NovelToon NovelToon

Strongest Lady

Ch. 1-Kematian

“Kau lihat berita kemarin malam? Sekelompok teror*s berhasil dilumpuhkan!”

“Keren sekali.”

Sekelompok pemuda saling berbincang di kafe, tidak jauh dari mereka juga ada seorang gadis yang mencuri dengar obrolan itu.

Dia tersenyum dan melirik mereka sejenak. “Keren sekali,” katanya pelan.

Teleponnya berdering, segera ia mengangkatnya dan keluar dari kafe setelah menghabiskan minumannya.

“Maaf membuatmu menunggu,” ucapnya pelan setelah memasuki mobil yang terparkir di tepi jalan.

“Tenang saja.”

Mobil melaju melewati jalanan yang ramai, tidak ada perbincangan sehingga perjalanan terasa begitu sepi.

“044, ada misi baru.”

“Iya aku tahu itu.”

Gadis tersebut, yang dipanggil 044 mengangguk pelan, gadis yang baru saja menginjak usia 17 tahun itu sudah menjadi salah satu anggota terbaik pasukan khusus milik negara yang bergerak memberantas *******.

“075!” panggilnya.

Yang dipanggil segera menoleh, keduanya segera pergi ke kantor kepala mereka untuk menerima misi.

Ada total 10 orang ditugaskan, 044 salah satunya. Setelah mendapat penjelasan lebih rinci, kesepuluh orang tersebut segera menyiapkan diri.

Ketika matahari tenggelam, mereka segera berangkat ke lokasi markas ******* sesuai yang diinformasikan.

Mereka bergerak tanpa suara di tengah heningnya malam. Hutan tempat mereka saat ini baru saja turun hujan sehingga tanah becek dan menimbulkan suara cipratan kecil.

“044 dan 075, kalian berjaga,” ucap seorang pria yang memimpin pasukan kecil tersebut.

“Ha? Jangan bercanda!” tolak 044 kesal mengetahui dirinya tidak turun secara langsung.

Dirinya ahli dalam pertarungan jarak dekat, menunggu dari kejauhan bukanlah tipe bertarungnya.

“Harus berjaga-jaga karena misi ini jauh lebih berbahaya dari sebelumnya, aku pasti akan memanggilmu.”

“Hmph! Baiklah.”

Mereka bergerak cepat meninggalkan 044 dan 075 di tempat tersebut. Tidak lama berselang hujan turun dan membasahi hutan.

Ckrek

“075? Apa maksdudmu?” 044 tersenyum tipis dan menoleh pada 075 yang kini mengarahkan pistol ke arahnya.

“Maaf, tapi keluargaku dalam bahaya.”

“Kau mengkhianati kami?” 044 berusaha menyingkirkan pistol tersebut, tapi 075 tetap pada posisinya.

“Ini demi keluargaku!”

“Kau mengkhianati kami semua?! Yang menjadi rekanmu selama bertahun-tahun?!”

075 tersentak, mulai merasa ragu. Namun, tidak berniat menurunkan senjatanya.

“Kau mana tahu perasaan ini ... kau mana paham. Aku ... harus membunuhmu.” tangannya bergetar, jarinya bergerak pelan pada pelatuk.

“Tembak saja.” 044 menegakkan kepalanya, tidak ada rasa takut di matanya.

“Aku memang tidak mengerti perasaan yang kau maksud ... tapi tidak akan kubiarkan orang lain merasakan hal yang sama. Tembak saja.” tidak ada sedikitpun keraguan dari tiap katanya, kepalanya tegak menatap 075 yang kini mulai bimbang dengan keputusannya.

“Tidak ... tidak bisa ... kau juga keluargaku.”

Tetesan bening jatuh melewati pemuda tersebut. Namun, segera tertutup oleh air hujan yang membasahinya.

[“044! Kami butuh bantuan!”]

“Baik!”

044 berhenti sejenak dan berbalik, 075 masih duduk di tempatnya, tidak ada niatan untuk bergerak.

“075! Sadari posisimu saat ini, dari pada diam tidak berbuat apapun, lebih baik kau bergerak menyelesaikan misi ini, habisi mereka dan selamatkan keluargamu.”

044 menarik belati dan bergerak ke lokasi pertempuran, suara tembakan perlahan terdengar dengan jelas.

Satu per satu musuh berhasil ditumbangkan oleh 044 dalam waktu yang begitu singkat. Dia tidak membunuh mereka, tapi melumpuhkan mereka sehingga tidak dapat melakukan perlawanan.

“Segera cari ketua kelompok ini!” perintah 005, pemimpin pasukan tersebut.

Setelah berhasil membereskan sisa musuh yang ada, 044 segera menyusul yang lain. Pergerakan rekannya yang cepat membuatnya tertinggal cukup jauh, tapi itu bukanlah masalah untuk 044 yang sudah melatih dirinya sehingga bisa mengimbangi secepat rekan-rekannya yang lain.

Langkahnya terhenti, segera ia berbalik, tatapannya tertuju pada satu pohon besar di hadapannya.

“Keluar.”

Sosok pria keluar dari balik kegelapan, jubahnya basah oleh hujan, separuh wajahnya tertutup kain sehingga hampir tidak terlihat di tengah kegelapan.

Tanpa banyak bicara pria tersebut menerjang 044, untung saja respon gadis tersebut cukup cepat sehingga bisa langsung menahan serangan itu.

“Ahaha, ayo selesaikan semuanya di sini! Pengkhianat, 001!”

Keduanya saling bertukar serangan tanpa ada celah sedikitpun, pertarungan intens di antara keduanya perlahan menjadi brutal.

001 tidak segan mengeluarkan pistol dan menembaki 044 yang hanya bersenjatakan belati.

“Kenapa kau mengkhianati markas?!” 044 menarik belatinya dan menyerang sama brutalnya dengan 001.

“Markas tidak pantas untuk orang sepertiku,” jawab 001 pelan.

“Apa maksudmu?!”

“Markas tidak cocok untuk bakatku, itu saja.” 001 menangkap lengan 044 dan membantingnya.

Namun, 044 merespon dengan cepat sehingga bisa menjaga keseimbangannya sebelum benar-benar terbanting ke tanah.

“Omong kosong macam apa itu?!” 044 menerjang dengan belati di tangannya, tiap tembakan yang dilancarkan oleh 001 berhasil ia hindari dengan cepat.

Keduanya kembali bertarung, tidak segan menyerang dengan niat membunuh.

Di sisi lain, 075 dan yang sudah menyelesaikan misi mereka, melumpuhkan setiap ******* yang berada di markas tersebut.

“Di mana 044?” tanya 005 yang baru saja selesai memeriksa sekitar.

“Tadi dia di belakangku,” ujar 075 sembari mencari ke sekitar, menyadari jika 044 tidak bersama dengannya.

Dor

Suara tembakan terdengar dari kejauhan, 075 tersentak kaget, tiba-tiba saja perasaannya menjadi begitu buruk.

“Akan kuperiksa.”

075 berlari dengan cepat ke arah suara tembakan barusan, setelah melewati tanah hutan yang becek akibat hujan sebelumnya, 075 akhirnya tiba di tempat asal suara.

Matanya terbelalak, tubuhnya lemas dan jatuh terduduk ke tanah.

“T-tidak mungkin ... 044 ... jangan bercanda.”

075 mendekati tubuh 044 yang terbaring di tanah, tidak jauh darinya juga terbaring sosok pria yang sudah tidak bernyawa dengan luka menganga di lehernya.

Dengan tangan bergetar, 075 memeriksa tubuh 044 yang terbaring tak bernyawa di tanah.

“044 ... Weiruo, buka matamu.”

Pemuda tersebut mengelus kepala Weiruo pelan, menatap tidak percaya pada jejak tembakan di kepala Weiruo.

Rasa bersalah menyelimuti hati pemuda tersebut, sekalipun kematian Weiruo tidak ada sangkut paut dengan dirinya, rasa bersalah pada kejadian sebelumnya terus mengganggu pemuda tersebut.

“Maafkan aku ... maaf.”

Ch. 2-Tubuh baru

Seorang gadis terbangun dari tidurnya, napasnya tidak beraturan dan perlahan keringat membasahi tubuhnya.

Dia diam sejenak, matanya mengamati sekitar, merasakan perasaan aneh yang menyelimuti hatinya.

“Di mana ini?”

Ia turun dari ranjang tempatnya tidur sebelumnya, rasa dingin dapat ia rasakan dengan jelas ketika kakinya bersentuhan dengan lantai.

Kakinya melangkah ke arah pintu, ketika pintu dibuka, angin dingin menyeruak ke dalam, membuat tubuh gadis tersebut kedinginan seketika.

“Musim dingin? Sejak kapan?” tanyanya sekali lagi pada dirinya sendiri.

Langkah kakinya menjelajahi bangunan yang nampak sangat kuno tersebut tanpa alas kaki, sensasi dingin ia rasakan tiap kakinya menginjak lantai kayu di bawahnya.

Rasa penasarannya sedikit demi sedikit muncul, sesekali membuka ruangan yang ia lewati.

Ketika melewati perpustakaan, langkahnya seketika terhenti. Dengan penuh penasaran ia masuk dan menutup pintu perlahan agar tidak menimbulkan suara.

Rak buku di ruangan tersebut dirawat dengan baik, tiap buku disusun dengan rapi dan dipisah sesuai isi buku.

Gadis tersebut mengambil satu buku dan membacanya. Namun, belum selesai satu halaman, sudah ia tutup dan kembalikan ke tempatnya.

Tidak ada yang menarik dari buku barusan, sehingga membuat gadis tersebut langsung mengembalikannya begitu saja.

Dia berjalan ke sisi rak yang lain, di mana buku sejarah tersusun rapi di sana.

“Tidak buruk,” gumamnya pelan sebelum duduk di pojok ruangan tanpa menimbulkan suara ketika seseorang berteriak di luar sana.

...***...

“Nona! Anda di mana?!” panggil seorang gadis belasan tahun yang panik melihat kamar yang seharusnya ditempati nonanya kosong.

Mulutnya tak berhenti memanggil sang nona, berharap nonanya mendengar dan merespon panggilannya.

Hampir setengah jam mencari, seluruh paviliun juga sudah ia periksa, tapi tidak ada satupun tanda-tanda keberadaan nonanya.

“Bagaimana ini ... ah! Panggil penjaga!” dia berbalik dan berlari ke luar paviliun.

Ketika tiba di gerbang selatan, tidak ada satupun penjaga di sana, padahal tempat tersebut berdekatan dengan kediaman putri mahkota.

Gadis tersebut terlihat kesal dan panik, buru-buru dia pergi ke tempat lain. Jika para penjaga mengabaikannya, satu-satunya yang bisa ia panggil adalah sang kaisar.

“Saya meminta izin untuk menemui Yang Mulia Kaisar,” jelasnya pada kasim.

“Tunggu sebentar, Yang Mulia sedang berbincang dengan Panglima Gong.”

“Tapi ini keadaan darurat!”

Kasim tetap melarang gadis tersebut masuk ke dalam, tapi setelah menjelaskan lebih rinci, kasim membawanya masuk ke dalam ruang kerja kaisar.

“APA?! BAGAIMANA BISA PUTRIKU MENGHILANG?!” kaisar memukul meja di hadapannya, menimbulkan retakan halus di atasnya.

“Hamba memohon maaf, Tuan Putri menghilang begitu saja. Tolong Yang Mulia mencari Tuan Putri. Hamba siap menerima hukuman apapun atas kesalahan hamba.” gadis tersebut bersujud dan membenturkan kepalanya ke lantai hingga terluka.

“Panglima Gong, mohon bantuanmu untuk mencari Putriku.”

“Baik, Yang Mulia.”

Panglima Gong segera berbalik dan pergi ke Paviliun Anggrek Hitam, kediaman putri mahkota.

Selusin pasukan mengikut di belakangnya, mereka segera berpencar ketika tiba di Paviliun Anggrek Hitam dan mencari keberadaan Putri Mahkota.

...***...

“Xuan Weiruo, namamu bagus juga,” gumam seorang gadis sembari menggerakkan jemarinya pelan. “Sangat mirip, kecuali marga, aku tidak memilikinya," lanjutnya pelan.

“Weiruo ... namaku juga bagus,” celetuknya sebelum membalik halaman buku di tangannya.

Tangannya berhenti, kemudian secara perlahan menutup buku tersebut. Walaupun dirinya berpindah ke tubuh baru yang jelas jauh berbeda dengan tubuhnya yang dulu, tapi instingnya masih cukup tajam.

“Sepertinya belasan orang,” gumamnya.

“Apa mereka mencariku? Haha ... ayo bermain petak umpat.”

Weiruo meletakkan buku di atas rak, kemudian pergi ke luar dan berusaha sebaik mungkin untuk tidak menghasilkan suara.

...***...

“Panglima Gong, kami tidak bisa menemukan Putri Mahkota,” ucap salah seorang prajurit yang ikut membantu mencari putri mahkota.

Panglima Gong mengernyitkan dahinya, Putri Xuan Weiruo bukanlah seorang yang memiliki kemampuan beladiri, jika dirinya kabur, pasti akan sangat mudah ditemukan.

“Nona, sejak kapan Tuan Putri menghilang? Kenapa tidak penjaga yang mencari?” tanya Panglima Gong yang merasa heran tidak ada orang lain selain gadis di hadapannya yang mencari keberadaan tuan putri.

“Tidak ada penjaga di sekitar sini, lalu ... mereka mengabaikan saya ketika saya meminta bantuan,” jawab gadis tersebut dengan suara gemetar.

Kaisar nampak terkejut, tapi saat ini keselamatan Xuan Weiruo, putrinya, jauh lebih penting.

Panglima Gong kini turun tangan mencari keberadaan putri mahkota. Sungguh aneh rasanya kesulitan mencari seorang Putri Xuan Weiruo, tidak pernah terpikir olehnya akan terjadi hal seperti ini.

Ketika menyusuri halaman belakang, langkah Panglima Gong berhenti. Pria tersebut berbalik, menatap pohon besar tidak jauh darinya.

“Tuan Putri, bisakah anda turun?” ujarnya pelan.

“Haha, sudah kuduga mudah ditemukan olehmu.” seorang gadis melompat turun dari atas pohon.

Weiruo tersenyum dan berjalan mendekati Panglima Gong. Ketika jarak antara dirinya dan Panglima Gong hanya tersisa beberapa meter saja, Weiruo menerjang Panglima Gong dengan pisau di tangannya.

Panglima Gong jelas terkejut, dirinya lambat menyadari serangan itu sehingga Weiruo berhasil menggores pipinya.

Luka gores tersebut tidak terlalu dalam, bahkan tidak sampai mengeluarkan darah, tapi Panglima Gong akui dirinya cukup terkejut dengan pergerakan Weiruo barusan.

“Siapa kau? Berani sekali menyamar sebagai Tuan Putri?” Panglima Gong menjadi siaga, tangannya dengan cepat menarik pedang miliknya.

Kaisar yang mendengar keributan sebelumnya segera datang melihat, dirinya begitu terkejut melihat Panglima Gong yang mengarahkan ujung pedangnya pada putri.

“Panglima Gong, apa maksudmu?” tanya kaisar tidak senang melihat sikap tidak sopan Panglima Gong.

“Mohon maaf, Kaisar. Saya tidak yakin yang berada di hadapan saya ini adalah Tuan Putri,” ujar Panglima Gong penuh siaga.

Weiruo terkekeh pelan mendengar ucapan Panglima Gong barusan, hal tersebut membuat kaisar dan yang lain terkejut.

“Aku? Bukan Xuan Weiruo? Hahaha ... mata kalian buta, ya? Aku ini Xuan Weiruo, hanya saja memiliki sifat baru.” Weiruo memainkan pisau di tangannya.

Pandangan Weiruo mengamati semua yang berada di sana, kemudian berhenti pada gadis dengan luka di dahinya.

“Yinyi, dahimu terluka,” ucapnya pelan.

Menurut ingatan pemilik tubuh sebelumnya, Xuan Weiruo, gadis di tersebut adalah Yinyi, pelayan yang setia melayaninya sejak kecil, juga satu-satunya teman Xuan Weiruo.

Sama seperti pemilik tubuh sebelumnya, Yinyi juga sering ditindas oleh pelayan lain karena identitasnya sebagai pelayan Xuan Weiruo, kerap kali gadis tersebut mendapat luka lebam akibat ulah pelayan lain di istana.

Sekalipun Weiruo saat tidak mengenal Yinyi dengan dekat, perasaan Xuan Weiruo masih bisa ia rasakan di tubuh barunya.

“Ah? Saya tadi terpeleset, lantainya sangat licin,” ujar Yinyi sembari menutup dahinya.

“Jangan berbohong, lantai di tempat ini tidak licin.” Weiruo melirik para penjaga di sekitar Yinyi. “Mereka yang melakukannya?” lanjutnya pelan.

“T-tidak, Nona, mereka tidak melakukan apapun terhadap saya, ini karena kecerobohan saya saja.”

“Ruo’er, bisa jelaskan apa yang terjadi?” sela kaisar dengan tegas yang membuat Weiruo langsung mengalihkan perhatiannya.

“Hmm ... ingin tahu?”

Ch. 3-Dihukum

“Yakin ingin tahu apa yang terjadi?” Weiruo tersenyum miring mengamati kaisar.

Xuan Guoxin, Kaisar Kekaisaran Xifeng, sekaligus ayah Xuan Weiruo. Karena kesibukannya, ia bahkan tidak mengetahui jika putrinya ditindas oleh pelayan istana.

Tentu saja kabar tersebut sudah sampai ke luar istana, tapi banyak yang lebih memilih untuk tutup mulut karena anak-anak kaisar yang lain juga ikut andil dalam hal itu.

“Siapa sebenarnya dirimu?” tanya Xuan Guoxin, kini dirinya sedikit percaya ucapan Panglima Gong.

“Aku Xuan Weiruo, bukan orang lain. Namun, aku bukan lagi Xuan Weiruo yang mudah ditindas seperti dulu.” Weiruo tersenyum tipis.

“Apa maksudmu? Siapa yang berani menindas Putriku?” Xuan Guoxin terlihat tidak senang mendengar ucapan Weiruo barusan. Bagaimana bisa seorang putri mahkota ditindas terlebih di dalam istana.

“Masih bertanya? Para pelayan menindasku setiap hari! Aku bahkan tidak berani keluar dari paviliun ini!” nada bicara Weiruo meninggi, membuat Xuan Guoxin terkejut karena baru pertama kali mendengar Weiruo berbicara demikian.

“Apa? Terkejut? Aku juga terkejut karena diriku masih begitu menyayangi Ayah sepertimu!” celetuk Weiruo tanpa sopan santun sedikitpun.

Yinyi tentu panik melihat sikap Weiruo, buru-buru ia menghampiri Weiruo dan memintanya untuk berhenti.

“Yinyi! Diam! Biarkan aku berbicara!” bentak Weiruo karena kesal Yinyi terus melarangnya untuk berbicara.

“Aku ... sudah lelah dengan semua ini! Mulai sekarang aku bukan lagi Xuan Weiruo yang lemah dan gampang ditindas! Aku adalah Xuan Weiruo yang baru! Siapapun yang berani bersikap kurang ajar padaku akan kupastikan menyesali perbuatannya itu!”

Mata Weiruo berkaca-kaca, sekalipun dia hanyalah jiwa yang menempati raga yang kosong, perasaan dari jiwa Xuan Weiruo yang asli masih begitu terasa, seolah dirinya juga mengalami semua penindasan itu.

Semua terdiam, begitu terkejut dengan apa yang mereka lihat saat ini.

“Ruo’er—aku melarangmu keluar dari paviliun ini seminggu ke depan, tidak boleh melanggar.” Xuan Guoxin berbalik begitu saja tanpa memperdulikan wajah kesal Weiruo.

“Apa? Seminggu?”

Belum sempat Weiruo membantah, Yinyi buru-buru menghentikannya, ia takut Weiruo melewati batas dan mendapat hukuman yang lebih parah.

“Tch, kenapa kau begitu penakut.”

Weiruo melangkah pergi begitu saja, telapak kakinya terasa begitu dingin karena tidak mengenakan alas kaki. Yinyi yang mengetahui hal itu segera melepas alas kakinya, tapi Weiruo sudah terlanjur berlari ke dalam paviliun.

...***...

“Ah ... berendam air hangat di musim dingin lumayan juga.” Weiruo menghembuskan napas pelan.

Tubuhnya terlalu kotor jadi setelah masuk paviliun langsung saja meminta Yinyi menyiapkan air untuk mandi.

“Nona, biarkan saya masuk dan membantu anda,” ucap Yinyi dari balik sekat pembatas.

“Tidak perlu, aku tidak suka. Lebih baik siapkan saja makanan untukku,” tolak Weiruo malas.

Apa semua orang dengan kedudukan tinggi selalu dibantu pelayan ketika mandi? Hal itu kini terlintas di pikiran Weiruo.

“Nona....”

“Aku bisa sendiri.”

“Bukan itu, Nona. Permaisuri berkunjung dan ingin menemui Nona.”

“Ah ... begitu, sebentar lagi aku keluar, tolong buatkan teh.”

“Baik.”

Weiruo memiringkan kepalanya sejenak dan berpikir, tentu saja ia tidak ingin bersikap buruk di depan ibu Xuan Weiruo yang kini menjadi ibunya.

Setelah memakai pakaian ganti, Weiruo segera menemui sang ibu yang telah menunggu.

“Ibu—“

Kalimat Weiruo terhenti, sebuah pelukan yang begitu hangat dan nyaman langsung mengalihkan perhatiannya.

“Ah? Ibu?”

“Ruo’er, syukurlah kau sadar,” lirih wanita tersebut pelan.

Dia adalah Xuan Riuyi, permaisuri sekaligus ibu dari Xuan Weiruo. Karena tubuhnya yang begitu lemah sehingga jatuh sakit, ia begitu jarang mengikuti kegiatan kaisar di luar istana dan selir pertama lah yang menggantikan posisinya untuk sementara.

“Iya, aku masih hidup.”

Xuan Riuyi menangis, Weiruo bisa merasakan dari getaran tangan serta isak pelan dari sang ibu.

“Nona, tehnya sudah siap.”

Suara Yinyi terdengar dari balik pintu. Setelah mendapat izin, gadis tersebut segera masuk dan menuangkan teh untuk Weiruo dan Xuan Riuyi.

“Ruo’er, apa benar yang dikatakan oleh para penjaga? Kau sudah berbeda dari yang sebelumnya?” tanya Xuan Riuyi tiba-tiba.

Weiruo tidak terkejut, karena sudah mengira pertanyaan itu akan keluar dari mulut Xuan Riuyi.

“Iya, aku sudah tidak seperti dulu ... mulai sekarang aku adalah jiwa yang baru. Aku tidak akan selemah dulu, aku akan menjadi kuat agar tidak ada yang bisa memperlakukanku seperti dulu.”

Weiruo meletakkan cangkir yang sudah kosong dan tersenyum tipis, memastikan agar ibunya tidak khawatir.

“Ngomong-ngomong aku sudah lapar, aku ingin memasak sesuatu.”

Weiruo beranjak dari tempat duduknya, tapi Yinyi buru-buru menghentikannya.

“Nona, saya akan memasak untuk anda.”

“Aku bilang aku ingin memasak, apa kurang jelas?”

“Ah, maafkan saya, Nona, saya hanya tidak ingin Nona mengerjakan tugas seperti ini.” Yinyi menundukkan kepalanya, takut menatap Weiruo.

“Terserah diriku, lagipula ini di rumah, jadi tidak ada larangan untukku memasak.”

“B-baik, Nona.”

“Ibu ikut, boleh?”

Weiruo mengangguk pelan, ketiganya segera pergi ke dapur. Di perjalanan Weiruo bisa dengan jelas melihat ada begitu banyak penjaga di luar.

“Ya ... aku akan menyuruh mereka pergi nanti.”

Setibanya di dapur, Xuan Riuyi begitu terkejut melihat kondisi dapur di kediaman Weiruo.

Xuan Riuyi tentu sering mengunjungi dapur istana maupun kediamannya, yang mana dipenuhi dengan bahan masakan dan peralatan dapur. Namun, kondisi dapur kediaman Weiruo begitu buruk, memang kondisinya bersih dan rapi, tapi bahan makanan hanya terlihat beberapa saja di atas meja.

“Masih ada beras, lebih baik membuat bubur.”

“Apa-apaan ini? Bagaimana bisa kondisi dapur Putri Mahkota seperti ini?” geram Xuan Riuyi.

Weiruo tidak banyak merespon, hanya menggeleng pelan. “Aku lapar, besok kupastikan dapur ini memiliki kondisi yang lebih baik. Sekarang lebih baik memasak dan makan makanan yang hangat,” ucapnya sembari menakar beras.

Xuan Riuyi begitu terkejut, bagaimana bisa Weiruo bersikap begitu tenang? Jelas hal seperti ini sudah termasuk penghinaan sebagai keluarga kerajaan.

Di sisi lain Weiruo malah terbiasa dengan kondisi dapurnya, di kehidupan pertamanya bahkan jauh lebih buruk.

Ia masih ingat dengan jelas ketika masih berumur sepuluh tahun di kehidupan sebelumnya, dirinya harus mengurus dirinya sendiri karena orang tuanya berpisah dan ia harus tinggal bersama seorang ayah pemabuk berat.

Masih bisa Weiruo ingat dengan jelas ketika menginjak usia 11 tahun dirinya dijual demi membayar hutang sang ayah. Mengingatnya membuat Weiruo ingin menangis saat itu juga.

Xuan Riuyi terlihat begitu sedih, tanpa banyak bicara pergi keluar entah ke mana.

“Ini daging sejak kapan?” tanya Weiruo.

“Saya membelinya kemarin, karena suhu yang dingin daging menjadi lebih awet.”

“Kau aduk nasinya.” Weiruo menyerahkan pisau kayu pada Yinyi.

Weiruo kemudian memotong daging dan mencincangnya, Yinyi begitu terkejut melihat kemampuan Weiruo saat memotong daging.

“Dari mana Nona belajar mencincang daging seperti itu?” Yinyi terlihat penasaran dan berjalan mendekat.

“Rahasia.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!