Ayo Menikah
Episode 1
Lidya dengan letih menelungkupkan kepalanya di atas meja kerja. Seperti biasa malam ini dia harus lembur.
Melani
“Lid, ayo pulang. Sudah jam 10 malam. Kita lanjutkan besok lagi.”
Melani bersiap pulang dan mulai merapikan meja kerjanya.
Lidya
“Kau saja duluan Mel, aku lanjutkan sebentar lagi. Nanggung banget, besok harus kuserahkan ke QC.”
Begitulah Lidya, jika pekerjaan belum selesai pantang untuk dia berhenti. Masih melanjutkan pekerjaannya tiba-tiba lampu padam…
Lidya
(Sepertinya memang waktunya pulang) gumam Lidya dalam hati, sembari membereskan berkasnya.
Satpam Slamet
“Apa masih ada orang? Mbak Lidya masih dikantor?”
Slamet satpam kantor mengecek setiap ruangan.
Lidya
“Iya pak, saya sudah selesai mau pulang sekarang.”
Satpam Slamet
“Saya antar ke bawah mbak. Mati listrik jadi gelap jalannya.”
Lidya
“Terima kasih pak Slamet.”
Lidya termasuk yang selalu ramah dengan semua orang.
Satpam Slamet
“Mbak Lidya ini paling sering lembur. Maaf mbak, apa tidak dicari orang rumah? Maaf lho mbak.”
Lidya
“Saya di sini tinggal sendiri Pak, jadi kalau pulang ya tidak ada siapa-siapa. Makanya saya lebih suka habiskan waktu dikantor.”
Satpam Slamet
“Oalah pantesan mbak Lidya ini paling terakhir klo pulang. Nah sudah sampai mbak. Hati-hati pulangnya ya mbak.”
Lidya
“Makasih Pak Slamet. Selamat bertugas ya pak.”
Lidya
“Ya mbak Lidya, terima kasih kembali.”
Anton
Malam ini berbeda dari malam sebelumnya. Lidya mengendarai sepeda motornya dengan santai. Dia benar-benar menikmati perjalanan pulangnya. Hingga tiba di kosnya…
Anton
“Akhirnya kamu pulang juga Lid. Kenapa sampai malam begini? Aku menunggu sejak jam 5 sore. Kata ibu Kos kamu setiap hari pulang malam. Apa kantormu begitu kejam membiarkan pegawai kerja lembur tiap hari? Kamu pulang aja ya Lid sama aku. Apalagi yang kamu cari. Om dan Tante selalu menanyakanmu.”
Lidya
“Hmmm… kamu ngapain kesini Ton? Darimana dapat alamat tinggalku? Kapan kamu datang?”
Anton
“Ditanya apa, dijawab apa? Kebiasaan kamu itu.”
Lidya dan Anton duduk di teras. Anton teman masa kecil Lidya. Mereka sudah seperti saudara. Anton sengaja mencari Lidya karena diminta orangtua Lidya.
Anton
“Lidya, aku mau menikah. Kamu harus pulang. Apa kamu gak mau datang ke pernikahanku? Ini undangannya. Kamu juga ganti nomor HP tidak ada kabar. Kalau aku tidak memaksa Tari ngasih tau alamatmu. Gak bakalan aku sampai sini Lid.”
Lidya
“Wah Anton dah mo married 😆 Jadi sama Winda??? Memang jodoh kalian itu. Iya maaf aku sudah pesan ke Tari klo ada yg cari selain kamu sama Bapak dan Ibu aku gak ijinkan kasih alamat dan nomerku.”
Anton
“Kamu masih marah sama Tante? Masalah perjodohan itu?”
Lidya
“Sudahlah aku tidak mau bahas itu. Ton dah malam, kamu balik gih. Gak enak ntar ditanyain ma Bu Kos. Makasih undangannya dah aku terima. Aku usahain datang.”
Anton
“Aku masih mau ngrobrol Lid. Kamu malah usir gitu aja. Aku dah berjam2 nungguin kamu.”
Lidya
“Kapan-kapan dah ngobrol lagi. Aku dah capek juga. Lagian kamu balik kerumah jauh lho. Apa mau nginap daerah sini?”
Anton
“Ya sudahlah. Aku balik aja. Ni nomor teleponku. Kalau ada apa2 hubungi aku ya Lid. Kamu gak sendirian, masih ada aku. Anggap aku ini kakakmu.”
Lidya
“Makasih ya Ton. Hati-hati dijalan.”
Anton meninggalkan kos Lidya dengan tidak puas. Tapi setidaknya dia sudah tenang karena tahu Lidya dalam kondisi yang baik.
Lidya gadis yang mandiri. Dia memutuskan pindah rumah dan tinggal sendiri karena Ibunya menjodohkannya dengan anak temannya. Bukan tidak berbakti, tapi Lidya tau record laki-laki yang dijodohkan dengannya bukan laki-laki baik-baik. Berulang kali Lidya menjelaskan ke Ibunya, tapi selalu dipatahkan. Hingga akhirnya Lidya memutuskan hidup sendiri jauh dari keluarganya.
Ayahnya membujuknya berulangkali untuk pulang, tapi Lidya masih tidak bergeming. Entah kapan hatinya bisa terbuka kembali. Dia merasa tidak dianggap dan dikhianati oleh orangtuanya sendiri. Lidya anak tunggal, ibunya hanya ingin yang terbaik untuk anaknya.
Keluarga Wijaya
Rumah mewah di pinggir kota
Putra
“Ok Putra setuju, tapi ada syaratnya.”
Putra
“Putra mau karir dari bawah. Putra ingin tau bagaimana perkembangan perusahaan.”
Tn Wijaya
“Kalau seperti itu, kapan Papa akan pensiun Putra. Berapa lama waktu yang kamu butuhkan?”
Putra
“6 bulan paling cepat.”
Tn Wijaya
“TERLALU LAMA. Papa beri waktu 1 bulan. NO DEBATE!!!”
Ny Wijaya
“Sudahlah Putra, ikuti apa kata papa. Kasian Papa sudah tua, tenaga sudah gak ada buat ngelola perusahaan. Papa mu itu kalau terlalu lelah, jadi letoy. Kamu gak kasian sama mama?”
Tn Wijaya
“Apa ma? Letoy? Enak aja Mama bilang. Papa masih perkasa Ma. Mama jangan sembarangan.”
Putra menahan tawanya. Dia tahu kalau Papanya paling tidak bisa jika direndahkan oleh Mama nya. Putra tau Mama berpihak kepadanya. Putra masih duduk dengan tenang menunggu reaksi Mamanya.
Ny Wijaya
“Yaaa kalau Papa masih perkasa, tunjukin dong sama Putra. Setujui syarat dia.”
Ny Wijaya melihat Putra sambil mengerlingkan salah satu matanya. Putra masih menahan tawanya.
Tn Wijaya
“Ok, 6 bulan maksimal!”
Mendengus kesal. Saat itu juga Putra berdiri dan memeluk Mamanya.
Putra
“Mama terbaik tiada duanya. Makasih ya Ma.”
Tn Wijaya
“Papa yang menyetujui, Mama yang dapat terima kasih.”
Putra menghampiri Papa nya sambil berbisik dan menepuk pundaknya.
Putra
“It’s show time, Papa tunjukin ke Mama kalau masih perkasa.”
Putra bergegas berjalan keluar dan melambaikan tangannya.
Putra
“Ma, Pa selamat bertarung 😆😆😆.”
Tn Wijaya
“Dasar bocah satu ini…”
Ny Wijaya
“Kenapa dengan bocah itu? Dia anakku!”
Tn Wijaya
“Sayang jangan marah. Anakmu juga anakku. Anak kita. Sayang ayo ikut aku.”
Tn Wijaya mendekati istrinya dengan mesra.
Tn Wijaya
“Bertarung sayang, aku tunjukkan keperkasaanku.”
Sambil berbisik dan menjilat telinga istrinya. Ny Wijaya bergidik.
Ny Wijaya
“Ih Papa apaan sich. Masih sore.”
Tn Wijaya
“Nggak apa-apa sayang. Mau pagi, siang, sore, malam, midnight. Anytime baby. Come on.”
Ny Wijaya
“Aaahhh… Papa….”
Akhirnya kedua insan masuk ke kamar. Ngapain???? Mereka bertarung dan bergulat hingga puas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!