsung mendapatkan seragam, kelas dan juga jadwal pelajaran. Lusa, ia sudah bisa masuk sekolah.
"Bagaimana? Kamu menyukai sekolah ini?" tanya Dwi
"Emmm... semoga aku mendapatkan teman yang baik di sini." jawab Aca mengangguk, Dwi tersenyum dan mengusap sayang kepala sang adik.
"Kak, bagaimana kalo kita mampir ke kantin. Aku ingin tau seperti apa makanan di sana?" Dwi mengangguk, mereka pun berjalan dengan tangan saling bertautan. Tawa renyah terdengar dari mulut kecil sang adik, Dwi hanya tersenyum tipis dan sesekali menanggapi ucapan Aca.
"Jadi seperti ini kantin itu kak?" tanya Aca riang, Dwi hanya mengangguk
"Kamu mau pesan makan?" tanya Dwi, seraya melangkahkan kakinya ke bangku yang kosong
Mmmm... lebih tepatnya memang kosong, karena masih jam pelajaran. Tapi ada beberapa murid tentunya, yang... kalian taulah.
"Mmm... ba ta gor, mi a yam, ba so." ucap Aca membaca tulisan di setiap etalase, Dwi menggelengkan kepalanya dan menghembuskan nafas pelan.
"Kakak pesankan mi ayam, kamu pasti menyukainya" Aca tersenyum dan mengangguk, Dwi meninggalkan Aca yang mulai sibuk dengan ponselnya.
Saat sedang asyik berselancar di layar ponsel, tiba-tiba ada kelompok pria yang mendekatinya.
"Sedang apa kamu duduk di sini?" tanya salah satu orang yang bernama Angga, Aca menengadah melihat siapa orang-orang tersebut
Keempat pria itu terkesima dengan kecantikan Aca, mata coklat yang di miliki Aca. Rambut panjang hitam dan wajah bulenya, membuat mereka terdiam. Tapi ada satu di antara empat pria itu, yang hanya diam. Tetapi, bisa di lihat bila ia juga terkesima.
"Menurutmu kalo orang duduk di sini, mau apa?" tanya Aca balik, tanpa ada senyuman. Bila seperti ini, dia mirip dengan kedua kakaknya. Tidak terlalu suka dengan orang yang SKSD, apalagi bila ia pria.
"I-itu.. itu tempat kami." ucap salah satu pria, seraya menunjuk meja yang di tempati Aca. Di bajunya ada nama Mario
"Apa di sini ada tulisannya?
...****************...
Seperti biasa, jangan lupa buat jadiin Favorit!!! Tinggalkan jejak💓
...Happy Reading all🥰🥰...
"Apa di sini ada tulisannya? Aku tidak membacanya, itu artinya aku boleh menempati tempat ini kan." jawab Aca cuek dan jutek
Dwi yang melihatnya dari jauh, hanya diam bersandar di meja penjual mi ayam. Ia melipat kedua tangannya, menunggu apa yang akan di lakukan oleh sang adik.
"Neng, maaf. Sebaiknya neng segera menghampiri adik neng, sebelum mereka melakukan sesuatu padanya." ucap penjual mi ayam
Tadi Dwi menjelaskan, bila ia ke sekolah untuk mendaftarkan sang adik ke sekolah ini. Ia juga berkenalan dengan kang mi ayam tersebut, bahkan bertukar no ponsel. Bukan apa-apa, ia tak mengenal orang satu pun di sini. Otomatis ia juga perlu mengawasi adiknya, dan lewat mamang mi ayam lah solusinya.
"Memang kenapa?" tanya Dwi
"Karena mereka terkenal kelompok paling di segani di sekolah ini, memang tampan-tampan tapi mereka cukup di takuti. Terutama pria yang sejak tadi diam di belakang, ia adalah ketuanya. Kalo orang mah bilang teh, mereka itu mos... mos santet gitu ya?" Dwi mengerutkan dahinya, setau dia santet itu ilmu hitamkan?
"Maksud mamang teh, most wanted mungkin ya?" tanya Dwi, dia dan kedua saudaranya memang sudah lancar bahasa dari negara ibunya.
"Tah eta, bener pisan." Dwi tersenyum, menahan tawa.
"Ada-ada aja mamang mah, biarin aja. Kita lihat, apa yang akan dilakukan adik saya?" ucap Dwi, ia kembali memperhatikan sang adik
"Di sini memang tidak ada tulisannya, tapi semua orang tau kalo ini tempat kami." ucap pria bernama Dewa, Aca mengangkat salah satu alisnya
"Semua orang? Tapi aku ga" ucap Aca
"Lu murid baru?" tanya Angga
"Iya, kenapa? masalah buat lo?" karena lawan bicaranya gue-lo, jadi Aca pun mengikutinya
"Waahh... jangan mentang-mentang lu cewe, kita ga berani ngapa-ngapain lu." ucap Dewa, ia memegang pergelangan tangan Aca. Namun dengan cepat Aca memutar tangannya dan kini, ia yang memegang pergelangan tangan Dewa.
"Mau apa lo? Jangan pernah berani sentuh-sentuh gue lo, mau gue patahin ini tangan?" Dewa yang merasakan genggaman tangan cewe depannya, semakin kencang. Ia menggelengkan kepalanya, karena merasa kan sakit di tangannya.
Aca melepasnya dengan kasar, sang kaka tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
"Gue ga suka ya, ada yang ganggu mood gue mau makan. Kita ga saling kenal dan gue berharap, kita ga perlu saling kenal." ucap Aca, ia memilih pindah tempat dan mendengus kesal.
Setelah selesai, Dwi pun berjalan mendekati sang adik.
"Kenapa?" tanyanya, seraya menaruh nampan yang berisi pesanan mereka. Dwi pun menyodorkan mangkuk mi ayam pada Aca, mencium baunya membuat mood Aca kembali baik.
"Hmmm... wangi banget, jadi ini mi ayam itu kak, kayanya enak." ucap Aca tersenyum, Dwi hanya mengangguk.
"Makanlah" Aca mengangguk, ia memilih sendok dan garpu untuk makan makanan tersebut.
Dwi menyadari bila pria yang dikatakan kang mi ayam ketua kelompok itu, sejak tadi memperhatikan adiknya. Namun ia pura-pura tidak tau, lebih memilih menikmati makanannya.
"Sialan, tenaganya besar sekali." ucap Dewa kesal, ia kesal karena kalah oleh seorang perempuan.
"Benarkah?" tanya Mario, Dewa memperlihatkan pergelangan tangan yang di cengkeram oleh Aca,
"Wanjaayy... memar ini mah, untung tangan lu kagak patah bro." ucap Angga, di setujui oleh Mario
"Ka, lu diem aja. Kagak ada niatan gitu buat bales tuh cewek?" Raka yang sedang fokus pada ponselnya, menengadah menatap Angga.
"Untuk?" tanyanya
"Tumben lo kagak gerak, biasanya lu langsung gercep bully tuh cewek. Lu suka?" jawab Mario, ia pun menebak seraya menyipitkan matanya
"Cih... bacot." ucapnya, tanpa mereka bertiga tau. Bila Raka tadi mencuri foto Aca, saat ia tersenyum.
.
.
"Mau kemana sekarang?" tanya Dwi
"Mmmm... ke mall ka, aku belum beli keperluan sekolah." Dwi mengangguk, dan mengarahkan mobilnya ke mall yang di inginkan sang adik.
Saat di perjalanan, ia melihat seorang wanita parah baya dan gadis muda, sedang di hadang oleh sekelompok preman. Dwi menghentikan mobilnya, dan menyuruh Aca diam di mobil. Meski kesal, ia tetap menurut. Sudah lama juga, ia tidak melihat kakaknya beraksi.
(Ahhh... seperti di karya-karya sebelumnya ya, yang pasti wanita pemeran utama. Tidak aku buat lemah, tentunya mereka harus jago beladiri bukan?)
"Lepaskan dia" ucap Dwi, pada sekelompok preman tersebut.
Para preman yang berjumlah 6 orang menghentikan aksinya , mereka dengan serempak berbalik dan menatap Dwi.
"Cih, ngapain cewek culun kemari. Nganter nyawa lo?" preman 1
Dwi tidak menjawab, ia memilih mengikat rambutnya. Karena pria-pria ini, tidak akan paham bila hanya di ajak berbicara.
"Maju kalian semua" ucap Dwi, dengan wajah tanpa ekspresi
"Nantangin lu, hajar" mereka pun kini berdiri mengelilingi Dwi
Salah satu pria maju, Dwi menendang langsung di area sensitifnya. Membuat preman itu menjerit kesakitan dan menundukkan tubuhnya, karena merasakan nyeri luar biasa. Dwi menggunakan tubuh preman itu, sebagai penahan tangannya. Ia pun meletakkan tangan kanan dan melakukan tendangan berputar, mengenai perut kelima preman tersebut.
Dari jauh Aca hanya diam menonton, ia menyandarkan dagunya di lengan yang ia taruh di jendela yang terbuka.
"Kakakku memang hebat" gumamnya tersenyum
Kelima preman itu mundur, dengan memegangi perutnya yang sakit. Namun mereka tidak menyerah, kembali dua preman maju menyerang Dwi. Dengan kedua kakinya yang cepat, Dwi melakukan tendangan ke leher kedua pria itu.
BUGH
BUGH
AARRGGHHT
Tiga lainnya kembali maju, Dwi memasang kuda-kuda kembali. Ia memutar kepalanya, melakukan peregangan. Saat ketiga nya maju, Dwi pun mau satu langkah dan memusatkan tenaga di kedua telapak tangannya.
BUAGH
Ia mengarahkan kedua telapak tangannya, pada dada kedua pria yang menyerang Dwi di depan. Mereka berdua, jatuh terkapar di atas tanah. Dwi kembali menggerakkan tangan, kini ia memajukan sikut dan,,,
BUGH
Sikut Dwi tepat mengenai wajah preman yang tersisa, hanya dalam hitungan menit. Mereka berenam kini terkapar tak berdaya, Dwi mendekati kedua wanita beda usia tersebut.
"Kalian tidak apa-apa?" tanya Dwi, dengan wajah yang masih sama. DATAR
"T-tidak, t-terima kasih karena sudah menyelamatkan kami." jawab gadis muda, yang kini merangkul bahu wanita yang usianya mungkin sama dengan mendiang ibunya.
"Hmm... kalau begitu aku pamit, lain kali berhati-hatilah." saat Dwi hendak melangkah, ia berhenti karena mendengar panggilan dari wanita tua tersebut.
"Nak" Dwi berbalik, tanpa mengucapkan sepatah kata pun
"Terima kasih" ucapnya dengan senyuman lembut di bibirnya, Dwi tersenyum dan mengangguk.
"Mari" ucap Dwi berpamitan, ia pun meninggalkan kedua wanita beda usia tersebut. Dan kembali masuk ke dalam mobil, Aca tersenyum lebar.
"Kakak memang hebat" ucapnya
"Kita lanjut ke mall?" Aca mengangguk semangat
.
.
Sedangkan di tempat kedua wanita yang di tinggalkan Dwi
"Wanita yang sangat baik, ibu menyukainya." gadis muda di sebelahnya tersenyum menyetujui sang ibu
"Semoga ada jodoh dengan kakakmu."
"Aamiin, ya udah yu bu. Kita pulang, takut kakak mencari." ucap sang putri
...****************...
Seperti biasa, jangan lupa buat jadiin Favorit!!! Tinggalkan jejak💓
...Happy Reading all🥰🥰...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!