NovelToon NovelToon

Imam Pengganti

SATU

Kita tidak bisa memilih dengan siapa Allah menciptakan kisah halal kita

Angin berhembus pelan siang itu, Menerbangkan debu jalanan, mengiringi sebuah mobil crv biru yang mulai memelan saat mendekati sebuah gerbang rumah minimalis,dan berhenti tepat di depannya.

Tak lama setelah mobil itu berhenti terlihat seorang gadis dengan setelan gamis pink salm kluar dari mobil.Gadis itu terlihat begitu anggun dan cantik, sorot matanya yang teduh berbalut celak menyiratkan ia adalah

sosok yang begitu lembut.

"Biar Aliza aja Bi yang bawa tas nya," ucap gadis itu menatap seorang lelaki paru baya yang beru saja kluar dari mobil menenteng 2 buah tas besar.

Lelaki itu tersenyum mengerakkan kumis dan jenggotnya yang mulai mutih.

"Berat biar Abi saja yang bawa kamu langsung masuk,udah di tunggu umi itu di dalam,"

"Beneran abi kuat?,"

"Hmm,iya kamu masuk aja," Abi mengangkat salah satu tas Aliza lalu membawanya masuk di iringi langkah Aliza di belakangnya.

Aliza Khansa zahira fatahillah,nama gadis itu. Aura kecantikan natural terlihat dari wajah Aliza yang merupakan alumni pesantren terkenal P.P Abu Abbas. Sudah 3 tahun Aliza menuntun ilmu di Abu Abbas dan kini ia mulai memasuki masa liburan akhir sekolahnya yang memang di liburkan sebelum puasa untuk kelas XII.

"Umi...,"Sapa Aliza memeluk wanita paru baya yang tengah duduk di sofa ruang tamu.

wajah wanita itu terlihat tersenyum teduh mengusap tangan Aliza yang menggantung di lehernya.

"Cantiknya umi udah pulang..,"Umi menarik tangan Aliza untuk duduk di depannya.

Aliza mencium tangan umi lalu mengecup pipinya.

"Gimana sekolahnya, lancar?,"Tanya umi mengusap kepala Aliza, Aliza tersenyum memegang tangan Umi.

"Lancar mi tahun depan insyaallah Aliza wisuda Alfiyah,"

"Alhamdulillah..ya sudah sana ke kamar istirahat nduk," Umi tersenyum melihat Abi yang beru saja masuk lalu menatap Aliza yang mengangguk.

"Iya Mi Aliza ke kamar dulu ya,"Aliza berlalu pergi meninggalkan Umi yang beralih melihat Abi yang duduk di depannya.

Abi melepas peci, menampilkan helai rambut putih yang mulai memenuhi sebagian kepalanya.

"Bagaimana kita bilang ke Aliza Bi, soal perjodohan itu?," Umi menatap Abi nanar. Abi menghela nafasnya lalu tersenyum teduh.

"Nanti kita bilang pelan-pelan ya, besok insyaallah Kyai Azzam kesini.., sekalian kita kenalkan kepada Aliza,"

Umi mengangguk menatap kotak lantai di depannya, rasa gundah memenuhi hatinya yang terasa begitu berat untuk menikahkan putrinya.

...****************...

Suara aluna sholawat Burdah terdengar dari kamar Aliza, dimana kini ia tengah sibuk menata pakaiannya di lemari. Gerakan tangan aliza terhenti saat melihat sebuah lembar kertas di tangannya.sebuah khot kaligrafi terlihat indah memenuhi kertas itu.

Aliza tersenyum saat ingatannya melayang membayangkan sosok yang diam-diam begitu ia kagumi.Sosok yang menorehkan kaligrafi di kertas yang tengah ia pegang. Aliza mengusap kertas itu lalu menatapnya dalam, menghamburkan gemuruh rasa di hatinya.

"Gus Asfhan,"gumam aliza pelan seraya tersenyum membayangkan senyuman sosok gus Asfhan yang ia kagumi.

Haluan Aliza terus berterbangan mengingat memori kedekatannya dengan sosok gus Asfhan yang tak lain adalah putra bungsu kyai Azzam Hasbi Thabrani, sosok yang begitu ia hormati di tempat dimana Aliza menuntut ilmu.

Sejak awal tahun Aliza memang dekat dengan sosok gus Asfhan. Kedekatan itu di mulai saat aliza mengikuti lomba khot. Dimana gus Asfhan lah yang membimbing langsung para peserta, termasuk Aliza. Sikap lembut dan telaten gus Asfhan serta wajahnya yang rupawan menarik ritme rasa di hati Aliza. Menciptakan getaran rasa yang di sebut cinta. Namun, ia sang maha cinta lah yang menyatukan hati setiap insan, dimana sang rabb telah menorehkan rasa yang sama kepada gus Asfhan yang diam diam juga memiliki rasa kepada Aliza. Terlebih setelah Aliza memenangkan lomba Kaligrafi nasional mewakili ponpes Abu Abbas .

To:Aliza khansa Zahira..

From: Syarfiq Asfhan Al-Ghazali..

Aliza menatap sebuah tulisan tangan di belakang kertas itu lalu tersenyum menempelkan nya di diding lemari.

Sebuah senyuman merekah di bibir Aliza saat melihat lukisan kaligrafi pemberian Asfhan tempo hari yang sudah terpajang di dinding almari.

"Ya rabb..sang maha cinta....engkaulah pemilik dari setiap takdir, engkau lah yang merencanakan setiap kejadian, semua atas kendali mu ya rahim...aku yakin semua yang terjadi adalah ketetapan takdir mu ...termasuk engkau hadirkan Gus Asfhan di kehidupanku tanpa aku minta. Aku yakin ya rabb rencana mu begitu indah....,"

Aliza tersenyum memeluk kertas di tangannya, menikmati semilir angin yang berhembus pelan menggerakkan kerudungnya, tanpa menyadari skenario takdir tengah berjalan.

DUA

Suara bacaan lantunan Al-Qur'an terdengar merdu dari salah satu kamar ndalem kyai Azzam. Suasana ndalem juga terasa begitu sepi,beberapa lampu telah di matikan namun tidak dengan kamar Asfhan, dimana kini ia tengah sibuk mengulang hafalan Al-Qur'an yang akan ia selesai kan minggu depan.

Asfhan mengakhiri bacaannya, lalu meletakkan mushaf Al Qur'an diatas meja kemudian berjalan kluar menuju balkon, menikmati semilir angin yang berhembus pelan menggerakkan sarung yang ia gunakan.

"Aliza," bisik,Asfhan tersenyum. Tangannya memegang sebuah bingkai dimana kaligrafi Aliza mengisi bingkai itu.

Aliza memberikan hadiah kaligrafi itu setelah acara wasanawarsa malam hari sebelum Aliza pulang sebagai ucapan terima kasih karna Asfhan telah membimbingnya dalam lomba mewakili PP Abu Abbas.

Pertemuannya dengan Aliza memang tergolong sederhana,hanya berawal dari Aliza mengikuti lomba kaligrafi yang berada dalam bimbingannya. Dan dari situlah kedekatannya dengan Aliza terbangun hingga tak sadar menghadirkan ritme rasa di perasaan Asfhan yang di sebut cinta.

Muhammad syarfiq Asfhan Al-Ghazali adalah nama lengkap Asfhan sosok yang menjadi primadona di kalangan santri P.P Abu Abbas. Selain paras yang rupawan Asfhan juga memiliki keilmuan yang tinggi, di mana 1 bulan yang lalu ia berhasil memenangkan lomba Tafsir kitab ihya' Ulumuddin tingkat Internasional di maroko. Dan minggu depan Asfhan akan menyelesaikan hafalan Alqur'an.

Asfhan memejamkan matanya memorinya berputar, mengingat percakapan terakhirnya dengan Aliza tempo hari.

"Tapi saya tidak pantas untuk Gus Asfhan, beliau itu putra kyai besar sedangkan saya hanyalah apa...,"

Asfhan menghela nafasnya, lalu menatap langit malam yang berhias bulan bintang.

"Saya tidak pernah memandang kamu siapa za, bagi saya kemuliaan akhlaq mu sudah melebihi apa yang saya punya, saya akan membawa rasa ini ke jenjang serius Za, walaupun kamu baru saja lulus Aliyah tapi saya yakin bisa membahagiakan kamu Aliza,"

Bisik Asfhan pelan menatap langit malam bersamaan dengan desir angin yang membawa suaranya pergi.

...****************...

Suara denting jam terdengar mengisi ruang pribadi kyai Azzam. Di atas sebuah bantal duduk terlihat sosok Asfhan yang tengah diam menatap langit-langit ruangan, menunggu kyai Azzam yang ingin ia temui.

Setelah hampir 15 menit menunggu, sosok kyai Azzam terlihat memasuki ruangan itu, sebuah kitab berbalut sorban terlihat di tangannya.

Kyai Azzam tersenyum duduk di hadapan putra bungsunya itu. Mata tuanya yang berbingkai kaca mata teduh menatap Asfhan.

"Ada apa nak?, Tumben kamu mencari Abah,"

Asfhan menghela nafasnya kepalanya yang menunduk terangkat melihat Kyai Azzam.

"Asfhan,suka salah satu santri Abah," Ucap Asfhan mengutarakan apa yang ada di perasaannya.

Kyai Azzam tersenyum mendengar ucapan putranya yang baru berusia 21 tahun itu.

"Siapa nak yang kamu suka?"

"Aliza Khansa Zahira Fattahillah," Jawab Asfhan lugas entah keberanian yang membuatnya berkata jujur kepada Kyai Azzam.

Kyai Azzam melepas kaca matanya lalu mengusap kumis putihnya, mengingat sosok Aliza yang terasa familiar di benaknya.

"Aliza putri pak Dahlan yang teman Abah dulu waktu Tsanawiyah, cucu Ki Hanum Wirabraja, pemilik padepokan silat Walisongo?" Jelas Kyai Azzam memejamkan matanya lalu melihat Asfhan yang mengangguk.

"Iya Bah,"

Kyai Azzam mengangguk mengerti lalu tangan hangatnya memegang pundak Asfhan.

"Abah bangga dengan kamu yang berani bersikap gentleman mengutarakan apa yang kamu rasakan, sekarang mau kamu bagaimana nak?"

Asfhan menghela nafasnya menyiapkan jawaban yang sudah menjadi keputusannya.

"Asfhan ingin mengkhitbah Aliza bi," Jawab Asfhan menatap Kyai Azzam. Asfhan yakin keputusannya adalah hal terbaik, karna Asfhan tidak ingin menyimpan rasa itu dan menjadikannya maksiat hati.

"Baik besok kita ke rumah Pak Dahlan untuk mengkhitbah Aliza,"

Asfhan tersenyum menatap Abahnya.

"Boleh bah?"

"Selagi itu hal baik kenapa tidak, asal kamu janji bisa membahagiakan Aliza dan bertanggung jawab menjaganya,"

Kyai Azzam tersenyum mengusap pundak putra bungsunya itu, karna hal ini sebenarnya apa yang sudah ia rencanakan sejak lama bahkan Kyai Azzam sempat membicarakannya kepada Pak Dahlan, Abi Aliza tanpa sepengetahuan Asfhan. tapi teryata Allah maha baik telah mengatur semuanya sedemikian rupa.

Asfhan mencium tangan Kyai Azzam lalu memeluknya erat, Asfhan begitu bersyukur memiliki sosok Abah seperti Kyai Azzam, dimana sebuah ketegasan yang terbalut sebuah kasih sayang.

"Terimakasih Abah..., terimakasih...,"

Kyai Azzam hanya tersenyum menepuk pundak Asfhan.

"Jaga dia, buat Aliza bahagia, jangan sakiti dia karena dia juga putri Abah,"

TIGA

Cahaya mentari bersinar terang,terlihat beberapa burung berkicau menyanyikan nyanyian khas pagi hari.

Di dalam kamarnya kini Aliza tengah sibuk memaut diri, sebuah gamis abu-abu terlihat indah membalut tubuhnya. Tadi malam bu Laila mengabari Aliza jika hari ini akan ada tamu penting yang ingin bertemu dirinya

Berbagai tanya memenuhi kepala Aliza namun ia memilih menghapus segala pertanyaan itu dan yakin bahwa semua akan baik-baik saja.

Suara ketukan pintu terdengar di iringi sosok Bu Laila yang memasuki kamar Aliza.

"Nduk, tamunya sudah datang ayo kebawah," Bu Laila menyentuh pundak Aliza yang melihatnya.

"Memangnya tamunya siapa mi?, kenapa harus ketemu Aliza?" Tanya Aliza mengutarakan rasa penasarannya.

Bu Laila hanya tersenyum tidak memberi jawaban, lalu menggandeng tangan Aliza yang berjalan di sisinya.

"Sudah nanti kamu tahu sendiri nduk..,"

Jawab Bu Laila dan Aliza hanya menghela nafasnya berat saat berbagai pertanyaan semakin berputar di benaknya.

...****************...

Suara gelak tawa terdengar di ruang tamu Pak Dahlan, di mana seorang lelaki tua tengah asik berbincang dengan pemilik rumah, di sisi lelaki itu terlihat seorang perempuan seusianya, dan lelaki muda dengan paras rupawan duduk di sisinya.

Pembicaraan mereka terhenti tepat saat sosok Aliza muncul dari arah tangga, semua mata segera tertuju kepada Aliza yang juga melihat ke arah tamu.

Menyadari siapa yang datang Aliza segera menghampiri 2 orang lelaki dan perempuan itu di ruang tamu yang merupakan gurunya.

"Abah Azzam, Umi Azni," Sapa Aliza mencium tangan Kyai Azzam, dan Bu Azni secara bergantian.

Bu Azni tersenyum mengusap kepala Aliza.

"Sehat nduk?" tanya Bu Azni.

"Alhamdulillah Umi, dan Abah bagaimana?" Aliza bergantian melihat Bu Azni dan Kyai Azzam.

"Alhamdulillah nduk kami baik-baik saja,"

Jawab Bu Azni lembut.

Aliza tersenyum dan tanpa sengaja netranya menangkap sosok di sisi Bu Azni yang tersenyum melihat Aliza.

"Assalamuallaikum Aliza,"

Sapa lelaki itu lembut membuat Aliza seketika menundukkan kepalanya.

"Walaikumsalam Gus Asfhan,"

Jawab Aliza pelan dan segera duduk di sisi Pak Dahlan setelah sang Abi menyentuh pelan tangannya, memberi isyarat Aliza untuk duduk di sisinya.

Obrolan hangat pun mengalir memancing gelak tawa Kyai Azzam dan Pak Dahlan, mengenang memori masa Mts mereka dulu.

Setelah beberapa perbincangan hangat akhirnya tiba waktu Kyai Azzam untuk membicarakan inti kedatangan nya.

Kyai Azzam bedeham pelan lalu menatap Pak Dahlan serius

"Begini Mas Dahlan, inti kedatangan saya kesini adalah melamar putri panjenengan untuk putra bungsu saya..., Asfhan,"

Aliza tersentak kepalanya yang menunduk segera terangkat melihat sosok Asfhan yang duduk di depannya. Mata hitam Asfhan lekat menatap Aliza.

"Ya allah apa ini__,"gumam Aliza dalam hati, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Aliza sadar dirinya memang dekat dengan Asfhan bahkan memiliki rasa dengan putra Kiainya itu, namun Aliza tidak pernah menyangka dia akan berada di posisi ini, dimana dengan tiba-tiba Kyai Azzam mengkhitbahnya.

"Bagaimana Mas Dahlan?"

Tanya Kyai Azzam saat Pak Dahlan dan Bu Laila hanya terdiam menunduk.

Pak Dahlan menghela nafasnya berat lalu menatap sosok Kyai Azzam yang terlihat begitu berwibawa dengan balutan koko, jas serta sebuah sorban putih di pundaknya. Menampilkan sisi khas seorang kyai besar.

"Maaf Mas Azzam, tapi jujur saya merasa minder untuk bersanding dengan keluarga panjenengan, kami tidak punya apa-apa Kyai,"

"Iya, suami saya hanya seorang petani Bu, Pak,"

Timpal pelan Bu Laila melihat ke arah Pak Dahlan.

"Petani bagaimana Bu...?, Bukannya Pak Dahlan itu bos sawit yang mempunyai ladang luas di Kalimantan,"

Bu Azni melihat ke arah Bu Laila yang menunduk.

"Mas Dahlan njenengan itu hebat, putra dari Ki Hanum Wirabraja seorang alim sekaligus guru silat yang terkenal dengan karomahnya. Bahkan beberapa orang yang bertemu dengan Ki Hanum mengatakan bahwa beliau adalah seorang Waliyullah yang mastur,"

Kyai Azzam melihat ke arah Pak Dahlan yang menunduk mencegah perasaan takabur di hatinya.

"Itu Romo saya Kyai, bukan saya, tapi jika Kyai tetap memaksa, tanpa mengurangi rasa takzim kepada guru putri saya, saya serahkan semua keputusan kepada Aliza apa pun yang menjadi keputusannya, saya ridho dan ikhlas,"

Pak Dahlan melihat Aliza lalu menggenggam tangan putrinya.

Aliza memejamkan matanya, lalu menatap Kyai Azzam dan Bu Azni.

"Jika itu yang Abah dan Umi minta, demi keridhoan kalian, Aliza menerima lamaran Gus Asfhan,"

Ucap Aliza melihat ke arah Gus Asfhan dengan penuh keyakinan.

Suara gemuruh Alhamdulillah terdengar dari mulut Kyai Azzam dan Bu Azni serta Asfhan.

"Alhamdulillah setelah ini kita bisa membahas kapan walimah itu di laksanakan,"

Kyai Azzam tersenyum melihat Pak Dahlan yang juga tersenyum mengangguk, seraya menggenggam erat tangan Bu Laila, memberi isyarat bahwa semua akan baik-baik saja.

...****************...

"Saya pamit ya Pak Dahlan untuk harinya sudah valid 3 minggu mendatang setelah kepulangan Asfhan dari umrah,"

kyai Azzam tersenyum menyalami Pak Dahlan saat mereka sampai di depan mobil. Setelah hampir 1 jam mereka membahas acara walimah Aliza dan menetapkan waktunya.

"Iya Mas Azzam, semoga semua berjalan lancar besok,"

"Aamiin, aamiin,"

Sahut Kyai Azzam lalu memeluk erat Pak Dahlan.

"Mas Dahlan saya ini cuma manusia biasa seperti njenengan yang kebetulan Allah berikan amanah santri guru-guru saya, mereka adalah titipan yang kelak akan menjadi hisab saya di akhirat, saya tidak ubahnya manusia biasa, jadi saya minta Mas Dahlan jangan merasa rendah lagi, njenengan itu hebat bisa membesarkan putri sebaik Aliza dimana saya kagum dengan keindahan ahlaqnya,"

Bisik Kyai Azzam seraya menepuk punggung Pak Dahlan lalu memegang erat pundaknya.

Mata Pak Dahlan berkaca-kaca mendengar ucapan Kyai Azzam yang begitu tulus.

"Tabbarakllah, Alhamdulillah terimakasih Mas Azzam,"

Pak Dahlan menyalami Kyai Azzam yang lalu memasuki mobilnya di ikuti Bu Azni.

Sementara itu di belakang Pak Dahlan sosok Aliza tengah berdiri melihat Kyai Azzam tanpa menyadari Asfhan yang sudah berdiri di sampingnya.

"Aliza,"

Panggil Asfhan menyadarkan lamunan Aliza yang segera melihatnya lalu menunduk.

"Dalem Gus,"

Asfhan tersenyum mengulurkan sebuah plastik branded rancangan seorang ning ternama.

"Ini kerudung untuk kamu, besok kamu pakai setelah walimah ya, insyaallah saya akan membahagiakan kamu Aliza, Ana uhibbu kafilla,"

Ucap Asfhan tulus, menggetarkan perasaan Aliza. Aliza menerima pemberian Asfhan lalu tersenyum tanpa berani melihat ke arahnya.

"Terimakasih Gus, jazakumullah,"

"Sama-sama wa iyakum, saya pamit, Assalamuallaikum,"

"Walaikumsalam,"

Jawab Aliza lalu melihat punggung Asfhan yang mulai memasuki mobil, yang setelah itu melaju meninggalkan rumah Pak Dahlan menyisakan sebuah senyuman di bibir Aliza.

...****************...

Bintang terlihat indah menampilkan kelipnya, bersanding dengan bulan yang bersinar begitu terang seakan mengikuti irama bahagia perasaan Aliza.

Di balkon kamarnya kini Aliza berdiri menikmati semilir angin malam. Jemarinya erat menggenggam kerudung pemberian Asfhan, sebuah senyuman terlihat menghiasi wajah cantiknya yang berdarah arab dari garis Bu Laila.

"Terimakasih ya Rahim atas segala pemberianmu hamba bersyukur tanpa hamba meminta, engkau telah berikan yang terbaik, segala puji hanya milikmu rabb ku, sang maha cinta,"

Bisik Aliza yang di ikuti hembusan angi sepoi-sepoi yang mengerakkan awan malam menghiasi keindahan ayat kauniyyah sang rabb.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!