NovelToon NovelToon

BURUK RUPA JADI RATU TUAN KEJAM

BAB 1. AWAL MULA

Disebuah universitas ternama, tampak tiga gadis cantik melangkah keluar dari dalam ruangan.

Tatap mereka tajam ke depan tanpa canda tawa seperti gadis belia pada umumnya.

Kania Laksono, anak seorang pengusaha bernama Ari Laksono.

Wajahnya yang cantik nan rupawan membuat banyak pemuda yang mengaguminya.

Hanya sekedar mengagumi semata dan tidak berani mendekat melihat sepak terjang Kania selama ini, cantik tapi bak iblis pencabut nyawa.

Bukan cuma itu saja, bahkan Ari Laksono ayah kania turut andil dalam kesombongan dan kearogangan putrinya.

Ari Laksono tidak segan menghabisi nyawa orang-orang yang berani mengganggu putrinya serta bisnis yang dia jalankan.

Dan fatalnya lagi, polisi seolah tutup mata jika menyangkut keluarga mereka.

Kedua teman Kania pun sama, yaitu Erika dan Melinda. Mereka berdua merupakan anak-anak pejabat terkemuka dan juga disegani di kota itu.

Wajar saja kalau ketiga gadis itu menjadi idola tapi sangat menakutkan.

Saking fokusnya berjalan tiba-tiba seseorang dari arah berlawanan datang dan...

"Aduh......"

Lengking Kania menggema dalam ruangan di susul tubuhnya terjatuh ke lantai sehingga membuat para mahasiswa yang ada dan menyaksikan peristiwa itu terdiam bak waktu terhenti sesaat.

"Tamat sudah riwayat si cupu." bisik salah seorang mahasiswa yang menatap ke arah mereka.

"Betul katamu, aura kematian sudah menghampiri nyawanya." balas yang lain.

Kania yang tadinya jatuh kini mulai berdiri di bantu kedua temannya.

"Kania, kamu tidak apa-apa?"

Wajah Melinda terlihat panik menatapi sekujur tubuh Kania.

"Jangan pedulikan aku."

Wajah Kania memerah mendekati pria berkacamata yang sedari hanya menunduk dengan keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuhnya.

"Angkat wajahmu" suara Kania melengking keras dengan kedua tangan terkepal menahan amarah.

"Ma..afkan Saya." ucap pria itu tertahan menahan takut.

"Angkat wajahmu!" untuk kedua kalinya suara Kania terdengar.

Mau tidak mau pria berkacamata itu mengangkat wajahnya.

Plak...plak...pak...

Tiga kali tamparan tangan Kania mengenai wajah pria itu hingga kaca matanya terlempar jauh.

Ada yang menutup mata ada pula yang mangap melihat peristiwa tersebut.

"Kamu beruntung kali ini, besok-besok kalau aku temukan kamu lagi berkeliaran di depanku maka aku akan mempertemukan mu dengan nenek moyangmu di neraka sana, paham!"

Pria itu mengangguk pelan. Gambaran tangan Kania tampak jelas di pipinya.

"Ayo pergi." ajak Kania pada kedua temanya.

"Tunggu dulu Kania, biarkan kami memberi pelajaran pada pria cupu ini."

Erika mendekat pria itu dan mengangkat tangannya ke udara.

"Erika cukup! apa kamu tidak kasihan padanya?"

Melinda menangkap tangan Erika yang sudah hampir mendarat ke pipi pria itu.

"Melinda, lepaskan tanganmu!orang seperti ini tidak perlu di kasihani. Bisa-bisa dia ngelunjak nantinya."

"Sudahlah Erika, semua mata terara pada kita. Ada baiknya kita pergi dari pada mengurus pria cupu ini."

"Aku sama sekali tidak peduli. Hai kalian, apa lihat-lihat atau kalian mau nasib kalian sama seperti dia?"

Tanpa menunggu lama orang-orang di sana berhamburan pergi meninggalkan tempat itu.

"Benar kata Melinda, ada baiknya kita pergi daripada mengurus si culun ini."

Kania berlalu meninggalkan mereka.

"Semua ini belum seberapa, tunggu saja part keduanya." ancam Erika sambil berlalu pergi di ikuti Melinda.

Pria berkacamata itu menatap tajam ke arah mereka bertiga.

"Kania, kali ini kamu mempermalukan ku, tapi ingat, suatu saat aku akan membalas mu lebih dari ini."

Pria itu tersenyum lalu pergi.

Kania dan kedua temanya masuk kedalam mobil. Mobil melaju kearah pusat kota.

Tidak lama mobil berjalan mobil kembali berhenti di sebuah butik ternama sekaligus salon kecantikan.

Ada sekitar satu jam mereka di dalam sana kemudian keluar dengan dandanan dan gaun yang sudah berbeda.

Kembali mobil melaju menembus pusat kota

lalu berbelok masuk area hotel.

Jejeran mobil mewah sudah terparkir rapi di halaman hotel, hampir semua mobil pengusaha dan pejabat ada di sana.

Melihat mobil mewah Kania, seorang ajudan berlari kecil membuka pintu.

"Silahkan nona Kania."

Tak menjawab seperti biasa, Kania langsung keluar dari dalam mobil dan masuk kedalam hotel di ikuti ajudan tadi.

"Hai! buka pintu juga buat kami.

Enak sekali si Kania itu, segala fasilitas bisa dia dapatkan dengan mudahnya." sungut Erika yang masih betah dengan posisi duduknya.

"Nasib orang itu beda-beda, siapa yang punya duit dan kuasa maka dialah yang ada di level puncak."

"Kapan ya kira-kira nasibku bisa seberuntung Kania."

"Jangan sampai, kalau itu sampai terjadi entah kejahatan apa yang akan kamu lakukan demi memuaskan ambisimu. Ayo keluar jangan mimpi di dalam mobil."

Melinda tersenyum getir meninggalkan Erika yang masih dalam lamunan tingkat dewanya.

"Awas saja kamu Melinda, jika suatu saat aku melebihi Kania maka orang yang pertama aku intimidasi yaitu kamu."

Erika keluar dari mobil lalu masuk kedalam hotel dimana Kania dan Melinda sudah berada di dalam sana.

Suasana dalam hotel terlihat sangat meriah.

Tepuk tangan dan sorak Sorai di iringi musik mendayu terdengar tatkala Kania berjalan masuk di iringi beberapa ajudan.

"Kenapa lama sekali, ayah sampai kuatir menunggumu." seorang pria paruh baya datang dan langsung memeluk Kania.

"Dimana ibuku? kenapa kalian tidak membawanya kemari seperti janji kalian?"

Kania mencoba melepaskan pelukan pria itu.

"Kania, ibumu sakit, tidak mungkin kami membawanya kemari. Bagaimana kalau dia mengamuk dan merusak pestamu yang sudah kami rancang sedemikian rupa."

Sebelum menjawab Kania sedikit menyunggingkan bibirnya pada perempuan yang sekarang bergelayut manja di lengan ayahnya.

"Kamu itu yang sakit. Andai aku tahu kalau kamu juga ada disini tidak mungkin aku datang kemari."

"Mas..."

Rita, ibu tiri Kania menggoyang manja lengan Ari.

"Jaga bicaramu Kania. Ini pesta yang sengaja ibumu buat untukmu. Harusnya kamu itu berterima kasih padanya."

"Berterima kasih? sampai kapan pun aku tidak akan berterima kasih pada perempuan yang sudah melukai hati perempuan baik seperti ibuku."

"Kania...."

Suara Ari meninggi hingga semua aktifitas terhenti dan menatap kearah mereka.

Kania sama sekali tidak takut dengan gertakan ayahnya, pandanganya masih tetap fokus pada Rita sang ibu tiri.

"Sudahlah mas, Kania butuh proses untuk menerima hubungan ini."

"Dasar munafik." ucap Kania samar-samar.

"Terimakasih atas pengertian mu, semoga saja kania tidak berlarut-larut membencimu."

Setelah suasana mulai mereda, Ari membawa Kania ke depan para tamu.

"Mohon perhatiannya. Hari ini adalah hari ulang tahun putri ku Kania yang ke 18 tahun, putri yang menjadi kebanggaan ku dan juga bakal calon penerusku di masa depan, maka dari itu berikan sambutan dan kita nyanyikan selamat ulang tahun untuknya."

Lagu Happy birthday to you berkumandang dalam ruangan. Para tamu bergantian memberi selamat pada Ari dan Rita.

Sedangkan Kania tidak di perbolehkan untuk bersalaman kecuali kerabat terdekat saja.

Di dalam keramaian seperti itu jiwa Kania sepertinya tidak berada di sana.

Kania mengeluarkan handphone dan mulai mengecek semua pesan yang masuk dan ternyata apa yang di harapkan tak kunjung datang.

"Sayangnya Riko masih di luar negeri, tapi kenapa dia tidak mengirim ucapan selamat padaku. Mungkinkah dia terlalu sibuk?"

Kania terus memainkan handphone dan iseng melacak posisi Riko kekasihnya, kedua matanya tiba-tiba terbelalak tatkala melihat posisi Riko saat ini.

"Sejak kapan Riko ada di kota ini? Terus kapan dia kembali? lalu kenapa tidak mengabari ku sama sekali?"

Pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk dalam hati Kania.

BAB 2. KEDOK TERBONGKAR

Suasana hati Kania berkecamuk antara tidak percaya dan juga penasaran dengan keberadaan Riko saat ini.

Dengan memberanikan diri Kania berdiri.

"Mau kemana kamu Kania" Rita memegang tangan Kania sembari berbisik.

"Apa urusannya denganmu?" Kania menarik paksa tangannya.

"Ingat Kania, orang tua Riko ada disini apa kamu tidak takut di cap sebagai calon menantu tidak beretika, meninggalkan acara yang belum jua usai?"

"Tau etika juga rupanya perempuan sepertimu setelah apa yang kamu perbuat pada ibuku."

Senyum mengembang di wajah Kania. Dia benar-benar puas memberi pelajaran pada perempuan yang selama ini menyakiti hati ibunya.

"Jangan menghalangiku atau semua orang akan tahu kelakuanmu dan bandot tua itu."

Belum juga melangkah, Ari kembali menghadang.

"Kania, kamu mau kemana?"

"Aku mau menemui seseorang, jangan halangi langkahku."

"Sekali kamu melangkah keluar jangan harap aku akan mengakui mu lagi."

"Apa pernah kamu mengakui ku. kamu lebih sibuk dengan pelakor ini ketimbang aku dan ibuku, menyingkirlah."

Tanpa mempedulikan ancaman ayahnya, Kania terus melangkah keluar dari ruangan itu .

"Anak itu benar-benar kurang ajar, dia sudah melampaui batas."

Wajah Ari begitu geram menatap kepergian Kania hingga Kania hilang di kerumunan orang.

"Sabarlah mas, suatu saat Kania pasti paham keadaan ini."

"Saya benar-benar heran dengan anak itu dapat ibu sabar sepertimu, tapi dia masih menganggap mu perempuan jahat."

"Saya tidak apa-apa mas, yang penting Kanianya bahagia aku rela menjalani semua ini."

"Terimakasih sayang, kamu benar-benar pengertian."

Sementara itu, Kania terus melangkah di ikuti Melinda menuju kearah parkiran, entah kemana Erika saat itu hingga dia tidak bergabung dengan mereka.

"Kamu mau kemana Kania?"

"Aku ingin menemui Riko, sekarang dia ada di kota ini."

"Serius? bukannya Riko di luar negeri mengurus bisnisnya?"

"Aku tidak tahu, mungkin dia ingin memberi kejutan padaku, tapi sebelum semua itu terjadi aku yang akan memberi kejutan padanya."

"Kalau begitu aku menemanimu." Melinda sudah ingin masuk kedalam mobil tapi Kania mencegahnya.

"Tidak usah, kamu tinggal saja bersama Erika dan nikmati pestanya."

Tanpa mendengarkan jawaban dari Melinda Kania masuk kedalam mobil.

"Kamu hati-hati, sesampainya di sana jangan lupa beri kabar padaku?"

Melinda melambaikan tangan mengikuti kepergian mobil Kania.

"Riko pasti akan terkejut melihatku."

Sambil tersenyum manis dan sesekali mengikuti lantunan musik, Kania mengemudi menuju kearah lokasi keberadaan Riko.

Tidak beberapa lama kemudian mobil berbelok masuk kedalam sebuah apartemen.

Kania keluar dari dalam mobil sambil menatap ke atas gedung. Gedung pencakar lagi bak menembus langit.

"Sejak kapan Riko membeli apartemen. Bukankah rumah keluarganya tidak jauh dari sini? Ah...sudahlah, mungkin ini semua kejutan atas pernikahan kami."

Kania berjalan cepat menuju kearah pos jaga.

Melihat kedatangan Kania, dua satpam segera berdiri menyambutnya.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya salah seorang diri mereka.

"Apa benar Riko tinggal di apartemen ini?"

"Riko Anggoro maksud anda?" balas salah satu dari mereka.

"Siapa lagi Riko yang berkuasa di sini selain dia?"

"Maaf nona, kalau boleh tahu anda ini siapa?"

"Apa aku perlu memperkenalkan diriku agar kamu bisa menunjukkan keberadaannya."

"Tentu nona, soalnya kami menjaga privasi setiap orang yang tinggal di apartemen ini."

"Aku adalah calon istrinya, apa kamu puas."

Kania sedikit mencondongkan wajahnya ke depan.

"Jangan bercanda nona."

"Apa aku terlihat bercanda?"

Pak satpam menggeleng melihat keseriusan di wajah Kania.

"Kalau memang nona tunangan pak Riko, terus perempuan yang selama ini bersamanya siapa?"

Tanpa sengaja mulut salah satu satpam itu kebablasan

sehingga membuat wajah Kania berubah memerah.

"Jaga ucapanmu. Riko tidak mungkin bersama perempuan lain apalagi sampai berdua-duaan di apartemen. Mungkin kalian salah orang."

"Kenapa dengan diriku ini? Tadi aku sendiri bilang menjaga privasi penghuni apartemen, tetapi kenapa aku sendiri yang membocorkannya." Pak satpam dalam hati sambil menggaruk kepala.

"Cepat antar aku ke apartemen Riko." tanpa aba-aba kania langsung menarik tangan salah satu satpam menuju pintu masuk apartemen.

"Maaf nona, Riko yang anda maksud dengan kami maksud itu beda orang."

"Nanti kita lihat saat kita bertemu orangnya langsung."

Pak satpam mencoba menghindar, tapi kali ini Kania tidak melepaskannya.

Kania terus menarik lengan baju pak satpam hingga masuk kedalam gedung apartemen.

"Cepak katakan di tingkat mana Riko dan perempuan itu tinggal sebelum aku menendang bolong mu menembus dinding kaca lift ini?"

"Sumpah nona, Riko yang anda maksud dan saya maksud itu beda orang."

Pak satpam masih saja terus mengelak saat mereka sudah berada dalam lift.

"Baiklah, coba lihat ini." Kania menendang kaca lift hingga beberapa kali tapi sayang dinding yang terbuat dari kaca itu begitu keras dan kokoh.

"Percuma nona, itu terlalu kuat kasihan sepatumu." pak satpam sedikit cengengesan melihat ulah Kania.

"Jadi kamu memandang remeh padaku, mungkin seol ini kamu menang, tapi bagaimana setelah kamu mengetahui kalau aku ini anak Ari Laksono"

"Tuan Ari Laksono itu ayah nona?"

Ketakutan mulai terlihat wajah satpam itu setelah mendengar nama Ari Laksono.

Kania mengangguk datar.

"Kalau begitu maafkan saya, saya benar-benar tidak tahu kalau Anda ini putri tuan Laksono."

"Baik kalau kamu sudah paham, sekarang tekan tombolnya dan bawa aku ke apartemen Riko."

"Ternyata nama bandot itu ada gunanya juga rupanya untuk menakuti tikus seperti ini." Senyum Kania dalam hati.

Tanpa menunggu lama pak satpam langsung memainkan jemarinya pada papan angka yang menempel pada dinding lift.

Lift meluncur naik ke tingkat paling puncak apartemen.

Tidak berselang lama kemudian pintu lift terbuka.

"Apartemen pak Riko ada di ujung sana." tunjuk pak satpam kearah lorong apartemen.

"Aku tidak lihat, cepat antar aku kesana." Kembali Kania membentak satpam itu.

"Tapi aku takut tuan Riko marah besar padaku."

"Soal Riko biar aku yang atasi, kamu antar aku saja setelah itu kamu boleh pergi."

Mau tidak mau kembali pak satpam mengikuti kemauan Kania

Dengan langkah berat pak satpam itu membawa Kania menyusuri lorong apartemen dan berhenti pada ruangan paling ujung menghadap ke laut.

"Disini mereka tinggal. Kalau begitu saya permisi."

Belum juga satpam itu pergi Kania kembali menarik lengan majunya.

"Tugasmu belum selesai. Ketuk pintunya, setelah Riko keluar kamu baru boleh pergi."

"Tapi nona, reputasi dan pekerjaanku akan hilang jika pak Riko mengetahui aku mengantarmu dan menunjukkan ruangannya."

Kania mengeluarkan kartu dalam tas kecilnya dan menyerahkan pada pak satpam.

"Ini bisa kamu gunakan setelahnya."

Pak satpam itu mengambil kertas kecil dari tangan Kania dan membacanya dengan saksama.

"LAKSONO grup"

"Apa lagi yang kamu tunggu? aku sudah menjamin mu, sekarang lakukan tugasmu sebaik mungkin."

Dengan berat hati pak satpam mendekat kearah pintu dan berdiri dengan keraguan besar di dalam hatinya.

Sebelum pak satpam itu mengetuk pintu Kania mengambil posisi bersandar di dinding ruangan agar saat Riko keluar dia tidak langsung melihatnya.

BAB 3. KECELAKAAN

Dengan berat hati sang satpam melangkah mendekati pintu dan berdiri tegap depan daun pintu yang tertutup rapat.

"Hus.... apalagi yang kamu tunggu?" Kania sedikit mengecilkan suaranya.

Dengan mengumpulkan semua keberanian pak satpam mengetuk daun pintu.

Tok...tok..tok...

Ada tiga kali pak satpam itu mengetuk pintu hingga terdengar langkah kaki mendekat.

Crek....

Terdengar suara pintu terbuka dan keluar seorang perempuan muda hanya berbalut handuk setinggi dada sebatas paha.

Mata pak satpam tidak sedikit sedikitpun melihat pemandangan langkah di depannya.

"Ada keperluan apa bapak kemari?"

Perempuan itu sama sekali tidak risih mendapat tatapan tajam seperti itu.

Sebelum menjawab pak satpam menelan ludah sebanyak mungkin.

"A...da seseorang mencari tu...."

"Siapa yang itu?"

Belum juga ucapan pak satpam usai sudah terdengar suara seorang pria dari dalam.

Kania yang saat itu sedang bersandar di dinding tahu betul siapa pemilik suara itu.

Kania masih menahan diri di posisinya walau seluruh tubuh sudah bergetar menahan amarah.

"Pak satpam sepertinya mencari mu sayang."

Perempuan itu bergelayut manja pada pria yang juga hanya mengenakan handuk dengan tubuh masih basah.

Dia baru selesai mandi sama halnya dengan perempuan itu.

"Jaga sikapmu Rere di depan orang asing."

Pria itu menepis tangan si perempuan hingga terlepas.

"Kenapa harus jaga sikap, kita ini sudah melakukan semuanya tapi kenapa kamu masih saja kaku kepadaku."

"Kita melakukannya karena suka sama suka, lagian kamu sendiri yang terus memaksaku jadi wajar kalau aku memperlakukanmu seperti ini."

Plok...plok..plok....

Kania keluar dari tempat persembunyian sembari bertepuk tangan.

Kedua mata orang yang masih mengenakan handuk itu terbelalak saat melihat siapa yang berdiri di hadapan mereka.

"Hebat sekali. Jadi selama ini kalian berdua memiliki hubungan khusus dan bercinta layaknya suami istri di belakangku?"

Kania mengangkat ujung bibirnya menatap sinis pada keduanya.

Hatinya remuk, jiwanya hancur, orang yang selama ini dia percayai bahkan sudah merancang pernikahan bulan ini ternyata tega mengkhianatinya.

Kania mencoba tegar walau sebenarnya kondisinya tidak seperti itu.

"Sayang, semua ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Perempuan ini yang selalu merayuku dan hampir setiap hari mendatangiku agar aku bisa memuaskan hasratnya."

"Jangan menyentuhku, najis aku disentuh olehmu."

Riko mendekat Kania, tapi Kania segera menahannya.

"Jangan munafik mas, selama ini kamu menikmati juga bukan apa yang selama ini kita lakukan"

"Jaga bicaramu Rere, kamu yang sering datang dan memohon-mohon padaku, kamu rela jadi simpanan ku asal aku tidak mengacuhkan mu."

"Ah ..jaga bicara? kalau mas tidak menikmati kebersamaan kita selama ini terus kenapa tumbuh janin di kandungan ini walau akhirnya mas memaksaku menggugurkannya. Sudahlah mas apa bedanya aku dengan Kania, kami satu bapak tapi lahir pada wanita berbeda satu wanita berkelas satu wanita gila."

Plak........

Satu tamparan keras mendarat di wajah Rere.

"Beraninya kamu menamparku"

Rere memegangi pipinya. Gambar tangan Kania tergambar jelas di sana.

"Aku bisa saja melakukan lebih dari ini wahai wanita pelakor. Benar kata pepatah, pohon busuk akan menghasilkan buah yang berulat. Kamu dan ibumu itu tidak ada bedanya suka menikmati terang pria yang sudah ada pemiliknya. Sungguh menjijikkan."

"Jaga mulutmu Kania." wajah Rere mulai memerah setelah Kania melontarkan singgungan pada diri dan ibunya.

"Aku jaga mulut atasku, tapi kamu dan ibumu harus jaga mulut bawahmu jangan sampai setiap orang dalam kota ini mencicipinya. Sungguh menjijikkan."

"Sayang, sudahlah, ini bisa kita bicarakan baik-baik."

Plak.....plak

Kembali tangan Kania mendarat di wajah Riko yang saat itu menegang pundaknya.

"Sudah ku katakan jangan menyentuhku lagi. Mulai saat ini kita tidak ada hubungan lagi dan ingat semua kecurangan kalian sudah aku rekan di handphone ini."

Kania melangkah pergi meninggalkan mereka.

"Kania tunggu."

Riko mencoba mengejar Kania tapi dihalangi pak satpam.

"Tolong tuan, jangan membuat ke gaduhan hingga membuat penghuni apartemen lain terganggu."

Mau tidak mau Riko terpaksa berhenti walau sebenarnya masih banyak yang ingin dia sampaikan pada Kania.

Air mata yang sedari tadi tertahan akhirnya jatuh juga membasahi wajah cantik Kania.

Dia benar tidak percaya kalau Riko tegah mengkhianati kepercayaannya selama ini apalagi dia berhubungan dengan Rere perempuan yang sudah merebut kasih sayang ayahnya.

"Kenapa Engkau memberi takdir yang sama dengan ibuku."

Kania terduduk dalam life dengan air mata tak terbendung menetes pada gaunnya.

Pintu life terbuka, Kania berdiri. Dengan langkah sempoyongan dia keluar dari dalam life.

Perasaannya sungguh kacau saat itu.

Seperti tidak bertenaga Kania membuka pintu mobil lalu masuk. Lama dia menyandarkan kepalanya pada setir mobil hingga pelan-pelan lampu mobil berkedip.

Sedikit demi sedikit mobil berjalan dengan pelan meninggalkan lokasi apartemen.

"Semuanya sudah beres....Anda tunggu saja kabar selanjutnya."

Seorang pria keluar setelah mobil Kania benar- benar menghilang.

"Bagus.. Sisanya pembayarannya nanti aku transfer."

Kania mengemudi dengan kecepatan tinggi, sesekali dia memukul setir mobil untuk meluapkan emosinya.

Air matanya masih berlinang membasahi wajah cantiknya.

"Woy....hati-hati." teriak sang pengemudi motor yang hampir saja di serempet.

Kania sama sekali tidak peduli di malah semakin menambah kecepatan mobilnya meninggalkan pusat kota.

Melewati perbukitan curam yang terjal dengan bebatuan besar di sekelilingnya. Dari arah pembelokan jalan kecil, Kania tidak menyadari kalau sebuah mobil torn tong datang dari arah berlawanan.

Dan.......bruck......

Mobil Kania mencoba menghindar. Beberapa kali dia menginjak rem tapi rem tiba-tiba blong.

Sama halnya dengan yang di lakukan mobil tron ton itu keduanya saling menghindar satu dengan yang lain.

Percikan api sama-sama terlihat pada kedua badan mobil.

Mobil tron tong mengikis dinding batu dan berhenti pada pepohonan di pinggir jalan.

Sesaat terdiam hingga pintu mobil tron ton terbuka.

Sang sopir dan kernet selamat.

Lain halnya dengan mobil Kania, mobil itu terguling kebawa jurang. Untungnya Kania masih bisa melompat saat mobil sudah tidak bisa di kendalikan.

"Perempuan ini pasti sudah tewas, coba lihat wajahnya sudah tidak bisa dikenali lagi."

"Betul katamu, Kita bisa saja membawa jasadnya ke rumah sakit tapi berurusan dengan polisi ini yang aku tidak mau. Ayo tinggalkan dia sebelum ada yang melihat kita."

Kedua kembali masuk dalam mobil dan meninggalkan Kania tergeletak diatas aspal dengan luka berlumuran darah.

Ada sekitar 30 menit Kania tidak sadarkan diri hingga sebuah mobil mewah melintas.

"Tuan, sepertinya ada seseorang tergeletak di sana" ucap pak supir pada pria berjas yang duduk di belakang sambil memainkan keyword laptopnya.

Pria dengan bulu-bulu tipis di wajahnya itu segera mengangkat kepala.

"Jangan bercanda, mana mungkin ada orang di jalan sesepi itu."

"Benar tuan, Saya melihatnya. Tadi dia bergerak."

"Kenapa masih menjauh?"

"Baik tuan."

Sedikit demi sedikit sang supir memutar balik mendekati tubuh Kania.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!