NovelToon NovelToon

Lemme Love You

Bab 1 Paman baik, tolong aku!

Bzzt!

Bzzt!

Gadis cantik itu segera meraih ponsel yang terus bergetar di saku depan jaketnya. Entah sudah berapa kali panggilan masuk terus mendesak si gadis agar segera menjawab. Amber tidak perlu repot-repot melihat layar ponsel untuk mengetahui siapa yang terus menghubunginya. Ponsel itu terus bergetar di genggamannya seolah berdemo untuk segera dijawab. Saat ini, dia masih menunggu dua sahabatnya yang sudah berjanji akan membantunya.

"Aduh! Pada kemana sih?" kesal Amber.

Kedua netranya memandang nanar ke segala arah mencari bayangan dua sahabatnya itu. Waktu yang dijanjikan hampir tiba. Tidak mungkin Amber mengelak janji kali ini. Janji yang terpaksa dia penuhi.

Ingin menghubungi kedua sahabatnya, dia tidak bisa. Jika dia membuka ponsel otomatis status online langsung muncul. Bisa-bisa dia disemprot habis-habisan oleh si penelpon yang dari tadi menerornya.

"Aduh, Rose, Leon! Kalian berdua kemana sih?" Amber menggigit bibir bawahnya hingga memucat lalu memerah setelah dia lepaskan.

Jarum jam di tangannya menunjukkan hampir pukul empat sore. Waktu yang dijanjikan untuk bertemu di restoran yang telah ditentukan oleh si penelpon. Amber sudah berada di restoran ternama itu sekitar satu jam yang lalu karena janji temu dengan kedua sahabatnya. Namun, hingga waktu menjelang pukul empat, batang hidung kedua sahabatnya belum terlihat.

Karena terlalu lama menunggu di luar restoran, Amber memilih masuk ke dalam lebih dulu dan memilih tempat di sudut. Tempat yang cukup jauh dari pandangan. Gadis itu mengetuk-ngetuk meja dengan pandangan menerawang jauh ke luar restoran hingga tidak memperdulikan seorang pelayan wanita yang sedang melayaninya.

"Permisi mba, ini menunya," ucap si pelayan sopan.

Melihat si pengunjung tak menghiraukan, sang pelayan berusaha sekali lagi untuk mendapat perhatian.

"Permisi mba, ini menunya," ulang si pelayan sopan seraya mengikuti arah pandang si gadis cantik.

"Lagi nunggu orang kalinya?" si pelayan bergumam nyaris tak terdengar.

"Eh, kucing!" seru Amber sambil menepuk dadanya pelan akibat terkejut dengan sosok seorang perempuan yang berdiri di sampingnya. Saking fokusnya melihat pintu utama restoran, dia tidak menyadari kehadiran si pelayan.

"Ya ampun, mba! Bikin kaget saja," ucap Amber

"Mba-nya lagi nungguin seseorang ya?" tanya si pelayan sambil senyam-senyum.

"Iya," jawab Amber sambil tersenyum.

"Sama kek om-om yang di sana," tunjuk si pelayan ke arah kanan Amber.

Tanpa aba-aba, Amber mengikuti ujung jari telunjuk si mba pelayan. Benar saja, ada seorang pria yang sedang duduk sendiri yang berjarak dua meja darinya. Amber tidak bisa melihatnya dengan jelas karena pria itu duduk sejajar dengan dirinya dan sedikit tertutup oleh tubuh si pelayan yang berdiri di sampingnya.

"Dari tadi tuh om-om sendirian aja," timpal si pelayan.

"Sama kayak mba deh. Sama-sama nungguin orang keknya," oceh si pelayan semakin tak karuan.

Amber sedikit terkejut mendengar penuturan si pelayan. Kenapa dia dan si pelayan malah bergosip. Anehnya, dia tidak merasa terganggu oleh tingkah pelayan itu justru merasa sedikit terhibur. Sejenak, Amber melupakan kegelisahan di hatinya hingga sosok yang selalu dia hindari dari tadi muncul dari pintu masuk restoran.

"Gawat!" seru Amber

Dengan tangkas dia mengambil buku menu yang tergeletak diatas meja lalu menutup wajahnya dengan sesekali menatap sosok itu.

"Kenapa mba?" tanya si pelayan heran.

"Ngga kenapa-kenapa mba," jawab Amber sambil menyembunyikan wajahnya dibalik buku menu.

"Lha! Ngga kenapa-kenapa, kok sembunyi mba?" si pelayan terkekeh melihat tingkah lucu gadis cantik itu.

Sosok itu memasuki restoran dengan elegan. Di samping pria itu ada seorang wanita yang merangkulnya dengan mesra. Wanita itu terlihat sangat anggun dan cantik di usianya yang sudah menginjak kepala empat.

"Aduh! Benar-benar apes dah!" gerutu Amber.

"Mba! Mba!" seru si pelayan.

"Sst!" Amber meletakkan telunjuk kanannya di depan bibir.

"Kenapa sih mba?" bisik pelayan.

"Bapak dan ibu yang baru masuk tadi sudah duduk belum?" balas Amber berbisik.

Si pelayan langsung mengedarkan pandangan ke arah tamu yang dimaksud.

"Sudah mba. Sekitar tujuh meja dari sini, di bagian tengah," jawab si pelayan. "Oala, jangan-jangan mba agen mata-mata!" timpal si pelayan sambil menutup mulut.

Amber bergidik geli mendengar si pelayan memandang tinggi dirinya. "Kau terlalu memandang tinggi diriku, mba Meita," jawab Amber malas.

"Mereka orang tuaku," timpal Amber.

"Saya pikir mba lagi buntutin mereka," jawab si pelayan sambil terkekeh.

"Eh, kok mba tahu nama saya?"

Amber menunjuk bagian dada kanan atas si pelayan.

"Hehehe, saya lupa kalo ada name tag," jawab si pelayan malu-malu.

"Jadi, mba sudah mau pesan makanan atau belum?" Si pelayan memastikan tugas utamanya selesai. Meski dia senang dengan pengunjung yang satu ini namun tugasnya sebagai pelayan harus diselesaikan.

"Air sejuta umat tapi hangat ya, mba."

"Hah! Air sejuta umat? Di dalam menu ngga ada namanya air sejuta umat, mba."

Amber menepuk kening sambil menggeleng geli. Dari sekian banyak tempat makan yang dia datangi, semua pelayan tahu apa itu air sejuta umat. Kecuali, pelayan yang satu ini.

"Itu loh mba. Air teh," jawab Amber santai.

"Ya ampun, mba!" ucap Meita sambil menepuk kening mengikuti gerak Amber tadi. Seumur hidupnya baru kali ini dia mendengar air sejuta umat itu julukan untuk air teh. Sungguhpun dia tinggal di kalangan menengah ke bawah. Teman-temannya tidak pernah menjuluki air teh sebagai minuman sejuta umat.

"Tapi dibuat hangat ya, mba," Amber mengingatkan si pelayan.

"Baik, mba. Saya permisi," jawab Meita sambil geleng-geleng kepala.

"Ada-ada aja," timpalnya sambil meninggalkan meja Amber.

Baru saja dia bernapas lega, ponselnya kembali bergetar. Jantung gadis cantik itu kembali berpacu dua kali lipat dari biasanya. Amber memicingkan mata dan mengukur berapa waktu dan jarak yang dibutuhkan untuk melakukan aksinya. Menurut perkiraannya tidak sampai dua menit, kedua orang tuanya akan mengetahui keberadaannya. Dia harus mengambil langkah seribu sebelum terlambat.

Amber mengedarkan pandangan. Tidak ada pilihan lain. Kecuali, pria yang duduk sebaris dengannya. Jika dia tidak salah menghitung, jaraknya kurang lebih lima meter dari tempatnya.

"Sudah ku putuskan!" seru Amber sambil menghambur ke arah target.

"Hai, paman!" sapa Amber.

Dengan cekatan dia merangkul lengan pria yang sedang asyik duduk sendiri. Pria itu terkejut namun dapat menahan keterkejutannya.

"Aku tidak ingat memiliki keponakan," jawab pria itu.

"Tentu saja. Aku bukan keponakanmu," balas Amber.

"Mengapa kau memanggilku paman?" tanya pria itu sambil mengalihkan pandangannya menatap Amber.

Amber terdiam melihat pria yang dia sebut paman. Wajahnya yang tampan mampu menghipnotis kedua netra Amber.

Pria itu menyipit saat tidak mendapat jawaban dari gadis yang memanggilnya paman.

Satu detik

lima belas detik

Satu menit

Pria itu menghela napas tertahan.

"Hei, gadis kecil!" seru pria itu.

Tidak mendapat jawaban, pria itu menaikkan sedikit volume suaranya.

"Hei, gadis kecil!"

Amber tersadar dari lamunannya. Untuk sesaat, dia merasa malu karena tertangkap basah memperhatikan ketampanan pria itu.

"Gawat! Hampir lupa!" seru Amber.

"Dengar, paman! Tolong bantu aku menjadi kekasih sementara!" pinta Amber.

Pria itu lagi-lagi menyipit.

"Untuk apa aku membantu mu?"

"Kumohon! Waktu ku tidak banyak."

"Apa kau sekarat?"

"Hah!" Amber memutar otak mendengar pertanyaan pria itu.

"Tidak juga," timpal Amber secepat kilat.

Pertanyaan pria itu tidak ada salahnya juga. Sekarat yang Amber maksud memang keadaanya saat ini sangat darurat. Pria itu kembali menyipit menuntut jawaban.

"Begini ..."

Bersambung

Bab 2 Kenapa Jadi Begini?

"Begini, anda lihat dua orang di sana?" tunjuk Amber.

Pria itu mengikuti arah telunjuk Amber.

"Mereka adalah orang tuaku. Aku membutuhkan bantuanmu untuk berpura-pura menjadi kekasihku," jelas Amber.

"Jadi kekasihmu?" ulang pria itu sambil melepas lengannya yang dirangkul.

Amber mengangguk secepat kilat. Kedua netra gadis itu berkaca-kaca penuh harap.

Pria itu meletakkan tangan kirinya di atas meja dan sebelah tangannya menopang dagu sambil berpikir. Namun, belum sempat dia menjawab, gadis kecil itu kembali merangkulnya. Kali ini lebih erat plus menginjak kaki kanannya.

"A-ayah!" seru Amber gugup seolah sedang tertangkap basah.

"Pantas saja tidak menjawab panggilan dari ayah. Ternyata sedang asyik berduaan," ucap Topaz yang tak lain adalah ayah Amber. Dengan santainya pria yang hampir memasuki usia kepala lima itu menarik kursi dan duduk.

"Sayang, kita duduk di sini saja!" panggil Topaz pada istrinya.

Wanita cantik itu tersenyum sambil berdiri meninggalkan mejanya.

"Sayang, ternyata kau sudah tiba lebih dulu," ucap Ramona sambil menatap putri semata wayangnya yang tengah asyik merangkul seorang pria tampan.

"I-iya mommy," jawab Amber.

"Kenapa kau gugup begitu?" tanya Ramona seraya mendaratkan bokongnya ke kursi makan.

Amber mencubit lengan baju pria di sampingnya. Beruntung dia mengenakan pakaian yang cukup tebal. Jadi, tidak perlu meringis saat kuku-kuku Amber mulai menusuk.

Udara di dalam restoran cukup stabil. Namun, tidak bagi Amber. Keringatnya perlahan muncul dan mendarat di kedua pipinya yang mulus. Meski begitu, anehnya tangan dan kakinya terasa dingin dan jantungnya berpacu dengan cepat.

Pria itu melepas tangan Amber perlahan. Kedua mata Amber membulat saat pria itu melakukan gerakan yang tidak diinginkan Amber. "Tamat sudah riwayatku," ucap Amber dalam hati.

"Maaf tuan dan nyonya, karena saya, Amber tidak menjawab panggilan anda," ucap pria itu sambil merangkul pundak Amber.

Kali ini kedua netra Amber membulat karena terkejut. Tadinya dia pikir, pria yang dipanggilnya paman itu tidak akan membantunya.

"Oh, tidak apa-apa. Tante mengerti kok," jawab Ramona seraya tersenyum.

"Sudah berapa lama kalian berhubungan?" tanya Topaz. Kali ini dia menatap tajam dua sejoli yang terlihat kasmaran itu. Dia harus memastikan jika pria di hadapannya adalah pacar asli putrinya bukan pria sewaan seperti yang sudah-sudah.

"Satu hari... Satu tahun..." jawab Amber dan pria itu bersamaan.

Benar saja dugaan Topaz pasti ada sesuatu yang tidak beres.

"Yang benar yang mana? Satu hari atau satu tahun?" tanya Ramona bingung.

Baru saja Amber berniat untuk mengeluarkan suara, pria di sampingnya sudah menyela terlebih dulu.

"Bukankah satu hari bagaikan satu tahun!" ucap pria itu sambil melirik Amber dan tersenyum.

Tampan sekali. Lagi-lagi Amber tersihir ketampanan kekasih pura-puranya.

"Salahku karena terlalu sering melakukan perjalanan bisnis sehingga kami tidak memiliki waktu untuk berkencan," ucap pria itu dengan lancar.

"Dilihat dari penampilanmu, aku cukup percaya tuan ..." Topaz menekuk alisnya menuntut jawaban yang bukan dari pertanyaan.

"Ah, maaf! Aku lupa memperkenalkan diri," ucap pria itu sambil melepaskan rangkulannya.

"Nama saya Caesar Juan," ucap Caesar sambil mengulurkan tangan kanannya.

"Senang berkenalan denganmu, nak Cae ..." Topaz tidak melanjutkan ucapannya karena tersadar sesuatu lalu melanjutkan dengan melontarkan pertanyaan. "Apa kau tuan muda Caesar pemilik dari Global Tech?"

"Iya," jawab Caesar tersenyum tipis.

"Maksudmu, CEO yang terkenal handal, tuan muda terkaya di kota, tampan, dan digemari banyak wanita itu?" Tanya Ramona pada sang suami.

"Oh, apa aku seperti itu di luar sana?"

"Tentu saja. Ya ampun, sayang. Menantu kita ternyata orang hebat. Amber-ku sangat beruntung." Ramona menepuk lengan suaminya sambil tersenyum bangga.

Beda halnya dengan Amber. Gadis itu justru terdiam mendapati kenyataan yang membuat jantungnya berdentum dengan kencang. Kali ini riwayatku benar-benar tamat. Gadis cantik itu hanya bisa menyesali perbuatannya dalam hati.

Jika saja dia tahu bahwa paman itu adalah CEO yang terkenal itu, dia pasti tidak akan melibatkannya. Salahnya sendiri tidak begitu peduli akan dunia bisnis. Amber hanya menikmati hidupnya sebatas usianya. Baginya urusan bisnis itu memeras otak sehingga dia tidak perlu ikut setiap kali ada acara bisnis bersama kedua orang tuanya. Jadilah dia tidak mengenal pelaku-pelaku bisnis.

Tapi bukankah kedua orang tuanya juga tidak pernah bertemu dengan CEO itu. Mereka hanya tahu dari rumor yang beredar di kalangan bisnis saja. Mereka juga tidak salah karena si CEO yang terkenal itu nyaris tidak terlihat di setiap pertemuan. Semuanya diurus oleh asistennya. Setidaknya, Amber sedikit lega atas poin ini. Artinya, dia tidak salah dalam melibatkan pria itu.

"Amber!"

Teriakan sang ibu cukup menyadarkan Amber.

"I-iya mommy," Amber tergagap saat semua mata menatap padanya seolah saat ini dia menjadi seorang terdakwa.

"Kenapa kau melamun?" tanya Ramona polos.

"En, aku rasa aku tidak enak badan," elak Amber.

"Apa kau sakit?" tanya Caesar perhatian sambil merangkul Amber kembali.

Astaga, actingnya jauh lebih hebat dariku. Lagi-lagi Amber berkata dalam hati.

"A-aku melewati makan siang."

"Kau pasti tidak sabar bertemu dengan kekasihmu hingga lupa makan," ejek Ramona sambil terkekeh.

Topaz menghela napas namun wajahnya menyiratkan dua arti. Pertama pria itu lega karena putrinya tidak berbohong bahwa pria yang saat ini bersamanya adalah benar kekasihnya. Bagaimana mungkin seseorang berani mengaku sebagai Caesar Juan. Kedua dia menghela napas karena kecerobohan putrinya yang selalu telat makan.

"Ayah sudah memesan makanan favoritmu. Sebentar lagi hidangannya siap."

"Kau memang terbaik ayah," ucap Amber sambil mengangkat dua jempolnya. Untuk sesaat dia lupa akan kegalauan hatinya.

"Tapi ingat! Kau harus mengisi lambungmu dengan perlahan."

"Aciap pak bos," jawab Amber sambil memberi ciuman jarak jauh untuk sang ayah.

Caesar tersenyum nyaris tak terlihat melihat tingkah Amber. Kekacauan kecil yang dibuat oleh gadis kecil yang duduk di sampingnya tidak buruk juga. Cukup membuatnya sedikit terhibur.

"Permisi, maaf menyela anda, tuan," ucap suara seorang pria yang sudah berdiri di samping Caesar.

"Ah, Robert!" seru Topaz.

"Selamat sore tuan Topaz. Maaf mengganggu acara makan anda sekeluarga," ucap Robert sambil melirik pada CEO-nya.

"Tidak apa-apa. Pasti ada sesuatu yang penting hingga kau kemari."

"Terima kasih atas pengertian anda, tuan."

Topaz tersenyum lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Kini pria itu duduk dengan santainya seolah usai melepas beban berat. Kehadiran Robert membuatnya yakin seratus persen bahwa Caesar benar Caesar Juan.

"Ada apa?" tanah Caesar datar.

Robert sedikit ragu lalu menunduk dan mengecilkan volume suaranya agar tidak terdengar.

"Tuan, wanita itu sudah tiba di bandara."

Ekspresi wajah Caesar masih datar namun terdapat kekosongan pada matanya. Meski Amber baru bertemu dengan pria itu, dia dapat mengetahui bahwa Caesar tidak menyukai wanita itu. Amber tidak bermaksud menguping tapi salahkan telinganya yang memiliki pendengaran yang tajam. Diamnya Caesar membuat Amber sedikit gelisah dan dia tidak menyukainya.

Mengapa aku jadi gelisah begini? Apa urusannya denganku? Lagi-lagi Amber bermonolog dalam hati.

Bab 3 What? Menikah?

Hidangan yang dijanjikan oleh ayah Amber telah tertata rapi di atas meja. Acara makan dadakan itu pun di mulai dengan khidmat. Acara makannya tentu tidak dadakan tapi makan bersama pria yang telah didaulat menjadi kekasih Amber, itu yang dadakan.

Tidak ada dentingan sendok dan garpu yang bergesekan di atas permukaan piring. Begitulah tata cara orang-orang kaya makan. Jika disaat menyantap makanan terdengar bunyi dentingan artinya tidak memiliki etika yang baik saat makan dan tentunya jika berada di tempat umum, salah satu dari kenalan menemukan mereka yang makan dengan bersuara sudah pasti akan dijadikan bahan gosip.

"Permisi mba, ini minuman sejuta umatnya," ucap Meita sambil meletakan segelas teh hangat di samping piringnya yang kosong.

Gadis pelayan itu cukup teliti dan tahu etika. Dia menunggu Amber dan tiga orang lainnya menyelesaikan makan mereka barulah dia muncul.

"Air sejuta umat!" Ramona menatap tak percaya pada sang putri.

"Nyonya pasti baru dengar. Saya juga," jawab Meita terkekeh sambil mengundurkan diri.

Tak hanya mendapat tatapan bingung dari sang ibu, pria di sebelahnya juga menatap heran kepadanya.

"Bukannya itu air teh!" seru Caesar.

"En, iya," jawab Amber santai.

"Bukannya air teh menjadi minuman wajib bagi hampir seluruh umat manusia," jelas Amber.

Caesar memicingkan sebelah mata meragukan jawaban Amber.

"Well, memang tidak semua orang akan memilih air teh sebagai minuman pendamping saat mereka makan. Ambil contohnya, aku yang mewakili anak-anak muda. Kami pasti akan memilih air teh baik itu hangat atau dingin sebagai minuman pendamping saat kami makan di cafe atau rumah makan," timpal Amber.

"Rumah makan?"

Kalimat yang terlontar dari mulut Caesar terdengar seperti pernyataan dan pertanyaan di waktu yang bersamaan.

"Ya, rumah makan. Luas tempatnya seperempat dari luas restoran ini," ucap Amber sambil mengedarkan pandangannya. Gadis itu seolah takjub akan dirinya sendiri karena bisa menjelaskan sesuatu.

"Harga makanan di sana jauh lebih murah. Selain itu, juga ada warung makan yang letaknya di pinggir-pinggir jalan. Aku ..."

"Stop!" jeda Topaz. "Kau akan membuat calon menantu ayah bingung," timpalnya.

"Aku kan hanya menjelaskan padanya," bela Amber.

"Sayang, ayah yakin Caesar tidak pernah ke tempat-tempat yang kau sebutkan tadi."

Amber langsung menatap Caesar mengharap belaan. Caesar tidak perlu memberi penjelasan padanya. Ekspresi Caesar telah memberi jawaban hingga membuat gadis itu melongo tak percaya.

"Kalian para orang kaya memang aneh!" seru Amber tak percaya sambil memegang kening dan menyandarkan punggungnya ke kursi.

"Ekhm! Sayang, kau juga termasuk ke dalam golongan itu," timpal Ramona.

"Ah! Aku lupa." Tubuh Amber semakin merosot mengingat kebodohannya.

Lagi-lagi tingkah Amber berhasil membuat Caesar tersenyum. Dalam waktu belum genap satu jam, gadis itu sudah dua kali membuat hatinya membaik usai kejadian tadi pagi yang menurutnya cukup menyita pikirannya.

"Ayah!" teriak Amber.

Ramona yang sedang menyeruput minumannya langsung tersedak mendengar teriakkan putri semata wayangnya. Topaz yang diteriaki justru biasa saja. Pria paruh baya itu sudah hafal dengan kelakuan aneh sang putri. Sedangkan Caesar lagi-lagi memicingkan mata.

"Em," respon Topaz.

"Apa maksudnya dengan calon menantu?" Amber baru sadar ayahnya tadi mengatakan calon menantu.

Gen memang tidak bisa dipungkiri. Kepolosan dan telat mikir putrinya sangat menurun dari istri tercintanya.

"Bukannya kalian sepasang kekasih?" Topaz memainkan telunjuk kanannya yang mengarah pada Amber dan Caesar secara bergantian.

Hening yang cukup menyita waktu hingga membuat pria paruh baya itu tidak sabar.

"Intinya kalian berdua harus segera menikah," ujar Topaz.

"Tidak bisa begitu," Amber langsung berdiri saat mendengar ayahnya menyuruh dia menikah.

Bukan tanpa alasan dia menolak. Pria di sampingnya bukan pacar sungguhan lagipula mereka baru kenal beberapa puluh menit yang lalu. Bagaimana mungkin seorang asing yang baru dia kenal menjadi suaminya.

"Ke ..."

"Kenapa tidak bisa?" tanya Caesar bingung.

Pertanyaan Topaz langsung diwakili oleh Caesar. Baru saja pria itu ingin bertanya tentang alasan Amber yang secara tidak langsung menolak untuk menikah.

Sedangkan bagi Caesar, cukup aneh baginya. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu dengan Amber dan pertama kalinya seorang gadis menolak untuk menikah dengannya. Caesar sedikit tidak terima.

"M-maksudku menikah itu terlalu terburu-buru," Amber duduk perlahan sambil menjelaskan penolakannya.

"Bukankah kita sudah menjalin hubungan selama setahun." Caesar melafalkan kata setahun secara perlahan hingga membuat Amber memutar bola matanya.

Pria tua ini. Bukannya tadi dia sedikit bicara. Kenapa tiba-tiba memiliki kosakata yang banyak. Amber menatap tajam pada pria itu sambil mengumpat dalam hati.

"Bukannya kau sering berpergian?" balas Amber. Belum sempat Caesar membuka mulut, gadis itu langsung menimpali.

"Jadi, satu tahun menjalin hubungan dengan pertemuan tidak kurang dari lima jari tidak bisa dikatakan bahwa kita menjalin hubungan selama setahun penuh."

Kena kau! Kalau soal bersilat lidah, aku adalah lawan yang tepat untukmu. Amber membatin senang melihat lawan bicaranya terdiam.

"Mau sehari, seminggu, bahkan setahun sama saja. Kalian menikah saja. Lagipula mom lihat kalian sangat cocok." Ramona bersuara karena jengah mendengar perdebatan yang tidak ada hasilnya. Karena dia tahu bahwa percuma saja putrinya itu membela diri, suaminya tetap akan menikahkan mereka.

"Mom, no!" teriak Amber.

"Sst! Kau ingin menjadi pusat di restoran ini."

"Paman, kau harus menolaknya!" Amber merengek pada Caesar. Dia yakin bahwa pria itu pasti berada di kubunya.

"Kau menyebutnya paman?" tanya Topaz santai.

Amber langsung salah tingkah karena keceplosan memanggil Caesar dengan sebutan paman. Bukankah aneh jika sepasang kekasih memanggil pasangannya dengan sebutan paman atau bibi. Amber lalu bergidik dengan pikirannya sendiri.

"Itu hanya ejekan, tuan. Amber selalu memanggilku paman karena perbedaan usia kami yang cukup jauh," jelas Caesar.

"Oh! Cukup menarik."

Amber menepis kegalauan hatinya, dia lalu mengguncang paha Caesar dan memasang wajah memohon.

Selama hidupnya belum pernah ada seorang wanita yang menyentuh bagian tubuhnya. Bukannya para wanita itu tidak memiliki nyali untuk menyentuhnya tapi dia sendiri yang sudah membuat perisai tak kasat mata untuk menghindari sentuhan mereka karena Caesar sangat membencinya. Anehnya, sentuhan Amber tidak membuat hatinya murka. Dia justru terhibur melihat Amber yang merengek seperti anak kecil yang diambil paksa es krim di tangannya.

Caesar menatap jauh ke dalam kedua netra hazel Amber. Suatu kepolosan yang murni. Belum pernah dia melihat tatapan seperti itu.

"Please!" rengek Amber.

Caesar tersenyum melihat wajah imut yang dibuat semakin imut agar keinginannya terpenuhi.

"Kapan pernikahan ini akan dilaksanakan?" Caesar akhirnya bersuara tanpa mengalihkan tatapannya dari Amber.

Kedua netra Amber membulat bahkan mulut gadis itu membentuk huruf o tanpa suara. Matanya berkedip pelan beberapa kali berusaha mencerna kalimat pertanyaan yang dilontarkan Caesar tadi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!