NovelToon NovelToon

SEKRETARIS YANG MENGGEMASKAN

Panik

Pagi hari yang cerah Johan mengendarai sepeda motornya berkeliling memutari taman, ia teringat masa-masa bersama Intan. Johan membayangkan kalau sedang berboncengan dengan Intan mengelilingi taman, ‘’citsz...brakh...!!!’’.

‘’Sayang...maafkan aku, aku tidak bisa menjaga dan menemanimu lagi. Bu Maryam, Tante Wati, mbak Mira dan semuanya, maafkan segala kesalahanku, mungkin aku tidak akan bertemu kalian lagi.’’ Ucap Johan samar-samar.

Kata itu adalah ucapan terakhir dari Johan yang sedang di bopong oleh pemuda berbadan kekar, sebelum akhirnya Johan tak sadarkan diri.

Johan baru saja mengalami kecelakaan. Nampak pemuda yang menolongnya itu membawanya ke dalam mobil miliknya dan di bantu oleh seorang wanita.

Setelah Johan di masukkan ke dalam mobil dan di letakkan ke kursi belakang, pemuda serta wanita tersebut segera duduk di kursi depan dan bersiap melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit terdekat.

‘’Mas, terus ini gimana? Kelihatannya kondisi orang itu sangat parah. Bagaimana kalau dia sampai meninggal? Kita bisa masuk penjara!’’ ucap si wanita yang merasa khawatir.

‘’Kamu tenang dulu, Sin. Yang penting kita sudah berusaha bertanggung jawab. Nanti setibanya di rumah sakit, kita coba hubungi keluarganya.’’ Ucap pemuda tersebut.

Nampaknya kedua orang itu sepasang suami istri yang menabrak Johan. Berbekal tanggung jawab mereka berusaha membawa Johan yang jiwanya tergantung pertolongan mereka ke rumah sakit.

‘’Mas, aku benar-benar takut kalau dia sampai meninggal’’ ungkap Sinta yang resah gelisah, suranya lemah dan terasa hampa karena kecemasan yang mendalam.

‘’Sinta, mas udah bilang, kamu tenang jangan panik gitu. Percayalah tidak akan terjadi apa-apa’’ jawab pemuda itu yang bernama Burhan.

Mendengar ucapan suaminya, Sinta mencoba dan berusaha untuk tenang, ‘’iya mas, aku percaya sama kamu, semoga aja kata kamu benar.’’ Ucap Sinta.

‘’Nah, gitu dong. Semoga lelaki itu tidak terlalu parah’’ ujar Burhan dengan senyuman kecil di wajahnya. ‘’lagi pula ini bukan sepenuhnya kesalahan kita’’ sambungnya lagi.

‘’Iya mas, semoga aja’’ balas Sinta.

Mereka akhirnya sampai di rumah sakit. Kedua orang itu langsung masuk dan menemui petugas rumah sakit. Para suster terlihat berlarian menuju ke mobilnya Burhan, nampak juga dua petugas yang mengikuti mereka sambil mendorong bankar.

Johan pun segera di bawa menuju ke ruang IGD. Burhan dan Sinta menunggu di luar ruangan tersebut dan duduk di bangku yang tersedia. Seorang Dokter memasuki ruangan IGD untuk memeriksa keadaan dan kondisi Johan.

Beberapa menit kemudian Dokter tersebut keluar dan menghampiri Burhan serta Sinta.

‘’Maaf, apa kalian keluarga dari pria yang ada di dalam?’’ tanya Dokter dengan wajah yang serius.

‘’Maaf, Dok. Kami bukan siapa-siapanya, kami hanya membawa pria itu kemari’’ jawab Burhan dengan suara agak bergetar.

‘’Iya Dok, tadi dia mengalami kecelakaan. Jadi kami menolongnya dan membawa kemari’’ sambung Sinta yang khawatir.

‘’Seperti dugaan saya, untung pria itu segera di bawa kemari. Tunggu sebentar ya’’ ucap Dokter dengan suara lembut lalu kembali masuk ke ruangan tersebut.

Burhan dan Sinta terlihat sangat cemas, hati mereka dag dig dug ser, memikirkan nasib Johan yang mereka tolong. Tak lama kemudian Dokter datang menghampiri mereka kembali.

‘’Ini ada dompet dan posel pria itu. mungkin kalian bisa menghubungi keluarga atau kerabatnya’’ ujar Dokter sambil menyerahkan barang milik Johan kepada Burhan.

‘’Baik Dok, saya akan menghubungi keluarganya’’ balas Burhan seraya memegang dompet dan ponsel milik Johan.

‘’Lalu bagaimana dengan keadaannya Dok? Apa dia baik-baik saja?’’ tanya Sinta dengan lirih.

‘’Lukanya sudah saya tangani, dia hanya mengalami luka di bagian kepalanya. Mungkin selebihnya nanti akan saya jelaskan kepada keluarganya.’’ Kata Dokter dengan suara yang tenang dan santun.

‘’Baik Dok.’’ Ucap Sinta yang khawatir dengan kondisi Johan yang baru saja tertabrak.

Terlihat Burhan sedang sibuk mengutak atik ponsel milik Johan, matanya mencar-cari nama siapa yang harus di hubunginya. Keringat bercucuran mengalir ke pelipis menambah beban pikirannya.

‘’Kalau begitu saya tinggal dulu, nanti jika keluarganya datang suruh mereka ke ruangan saya aja. Di ujung lorong ini ya.’’ Kata Dokter lalu meninggalkan mereka.

‘’Baik Dok, terima kasih’’ sahut Sinta dengan rasa bersyukur dan berharap situasi akan segera membaik.

Melihat suaminya yang dari tadi bingung dengan posel milik Johan, Sinta pun bertanya, ‘’gimana mas? Apa ada yang bisa di hubungi?’’ tanya Sinta yang cemas dan berharap.

‘’Sebentar, aku masih bingung. Kontaknya hanya nama saja tidak ada keterangan lainnya’’ ucap Burhan yang masih bingung.

‘’Coba kamu buka dompetnya, siapa tau ada petunjuk yang bisa kita hubungi’’ ucap Burhan memberi saran kepada istrinya.

Sinta pun segera membuka dompet Johan dan tidak menemukan petunjuk yang penting, hanya ada ktp dan sejumlah uang saja.

‘’Mas, gak ada. Hanya ada ktp dan uang saja’’ kata Sinta.

‘’Apa lelaki itu seorang yatim piatu atau apa sih?’’ gumam Burhan nampak frustasi.

‘’Coba aja hubungi kontak yang sering di telfonnya, mas. Biasanya orang itu mengenal lelaki tersebut.’’ Saran Sinta.

‘’Sini biar aku lihat?’’ sambung Sinta lalu mengambil alih ponsel tersebut dan berusaha mencari nomor yang bisa di hubungi.

Burhan memberikan posel itu kepada istrinya, karena ia sudah sangat frustasi mencari nama keluarganya Johan namun tidak ada.

‘’Mas, mungkin Intan ini dekat dengan lelaki itu, aku coba hubungi dia ya?’’ ujar Sinta dengan perasaan ragu namun penasaran.

Burhan melirik sambil menaikkan satu alis dengan bingung, ‘’hah...dari mana kamu tahu?’’ ucapnya.

‘’Namanya ada di daftar panggilan yang sering di hubungi’’ balas Sinta nampak bersemangat.

Burhan mengerutkan kening sambil memijitnya lalu menggelengkan kepala sambil tertsenyum menatap istrinya. Sinta mencibir sambil meresapi instingnya.

‘’Entah kenapa aku sangat yakin, mas’’ kata Sinta.

‘’Ya sudah deh, coba kamu hubungin dia mudah-mudahan insting kamu benar’’ sahut Burhan memberi dukungan kepada istrinya.

Sinta lalu menghubungi nomornya Intan dan tak lama kemudian terdengar suara seorang wanita di sambungan telefon itu.

‘’Halo, mas Johan? Ada apa? tumben kamu nelpon jam segini?’’ kata Intan dari seberang telefon.

‘’Maaf, aku Sinta. Apa mbak keluarga atau temen dari yang punya ponsel ini?’’ sahut Sinta dan bertanya.

Di lain tempat Intan terkejut, seolah ada firasat buruk yang menimpa Johan. ‘’loh, siapa kamu? dan kenapa ponsel mas Johan ada di tanganmu?’’ kata Intan yang merasa khawatir.

Sinta gugup untuk mengatakan hal yang menimpa Johan, ia menelan ludahnya berkali-kali dan sangat cemas.

‘’Maaf mbak, sebenarnya saya mau mengasih kabar bahwa orang yang punya p[onsel ini mengalami kecelakaan, dan kini dia berada di rumah sakit’’ mau tak mau Sinta harus terus terang walapun itu kabar buruk.

Mendengar kabar tersebut, Intan hampir tak bisa menahan teriakannya, ‘’apa! mas Johan kecelakaan!?, di rumah sakit mana dia sekarang? Aku akan ke sana sekarang!’’ balas Intan yang sangat panik.

‘’Rumah sakit Susilo, mbak’’ jawab Sinta seraya melirik suaminya.

‘’Oke, aku akan kesana!’’ ucap Intan dan langsung menutup panggilan tersebut.

Burhan dan Sinta merasa lega, seakan beban berat yang sedari tadi di pundak mereka kini hilang sudah. Setidaknya mereka telah menghubungi orang yang tepat untuk memberikan kabar buruk tersebut.

BERSAMBUNG...

Amnesia

Burhan dan Sinta lalu duduk sambil menunggu kedatangan Intan, akan tetapi mereka masih mencemaskan keadaan Johan yang sampai sekarang belum sadar.

‘’Huh..syukurlah kamu menghubungi orang yang tepat, ternyata tebakan kamu benar sayang’’ kata Burhan yang merasa lega.

‘’Iya, mas. Lega rasanya, tapi gimana nanti menjelaskan kepada dia kalau kita sebenarnya yang sudah menabrak lelaki itu’’ ucap Sinta yang cemas kembali.

‘’Kamu tenang saja, biar aku yang jelasin nanti’’ kata Burhan supaya istrinya tidak cemas.

‘’Iya, mas’’ sahut Sinta.

Setelah meminta ijin kepada Vany, Intan pulang ke rumah, ia begitu panik dan berlari menuju ke kamar ibunya.

‘’Bu..!’’ Intan berteriak panik.

‘’Ada apa tan? Kenapa panik banget?’’ tanya bu Maryam penasaran.

‘’Gimana gak panik, bu. ini...uh..gimana jelasinnya? Ini...mas...mas Johan..’’ ucap Intan yang terbata-bata karena sangkin paniknya dan sangat gugup sekali.

‘’Apa sih Tan, tenang dulu ambil nafas pelan-pelan dan keluarkan perlahan’’ ucap bu Maryam menyarankan.

Intan pun mengikuti apa saran ibunya, ia mengambil nafas dalam-dalam lalu mengelurkan dengan pelan supay ia bisa agak tenang.

‘’Ini masalah mas Johan, bu...’’ ucap Intan dengan wajah yang masih bersemu merah karena panik.

‘’Apa! kenapa dengan Johan? Jangan buat ibu ikut panik dong?’’ ungkap bu Maryam yang merasa resah.

‘’Mas Johan...dia kecelakaan, bu’’ kata Intan sambil meremas roknya.

Bu Maryam sangat terkejut dan kaget mendengar berita tersebut. Ia pun ikut panik dan khawatir dengan keadaan Johan saat ini.

‘’Terus dimana dia sekarang?’’ tanya bu Maryam panik.

‘’Di rumah sakit Susilo, bu’’ jawab Intan sambil ngos-ngosan.

‘’Ya sudah, ayo kita kesana sekarang’’ balas bu Maryam dengan tergesa-gesa, suaranya bergetar menahan rasa cemas dan khawatir.

Mereka segera bersiap-siap lalu mereka berdua berboncengan menaiki sepeda motor menuju ke rumah sakit. ‘’Johan..kenapa ini harus terjadi sama kamu? semoga kamu baik-baik saja, nak’’ ucap bu Maryam lirih sambil berpegang erat ke pinggangnya Intan.

Di rumah sakit, Burhan dan Sinta sangat cemas menunggu kedatangan Intan yang di rasa sangat lama. Hari semakin gelap menandakan kalau hari berganti malam.

Burhan melirik ke jam tangan yang melingkat di pergelangan tangannya. Jam menunjukkan pukul setengah delapan malam. Suasana di ruang tunggu semakin membuat Burhan dan Sinta cemas menanti kedatangan Intan.

‘’Kenapa aku jadi cemas gini, semoga keadaan lelaki itu baik-baik saja’’ ucap lirih Sinta, tangannya bergetar di pelukan suaminya. ‘’dia kok lama banget ya mas? Sampai sekarang dia belum datang?’’ ucapnya lagi dengan wajah cemasnya.

‘’Kamu yang tenang yah, mungkin perjalanan macet, jadi dia agak lama datangnya’’ kata Burhan mencoba menenangkan istrinya.

‘’Tapi aku tetep khawatir, mas. Kita tidak bisa menunggu di sini seharian’’ ucap Sinta mengeluh.

Burhan menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Kemudian menatap wajah istrinya dengan wajah penuh tekad.

‘’Aku tahu, tapi bagaimana pun kita harus bertanggung jawab, kita harus memastikan semuanya berjalan lancar. Sabar ya, mungkin sebentar lagi dia akan datang’’ ucap Burhan memberi ketenangan pada istrinya.

Sinta mengangguk mendengar ucapan suaminya, ia mencoba meredam rasa cemas dan khawatir pada dirinya. Tak lama kemudian ponsel Johan yang di pegang oleh Sinta berdering. Dengan antusias Sinta pun mengangkat panggilan tersebut.

‘’Halo, mabk’’ sapa Sinta di sambungan telefon.

‘’Halo, aku sudah di rumah sakit, kamu dimana?’’ balas Intan.

‘’Aku di ruangan IGD mbak, di ruang tunggu’’ balas Sinta.

‘’Oke aku kesana’’ sahut Intan.

Burhan dan Sinta nampak tersenyum, setelah melihat ada dua wanita berjalan menghampirinya.

‘’Mbak Intan?’’ kata Sinta dengan ramah sambil menjulurkan tangan untuk berjabatan.

‘’Iya betul, dan ini ibu saya’’ jawab intan dan mengenalkan ibunya.

‘’Gimana keadaan Johan?’’ tanya bu Maryam dengan wajah yang cemas dan suara agak bergetar.

‘’Gini, bu..’’ ucap Burhan dengan suara berat dan menatap bu Maryam.

‘’Menurut Dokter, katanya luka-luka Johan sudah di tangani. Tapi untuk detail lebih lanjut, Dokter tadi bilang akan di sampaikan kepada pihak keluarga’’ kata Burhan.

‘’Lalu Dokternya dimana, pak?’’ tanya Intan dengan wajah khawatir dan cemas.

‘’Ruangan Dokter ada di ujung sana , mbak’’ jawab Sinta sambil menunjuk ke arah ruangan Dokter tersebut.

Hati mereka terasa sangat berat, mereka saling berpegangan tangan mencoba memberikan dukungan satu sama lain. Semua berharap kalau keadaan Johan baik-baik saja.

Di saat mereka mengobrol, kebetulan Dokter tersebut datang dan berjalan menghampiri mereka semua. ‘’itu Dokternya ke sini, mbak’’ kata Burhan.

‘’Iya’’ sahut Intan.

Namun saat Dokter itu sudah dekat dengan mereka. Dia menolak untuk di ajak bicara dan berjalan masuk ke ruangan Johan. ‘’Dok, ini ada...’’ ucap Burhan dan langsung di potong oleh Dokter tersebut.

‘’Sebentar ya, aku periksa pasien dulu’’ kata Dokter tersebut seraya masuk ke dalam ruangan Johan.

Mereka berempat saling berpandangan satu sama lain dan menghembuskan nafas kasar, ‘’huft..’’. tak lama kemudian Dokter itu keluar dari ruangan tersebut dan segera menghampiri mereka.

‘’Gimana Dok, keadaan Johan?’’ tanya bu Maryam.

‘’Oh, jadi anda keluarganya, baik mari ikut ke ruangan saya’’ jawab Dokter tersebut.

Mereka bertiga berjalan bersama menuju ruang si Dokter tersebut, ‘’kalian tolong tunggu di sini dulu ya, aku mau bertanya-tanya sesuatu dengan pak Dokter’’ kata Intan menyuruh Burhan dan Sinta untuk menunggu.

‘’Iya, mbak’’ balas Sinta.

Sesampainya di dalam ruangan Dokter, Intan dan bu Maryam di persilahkan untuk duduk di kursi yang sudah di sediakan dan mulai obrolan mereka.

‘’Mohon maaf sebelumnya bu, saya akan langsung menjelaskan mengenai kondisi pasien. Memang tidak ada luka yang sangat serius pada tubuhnya, namun benturan keras di kepalanya bisa menyebabkan dia belum sadar sampai saat ini. Dia kehilangan banyak darah, tapi beruntung dua orang tadi segera membawa pasien ke sini. sehingga nyawanya masih bisa di selamatkan.’’ Kata Dokter menjelaskan keadaan Johan.

‘’Tapi, Dok. Kapan kira-kira dia akan sadar?’’ tanya Intan.

‘’Sola itu, saya belum bisa memastikannya. Namun kami akan selalu memantau kondisinya setiap hari, satu hal lagi yang perlu kalian tahu. Akibat benturan di kepalanya, dia bisa mengalami gegar otak ringan dan menyebabkan amnesia untuk sementara waktu. Saat dia sadar nanti, mungkin tak mengenali kalian’’ terang Dokter itu lagi memberi penjelasan.

‘’Apa! hilang ingatan, Dok?’’ kata Intan kaget, wajahnya nampak pucat.

‘’Ya ampun, Johan..kenapa ini semua terjadi padamu, nak?’’ ucap bu Maryam nampak sedih dan air matanya mulai mengalir membasahi kedua pipinya.

‘’tapi Dok, ini hanya sementara kan? Ingatannya pasti akan kembali lagi, kan Dok?’’ tanya Intan sambil terisak sedih.

Dokter pun menghela nafas panjang melihat mereka berdua bersedih, ‘’benar, ingatannya akan kembali, namun untuk waktunya tergantung perawatan dari kalian. Saran saya jangan terlalu memaksakan untuk mengingat semuanya. Kalian yang sabar ya’’ kata Dokter menasehati.

BERSAMBUNG...

Suster kegatelan

Terlihat Intan dan bu Maryam meneteskan air mata, mereka menunduk lemas sambil melangkah keluar daru ruangan tersebut lalu mereka menuju ke ruangan di mana Johan sedang dirawat.

Dalam Hati Intan pertanyaan demi pertanyaan bermunculan, ( kenapa semua ini harus terjadi? Apa yang sudah terjadi? Bagaimana mas Johan bisa mengalami kecelakaan? ) itu yang ada di hatinya Intan.

Sebelum mereka masuk ke ruangan, Intan berhenti sebentar, ‘’ibu masuk dulu, aku akan bicara sama mereka berdua, ada hal yang harus aku tanyakan kepada mereka’’  ucap Intan.

Bu Maryam mengangguk lemah dan mengusap air mata yang masih mengalit di pipinya, lalu ia masuk ke ruangan Johan. Sementara itu Intan menghampiri Burhan dan Sinta yang sudah lama menunggu di depan ruangan tersebut.

Intan akan bertanya tentang kebenaran di balik kejadian yang membuat keadaan Johan seperti sekarang. Dia ingin tahu jawaban dari mereka berdua, meskipun dalam hati dia tahu kalau jawaban mereka akan semakin membuatnya sakit.

‘’Maaf sudah membuat kalian menunggu, tapi ada yang ingin aku tanyakan pada kalian berdua’’ ucap Intan dengan nada serius.

‘’Tidak apa-apa mbak, pasti tentang peristiwa itu kan?’’ Burhan menanggapi dengan tenang sambil menghembuskan nafas.

‘’Iya benar’’ sahut Intan.

‘’Semuanya terjadi begitu saja dan sangat cepat mbak, Johan mengendarai motornya dengan kencang dan sepertinya kurang fokus dalam berkendara. Entah dia mengantuk atau ada hal lainnya.’’ Kata Burhan menjelaskan.

‘’Dia berada di tengah jalan saat itu, dan tiba-tiba mobil melaju kencang dari arah berlawanan, lalu terjadilah tabrakan’’ sambung Burhan lagi menutupi kesalahannya sendiri.

Intan berusaha untuk tenang walaupun hatinya masih sangat sedih, ‘’mungkin dia mengantuk, tapi bagaimana keadaannya bisa begini? Namun ya sudahlah semuanya sudah terjadi dan tak bisa diubah’’ ucap Intan sambil menatap Burhan dan Sinta.

‘’Apa kalian tahu tentang mobil yang menabrak Johan? Pasti kabur kan? Kalian sempat melihat plat nomornya?’’ sambung Intan lagi dengan nada penuh harap, ingin mandapatkan jawaban atas mesteri yang melilit peristiwa tersebut.

‘’Mbak, kebetulan kami adalah yang menabrak Jo...’’ kata Burhan yang seketika di potong oleh Intan.

‘’Apa! jadi kalian yang...’’ pikiran Intan mendadak menjadi kacau, emosi yang terkumpul sejak tadi mendadak ingin pecah.

‘’Kami akan bertanggung jawab mbak, biaya rumah sakit, motor atau yang lainnya kami siap ganti, mbak’’ kata Burhan.

‘’Iya mbak, maafin kami, tolong jangan libatkan polisi. Kami mohon mbak’’ sambung Sintan memohon penuh harap.

Intan masih emosi yang bergejolak, ia tidak langsung menjawab. Dia merasa lemas dan tak ada tenaga untuk bersuara. Sambil duduk di bangku yang ada di situ. Intan meresapi setiap perasaan yang ada di dalam hatinya.

Setelah beberapa saat merenung dan berfikir walaupun pikirannya agak kurang jernih, ia pun memutuskan, ‘’kalian sudah lama berada di sini, kalian boleh pulang, tapi sebelum itu berikan nomor kalian’’ kata Intan yang suaranya serak oleh emosi yang belum sepenuhnya reda.

‘’Mbak serius..?’’ tanya Sinta heran.

‘’Ya, jika ada perlu aku akan hubungi kalian nanti’’ jawab intan tegas, meski masih ada keraguan terbesit di matanya.

‘’Kalau begitu ini mbak, kartu nama aku di situ ada nomor telefonku’’ kata Burhan sambil memberikan kartu namanya.

Burhan dan Sinta lalu meninggalkan Intan dan keluar dari rumah sakit tersebut untuk pulang. Intan bingung dan gelisah. Mungkin dia benar-benar bisa melupakan apa yang baru saja terjadi dan memaafkan mereka.

Jika suatu saat nanti dia butuh bantuan apakah dia akan berani menghubungi Burhan dan Sinta. Hanya waktu yang akan menjawabnya. Intan masuk kedalam ruangan lalu menghampiri ibunya.

‘’Bu ternyata kedua orang itu yang menyebabkan mas Johan kecelakaan’’ kata Intan dengan lemas sambil duduk.

‘’Hah! mereka berdua yang menabrak Johan, dimana mereka sekarang?’’ balas bu Maryam terkejut lalu bertanya.

‘’Ibu tenang dulu, aku sudah menyuruh mereka untuk pulang’’ ucap Intan mencoba menenangkan ibunya.

‘’Apa? kamu suruh mereka untuk pulang? Kamu ini gimana sih Tan? Mereka sudah membuat Johan kehilangan ingatannya loh..?’’ kata bu Maryam kaget.

‘’Iya bu, aku tau. Tapi mereka kan sudah mau bertang...’’ ucap Intan berusaha menjelaskan namun langsung di potong.

‘’Tanggung jawab apa? membawanya ke sini? membiayai perawatannya? Ganti rugi? Itu saja yang bisa mereka lakukan, Tan. Apakah mereka bisa mengembalikan ingatan Johan? Kamu paham?’’ bentak bu Maryam yang merasa tak terima, lalu air mata mulai menetes di sudut matanya.

Dalam hati Intan, dia merasa terbelah antara simpati sama ibunya, yang merasa kecewa dan sakit hati dan rasa penyesalan karena dirinya tidak tahu bagaimana cara menangani situasi ini dengan baik.

Suster yang berada di ruang sebelah merasa terganggu oleh keributan yang terjadi dan akhirnya menegur mereka berdua.

‘’Bu, mohon untuk tidak berdebat di dalam kamar. Kami juga butuh ketenangan dalam memeriksa pasien’’ ucap suster dengan nada lembut dan tegas.

‘’Maaf sus, emosiku memang sedang naik, mohon di maklumi’’ balas bu Maryam yang sadar kalau dirinya membuat keributan di kamar tersebut.

‘’Ayo kita keluar dulu dan kita bicara di luar saja’’ ajak bu Maryam kepada Intan.

Kedua orang itu pun melangkah keluar kamar dengan perasaan yang campur aduk. Bu Maryam memastikan kalau mereka sudah cukup jauh dari kamar pasien sebelum melanjutkan pembicaraan, demi menghormati suster tersebut.

Emosi yang membara di hati mereka tak bisa di bendung lagi, bagaikan gunung yang siap meletus kapan saja. Kedua orang itu terus berdebat sedangkan suster yang menjaga Johan terus memandangi wajah tampan Johan.

Suster itu kagum dengan ketampanan yang dimiliki oleh pasien tersebut. Dengan lembut dia mengelus pipi Johan.

‘’Ya ampun, semakin aku memperhatikanmu, kamu semakin terlihat tampan’’ kata suster tersebut dengan suara lirih seraya menyentuh pipi Johan.

Tangannya seolah-olah sudah diluar kendali, bergerak seakan memiliki kehendak sendiri. Mulai dari pipi Johan turun ke leher dan terus bergerak ke bawah tanpa henti dan tanpa di sadari. Sampai tangannya berada di bawah perut Johan.

Suster itu tersentak kaget saat merasakan sesuatu dari Johan, dimana lelaki itu hanya mengenakan pakaian rumah sakit tanpa ada lapisan atau pakaian dalam sebagai penutup.

Begitu jelas dan mudahnya tangan suster tersebut bisa merasakan burung Johan yang entah kenapa terasa lebih besar dari yang pernah ia temui sebelumnya.

‘’Astaga! Ini besar sekali burungnya, apa beneran segede ini’’ pikir suster tersebut berusaha untuk menenangkan diri dan tidak memberikan reaksi aneh di depan pasien itu.

Dia tak ingin namanya tercemar dan tak ingin di tuduh meraba pasiennya atau terlibat dalam hal yang tidak-tidak. Namun apa yang sudah terjadi tentu saja menjadi perbincangan dalam benaknya seolah mempertanyakan kenapa segede itu burung pasien tersebut.

BERSAMBUNG....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!