Plak...
Suara yang berasal gesekan antar kulit itu menggema di kantin IHS. Seorang pria muda menampar gadis yang memiliki fitur wajah yang sama dengan dirinya.
Dengan kepala tertoleh dirinya tersenyum tipis, bahkan sangat tipis sampai tidak ada orang yang mengetahuinya. Pipinya merah menandakan seberapa keras tamparan yang dirinya terima.
Mendongak menatap seseorang yang menamparnya dengan tatapan yang sama, tatapan lembut seorang adik pada sang kakak. Tidak ada gurat marah atau benci di wajah cantiknya. Hanya menampakkan ekspresi datar yang membuat sang kakak semakin geram.
"Berapa kali gue bilang, stop ganggu Mona" Bentakan seperti itu tak membuatnya kaget sama sekali.
"Lo gila apa gimana, dia adek lo" Dorong seorang gadis ber name tag Lalisa Franklin.
"Gak usah ikut campur, ini bukan urusan lo" Tatapan yang tajam dia arahkan pada Lisa.
"Jelas ini jadi urusan gue, Aleta sahabat gue. Lo dateng-dateng nampar tanpa permisi dulu"
"Seperti kata lo, dia adek gue, jadi terserah gue mau ngapain dia" Tekannya lagi.
"Athaya, gue heran sama lo. Lo langsung percaya pada omongan pacar lo daripada mendengarkan penjelasan adek lo sendiri" Bella Mohidik, gadis dengan warna kulit kuning langsat itu ikut pasang badan di depan Aleta.
"Mona ya, coba sini lo maju dan jelaskan apa yang sudah Aleta lakuin ke lo" Paula Ranvier juga ikut pasang badan untuk peri es itu.
Peri es adalah julukan yang sahabatnya berikan pada Aleta. Dinamakan peri karena wajah cantik terkesan lembut itu sangat tidak kontras dengan kepribadian Aleta yang dingin dan datar.
Tampak gadis bernama Mona maju dengan langkah takut, berdiri tepat disamping Athaya. Menunduk dengan tangan saling bertautan dan tubuh sedikit bergetar.
"Lo diapain sama sahabat gue? " Tanya Bella tanpa basa-basi lagi.
"A-aku dibully sa-sama Aleta" Jawabnya sambil terbata.
"Gue tanya sekali lagi, lo diapain? " Paula bukan gadis dengan stok kesabaran ekstra.
"Lo ditampar? " Mona mengangguk.
Plak...
Mona menegang ditempat saat merasakan perih pada pipinya. Bahkan para siswa yang menonton juga shock dengan apa yang terjadi. Air mata Mona langsung berkumpul siap untuk jatuh saat itu juga.
"Lo apa-apaan hah? " Bentak Athaya saat tau Aleta menampar Mona dengan keras
"Dia mengatakan aku mem-bully nya bukan? Dan ketika ditanya aku menamparnya dia juga mengangguk. Aku hanya memberi tahu bagaimana rasanya jika aku yang menamparnya secara langsung" Jawab Aleta dengan santai.
Para sahabatnya hanya bisa melongo dengan apa yang Aleta lakukan. Terlalu cepat bahkan diluar prediksi.
"Gue gak kenal lo Mona, tapi jangan menjelekkan nama gue didepan kakak kandung gue. Gue diem bukan berarti gue bodoh Mona" Bisik Aleta pelan ditelinga Mona.
"Kakak boleh nyiksa aku kalau aku salah, tapi jika tuduhan yang kakak utarakan tidak benar, aku pastikan gadis kesayangan mu ini akan menerima dengan baik tuduhan itu" ucapnya pelan. "Jangan lupa kalau kita kembar, Kak" Aleta berlalu begitu saja.
Kepergian Aleta membuat kerumunan itu membubarkan diri satu per satu. Sedangkan Athaya masih terdiam ditempat mencerna apa yang adiknya lakukan. Tak menampik, jika tangannya masih gemetar setelah menampar sang adik. Jika Abangnya tahu bisa dipastikan dia akan dihajar habis-habisan.
"Sial, jangan coba-coba bohongi gue Mona. Lo gak tau senekat apa Aleta" Athaya berlalu begitu saja meninggalkan Mona yang mematung mendengar perkataan Athaya.
Sial, gara-gara Aleta sialan itu perhatian Athaya jadi terbagi, awas aja lo. Batin Mona mengumpat.
Bukannya masuk ke kelas, Athaya malah melangkahkan kakinya menuju rooftop sekolah dimana tempatnya berkumpul dengan para sahabatnya.
"Lo main fisik sama princess? " Pertanyaan bernada dingin dari sepupunya langsung menyapa pendengaran Athaya.
"Sorry, gue kelepasan"
"Ini bukan pertama kali Athaya, lo boleh ngebela Mona. Bukan berarti lo sebebas itu main fisik sama Aleta. Mona orang lain dalam kehidupan lo, sedangkan Aleta adik kembar lo"
"Tapi kelakuan dia... "
"Lo gak ada bukti, jangan menghakimi seseorang tanpa bukti. Oke kali ini lo kelepasan, besok apa lagi? " Adyatma Mahavir Pandey memulai kelas ceramahnya pada Athaya.
"Kenapa lo membela pembully itu. Sedangkan lo gak tau apa yang dia lakuin sama Mona"
"Sekalipun dia pembunuh, dia tetap adek kita"
"Tapi tindakannya harus dihentikan"
"Gue cuma mengingatkan, jangan sampai Aleta mengikuti jejak Mama yang memilih tinggal di luar negeri daripada disini. Ingat Genda berusaha keras membujuk Aleta untuk pindah kesini"
Athaya terdiam mendengar penjelasan sang sepupu. Sejak kecil dirinya memang kurang akur dengan adik kembarnya itu. Tapi jika ditanya dirinya sayang? Dia menyayangi Aleta sama dengan dirinya menyayangi abang kembarnya. Hanya saja kadang dirinya lepas kendali pada adiknya. Aleta selalu salah di matanya. padahal hatinya menepis itu, namun logikanya seakan tak sejalan.
Sedangkan disisi lain, Aleta sedang duduk dikelasnya dengan tenang mendengarkan guru yang tengah menjelaskan materi.
"Aleta, pipi kamu kenapa? "
"Terjatuh dikamar mandi" Jawabnya begitu singkat. Terkesan tidak sopan, seperti itulah Aleta. Sosok tak tersentuh yang mencoba berbaur dengan dengan keramaian.
"Sudah diobati, nak? " Aleta hanya mengangguk singkat.
Percuma saja bertanya panjang lebar pada gadis itu, hanya akan mendapat anggukan dari setiap pertanyaan yang dilontarkan. Bahkan para sahabatnya kadang merasa jengah dengan sikap Aleta yang terlalu misterius itu. Namun mereka juga kadang heran ketika Aleta seakan menjadi sosok lain yang ceria dan hangat.
"Oke anak-anak pelajaran sampai disini dulu, sebelum Ibu akhiri, Ibu akan memberikan pengumuman untuk kalian" Para siswa tampak antusias mendengarkan, berbeda dengan Aleta yang melipat tangannya diatas meja. menjadikannya sebagai bantal.
"Beberapa hari kedepan sekolah akan sibuk mempersiapkan turnamen olahraga, Tahun ini sekolah kita menjadi tuan rumah untuk acara itu. Kalian yang tergabung di tim inti sekolah harap ikut hadir untuk rapat nanti sepulang sekolah"
Kelas itu langsung riuh dengan bisikan para siswa dan siswi. Turnamen olaraga tahunan menjadi kegiatan favorit bagi banyak siswa. Selain menjadi ajang unjuk bakat mereka juga mengenal banyak teman baru dari berbagai sekolah yang menjadi pesaingnya.
"Males ikut gue" Gerutu Bella.
"Gue juga"
Aleta menegakkan tubuhnya, menatap para sahabatnya yang bermuka lesu. Aleta hanya menaikkan sebelah alisnya saat Lisa menatapnya.
"Tahun lalu sekolah kita kalah, strategi yang Mona ajukan ternyata hanya menjadi lelucon di sekolah lawan" Lisa menghela nafas kasar mengingat kembali kenangan memalukan tahun lalu.
Aleta adalah murid pindahan, Dirinya baru masuk di IHS sekitar lima bulan yang lalu, wajar jika dirinya tidak mengetahui jika sekolah ini pernah dipermalukan karena kekalahan.
"Tapi untungnya tim Athaya bawa pulang kemenangan, jadi gak malu-maluin banget" Tambah Paula.
Aleta hanya menyimak saja, dirinya juga tergabung di tim inti yang sama dengan para sahabatnya. Meskipun murid baru kemampuan ekstrakurikuler Aleta tidak bisa diremehkan.
"Oke anak-anak, karena waktu untuk turnamen sangat mepet jadi kita akan latihan dengan keras untuk kemenangan kita kali ini" Ucap sang pembina.
"Percuma latihan dengan keras Pak. Kalau strategi kita bahkan tidak bisa membobol pertahanan lawan" Celetuk Lisa sambil memutar bola matanya malas.
Yang lain mengangguk setuju dengan celetukan yang Lisa lontarkan. Tak menampik, kekalahan tahun lalu masih membekas diingatan mereka. Hinaan sekolah lawan masih terngiang jelas ditelinga mereka.
"Ya Aleta? " Semua heran saat Aleta mengangkat tangannya.
"Saya yang akan memimpin turnamen kali ini" Yang lain menatap Aleta dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun beberapa diantaranya yang pernah bermain langsung dengan dirinya menaruh harapan di tatapannya. Beberapa dari mereka tahu kemampuan Aleta.
"Kamu yakin? " Aleta hanya mengangguk singkat. "Tapi kapten tim kita adalah Mona"
"Kapten tim yang bapak banggakan itu bahkan terlambat ke lapangan" Paula menatap sinis ke arah Mona yang berjalan dengan para sahabatnya.
"Maaf Pak saya terlambat" Ucap Mona santai lalu bergabung dengan anggota yang lain.
"Gimana usulan Aleta tadi, Pak? " Salah satu anggota itu tak sabar untuk pergantian posisi kapten tampaknya.
"Usulan apa? " Mona mengernyit heran.
"Turnamen kali ini Aleta yang bakal pimpin tim inti sekolah" Mona membelalak kaget.
"Gak bisa gitu dong Pak, kan kapten sekolah ini saya" Protes Mona.
"Biarkan lo mimpin dan membawa kekalahan lagi bagi sekolah kita? Gitu maksud lo? "
Aleta dan ketiga sahabatnya hanya diam menyaksikan perdebatan yang tersaji dihadapannya.
"Pak? " Lisa mengangkat tangan membuat perdebatan itu terhenti.
"Kamu ada usul, Lisa? " Lisa mengangguk mantap.
"Gimana kalau kita buat dua tim. Tim pertama dipimpin Mona melawan tim kedua yang dipimpin Aleta. Bapak sekalian bisa menyeleksi siapa yang bisa ikut dan dijadikan cadangan untuk turnamen kali ini" Lisa mengeluarkan apa yang ada di otaknya.
"Iya Pak, saya setuju dengan usul Lisa"
"Iya Pak saya juga"
"Iya Pak lebih baik seperti itu"
"Oke oke, kita akan menyeleksi seperti apa yang Lisa usulkan" Riuh para anggota inti bertepuk tangan.
Total ada 12 orang dalam anggota inti tim Voli di IHS. Mereka terbagi menjadi tim inti dan tim cadangan, namun tim inti selama ini terlalu di dominasi oleh Mona dan timnya. Kedatangan Aleta bak angin segar bagi mereka yang jarang tampil di lapangan.
"Silahkan kalian membentuk dua tim"
Mereka langsung menentukan di tim mana mereka akan bergabung.
"Kalian kan tim gue" Mona melotot ke arah Paula, Lisa dan Bella.
"Kali ini gue ikut Aleta, lagian lo juga udah pas tuh" Lisa memang sosok yang cukup tengil.
"Baiklah karena kalian sudah memilih silahkan masuk ke lapangan. Tim satu kapten tim kalian Mona, tim dua kapten tim kalian Aleta" Mereka hanya mengangguk dan mulai menyusun strategi masing-masing.
Kegiatan mereka mengundang beberapa siswa untuk menonton, karena mereka menggunakan lapangan outdoor untuk sesi pemilihan kali ini. Banyak dari mereka yang meneriakkan nama Mona. Impact Mona sebagai kekasih Athaya memang bukan main-main.
Mendengar namanya diteriakkan Mona semakin mendongakkan kepalanya angkuh. Bahkan tersenyum remeh pada Aleta, yang sialnya Aleta masih tetap pada ekspresi datar andalannya.
Peluit ditiupkan, tim Mona melakukan servis terlebih dahulu. Diterima dengan baik oleh tim Aleta, Aleta memberi kode pada Paula untuk memberinya umpan lebih tinggi. Dengan postur tubuh yang tinggi langsing Aleta mampu mencetak skor pertamanya dengan smash keras yang diarahkan pada tim Mona.
Bola berpindah, kali ini giliran Lisa yang melakukan servis. Begitu tenang dan diterima baik oleh tim Mona. Mencoba meniru strategi yang Aleta lakukan. Namun sayang, Aleta mampu menerima smash keras yang Mona luncurkan dan kembali membalik keadaan menciptakan skor untuk dirinya.
"Kita seakan melihat Chacha muda sedang bermain di lapangan" Salah satu guru yang pernah mengajar Chacha dulu bergumam melihat permainan Aleta.
"Chacha benar-benar menurunkan bakatnya pada anaknya"
"Al... " Teriak Lisa membuat Aleta kembali melompat untuk melakukan smash keras untuk kesekian kalinya.
Tim Mona tampak mengatur nafasnya. Melawan Aleta dan timnya adalah salah satu kesalahan besar menurut mereka. Memilih satu tim dengan Mona yang bahkan menghindar ketika bola mengarah padanya membuat mereka sadar, jika Mona hanya mengejar popularitas saja.
"Lanjut? " Bella tersenyum remeh.
"Set pertama gue kalah, tapi set kedua gue bakal buat kalian bertekuk lutut" Ucap Mona dengan sombongnya.
Aleta hanya tersenyum geli mendengar ucapan Mona. Tanpa mereka sadari jika penonton semakin banyak untuk menyaksikan pertandingan itu. Keadaan semakin riuh ketika Athaya dan gengnya memasuki tribun untuk menonton pertandingan.
Aleta hanya melirik sekilas pada Athaya, insiden saat dirinya kembali membuat hubungan dia dan para saudaranya cukup renggang. Mereka hanya bertatap muka tanpa pembahasan atau menanyakan kabar.
"Aleta benar-benar menjelma menjadi sosok Mama" Ucap Ady saat melihat Aleta mencepol rambut coklatnya.
Kulit putihnya sangat kontras dengan rambut coklat alaminya. Aleta benar-benar keturunan Izhaka dengan bola mata birunya.
Hingga tribun kembali riuh ketika pemuda tampan menghampiri Athaya dan gengnya. Kehadiran pemuda itu membuat seluruh atensi mengarah padanya. Bahkan Aleta sempat mematung sebentar sebelum kembali pada fokusnya.
"Gila, murid baru kah itu. Ganteng banget woy"
"Bule ini mah"
"Geng si Athaya isinya good looking semua"
"Fokus" Ucap Aleta dingin saat sahabatnya mulai memecah fokusnya pada seseorang yang baru saja hadir itu.
Sedangkan sosok pemuda yang baru bergabung itu tengah menatap fokus pada tengah lapangan. Tatapannya terkunci pada gadis berambut coklat yang tengah bermain itu. Tatapan yang sulit diartikan dan wajah datar itu bahkan tak lepas menatap gerak gerik Aleta sejak tadi.
Kembali ke lapangan dimana Aleta kembali membawa timnya untuk memimpin pertandingan, Mona dibuat kewalahan karena sejak tadi Aleta terus menerus memberikan smash keras pada timnya.
Hingga serangan balasan tiba, cukup fatal karena Mona mengincar Aleta dan sialnya malah mengenai Lisa. Lisa bahkan langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Wajahnya terasa kebas karena terkena bola dengan keras.
"Lanjutin"
"Tapi Lisa? "
"Keluar"
"Kita kekurangan anggota jika Lisa keluar"
"Keluar" Aleta terlalu mendominasi dengan aura dinginnya, membuat mereka tak berani membantah.
Mereka melanjutkan permainan dengan anggota yang tidak lengkap. Bukannya pesimis akan kekalahan mereka semakin bersemangat ketika melihat Aleta sepertinya akan all out kali ini.
Bukan main-main, Aleta kini langsung mengarahkan bolanya pada Mona.
Sakit dibalas kata maaf, itu tidak adil, Nona. Batin Aleta menyeringai.
"Awh" Mona langsung berteriak hingga terduduk ketika bola mengenai wajahnya. Persis seperti yang Lisa alami.
Para penonton hanya melongo ketika Aleta membalas perlakuan Mona terhadap Lisa ditempat.
"Ini yang dinamakan karma dibayar dengan tunai"
"Aleta damage nya bukan main"
"Gila, Aleta lo keren"
Teriakan para siswa yang menonton dan seruan lainnya menandakan jika pertandingan sudah usai. Bisa dipastikan tim mana yang akan mewakili IHS untuk bertanding dengan sekolah lawan.
"Puas bikin malu Mona di lapangan? " Aleta menaikkan sebelah alisnya mendengar kalimat Athaya.
Sehari aja lo gak bikin ulah sama gue bisa gak sih?. Batin Aleta berteriak keras.
"Dimana letak aku bikin Mona malu? " Aleta bertanya balik pada Athaya.
Athaya terdiam, Mona kalah dalam pertandingan memang bukan salah Aleta. Mereka juga bertanding secara sehat, bahkan dibilang sportif untuk pertandingan tadi. Hanya saja Aleta terlalu mendominasi permainan. Bahkan seluruh atensi hanya tertuju pada Aleta yang bertubi-tubi melayangkan smash keras ke arah lawan.
"Jangan ganggu Aleta" Ady menarik Athaya dari hadapan Aleta. Dirinya hanya takut perdebatan tak terelakkan dan berakhir dengan Athaya kembali menyakiti kembarannya.
Aleta hanya menipiskan bibirnya melihat kepergian Athaya. Membuat Athaya kesal tampaknya akan menjadi kegiatan baru bagi Aleta kedepannya, wajahnya yang tiba-tiba terdiam tanpa bisa membantah perkataannya adalah hal yang baru Aleta lihat.
"Si Atha mabok apa gimana sih? " Lisa hanya memiringkan kepalanya menatap kepergian Athaya dan gengnya.
"Padahal dia tadi juga ada disana pas kita tanding" Bella menambahi dengan anggukan pelan.
"Masuk angin kali dia, makanya jadi kayak gitu" Aleta hanya menggelengkan kepalanya pelan mendengar ocehan sahabatnya.
"Eh inget sama cowok yang tadi nyamperin Atha di lapangan gak? " Jiwa bergosip Lisa muncul.
Aleta yang hendak beranjak itu mengurungkan niatnya. Mendengarkan sahabatnya yang akan bergosip tentang seseorang yang tidak Aleta sangka akan menemani kesehariannya setelah ini.
"Ganteng banget" Pekik Bella tertahan seraya membayangkan wajah datar saat melintas di lapangan tadi.
"Murid baru deh kayaknya, soalnya terlalu asing untuk seukuran manusia tampan sepertinya" Paula menganggukkan kepalanya ketika Lisa mulai bersuara.
Bahkan kantin menjadi ajang saling bertukar informasi mengenai siswa yang tiba-tiba menghampiri Athaya di lapangan tadi. Beritanya langsung menjadi trending topik saat itu juga.
"Gantengnya unreal" Paula ikut menimpali.
Aleta diam-diam setuju dengan pendapat para sahabatnya. Pria muda yang berhasil menarik seluruh atensi siswa tadi memang dikatakan tampan, tidak, tapi sangat tampan. Aleta terkekeh pelan saat membayangkan pria muda tadi.
"Kalau memang murid baru, semoga masuk kelas kita deh" Lisa mulai membayangkan.
"Kalau menurut gue, bakal sekelas sama Athaya. Percaya deh sama gue" Aleta hanya manggut-manggut menyetujui apa yang dikatakan Bella.
"Si Aleta mah kerjaannya kalau gak manggut-manggut ya geleng-geleng doang" Paula mendengus melihat kelakuan peri es yang satu ini.
Sedangkan yang dibicarakan hanya menatap polos ke arah sahabatnya. Mengerjapkan matanya pelan, membuat mereka menggigit pipi dalam mereka karena menahan gemas.
"Al, jangan kayak kulkas banget dong" Mereka merindukan sosok Aleta saat pertama kali kenal. Dimana Aleta bersikap ramah bahkan bisa dikatakan itu alasan Aleta dijuluki peri oleh sahabatnya. Hingga mereka menyematkan kata es karena sikap Aleta yang mendadak dingin tanpa sebab itu.
"Apa sih" Jawab Aleta begitu kalem.
"Lo boleh, bahkan sangat boleh bersikap dingin sama yang lain. Tapi jangan sama kita-kita. Kita udah tau se pecicilan apa lo" Aleta memutar bola matanya malas mendengar ocehan Lisa.
Diantara mereka berempat memang hanya Lisa yang paling cerewet dan banyak bicara.
"Nggak ah" Aleta langsung menangkap ponsel yang Lisa lemparkan padanya karena kesal.
Lisa berani melempar ponselnya karena yakin Aleta pasti menangkapnya dengan baik. Terbukti ketika Aleta berhasil menangkap ponsel tersebut. Kekehan kecil terdengar dibalik bibir mungil itu.
Tanpa Aleta sadari jika dirinya menjadi fokus beberapa siswa di kantin. Bahkan mereka menatap takjub pada peri es yang satu ini ketika terkekeh tadi.
"Lisa kebiasaan deh lempar handphone sembarangan" Gerutu Bella.
"Sama Al doang gue begitu, karena gue yakin dia bisa nangkap lemparan gue" Ucap Lisa bangga.
"Gue duluan, gue gerah" Aleta langsung bangkit dan melangkahkan kakinya.
"Tungguin" Teriak Paula menyusul Aleta. Beberapa siswa hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku Aleta dan sahabatnya.
"Cantik sih, tapi sayang random"
"Yang satu bar-bar, yang satu kalem, yang satu pecicilan"
"Satunya lagi udah kayak kulkas berjalan"
Seperti itulah bisikan-bisikan para siswa yang mengomentari tingkah absurd Aleta dan sahabatnya.
Dilain tempat Athaya masih menatap sengit kearah sang sepupu, bahkan helaan nafas terdengar berulang kali.
"Lo kenapa sih Tha? " Geffie yang sejak tadi memperhatikan kedua sepupunya itu hanya menatap bingung.
"Halah, paling si Atha cari gara-gara lagi sama kembarannya, muncullah si Ady buat lerai mereka berdua" Difan mode kalem sekali.
"Tumben lo kalem? " Azka mengernyit heran melihat tingkah salah satu temannya ini.
"Difan Adrian Kael? "
"Iya nama gue, kenapa? "
"Lo kesambet dimana? " Aldeon, si pemilik gen kembar juga ikut bersuara.
"Dengerin gue ya Azka Rajendra Mahatma, dan lo juga Aldeon Ibrahimovic, kembarannya Albian Ibrahimovic, mantannya Aleta siswi paling gemoy di IHS, gue itu lagi coba buat kalem. Siapa tau Al mau ngelirik gue, secara gue itu lebih tampan dari lo, lebih baik dari lo. Dan yang pasti gak bakal nyakitin Al kayak lo. Dan untuk calon kakak ipar gue yang tampan nan mempesona, tolong restui calon adik ipar mu ini untuk mengejar cinta adik kembar mu itu" Ini adalah sosok Difan yang sebenarnya, dia cerewet dan random. Mereka sering memanggil Difan dengan sebutan pembangun suasana, secanggung apapun suasananya jika mood Difan sedang baik, pasti ada saja lawakan yang dirinya hadirkan.
"Fan, lo masih cowok kan? " Ady bertanya dengan kepala dimiringkan.
"Lo kira gue apaan? Cowok jadi-jadian? " Difan menatap Ady dengan tatapan permusuhan.
"Mulut lo lemes bener soalnya, mana ada cowok beneran modelan kek lo ini" Komentar pedas dari Aldeon adalah bahan kekesalan Difan.
"Lagian lo juga buka tipe Aleta jadi jangan mengharap" Azka bangkit dari duduknya setelah mengatakan itu, Difan hanya menganga tak percaya. Sedangkan yang lainnya hanya bisa tertawa melihat ekspresi yang Difan tampilkan.
"Tha"
"Duduk Lex" Athaya tampaknya masih belum bisa memperbaiki moodnya.
"Gue tadi liat kembaran lo, pindah sini juga? " Alexander De Luca, sosok pemuda yang membuat gempar IHS saat pertandingan voli antara Aleta dan Mona tadi.
"Emm, Al pindah beberapa minggu yang lalu" Jawab Aldeon seadanya.
"Belum akur lo? " Aldeon hanya menggeleng samar.
"Hai, sayang" Mona tiba-tiba datang menghampiri Athaya.
"Hmmm" Athaya masih enggan menanggapi siapapun.
"Udah gak usah marah sama Al, adik kamu emang jago kok" Mona tersenyum manis saat Athaya menatap ke arahnya.
"Kamu kok baik banget sih" Athaya menggenggam tangan Mona yang berada di pundaknya.
"Apa sih" Semburat merah muncul dipipi Mona.
"Cieee blushing ciee" Difan dan Aldeon kompak mengejek Mona yang tampak salah tingkah itu.
Ady hanya tersenyum tipis melihat itu semua, bahkan sesekali ikut menimpali ketika mereka bercanda. Tempat mereka semakin ramai ketika teman-teman Mona ikut bergabung. Hanya satu orang yang sejak tadi diam, bahkan menyimak obrolan mereka saja tidak. Siapa lagi jika bukan Alex, raganya saja yang berkumpul dengan teman barunya, namun pikirannya sedang melanglang buana entah kemana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!