NovelToon NovelToon

THE G.O.A.T FOOTBALL: Mengejar Mimpi

BAB 1

Rahman menatap nanar lapangan hijau yang terbentang di hadapannya. Peluh membasahi wajahnya, bukan karena latihan, tapi karena kecemasan. Sudah tiga bulan ia bergabung dengan akademi sepak bola CD Leganés B, namun belum sekalipun ia merasakan atmosfer pertandingan resmi. Ia selalu menjadi penghangat bangku cadangan.

"Sabar, Nak," Pak Hasan berusaha menenangkan Rahman melalui sambungan telepon yang terputus-putus. "Mungkin pelatih di sana punya rencana lain. Teruslah berlatih, tunjukkan kemampuan terbaikmu."

Rahman menghela napas panjang. Ia tahu ayahnya hanya ingin menghiburnya. Tapi, jauh di lubuk hatinya, ia merasa frustrasi. Ia merindukan lapangan, merindukan sorak-sorai penonton, merindukan adrenalin pertandingan.

"Rahman!" Señor Miguel, pelatih CD Leganés B, memanggilnya.

Rahman segera berlari menghampiri Señor Miguel. "Ya, Señor?"

"Kau tidak ikut latihan hari ini. Kau akan menonton pertandingan tim utama bersamaku," Señor Miguel menepuk pundak Rahman.

Rahman mengerutkan kening. Ia tidak mengerti maksud Señor Miguel. Mengapa ia harus menonton pertandingan tim utama? Bukankah ia seharusnya berlatih bersama tim akademi?

Pertandingan berlangsung di Estadio Municipal de Butarque, markas CD Leganés. Rahman duduk di samping Señor Miguel, mengamati setiap gerakan pemain di lapangan. Ia terpesona oleh kecepatan, teknik, dan taktik yang ditampilkan oleh para pemain profesional.

"Lihat, Rahman," Señor Miguel menunjuk ke arah seorang gelandang serang yang lincah. "Itu Nabil El Zhar, pemain terbaik kita. Perhatikan bagaimana ia mengontrol bola, bagaimana ia membuka ruang, bagaimana ia menciptakan peluang."

Rahman mengangguk, matanya tidak lepas dari Nabil El Zhar. Ia membayangkan dirinya berada di posisi El Zhar, mengendalikan permainan, mencetak gol-gol indah.

"Kau punya potensi seperti dia, Rahman," Señor Miguel berkata seolah membaca pikiran Rahman. "Tapi, kau harus lebih sabar. Kau masih muda, kau masih perlu banyak belajar."

Rahman terdiam. Kata-kata Señor Miguel seperti tamparan keras baginya. Ia menyadari bahwa ia terlalu terburu-buru, terlalu ambisius. Ia lupa bahwa kesuksesan tidak datang dalam semalam.

"Terima kasih, Señor," Rahman berkata lirih. "Saya akan terus berlatih keras."

Señor Miguel tersenyum. Ia tahu bahwa Rahman adalah pemuda yang berbakat dan pekerja keras. Ia yakin bahwa suatu hari nanti, Rahman akan menjadi pemain hebat.

"Aku percaya padamu, Rahman," Señor Miguel menepuk pundak Rahman lagi. "Teruslah berjuang, jangan pernah menyerah pada mimpimu."

Rahman mengangguk, tekadnya kembali membara. Ia akan membuktikan bahwa ia layak berada di sini. Ia akan menunjukkan kepada dunia bahwa ia adalah pemain sepak bola yang hebat.

********"

Hari-hari berikutnya, Rahman mengubah frustrasi menjadi motivasi. Ketika teman-teman setimnya sudah meninggalkan lapangan latihan, ia tetap tinggal. Di bawah sinar matahari sore yang mulai meredup, ia berlatih tanpa henti.

Rahman fokus pada teknik dribbling. Ia terinspirasi oleh video-video Cristiano Ronaldo yang ditontonnya berulang kali. Ia ingin memiliki kelincahan dan kecepatan seperti idolanya. Berjam-jam ia habiskan untuk menggocek bola melewati cone-cone yang disusunnya sendiri. Keringat mengucur deras, napasnya terengah-engah, namun ia tidak berhenti.

"Tidak ada jalan pintas menuju sukses," Rahman menggumamkan mantra yang selalu diingatnya.

Selain dribbling, Rahman juga melatih penyelesaian akhir. Ia meminta bantuan seorang penjaga gawang muda dari tim akademi untuk menemaninya berlatih. Berkali-kali ia melepaskan tembakan dari berbagai sudut dan posisi. Ia ingin memiliki insting mencetak gol yang tajam.

"Ayo, Rahman! Lebih keras! Lebih akurat!" teriak penjaga gawang menyemangatinya.

Rahman tersenyum. Ia bersyukur memiliki teman-teman yang selalu mendukungnya. Mereka adalah keluarga barunya di negeri asing ini.

Suatu hari, Señor Miguel datang menghampiri Rahman yang sedang berlatih sendiri. "Rahman, kau tidak pulang?"

Rahman menyeka keringat di dahinya. "Belum, Señor. Saya masih ingin berlatih."

Señor Miguel mengangguk. Ia terkesan dengan dedikasi dan semangat Rahman. "Baiklah, lanjutkan latihanmu. Tapi, jangan lupa istirahat. Besok kita ada pertandingan penting."

Rahman mengangguk antusias. Ia tahu ini adalah kesempatannya untuk membuktikan diri. Ia telah berlatih keras, ia siap untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya.

Keesokan harinya, CD Leganés B bertanding melawan akademi Real Madrid. Rahman duduk di bangku cadangan, jantungnya berdebar kencang. Ia berharap Señor Miguel akan memberinya kesempatan bermain.

Pertandingan berjalan sengit. Kedua tim saling jual beli serangan. Namun, hingga babak pertama berakhir, skor masih imbang 0-0.

Di awal babak kedua, Señor Miguel memanggil Rahman. "Rahman, pemanasan!"

Rahman melompat dari bangku cadangan, semangatnya membuncah. Ia melakukan pemanasan dengan penuh semangat, tidak sabar untuk masuk ke lapangan.

Beberapa menit kemudian, Señor Miguel memanggilnya lagi. "Rahman, masuk!"

Rahman berlari memasuki lapangan, menggantikan seorang pemain yang mengalami cedera. Ia langsung menempati posisi penyerang tengah.

"Tunjukkan kemampuanmu, Rahman!" teriak Señor Miguel dari pinggir lapangan.

Rahman mengangguk mantap. Ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia akan membuktikan bahwa ia adalah pemain yang pantas diperhitungkan.

Bersambung...

BAB 2

Jantung Rahman berdegup kencang saat Señor Miguel memanggil namanya. Ia melangkah ke pinggir lapangan, menundukkan kepala, dan berdoa dalam hati. "Ya Allah, berikanlah hamba kekuatan dan keberanian. Hamba ingin membanggakan orang tua hamba."

Rahman mengenakan jersey bernomor punggung 17. Ia memang mengidolakan Cristiano Ronaldo dan ingin memakai nomor 7, namun nomor tersebut sudah menjadi milik pemain senior. Ia tidak berkecil hati, baginya yang terpenting adalah kesempatan untuk bermain.

"Rahman, kau akan menggantikan Juan," Señor Miguel menginstruksikan. "Bermainlah di posisi penyerang kanan, berikan yang terbaik."

Rahman mengangguk mantap. Ia berlari memasuki lapangan, menggantikan Juan yang berjalan keluar dengan wajah lesu. Sorak-sorai penonton mengiringi langkahnya.

Pertandingan dilanjutkan. Bola dikuasai oleh tim CD Leganés B. Seorang gelandang memberikan umpan lambung ke arah Rahman. Dengan sigap, Rahman mengontrol bola, lalu mulai menggiringnya melewati pemain-pemain Real Madrid.

"Lihat! Pemain pengganti dari Leganés, Rahman, menunjukkan skill individunya yang luar biasa!" seru komentator pertandingan. "Ia melewati satu, dua, tiga pemain! Seperti Lionel Messi!"

Rahman tidak peduli dengan pujian komentator. Ia fokus pada tujuannya: mencetak gol. Ia melewati satu pemain lagi, lalu melepaskan tembakan keras ke arah gawang.

Kiper Real Madrid berhasil menepis bola, namun bola muntah mengarah ke kaki Rahman. Tanpa ragu, Rahman kembali melepaskan tembakan. Kali ini, bola bersarang di pojok gawang!

Stadion bergemuruh. Rahman berlari ke arah Señor Miguel, memeluknya erat. Ia tidak bisa menahan air matanya. Ia telah membuktikan bahwa ia layak berada di sini.

"Bagus sekali, Rahman!" Señor Miguel menepuk pundak Rahman. "Kau telah menunjukkan kualitasmu. Teruslah bermain seperti itu."

Rahman kembali ke posisinya, semangatnya semakin berkobar. Ia terus berlari, mencari ruang, menciptakan peluang. Ia tidak hanya ingin mencetak gol, ia ingin membawa timnya meraih kemenangan.

Pertandingan berakhir dengan skor 2-1 untuk kemenangan CD Leganés B. Rahman menjadi pahlawan, mencetak satu gol dan satu assist. Ia dielu-elukan oleh penonton, namanya disebut-sebut oleh media.

Di ruang ganti, Rahman menerima ucapan selamat dari teman-teman setimnya. Ia merasa bahagia, namun tidak lupa diri. Ia tahu bahwa ini baru permulaan. Ia harus terus bekerja keras, terus belajar, terus berkembang.

"Ini baru langkah awal, Rahman," Señor Miguel berkata kepadanya. "Jalanmu masih panjang. Jangan cepat puas, teruslah berjuang."

Rahman mengangguk. Ia akan mengingat kata-kata Señor Miguel. Ia akan terus berjuang, mengejar mimpinya menjadi pemain sepak bola hebat seperti idolanya, Cristiano Ronaldo.

**********

Kemenangan atas akademi Real Madrid menjadi titik balik bagi Rahman. Ia bukan lagi pemain cadangan yang dipandang sebelah mata. Ia telah membuktikan kualitasnya di lapangan. Namun, Rahman tidak cepat puas. Ia tahu bahwa masih banyak yang harus ia pelajari dan tingkatkan.

Latihan berikutnya, Rahman fokus pada kekuatan tendangannya. Ia terinspirasi oleh Roberto Carlos, bek legendaris Brasil yang terkenal dengan tendangan geledeknya. Rahman berlatih menendang bola ke arah tembok berulang-ulang, berusaha meningkatkan akurasi dan kekuatan tendangannya.

"Ayo, Rahman! Tendang lebih keras lagi!" teriak pelatih fisik, Señor Pablo, menyemangatinya.

Rahman menggertakkan gigi, lalu melepaskan tendangan keras ke arah tembok. Bola melesat dengan kecepatan tinggi, menghantam tembok hingga bergetar.

"Bagus! Begitu terus!" Señor Pablo memberikan acungan jempol.

Rahman tersenyum puas. Ia merasa tendangannya semakin kuat dan akurat. Ia tidak sabar untuk menguji kemampuannya di pertandingan berikutnya.

Lawan CD Leganés B selanjutnya adalah akademi Atlético Madrid, rival sekota Real Madrid. Pertandingan ini akan menjadi ujian berat bagi Rahman dan timnya. Atlético Madrid dikenal memiliki pertahanan yang solid dan serangan yang mematikan.

Menjelang pertandingan, Rahman merasa gugup sekaligus bersemangat. Ia ingin membuktikan bahwa penampilan gemilangnya melawan Real Madrid bukan kebetulan. Ia ingin menunjukkan bahwa ia adalah pemain yang konsisten dan dapat diandalkan.

Setelah sesi latihan terakhir, Rahman memasuki ruang ganti. Ia melihat papan taktik yang terpampang di dinding. Matanya tertuju pada nama-nama pemain yang akan menjadi starting lineup.

Jantungnya berdebar kencang saat melihat namanya tertulis di posisi penyerang kanan. Ia tidak lagi menjadi pemain cadangan, ia akan menjadi starter!

"Rahman!" Señor Miguel memanggilnya. "Siap untuk pertandingan besok?"

Rahman mengangguk mantap. "Siap, Señor!"

Señor Miguel tersenyum. Ia melihat api semangat di mata Rahman. Ia yakin bahwa Rahman akan memberikan yang terbaik untuk tim.

"Bermainlah dengan hati, Rahman," Señor Miguel menepuk pundak Rahman. "Tunjukkan kepada dunia bahwa kau adalah pemain hebat."

Rahman mengangguk, tekadnya semakin membara. Ia akan bermain dengan sepenuh hati, ia akan menunjukkan kepada dunia bahwa ia adalah Mimpi dari Timur yang siap menaklukkan Eropa.

Bersambung...

BAB 3

Stadion Cerro del Espino, markas akademi Atlético Madrid, bergemuruh oleh sorak-sorai pendukung tuan rumah. CD Leganés B, sebagai tim tamu, harus menghadapi tekanan besar dari suporter lawan. Namun, Rahman tidak gentar. Ia berjalan melewati lorong menuju lapangan dengan kepala tegak, siap menghadapi tantangan.

Peluit kick-off dibunyikan. Pertandingan dimulai dengan tempo cepat. Atlético Madrid langsung menekan, berusaha mencetak gol cepat. Namun, pertahanan CD Leganés B bermain disiplin, menggagalkan setiap serangan lawan.

Rahman, yang bermain sebagai penyerang kanan, mendapatkan pengawalan ketat dari bek kiri Atlético Madrid, Javier Montero. Montero adalah pemain bertubuh tinggi besar dengan kemampuan bertahan yang sangat baik. Ia tidak memberikan ruang sedikitpun bagi Rahman untuk bergerak.

Namun, Rahman tidak tinggal diam. Ia terus mencari celah, mencari kesempatan untuk melepaskan diri dari pengawalan Montero. Ia memanfaatkan kecepatan dan kelincahannya untuk mengecoh lawan.

Di menit ke-20, Rahman mendapatkan bola di sisi sayap kanan. Ia melihat Montero berdiri di depannya, menghalangi jalannya. Rahman tidak panik. Ia melakukan gerakan tipuan, lalu menggiring bola melewati Montero dengan cepat.

Montero terkejut. Ia tidak menyangka Rahman bisa melewati pengawalannya dengan mudah. Ia berusaha mengejar Rahman, namun terlambat.

Rahman sudah berada di dekat garis putih, di posisi yang ideal untuk melepaskan tembakan. Tanpa ragu, ia mengayunkan kaki kanannya, menendang bola dengan keras ke arah gawang.

Bola melesat seperti roket, melewati kiper Atlético Madrid yang tidak sempat bereaksi. Gol!

Stadion terdiam sejenak, lalu meledak oleh sorak-sorai pendukung CD Leganés B. Rahman berlari ke arah rekan-rekannya, merayakan gol pertamanya di pertandingan resmi. Ia merasa sangat bahagia, semua kerja keras dan pengorbanannya terbayar lunas.

Pertandingan dilanjutkan. Atlético Madrid berusaha menyamakan kedudukan, namun pertahanan CD Leganés B tetap kokoh. Rahman terus menunjukkan performa impresifnya, menciptakan beberapa peluang berbahaya bagi timnya.

Hingga peluit akhir dibunyikan, skor tetap 1-0 untuk kemenangan CD Leganés B. Rahman menjadi pahlawan, mencetak gol penentu kemenangan. Ia meninggalkan lapangan dengan kepala tegak, disambut tepuk tangan meriah dari pendukung timnya.

Debut impian Rahman telah terwujud. Ia telah menunjukkan kepada dunia bahwa ia adalah pemain yang pantas diperhitungkan. Perjalanan masih panjang, namun Rahman yakin bahwa ia akan terus berjuang, mengejar mimpinya menjadi pemain sepak bola hebat.

************

Klasemen sementara Liga Akademi Sepak Bola Spanyol U-19 setelah pertandingan ke-30:

FC Barcelona U19

Real Madrid U19

Valencia U19

Villarreal U19

Atlético Madrid U19

Real Sociedad U19

CD Leganés B

Espanyol U19

Sevilla U19

Athletic Bilbao U19

********

Rahman merebahkan diri di kasur sempit asramanya. Hari sudah larut malam, namun ia belum bisa tidur. Ia merindukan keluarganya di Jakarta. Ia mengambil ponselnya, lalu menekan tombol panggilan video.

Wajah ibunya, Bu Fatimah, muncul di layar. "Assalamualaikum, Nak. Apa kabar?"

"Waalaikumsalam, Bu. Alhamdulillah, Rahman baik-baik saja. Ibu dan Ayah bagaimana kabarnya? Riko bagaimana?"

"Alhamdulillah, kami semua sehat. Riko juga sehat, dia rajin belajar sekarang." Bu Fatimah tersenyum.

Rahman ikut tersenyum. Ia senang mendengar kabar baik dari keluarganya. "Alhamdulillah. Rahman juga rajin latihan di sini, Bu. Rahman ingin membanggakan Ibu dan Ayah."

"Ibu bangga padamu, Nak. Teruslah berusaha, jangan pernah menyerah."

Rahman mengangguk. Ia lalu mengarahkan kamera ponselnya ke arah jendela, memperlihatkan pemandangan kota Madrid di malam hari. "Ibu, lihat. Ini Madrid, kota yang sangat indah. Rahman ingin suatu hari nanti bisa mengajak Ibu dan Ayah ke sini."

Bu Fatimah terharu. Ia tidak menyangka anaknya yang dulu pemalu dan pendiam kini telah tumbuh menjadi pemuda yang berani dan mandiri. "Insya Allah, Nak. Ibu doakan semoga cita-citamu tercapai."

Rahman mengobrol dengan ibunya selama beberapa menit, bercerita tentang pengalamannya di Spanyol, tentang pertandingan melawan Real Madrid dan Atlético Madrid, tentang gol-gol yang ia cetak. Ia tidak menceritakan tentang kesulitan dan tantangan yang ia hadapi, ia tidak ingin membuat ibunya khawatir.

"Sudah dulu ya, Bu. Rahman mau tidur. Besok ada latihan pagi."

"Iya, Nak. Jaga diri baik-baik ya. Jangan lupa sholat dan makan teratur."

"Iya, Bu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Rahman mengakhiri panggilan video. Ia meletakkan ponselnya di samping bantal, lalu memejamkan mata. Ia merasa lebih tenang setelah berbicara dengan ibunya. Ia tahu bahwa ia tidak sendirian, ia punya keluarga yang selalu mendukungnya.

Rahman tertidur dengan senyuman di wajahnya. Ia bermimpi tentang masa depan yang cerah, tentang dirinya yang menjadi pemain sepak bola hebat, tentang keluarganya yang hidup bahagia.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!