NovelToon NovelToon

Perenggut Malam Pertamaku

1. Malam Tak Terduga

Tepat pukul sepuluh malam pesta pernikahan Ingrid dan Bastian selesai. Ingrid merasa sangat bahagia karena akhirnya bisa menikah dengan pria yang dicintainya.

Bastian dan Ingrid pun masuk ke dalam kamar pengantin yang di sewa di hotel tempat mereka mengadakan resepsi pernikahan.

"Grid, kamu bersihin diri dulu, ya? Aku mau keluar sebentar," pamit Bastian setelah membaca pesan masuk di handphonenya.

"Hum," sahut Ingrid dengan seulas senyum di bibirnya.

Setelah Bastian pergi, Ingrid membersihkan diri dengan berendam di dalam bathtub yang dipenuhi dengan bunga. Aura kebahagiaan terlihat jelas di wajah cantik gadis berambut panjang itu. Setelah merasa tubuhnya rileks, bersih, segar dan harum, Ingrid pun mengakhiri ritual mandinya.

"Bastian sudah kembali apa belum, ya? Ah, aku jadi grogi dan deg-degan sekali," gumam Ingrid seraya memakai lingerie berwarna hitam yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih mulus.

Ingrid menatap penampilan dirinya di depan cermin seraya menggigit bibir bawahnya.

"Seksi banget. Ah, aku malu," gumam Ingrid menutup wajahnya yang bersemu merah dengan kedua tangannya. Sesaat kemudian Ingrid memakai baju tidur kimono untuk menutupi lingerie seksi yang dikenakannya.

Ingrid keluar dari dalam kamar mandi dan terpesona saat melihat kamar pengantin itu terkesan romantis dengan cahaya lilin yang redup. Ruangan itu nampak remang-remang, namun terkesan semakin romantis dengan dekorasi khas pengantin baru.

"Bastian menyiapkan ini semua? Romantis banget, sih!" batin Ingrid dengan hati yang berbunga-bunga.

"Greb"

Ingrid tersentak saat tiba-tiba ada yang memeluk tubuhnya dari belakang.

"Bas, ini kamu, 'kan?" tanya Ingrid memastikan.

"Hum," sahut pria yang memeluk Ingrid.

Saat Ingrid ingin menoleh ke belakang, pria itu langsung memegang kedua pipi Ingrid, agar gadis itu tidak menoleh ke arahnya.

"Eh, Bas, kenapa kamu menutup mataku?" tanya Ingrid saat tiba-tiba pria di belakangnya itu menutup matanya dengan kain.

"Ssstt.. menurut lah!" bisik pria itu dengan suara yang terdengar pelan, tepat di telinga Ingrid.

Ingrid merasakan tubuhnya di sentuh dengan lembut dan ciuman-ciuman lembut di lehernya membuat tubuh Ingrid meremang. Wanita itu diam dan pasrah saat merasakan tali baju tidur kimononya ditarik. Ingrid memejamkan matanya yang tertutup kain itu saat baju tidur kimononya di lepas dan lehernya kembali di ciumi dengan lembut. Detak jantung Ingrid berdetak kencang saat tangan besar itu merayap menyusuri tubuhnya.

"Ah... Bas.." desaah Ingrid yang tubuhnya semakin meremang merasakan setiap sentuhan di tubuhnya dan ciuman-ciuman lembut di lehernya.

Pria itu memutar tubuh Ingrid perlahan, kemudian mencium bibir Ingrid dengan lembut. Perlahan tangan kiri Ingrid pun terulur melingkar di leher pria itu, sedangkan tangan kanannya memegang dada pria itu yang ternyata sudah bertelanjang dada. Ingrid dapat merasakan dada itu begitu padat dan berotot. Akhirnya secara naluriah Ingrid membalas ciuman lembut yang semakin lama semakin agresif, memabukkan dan menggelora itu.

Tubuh Ingrid diangkat, lalu dibaringkan di atas ranjang dengan perlahan dan lembut seolah takut melukai Ingrid. Wanita itu kembali terhanyut dalam ciuman yang memabukkan, Ingrid tidak sadar saat helai demi helai kain yang menempel di tubuhnya terlepas. Pria itu menikmati setiap jengkal tubuh Ingrid tanpa terkecuali dan membuat banyak tanda di kulit yang putih dan mulus Ingrid. Ingrid menggeliat dengan suara seksi yang keluar dari mulutnya.

"Ughh.. Bas.."

Ingrid melenguhh dan menjambak rambut pria yang sedang menikmati dan memainkan dua buah benda lembut dan kenyal di dadanya itu.

Hasrat sepasang insan itupun semakin lama semakin terbakar. Pria itu melepaskan celana boxer yang dikenakannya, lalu menutup tubuhnya dan tubuh Ingrid dengan selimut. Ingrid memekik dan mencakar punggung pria itu saat merasakan ada yang memaksa memasuki tubuhnya. Namun mulut Ingrid langsung di bungkam dengan bibir pria itu.

Hingga akhirnya Ingrid sudah tidak lagi merasakan sakit dan perlahan-lahan mulai merasakan kenikmatan yang semakin lama semakin luar biasa. Rasa nikmat yang baru kali ini dirasakan Ingrid. Ingrid hanya bisa meracau dan bergerak gelisah saat tubuhnya terus diombang-ambingkan dalam kenikmatan yang tidak bisa dideskripsikan olehnya.

"Ini nikmat sekali. Aku merasa melayang ke langit ke tujuh. Kenikmatan ini terasa menjalar ke seluruh tubuhku menciptakan sensasi yang tidak bisa aku deskripsikan," batin Ingrid yang benar-benar dibuat melayang-layang merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakannya seumur hidupnya.

Sudah beberapa kali Ingrid dan pria di atas tubuhnya itu mendapatkan pelepasan, namun pria dia atas tubuhnya itu seolah tak kenal lelah dan kembali membuai tubuh Ingrid lagi dan lagi. Ingrid dan pria di atasnya itu pun semakin menggila merasakan kenikmatan yang terus menerus meningkat.

"Dia sangat perkasa.." batin Ingrid membalas ciuman di bibirnya dengan agresif. Sedangkan tangannya menyusuri dada dan perut yang terasa padat dan berotot itu.

Pria di atas tubuh Ingrid semakin bergerak cepat membuat Ingrid merasakan sesuatu yang ada di dalam tubuhnya kembali ingin meledak.

"Ceklek"

Dua insan yang masih berada di bawah selimut yang sama itu hampir sampai di puncak saat suara pintu di buka. Keduanya tidak menyadari ada yang melihat dan mendengar aktivitas mereka yang sedang panas panasnya itu.

"Hahh.."

"Hahh.."

"Tak"

"Eghh.."

"Ughh.."

Suara lenguhaan panjang dua insan yang sedang mencapai puncak kenikmatan itu terdengar sedetik setelah lampu menyala.

"Brengseek! Apa yang kau lakukan pada istriku!"

Suara teriakkan itu seketika membuat Ingrid terkejut karena Ingrid mengenali suara itu adalah suara Bastian, pria yang beberapa jam lalu resmi menjadi suaminya.

"I...itu suara Bastian. Lalu.. lalu siapa yang sedang berada di atas tubuhku?" batin Ingrid yang tiba-tiba wajahnya menjadi pias.

Dengan napas yang masih tersengal-sengal setelah mendaki bukit cinta, Ingrid melepas kain yang menutupi matanya. Kelopak mata Ingrid langsung melebar dan matanya membulat sempurna. Ternyata pria yang ada di atas tubuhnya bukan lah suaminya, tetapi adik iparnya yang bernama Marcell.

"Akkhh..!" pekik Ingrid bersamaan dengan pemuda itu melepaskan penyatuan mereka dan langsung turun dari atas tubuh Ingrid.

"Aku hanya ingin mencicipi barang baru milik kakak. Ternyata sangat nikmat," ucap Marcell dengan senyuman mengejek nampak tersungging di bibirnya menatap ke arah Bastian. Seolah puas melihat api kemarahan di mata Bastian yang datang bersama seorang pria itu.

Mendengar apa yang dikatakan oleh Marcell, Ingrid yang menangis di balik selimut itu pun merasa sakit hati. Apakah Marcell menganggap dirinya sebagai barang atau mainan? Sungguh, hati Ingrid sangat terluka karena merasa kesucian dan ikatan pernikahannya hanya di anggap sebagai candaan oleh Marcell.

Sedangkan Bastian berjalan dengan cepat menghampiri ranjang yang beberapa saat lalu masih berderit dan bergoyang itu. Mata Bastian merah seperti api yang sedang berkobar.

Pria yang tadi datang bersama Bastian nampak mengepalkan kedua tangannya. Ekspresi marah dan kecewa terlihat jelas di wajah pria itu.

"Srakk"

"Bugh"

Marcell menarik selimut menutupi seluruh tubuh Ingrid hingga tubuh Ingrid tidak terlihat sama sekali bersamaan dengan tinju Bastian yang mengenai wajahnya.

Marcell terpental jatuh di samping ranjang, namun pemuda itu seperti tidak merasakan kesakitan dan bergegas memakai celana boxer-nya yang tergeletak di lantai.

"Ku bunuh kau! Beraninya kamu meniduri istriku di malam pertama ku!" teriak Bastian berjalan cepat ke sisi ranjang tempat Marcell terjatuh.

Dengan membabi buta Bastian meninju, menendang dan mengumpat Marchel. Marcell yang sepertinya kehabisan tenaga setelah menggoyang ranjang pengantin milik kakak tirinya itu pun nampak kesulitan menghindari serangan Bastian yang membabi buta.

Tapi apakah benar Marcell kehabisan tenaga karena bercinta, hingga tidak bisa lagi menghindari serangan Bastian? Hanya Marcell yang tahu.

"Dasar anak haram tidak tahu diuntung! Tidak tahu diri! Aku bunuh kau!" teriak Bastian penuh amarah menghajar Marcell.

...🌟...

...Terlalu lama bersandiwara menutupi segalanya membuatku lupa mana dusta, mana realita....

...Menolong mu dengan cara menjatuhkan mu, itu adalah kesalahan ku....

..."Nana 17 Oktober"...

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

2. Emosi

Di saat Bastian dan Marcell masih berkelahi, Ingrid menangis di dalam selimut tanpa berani menunjukkan wajahnya. Sungguh Ingrid tidak pernah menyangka, di malam pertama pernikahannya, dirinya bukan tidur dengan suaminya, tapi malah tidur dengan adik iparnya.

Beberapa menit yang lalu dengan sepenuh hati Ingrid memberikan yang terbaik yang dirinya bisa. Ingrid melayani pria yang membuat dirinya melayang-layang bagai terbang ke langit ketujuh itu dengan segenap jiwa raga dan seluruh cinta.

Ingrid berusaha memberikan kepuasan yang luar biasa pada pasangannya agar malam pertama mereka tidak akan pernah dilupakan oleh pria yang disangkanya adalah Bastian suaminya.

Dan parahnya lagi, Ingrid sangat menikmati percintaannya dengan pemuda yang disangkanya adalah suaminya. Pemuda yang menurut Ingrid sangat perkasa di atas ranjang. Semua itu karena Marcell menyentuh tubuhnya dengan penuh kelembutan dan staminanya juga fit, sehingga membuat Ingrid benar-benar puas dengan performa pemuda yang disangka Ingrid adalah suaminya itu.

Mahkota yang selama ini di jaga Ingrid hanya untuk suaminya, pada akhirnya di renggut pria lain di malam pertama pernikahannya. Wanita mana yang tidak hancur jika berada di posisi Ingrid?

Di sisi lain, Hugo berniat membeli obat sakit kepala. Pria paruh baya itu keluar dari kamar hotelnya yang berdekatan dengan kamar putranya yang baru saja menikah.

"Ku bunuh kau! Beraninya kamu meniduri istriku di malam pertama ku!"

"Dasar anak haram tidak tahu diuntung! Tidak tahu diri! Aku bunuh kau!"

Hugo yang baru saja keluar dari kamarnya itu sangat terkejut mendengar suara yang sangat dikenalinya itu. Suara yang tidak lain adalah suara putra sulungnya yang baru saja menikah beberapa jam yang lalu. Apalagi Hugo mendengar suara perkelahian. Dengan langkah cepat, bahkan sedikit berlari Hugo menghampiri kamar putranya.

Dari pintu yang terbuka itu Hugo bisa melihat Bastian dan Marcell berkelahi dan juga ada seorang pemuda yang hanya berdiri diam mematung di dekat pintu. Dengan langkah cepat Hugo masuk ke dalam kamar itu untuk menghampiri ke dua putranya.

"Berhenti! Ada apa ini?" teriak Hugo yang sebenarnya sudah menduga apa yang terjadi setelah mendengar apa yang di teriakkan Bastian tadi dan juga melihat Marcell yang hanya memakai celana boxer. Belum lagi saat masuk ke kamar itu tadi Hugo sempat melihat pakaian pria dan wanita yang berserakan di lantai kamar.

Hugo bergegas memisahkan kedua putranya yang sedang berkelahi itu. Tidak ingin kejadian memalukan ini di dengar dan di lihat lebih banyak orang lagi.

"Biarkan aku menghajar dia, pa! Akan aku bunuh dia!" teriak Bastian hendak menyerang Marcell yang disembunyikan Hugo di belakang punggung Hugo.

"Plak"

Dengan sekuat tenaga Hugo menampar Bastian, hingga pipi Bastian terdapat cap lima jari berwarna merah. Hugo bisa mendengar suara tangisan pilu dari atas ranjang di balik selimut yang sudah pasti adalah suara tangisan menantunya.

"Apa kamu sudah tidak waras? Kamu ingin mendekam di balik jeruji besi, makan minum gratis?" tanya Hugo merasakan tangannya kebas setelah melayangkan tamparan di wajah Bastian.

"Anak haram papa ini sudah meniduri istri.."

"Diam!" bentak Hugo memotong kata-kata Bastian.

Bastian berusaha mengontrol emosinya. Kedua tangan Bastian terkepal erat, giginya terdengar gemeretak dan matanya menatap tajam pada Marcell yang tersenyum mengejek penuh kemenangan ke pada dirinya dari balik punggung papanya. Padahal wajah pemuda itu sudah babak belur di hajarnya.

Hugo sendiri juga berusaha menahan dan mengontrol emosinya melihat kejadian yang tidak pernah diduga dan tak pernah terbayangkan dalam hidupnya ini. Pria paruh baya itu menoleh ke arah pemuda yang berdiri di depan pintu kamar hotel putranya.

"Kamu, saya tidak tahu siapa kamu. Tolong keluar dari kamar ini dan tutup pintunya," ucap Hugo pada pemuda itu.

Tanpa mengatakan satu patah katapun, pemuda itu berbalik, kemudian keluar dan menutup pintu kamar itu.

"Marcell, kenapa kamu melakukan semua ini?" tanya Hugo menatap tajam pada Marcell.

"Aku hanya ingin mencicipi barang baru milik kakak. Apa salahnya aku mencicipi milik kakak? Kami ,'kan bersaudara. Jadi saudara harus berbagi, bukan?" sahut Marcell enteng, cengar-cengir tanpa dosa, tanpa beban.

"Kau.." geram Bastian hendak menyerang Marcell lagi.

"Hentikan Bastian!" bentak Hugo, kemudian kembali menatap Marcell. "Marcell! Papa tidak bercanda!" bentak Hugo berusaha menahan emosi melihat tingkah Marcell.

"Okey . okey..aku khilaf. Kakak ipar terlalu cantik, jadi aku tidak bisa menahan diri," sahut Marcell dengan innocent face -nya.

Innocent face : orang yang tampangnya baik-baik aja seperti orang yang mukanya nggak bersalah.

"Kau benar-benar, ya! Cepat pakai pakaian kamu dan keluar dari kamar ini!" bentak Hugo berusaha menahan diri menghadapi Marcell.

"Okey," sahut Marcell enteng bergegas memakai pakaiannya. Tak lama kemudian Marcell pun sudah selesai memakai pakaiannya.

"Thanks, bro!" ucap Marcell masih sempat-sempatnya tersenyum seraya mengedipkan sebelah matanya.

"Kau.." geram Bastian benar-benar ingin kembali menghajar Marcell.

"Cukup Bastian! Lebih baik kamu tenangkan istrimu dulu," ujar Hugo, kemudian keluar dari kamar itu.

Hugo membuang napas kasar dan menyisir rambutnya dengan kelima jarinya dengan kasar.

"Kenapa bisa seperti ini? Aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah kejadian ini," gumam Hugo yang lagi-lagi membuang napas kasar.

Niat Hugo keluar dari kamar hotelnya untuk membeli obat sakit kepala malah membuat Hugo tambah sakit kepala dengan kejadian tidak terduga malam ini.

Sedangkan Marcell yang sedari tadi cengar-cengir tanpa dosa dan tanpa beban, raut wajah pemuda tampan itu langsung berubah setelah keluar dari kamar hotel Bastian. Senyuman cengengesan dan innocent face yang sedari tadi ditampilkan pemuda itu seketika menghilang dan berganti dengan ekspresi kebencian, dendam, kesedihan, dan penyesalan yang bercampur menjadi satu.

Marcell masuk ke dalam lift menuju roof top dengan wajah yang terlihat kacau. Beberapa menit kemudian pemuda itu sudah berdiri di roof top dengan kedua tangan yang terkepal.

"Argghh..!" pekik Marcell kemudian jatuh terduduk.

"Dasar bajiingan! Setan! Sialan!" teriak Marcell seraya meninju-ninju lantai beberapa kali hingga buku-buku jarinya berdarah.

"Argghh.." Marcell kembali memekik dengan butiran kristal bening yang berjatuhan dari kelopak matanya yang berbulu lentik itu.

Sedangkan di kamar Bastian, setelah kepergian Marcell dan Hugo, pria itu masih terlihat sangat emosi.

"Dasar brengseek! Anak haram sialan!" umpat Bastian, lalu meninju dinding dengan penuh emosi, tapi sayangnya malah membuat tangannya sakit dan berdarah.

Bastian kemudian membalikkan tubuhnya menatap ke arah ranjang, lalu berjalan ke arah ranjang itu. Ingrid masih berada di balik selimut tanpa terlihat sama sekali wajahnya, bahkan ujung rambutnya pun tak terlihat. Bastian masih mendengar suara tangisan Ingrid.

"Buka selimut mu!" titah Bastian dengan suara yang terdengar dingin.

Ingrid masih menangis dan enggan untuk membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Dan hal itu membuat Bastian semakin emosi.

"Aku bilang buka selimut itu!" bentak Bastian menatap tajam ke arah selimut itu.

Masih menangis sesenggukan, Ingrid perlahan bergerak membuka selimut yang menutupi kepala dan wajahnya. Ingrid tertunduk tanpa berani menatap pria yang sudah menjadi suaminya itu.

"Buka selimut mu!" Bastian kembali membentak dan kali ini nada suaranya naik lebih tinggi.

Ingrid kembali menurunkan selimut yang menutupi tubuhnya sampai dagu itu dengan perlahan.

"Srak"

"Akhh." pekik Ingrid saat Bastian yang sudah tidak sabar menunggu Ingrid membuka selimut itu menarik selimut yang dipakai Ingrid itu dengan sentakan kasar. Namun spontan Ingrid yang terkejut pun menahannya, hingga selimut itu hanya melorot hingga dada Ingrid.

...🌟...

...Terkadang, ekspresi wajah tidak bisa menggambarkan isi hati....

...Berpura-pura baik-baik saja, meski menderita setengah mati....

...Kamuflase untuk melindungi diri....

..."Nana 17 Oktober"...

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

3. Maaf

Bastian mengepalkan kedua tangannya erat, rahangnya mengeras dengan tatapan penuh amarah yang tertuju pada leher dan dada Ingrid. Hampir di seluruh kulit Ingrid tercetak kiss mark berwarna merah dan juga keunguan. Bahkan mayoritas berwarna keunguan.

"Kamu sok polos dan sok suci di hadapan ku. Kamu tidak pernah mau aku cium selama kita menjalin hubungan. Tapi setelah menikah denganku, kamu malah bercinta dengan adikku tiriku di malam pertama kita. Munafik! Pengkhianat! Dasar wanita murahan!" umpat Bastian penuh emosi dengan suara menggelegar.

Ingrid tersentak, hingga kedua pundaknya terangkat ke atas karena mendengar suara Bastian dengan nada tinggi itu. Bahkan pria yang di cintainya dan sudah resmi menjadi suaminya itu mengumpat dirinya dengan kata-kata kasar yang merendahkan.

Selama Ingrid menjalin hubungan dengan Bastian, tidak pernah Ingrid melihat Bastian marah apalagi mengumpat dirinya seperti barusan. Namun Ingrid dapat memahami dan memaklumi perasaan Bastian. Suami mana yang tidak marah dan syok jika berada di posisi Bastian?

"Bas, aku nggak pernah mengkhianati kamu. Aku pikir dia tadi adalah kamu. Aku tidak tahu kalau yang bersamaku adalah adikmu," ucap Ingrid yang masih menangis itu jujur. Ingrid benar-benar mengira kalau pria yang bersamanya tadi adalah Bastian.

"Bohong! Sudah satu tahun kita bertunangan dan sering jalan berdua. Mana mungkin kamu tidak mengenali aku," tukas Bastian terlihat sangat kecewa.

Tadi Ingrid terlalu grogi, lalu terlena dengan perlakuan romantis dan lembut Marcell, hingga Ingrid tidak bisa mengenali siapa pria yang sedang bersamanya.

"Dia..dia tiba-tiba memeluk aku dari belakang saat aku keluar dari kamar mandi. Dia berbicara dengan cara berbisik pelan, lalu menutup mataku dengan kain. Aku benar-benar tidak tahu kalau itu dia. Aku menyangka itu adalah kamu. Percayalah! Aku nggak bohong, Bas," sanggah Ingrid jujur seraya mengusap air matanya yang terus mengalir bak anak sungai.

"Alasan! Aku tidak percaya! Hanya orang bodoh yang percaya pada kata-katamu itu!" sergah Bastian kemudian membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu. Terlihat jelas guratan kekecewaan, kebencian, amarah dan dendam di wajah pemuda itu.

"Bas, kamu mau kemana? Bas, aku tidak bersalah dalam hal ini. Bas, dengarkan penjelasan ku. Bas..."

"Brakk"

Ingrid tidak melanjutkan kata-katanya saat Bastian menutup pintu kamar itu dengan kasar hingga menimbulkan suara yang kuat. Kedua pundak Ingrid sampai terangkat ke atas karena sangking terkejutnya.

"Akkhh..!" pekik Ingrid memukul-mukul ranjang tempatnya berbaring.

"Kenapa? Kenapa harus begini? Kenapa semua ini terjadi? Apa salahku? Apa salahku?" pekik Ingrid yang masih terus menangis.

Ingrid mengenang masa-masa bahagia yang pernah dilaluinya bersama Bastian. Ingrid dan Bastian sebelumnya tidak saling mengenal. Mereka di pertemukan dan langsung bertunangan. Perlahan tumbuh cinta di hati Ingrid, karena Bastian yang nampak menerima dirinya sebagai tunangannya. Hingga setalah satu tahun bertunangan, Bastian memutuskan untuk menikahi Ingrid.

Ingrid membayangkan pernikahan yang bahagia bersama Bastian, namun setelah malam ini, apakah Ingrid masih punya harapan untuk bahagia? Entahlah.

Bahagia atau tidak itu tergantung pada diri kita sendiri. Semakin tinggi kita memasang standar kebahagiaan kita, maka akan semakin sulit bagi kita untuk bahagia. Karena itu jangan memasang standar dan ekspektasi terlalu tinggi. Lebih banyaklah bersyukur dari pada menyesali apa yang telah terjadi. Maka bahagia akan bertahta di dalam hati.

Beberapa menit kemudian, akhirnya Ingrid turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi dengan langkah tertatih-tatih. Ingrid meringis menahan sakit di area inti tubuhnya. Percintaannya dengan Marcell tadi begitu membara dan mereka melakukannya dalam durasi lama serta mendapatkan pelepasan berkali-kali. Hal itu membuat bagian inti tubuh Ingrid yang baru pertama kali di masuki pria menjadi lecet dan bengkak.

Masih menangis, Ingrid menatap jijik pada tubuhnya sendiri yang dipenuhi dengan kiss mark berwarna merah dan keunguan. Ingrid berdiri di bawah shower, mengguyur tubuhnya dengan air dingin seraya menggosok-gosok tubuhnya dengan kuat ingin menghilangkan jejak sentuhan Marcell di tubuhnya. Ingrid berulang kali memakai sabun dan menggosok tubuhnya dengan harapan konyol bisa menghilangkan semua jejak yang ditinggalkan Marcell di tubuhnya. Entah sudah berapa kali Ingrid melakukannya hingga kulitnya lecet karena di gosok dan mengerut karena kedinginan.

"Marcell brengseek! Aku benci kamu! Aku benci kamu! Akkhh.." teriak Ingrid terduduk di bawah shower dengan air mata yang terus mengalir dari kelopak matanya. Wanita itu terdiam di bawah shower, hatinya menolak kenyataan yang sudah terjadi.

Setelah lama terdiam di kamar mandi, dengan wajah pucat pasi dan langkah tertatih Ingrid keluar dari kamar mandi. Netranya yang tanpa sengaja menatap ranjang yang berantakan dengan noda darah di atasnya membuat hati Ingrid kembali terasa sakit.

Ingrid melepaskan sprei itu, lalu membuangnya ke tempat sampah. Wanita itu meringkuk di atas sofa yang ada di dalam kamar itu tanpa mau menatap ke arah ranjang yang membuat dirinya mengingat kejadian tadi. Kejadian yang telah menghancurkan hati dan impiannya.

Sampai pagi menjelang, Bastian tidak kembali ke kamar hotel yang seharusnya menjadi tempat dirinya dan Bastian tidur bersama untuk pertama kalinya. Ingrid berusaha menghubungi Bastian, tapi nomor Bastian malah tidak aktif.

"Kamu dimana, Bas? Apa.. apa kamu akan mencampakkan dan meninggalkan aku?" gumam Ingrid dengan pipi yang basah oleh air mata.

Saat ini Ingrid tidak tahu bagaimana nasibnya ke depannya. Apakah Bastian ingin melanjutkan pernikahan mereka atau memilih mengakhiri pernikahan mereka. Sungguh Ingrid tidak bisa menebak.

Jika Bastian mengakhiri pernikahan mereka, apa yang harus Ingrid lakukan setelah mengalami kejadian semalam? Dan jika pernikahan mereka dilanjutkan, apakah ke depannya kejadian semalam tidak akan mempengaruhi hubungannya dengan Bastian? Ingrid benar-benar tidak bisa menjawab pertanyaan di hatinya itu.

Akhirnya Ingrid memilih check out dari hotel itu dan memutuskan untuk pulang ke rumah kedua orang tuanya. Setelah kejadian semalam Bastian tidak kembali sampai saat ini. Tidak mungkin Ingrid pulang ke rumah mertuanya sendirian

Dengan tubuh yang terasa lemas dan kepala yang terasa pusing, Ingrid melangkahkan kakinya keluar dari kamar hotel itu sambil membawa tas ransel yang berisi pakaiannya.

Ingrid meninggalkan kamar hotel yang telah menorehkan kenangan buruk sepanjang hidupnya. Tempat yang tidak ingin diingat apalagi dikunjungi lagi oleh Ingrid.

Namun baru beberapa langkah keluar dari kamar hotel, Ingrid merasa kepalanya yang tadinya pusing malah semakin terasa berat. Bahkan pandangan matanya terasa kabur dan berkunang-kunang.

"Brukk"

Pada akhirnya Ingrid jatuh pingsan. Tubuhnya kelelahan karena kurang tidur dan aktivitas ranjang yang menguras tenaga semalam. Tubuhnya demam dan pucat karena terlalu lama mandi. Kulitnya lecet karena terlalu lama dan terlalu kuat di gosok. Matanya bengkak karena semalaman menangis. Belum lagi stress karena kejadian yang menimpa dirinya semalam. Semua itu membuat kondisi Ingrid menjadi drop.

Memprihatinkan. Hanya satu kata itulah yang bisa terucap saat melihat kondisi Ingrid saat ini. Wanita yang kemarin tersenyum bahagia dalam balutan gaun pengantin itu sekarang malah terlihat mengenaskan.

Seorang pria yang memakai jaket, masker dan topi nampak mendekati Ingrid, lalu mengambil tas ransel Ingrid. Pria itu memakai tas ransel Ingrid, lalu mengangkat tubuh Ingrid. Untuk sesaat pria itu menatap wajah Ingrid.Tanpa melepaskan maskernya, sebuah kecupan hangat dan lembut dilabuhkan pria itu di dahi Ingrid. Setetes kristal bening jatuh di wajah Ingrid yang pucat pasi.

"Maaf.." ucap pria itu mendekap erat tubuh Ingrid yang terasa panas.

...🌟...

...Tuhan tidak akan memberikan cobaan dan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya....

...Kita hanya bisa berpikir positif, ikhlas, berlapang dada dan bersabar menghadapinya....

...Mengambil hikmah atas semua yang terjadi tanpa harus menyalahkan dan membenci siapapun, termasuk diri sendiri....

...Tuhan tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya....

...Sabar dan tegar lah dalam menghadapi ujian dan cobaan, jangan larut dan tenggelam dalam keterpurukan....

...Karena bumi terus berputar, meskipun kita enggan dan berhenti berjalan....

..."Nana 17 Oktober"...

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!