Motor Ducati merah melaju kencang kebut-kebutan di jalan raya. Banyak pengendara menyumpahi si pengendara yang memakai jaket kulit hitam dan menggunakan helm full face hitam. Orin gadis berusia 19 tahun menumpahkan segalanya dengan menancap full gas pada motornya.
Hari ini adalah hari ulang tahunnya, Orin mendapatkan kejutan pesta ulang tahun yang disiapkan kekasih dan teman-temannya. Sesampainya di restoran, di tempat VVIP Orin niatnya ingin memberi kejutan kepada mereka. Tapi Orin mengurungkan niatnya.
Kala itu di belakang pintu ruangan VVIP Orin mendengar suara Faris kekasihnya tertawa bersama dengan sahabatnya Maya.
"Yakin kamu tidak cemburu?" tanya Faris.
"Ya pastilah aku cemburu. Tapi kamu kan gak cinta Orin. Kamu cuman memanfaatkan Orin untuk mendapatkan keinginan mu kan?" Maya bergelut manja.
"Iya sayang. Orin sangat mencintaiku. Dan kami akan kuliah di universitas yang sama, Orin berjanji akan membiayai. Bisakah kamu menunggu ku? Aku sangat memerlukan Orin demi kesuksesan ku. Siapa tahu nanti aku kerja di Kantor Papa Orin. Aku pasti akan melamar mu." Faris mencium pipi Maya.
"Dan aku akan berpura-pura menjadi sahabat yang baik untuk Orin." Maya tertawa.
"Eh kalian, sebentar lagi Orin datang. Gak takut ketahuan," terdengar suara Tio.
"Awas aja kalo kalian ngadu. Kalian gak akan kenyang seperti sekarang." Faris tersenyum.
"Iya berkat Orin, kita semua makan enak. Goblok amat si Orin. Dia mengira semua dapat dibeli dengan uang termasuk pertemanan. Mana ada yang suka dengan gadis yang kasar, egois, sombong mentang-mentang anak Sultan," Tio dengan sinisnya.
"Iya, gue cuman memanfaatkan uang Orin. Gadis belagu suka perintah-perintah. Mana ada yang mau jadi teman dia. Selama kita manggut-manggut dan turuti kemauan dia, kita pasti dapat duit yang banyak. Ha, ha, ha." Wati dan semua teman tertawa bersama.
Orin pergi meninggalkan restoran lewat pintu belakang. Dengan perasaan kecewa, sedih, marah karena teman dan kekasihnya selama ini tidak tulus bersamanya.
Orin anak ketiga dari tiga bersaudara. Orin anak perempuan satu-satunya dan dia sangat dimanjakan oleh keluarganya. Karena menjadi Putri di dalam keluarganya, sifat Orin terbawa ke dunia luar. Orin suka memerintah orang lain dan selalu menyelesaikan semua masalah dengan uang. Orin takut kehilangan teman, Orin selalu memanjakan teman-temannya dengan memberikan mereka uang.
Langit hitam pekat, awan perlahan meneteskan butiran air. Lama kelamaan menjadi jarum-jarum kecil yang jatuh dari langit. Hujan semakin deras jalan semakin licin. Di tambah lagi jalanan padat merayap. Orin tetap saja mengebut di jalan. Cacian dan umpatan tidak dihiraukannya. Orin semakin ugal-ugalan di jalan raya.
Orin hampir saja menabrak dan ditabrak pengendara lain. Orin tidak peduli berapa kali lampu merah yang dilanggar. Orin hanya ingin melampiaskan rasa sesak di dadanya.
VROOOM!
VROOOM!
Orin mempercepat laju motornya menerobos derasnya hujan. Orin bahkan tidak menyentuh rem sama sekali. Entah kenapa hatinya tidak terima mendengar perkataan jujur dari teman-temannya. Orin menangis di tengah gemuruh dan derasnya hujan. Matanya basah tiba-tiba penglihatannya mengabur.
SZZZZT!
Kilatan petir yang menyilaukan menyadarkan Orin. Mata Orin melebar selebar-lebarnya tatkala nampak seorang nenek tua tepat di depan motornya. Orin panik, dia menginjak rem belakang. Usahanya percuma karena Orin terlanjur menghabiskan full gas motornya. Orin berteriak dan terus menekan klaksonnya.
TIN!
TIIIIIIIIINNN!
CKIIIITTTT!
BRAAAAKK!
Semua orang berteriak histeris. Mereka mengerumuni Orin yang jatuh tergeletak di trotoar tidak sadarkan diri dan helmnya terlepas. Kepalanya mengeluarkan darah. Kondisi motor Ducati merah Orin menabrak tiang listrik, lampu depan dan belakang pecah, spion patah dan salah satunya kaca spionnya menghilang.
Orang-orang terkejut, ternyata pengendara itu seorang gadis. Mereka segera menghubungi ambulans.
Orin terbangun, Orin kebingungan mengapa banyak orang mengelilinginya. Dan di depannya ada seorang nenek tua yang tersenyum kearahnya. Orin penasaran, Orin berbalik ke belakang, Orin tersentak, tubuhnya langsung berdiri, matanya terbelalak, mulutnya terbuka lebar. Orin melihat dirinya diangkat di atas tandu dan dimasukkan ke dalam mobil ambulans.
Orin berlari masuk ke dalam ambulans. Orin melihat kepalanya banyak mengeluarkan darah segar. Para perawat memasang selang infus di tangannya, dan memasang oksigen untuk membantu pernapasannya. Orin mencoba masuk ke dalam tubuhnya tapi tidak bisa. Orin mencoba lagi, lagi dan lagi tapi usaha Orin selalu gagal.
Orin berpaling menatap ke arah nenek yang duduk diseberangnya. Nenek itu hanya tersenyum.
"Permisi, sebelumnya saya minta maaf karena hampir menabrak Nenek. Bisa tolong jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Orin.
Tiba-tiba saja Orin menyipitkan mata dan mengangkat tangannya untuk menghalangi dari cahaya yang menyilaukan mata. Dan di saat Orin menurunkan tangannya, Orin berada di tempat yang serba putih. Orin memandangi dirinya yang menggunakan baju dan celana putih.
"Nek, apa yang terjadi? Apa saya sudah meninggal?" wajah Orin memucat.
"Sekarang kamu berada di tengah dua dunia antara dunia nyata dan dunia kematian. Selama hidup mu kamu banyak menyakiti hati orang." Nenek itu menjentikkan jarinya.
Sekejap muncul layar lebar di hadapan Orin. Terlihat di saat Orin sedang makan di dalam restoran dan tanpa sengaja pelayan itu menumpahkan air putih ke baju Orin. Orin marah besar dan meminta pelayan itu segera dipecat. Pelayan restoran meminta maaf dan memohon tapi Orin dengan sombongnya meninggalkan pelayan itu tanpa belas kasihan.
Pelayan itu pulang ke rumah kontrakan. Dan di sana dia sudah ditunggu pemilik kontrakan. Karena tidak punya uang akhirnya pelayan itu diusir dari rumah kontrakan. Sekarang dia tinggal di bangunan bekas gudang dan karena Orin dia kesulitan mendapatkan pekerjaan.
Orin terdiam, Orin baru menyadari betapa egois, sombong, jahat dirinya. Orin pun melihat berbagai kelakuannya yang menyengsarakan orang. Semua itu juga tidak lepas dari pengaruh teman-teman Orin yang nakal.
"Dosa-dosa mu sangat banyak. Dan kamu harus mempertanggungjawabkannya!" Nenek dengan wajah yang masam memanggil seseorang.
Terdengar suara langkah yang berat, bumi seakan berguncang, tubuh Orin bergoyang hampir kehilangan keseimbangan. Entah kenapa Orin merasakan merinding seluruh badan. Ketakutan semakin mencekam, Orin mencoba berlari sekuat tenaga tapi tempat itu tidak ada ujungnya. Orin mencari tempat untuk bersembunyi.
Orin penasaran siapa orang ini? Langkahnya saja membuat Orin gemetar. Aromanya membuat napas Orin tercekik. Dan hembusan napasnya seolah membakar tubuh Orin.
"Jangan lari! Aku adalah malaikat maut yang akan menjemput mu. Semua yang kamu rasakan saat ini adalah apa yang kamu lakukan di dunia. Kamu tidak dapat bersembunyi. Ikutlah bersama ku!" Malaikat maut mengayunkan cambuknya dan menarik tubuh Orin dengan paksa.
"Maaf, maafkan saya. Tolong beri saya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan saya. Tolong, saya mohon." Orin memohon dengan berlinangan air mata.
"Semua manusia sama, mereka selalu berjanji tapi tidak pernah menepati. Apa kamu juga seperti mereka!" Malaikat maut menarik sesuatu dari atas kepala Orin.
Mata Orin terbelalak, tubuhnya sangat kesakitan, tubuhnya seperti ditarik-tarik dan dicabut dari setiap urat saraf, sendi, akar rambut, kulit sampai kaki. Orin menjerit kesakitan. Rasanya begitu dashyat Orin merasakan sakaratul maut.
AAAAGHH!
TIIIIITTTTTTTTTTTT!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
TIIIIITTTTTTTTTTTT!
"Dok monitornya!" teriak seorang perawat ketika melihat garis lurus memanjang yang ada didepannya.
Dokter panik segera memompa dada Orin agar detak jantungnya kembali normal. Papa, Mama dan kedua Kakak Orin dilanda kecemasan. Mereka tidak henti-hentinya berdoa disela tangis mereka. Dan di antara mereka ada seorang pria berpakaian perawat dengan menggunakan masker yang saat ini sangat khusyuk berdoa untuk Orin.
- Di antara dua alam
Orin masih merasakan sakitnya sakaratul maut. Tiba-tiba saja malaikat maut menghentikan aksinya. Malaikat maut dengan perlahan memasukkan kembali jiwa Orin ke dalam raganya.
"Ada apa?" tanya Nenek.
"Ternyata belum waktunya. Dia harus tetap hidup." Malaikat maut melepaskan cambuknya dari tubuh Orin.
Orin terjatuh, napasnya tersengal-sengal, seluruh tubuhnya sakit. Orin meraung sejadi-jadinya. Seumur hidup tidak pernah Orin merasakan sakit seperti ini. Orin dengan tubuh yang gemetar dengan lirih berucap, "Ma ... af, am ... pun," Orin tergeletak lemah tak berdaya.
"Kamu, bersyukur masih diberikan kesempatan oleh Yang Maha Kuasa untuk hidup dan menebus dosa-dosa mu. Ingat waktumu hanya 90 hari. Kamu bisa merubah takdirmu dengan melakukan amal kebaikan. Jika kamu masih berbuat jahat, maka kami akan segera menjemputmu dan tidak segan-segan mencabut nyawamu!" Nenek tua itu kembali menjentikkan jarinya.
- Di ruangan ICU
Layar monitor kembali menunjukkan garis naik turun secara beraturan. Detak jantung Orin kembali normal. Dokter keluar ruangan ICU dan menemui keluarga Orin. Dokter mengatakan Orin sudah melewati masa kritis, tapi kondisi Orin masih dalam keadaan koma.
Di dalam ruangan ICU, pria yang berpakaian perawat memegang jemari Orin dan mengusap pucuk kepala Orin. Dia kemudian meninggalkan Orin di dalam ruangan ICU. Pria itu melewati keluarga Orin yang masih bicara dengan Dokter yang menangani Orin.
"Pa, bagaimana kalo Orin kita bawa keluar negeri?" kata Mama.
"Sabar Ma, Orin pasti akan sembuh," Papa memeluk Mama untuk menenangkannya.
"Maafkan kami Pa, Ma tidak menjaga Orin sehingga Orin mengalami kecelakaan," Omar Kakak pertama Orin.
"Ada yang melihat Orin mendapatkan kecelakaan setelah datang ke restoran favoritnya. Waktu itu teman-temannya ingin memberikan kejutan untuk Orin. Tapi entah mengapa belum juga acara di mulai Orin pergi meninggalkan restoran. Dan terjadilah kecelakaan," kata Ezar Kakak kedua Orin.
"Sudah dua bulan Orin koma, tidak ada satupun temannya yang datang menjenguk. Ingat saja mereka akan masuk daftar hitam Papa!" Papa marah besar.
"Maaf Pa. Ini semua karena kita terlalu memanjakan Orin. Orin di luar sifatnya suka memerintah orang seenaknya. Tidak ada yang suka dengan Orin. Mereka mendekati Orin karena Orin suka memberi mereka uang," Omar bicara hati-hati di hadapan orang tuanya.
"Ma, Pa, Bang, Orin, Orin sadar." Ezar menunjuk dari balik kaca ICU.
Omar berlari memanggil Dokter. Dokter dan Perawat segera masuk ke dalam ruang ICU. Dokter memeriksa denyut nadi Orin, memeriksa mata Orin dengan senternya mengecek denyut jantungnya lewat monitor yang ada didepannya. Keluarga Orin mengintip dari kaca ICU.
Dokter tidak menyangka ada keajaiban. Orin kembali sadar, walaupun kondisinya masih lemah. Orin menatap Dokter yang ada didepannya.
"Hallo Nona Orin. Kedipkan mata Anda jika mendengar saya," kata Dokter.
Orin perlahan mengedipkan matanya.
"Terima kasih, Nona Orin alhamdullilah sudah sadar. Kami akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan Nona. Permisi," Dokter dan Perawat berpamitan.
"Keluarga pasien dipersilahkan masuk," Dokter membukakan pintu untuk mereka.
"Terima kasih Dokter," Jawab Papa.
Papa, Mama dan kedua Kakak Orin masuk ke dalam ruangan ICU. Meskipun dalam keadaan lemah Orin masih mengingat mereka. Orin menatap satu persatu anggota keluarganya. Entah kenapa Orin bisa mendengar kata hati mereka. Orin mengetahui perasaan cinta mereka kepadanya. Orin bersyukur diberikan kesempatan untuk hidup.
Dan di belakang keluarganya Orin melihat nenek tua yang dia temui sebelumnya. Nenek itu tersenyum. Dan Orin bicara dalam hati kepada nenek, Orin akan memperbaiki aifat dan membayar dosa-dosanya. Terima kasih telah mengingatkannya. Terima kasih atas kesempatan untuknya. Dan nenek itupun menghilang dari pandangan mata.
Sebulan berlalu, Orin dinyatakan sembuh dan menjalani kehidupan normalnya. Sejak kejadian itu Orin bisa mendengar isi hati orang lain. Orin menceritakan pengalaman hampir sakaratul mautnya kepada keluarganya. Setelah mendengar cerita Orin, keluarga Orin lebih memperdalam ibadah mereka.
Hari ini Orin kembali ke sekolah, masih ada waktu sebelum kelulusan. Orin akan menemui orang-orang yang pernah dia sakiti sebelumnya. Orin menghampiri seseorang yang tidak dia ketahui namanya tapi Orin ingat dia pernah membullynya karena dia gendut, jelek. Tentu saja tidak lepas dari pengaruh kekasih dan teman-temannya yang nakal.
"Hallo, maaf namamu siapa?" tanya Orin.
"Hmmm, Phia." Jawab Phia gugup.
"Phia, maafkan selama ini aku sudah membullymu. Maafkan kesalahanku. Apa kamu ingin menghukum ku? Silakan lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Aku hanya minta pengampunan mu." Orin membungkukkan badannya memohon.
"Benarkah aku boleh melakukan apa saja?" Phia berdiri mendekat ke arah Orin.
"Iya." Orin berdiri tegak dan memejamkan matanya. Orin bersiap dengan segala hal buruk yang akan dilakukan Phia padanya.
Ternyata Orin salah, Phia memeluk erat Orin dan mengatakan dia memaafkan Orin dan ingin menjadi teman bagi Orin. Orin mendengar ketulusan hati Phia. Orin menangis bahagia. Ternyata masih ada yang mau memaafkan dan menjadi temannya dengan ketulusan.
Perubahan diri Orin membuat seisi sekolah tak percaya. Orang-orang yang dimintai maaf oleh Orin awalnya menganggap Orin hanya cari muka di depan mereka. Tapi setelah melihat Orin yang menghindari kekasih dan teman-temannya yang nakal, mereka menyadari Orin sekarang benar-benar berubah.
Orin hanya mempunyai waktu 90 hari dan Orin tidak memberitahu keluarganya. Entah dihitung sejak Orin sadar dari koma Orin pun tidak tahu. Yang jelas mulai hari ini Orin akan memulai misinya mencari ketulusan. Ketulusan dalam berteman dan ketulusan dalam cinta.
"Yank, kok kamu berubah?" Faris duduk di sebelah bangku Orin.
Orin diam-diam mendengar kata hati Faris.
Orin, dompet gue lagi kosong. Untung loe sudah sekolah. SPP gue nunggak karena buat beli diamond game.
"Oh iya Faris, sebenar lagi kita lulus." Orin menoleh ke arah Faris.
"Gak terasa ya. Sebentar lagi kita akan kuliah di universitas yang sama kan Yank?" Faris memegang tangan Orin.
"Aku akan pergi dari kota ini. Maaf Faris aku ingin mengakhiri hubungan kita." Orin melepaskan pegangan Faris.
"Apa! Tapi mengapa?" Faris kecewa.
Goblok, kenapa si Orin ingin putus sama gue? Apakah ini ada hubungannya dengan kejadian saat itu. Pelayan restoran bilang Orin datang sebentar dan pergi lagi, Faris bicara dalam hati.
Orin tersenyum sinis, "Aku mendengar semua yang kalian bicarakan."
"Mendengar apa?" Faris pura-pura tidak mengerti.
Orin tersenyum mengejek dan berjalan ke depan kelasnya.
"Teman-teman, maafkan selama ini aku sudah menyusahkan kalian. Sekali lagi aku minta maaf. Ternyata tidak semua bisa dibeli dengan uang. Uang tidak selamanya membuat bahagia. Terima kasih Phia, Rafan, Wila atas ketulusan kalian. Dari semua yang ada hanya kalian yang paling tulus memaafkan dan ingin menjadikan aku teman."
"Jadi kami semua tidak kamu anggap teman?" sahut Maya.
"Kalian semua termasuk kamu Faris, hanya memanfaatkan uang ku. Jauh dari lubuk hati kalian semua membenciku. Maaf atas sifat ku selama ini. Aku sedikit demi sedikit akan berubah." Orin lagi-lagi mengatupkan kedua tangannya.
"Orin Awasssss!" teriak Phia.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Orin Awasssss!" teriak Phia.
Maya melemparkan bola ke arah Orin. Orin dengan cekatan menghadang bola itu dengan pukulannya dan bola itu memantul tepat mengenai hidung Maya. Maya berteriak kesakitan, hidungnya mengeluarkan darah.
"Orin, awas loe!" teriak Maya.
"Sorry gue refleks," kata Orin.
"Orin, yuk kita ke kantin." Phia menarik tangan Orin disusul Rafan dan Wila.
"Orin, kurang ajar kamu!" Maya memegang hidungnya yang sakit.
Rafan memesankan minuman sedangkan Wila memesankan bakso untuk mereka berempat. Untung hari ini jam pelajaran kosong. Karena guru-guru mengadakan rapat kelulusan.
"Orin, kamu kesambet apa sih kok cepat banget berubah?" tanya Wila tanpa basa basi.
"Hush, omongan loe tu ya." Rafan menepuk jidat Wila.
"Sakit kaleeee," Wila membalas dengan mencubit lengan Rafan.
"Kalian berdua ini, lama-lama bakalan jadian," kata Phia.
"Ha, ha, ha. Senangnya punya teman. Udah lama aku gak ketawa lepas kayak gini," Orin mengusap air mata bahagianya.
"Bukannya beberapa tahun ini teman kamu banyak Rin, kamu juga punya Faris," sahut Rafan.
"Iya, aku yang dulu suka dipuji, suka perintah orang, suka merendahkan orang. Mereka juga suka memprovokasi ku membuat aku membenci orang-orang di sekitar ku. Aku takut kehilangan mereka. Semua keperluan mereka aku yang bayar. Ternyata aku salah, aku membuat mereka menjadi malas dan suka memanfaatkan orang," sesal Orin.
"Terus kenapa kamu berubah Rin?" tanya Phia.
Orin diam sejenak, Orin mendengarkan kata hati teman-temannya. Ternyata tidak ada maksud apa-apa, mereka memang tulus. Orin akhirnya menceritakan rencana teman-temannya yang ingin memberikan kejutan di hari ulang tahunnya. Dan Orin mendengar pengakuan jujur teman-temannya yang membuat sesak di dada.
Orin melampiaskan segalanya dengan ngebut di jalan raya sehingga kecelakaan itu terjadi. Orin juga menceritakan bagaimana sakitnya saat sakaratul maut. Dan mungkin itu belum seberapa karena Orin saat itu dalam keadaan koma. Phia, Wila dan Rafan bergidik ngeri.
"Makanya gaeeess, selagi aku diberi kesempatan untuk hidup. Aku ingin berubah, sekali lagi aku meminta maaf kepada kalian yang pernah tersakiti." Orin kembali meneteskan air mata.
"Terima kasih juga, seorang Orin Sang Putri mau berteman dengan kami orang yang biasa," ujar Phia.
Bel pulang sekolah berbunyi. Orin teringat akan pelayan restoran yang pernah dipecat karena dia. Orin berusaha mengingat tempat tinggal pelayan itu sebuah gudang terbengkalai, sepertinya Orin pernah melihatnya. Orin menuju kesana.
Tibalah Orin di tempat yang kurang layak untuk dihuni. Gudang yang sangat tua, bangunannya nyaris runtuh, sangat rawan kapan saja bisa ambruk. Di kiri kanannya dikelilingi dengan kardus bekas. Orin melihat kepulan asap dan aroma mie instan seperti ada kegiatan memasak, berarti pelayan restoran itu ada di sana.
"Permisi, permisi," panggil Orin.
"Iya," ada seseorang menjawab panggilan Orin.
Orin tersenyum, ternyata dia tidak salah alamat. Benar dia adalah pelayan restoran itu. Pelayan restoran menghampiri Orin.
"Maaf, perkenalkan nama saya Orin." Orin mengulurkan tangannya.
"Maaf, tangan saya kotor. Nama saya Aydin." Pria itu mengatupkan kedua tangannya.
"Hmmm, apa kamu masih mengenal saya?" Orin menahan gugup dan takut yang jadi satu.
Aydin memperhatikan Orin dari rambut hingga kaki. Wajah Aydin berubah yang sebelumnya ramah menjadi marah.
"Ohhhh kamu. Gara-gara kamu, saya dipecat! Diusir dari rumah kontrakan karena gak bisa bayar rumah! Puas kamu heh, puas!" Aydin melampiaskan emosinya.
"Maaf, saya akan membayar kesalahan saya," Orin gemetar.
"Membayar dengan apa!" Aydin semakin meninggikan suaranya.
"Sa ... saya akan membelikan kamu rumah," jawab Orin.
"Tidak cukup, saya juga perlu pekerjaan," kata Aydin.
"Sa ... saya akan berusaha mencarikan. Tapi maafkan saya. Tolong maafkan saya. Apa saja akan saya turutkan, asalkan maafkan saya dengan tulus," mohon Orin.
"Seandainya saya tidak akan memaafkan mu sampai kapanpun, apa yang akan terjadi?" Aydin menyilangkan kedua tangannya.
"Saya akan meninggalkan dunia ini lebih cepat dan saya akan mendapatkan hukuman atas apa yang saya lakukan," jawab Orin.
"Sampai kapanpun saya tidak akan memaafkan mu!"
Orin merasakan nyeri yang amat di dadanya, Orin berjongkok sambil memegang dada. Orin mendengar suara berbisik di telinganya.
"Setiap satu orang yang tidak memaafkan mu, maka akan memperpendek usiamu."
Aydin memandangi Orin dengan tatapan sinis, dalam pikiran Aydin saat ini Orin berakting untuk meminta belas kasihan. Aydin sangat membenci Orin, karena dia membuat hidupnya sengsara. Aydin masih berdiri menatap Orin. Tiba-tiba Orin jatuh pingsan.
"Hei kamu! Sudah cukup aktingnya!"
Orin tidak bergerak. Aydin perlahan mendekati Orin dan menepuk-nepuk pundaknya. Aydin menyibak rambut yang menutupi wajah Orin. Aydin mendekatkan telunjuknya ke hidung Orin. Orin masih bernapas. Aydin kembali membangunkan Orin tapi tidak ada reaksi. Aydin melihat dari hidung Orin keluar darah.
Aydin mengangkat tubuh Orin, Aydin keluar dari lokasi gudang tua dan memanggil taxi yang lewat menuju rumah sakit terdekat. Aydin membuka tas ransel Orin mencari ponselnya. Aydin membuka aplikasi berwarna hijau yang ada di ponsel Orin. Aydin menemukan chat dari seseorang yang bernama Abang. Aydin menelpon orang tersebut.
"Dek kamu dimana? Kok belum nyampe rumah?"
"Maaf, perkenalkan nama saya Aydin. Kalau gak salah nama gadis ini Orin ya?" tanya Aydin.
"Ada apa dengan Orin?"
"Dia pingsan hidungnya keluar darah. Saya akan membawanya ke Rumah Sakit Muhammadiyah. Dan mohon maaf untuk saat ini saya tidak punya uang, saya minta izin untuk mengambil uang yang ada di dompet Orin. Untuk bayar taxi tidak lebih," kata Aydin.
"Iya, ambil aja. Saya akan menyusul ke sana. Saya harap kamu tunggu saya di sana. Terima kasih."
TUT! TUT! TUT!
Sesampainya di rumah sakit, Aydin meminta bantuan para perawat di sana untuk membawa Orin. Orin dimasukkan ke ruangan UGD. Tidak berapa lama ponsel Orin berbunyi, Aydin menunggu orang yang menelponnya di depan ruangan UGD.
Papa, Mama, Omar dan Ezar menghampiri Aydin. Mereka bertanya apa yang terjadi kepada Orin. Aydin pun memperkenalkan dirinya kepada keluarga Orin dan menceritakan awal pertemuan mereka. Kemudian Aydin menceritakan maksud kedatangan Orin tanpa mengurangi satu pun.
Aydin di depan mereka mengatakan sangat membenci Orin karena dia hidupnya sengsara. Tapi sebenci-bencinya Aydin, sisi kemanusiaannya terpanggil untuk membantu Orin hingga sampai ke rumah sakit. Aydin kemudian menyerahkan ponsel dan tas ransel kepada keluarganya.
Keluarga Orin tersenyum mendengar cerita Aydin. Mereka meminta maaf dan berterima kasih untuk Orin. Mereka sangat memahami perasaan Aydin saat ini. Papa Orin akhirnya menceritakan kecelakaan Orin beberapa bulan yang lalu, setelah sadar dari koma Orin kini berubah. Dia ingin memperbaiki kesalahannya dengan mencari orang-orang yang pernah dia sakiti termasuk Aydin.
Setelah mendengar cerita Papa Orin, Aydin baru mengerti akan kedatangan Orin. Dia benar-benar dengan ketulusan hati mencarinya. Dan Aydin baru menyadari ternyata orang yang berada di ruangan ICU waktu itu adalah Orin. Aydin mendengar kesakitan luar biasa dari seseorang dan langkahnya menuntun ke ruangan ICU. Saat itu Aydin menyamar sebagai perawat.
Seorang perawat keluar dari ruangan UGD mencari Dokter yang kebetulan baru tiba di depan ruang UGD.
"Dok, gawat, pasien sangat kesakitan," Perawat itu memberitahu Dokter dan dengan segera mereka masuk kembali ke ruangan UGD.
Dan lagi-lagi Aydin mendengar suara kesakitan Orin.
"To ... long, to ... long,"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!