Pagi hari yang cerah, terdapat seorang gadis masih tertidur dengan nyaman dikasurnya.lalu masuklah seseorang kedalam kamarnya,orang itu berjalan dan membuka gorden, hingga silau nya matahari mengenai gadis yang tertidur tadi hingga ia merasa tidak nyaman.
"Hanna,sudah mama bilang untuk selalu bangun pagi.gimana caranya jika kamu menikah nanti masih tidur jam segini,nanti suami mu bisa lari karenanya"ujar mama
"ehm iya-iya"jawab Hanna tidak peduli
"kamu ini bukan mama naik darah aja,mama tunggu diruang makan.awas kalo kamu lama"
setelah kepergian mamanya,Hanna segera bangkit dari tidur nya,ia menuruti perkataan mamanya karena jika tidak dituruti maka mamanya akan mengomel satu jam lamanya.
"pagi yang cerah dan hari yang cerah"
"pagi mama,papa"sapa Hanna
"pagi sayang"balas papa
"makan serapan mu,lalu pergi lah bekerja"
Hanna yang sedang sarapan pun terkejut
"hah,bekerja?apa maksudnya itu?"tanya Hanna
"mama sudah memasukkan mu ke kantor anaknya teman papa,mama lakukan itu agar kamu punya kesibukan,bukan asik bermalas-malasan aja tiap hari"ujar mama
"mama mah,aku malas ma"
"nggak ada malas-malasan,kamu pokoknya harus masuk kerja hari ini titik "ujar mama dengan nada sedikit tinggi
"papa"panggil Hanna mencoba membujuk papanya namun papanya hanya menggeleng dan kembali membaca koran
Hanna memasuki gedung perkantoran yang megah. Ia tahu bahwa hari ini akan menjadi awal dari perjalanan barunya.
Saat Hanna tiba di lantai yang dituju, dia melihat seorang pria tampan dengan pakaian yang rapi sedang berjalan menuju ruangan yang terletak di ujung lorong. Tanpa ragu, Hanna mengikuti pria itu dan berharap bahwa dia adalah orang yang tepat untuk ditanyai tentang pekerjaan barunya.
Sesampainya di ruangan itu, Hanna melihat seorang pria yang sedang sibuk di meja kerjanya. Dia terlihat begitu fokus pada pekerjaannya. Hanna menghela nafas lega, dia yakin bahwa pria itu adalah CEO yang dia cari.
Hanna dengan hati-hati mendekati meja pria itu. "Permisi, apakah Anda Daren, CEO perusahaan ini?" tanya Hanna dengan penuh harap.
Pria itu mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Ya, saya Daren. Ada yang bisa saya bantu?" jawabnya dengan ramah.
Hanna merasa lega mendengar jawaban itu. "Saya Hanna, baru saja mulai bekerja di perusahaan ini hari ini. Saya sangat bersemangat untuk memulai karir saya di sini," kata Hanna dengan antusias.
Daren mengangguk mengerti. "Selamat datang, Hanna. Saya senang melihat semangatmu. Saya yakin kamu akan menjadi aset berharga bagi perusahaan ini. Ada yang bisa saya bantu untuk memulai?"
Hanna tersenyum. "Terima kasih, Pak Daren. Saya ingin belajar sebanyak mungkin dan memberikan yang terbaik dalam pekerjaan saya. Apakah Anda memiliki saran atau tips untuk saya?"
Daren mengambil waktu sejenak untuk berpikir. "Tentu saja, Hanna. Pertama, jangan takut untuk bertanya jika ada hal yang tidak kamu mengerti. Kami semua di sini untuk saling belajar dan tumbuh bersama. Kedua, berikan yang terbaik dalam setiap tugas yang diberikan padamu. Konsistensi dan dedikasi adalah kunci kesuksesan. Dan yang terakhir, jangan lupa untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Kedua hal tersebut sama-sama penting."
Hanna mendengarkan dengan seksama. Dia merasa terinspirasi oleh kata-kata Daren. "Terima kasih atas nasihatnya, Pak Daren. Saya akan mengingatnya dan berusaha sebaik mungkin."
Daren tersenyum bangga. "Saya yakin kamu akan berhasil, Hanna. Jika ada hal yang perlu kamu tanyakan atau bantuan yang kamu butuhkan, jangan ragu untuk datang kepada saya. Saya di sini untuk membantumu."
Hanna merasa sangat beruntung bisa bekerja di bawah bimbingan Daren. Dia merasa semakin yakin bahwa dia telah memilih tempat yang tepat untuk memulai karirnya.
Hanna menutup laptopnya dengan perasaan lega. Hari ini telah menjadi hari yang panjang di kantor, dan dia sangat bersemangat untuk pulang dan bersantai di rumah. Dia mengambil tasnya dan meninggalkan kantor dengan langkah ringan.
Saat berjalan pulang, Hanna melihat seorang anak laki-laki yang duduk sendirian di trotoar. Anak itu tampak sedih dan kesepian. Hatinya terenyuh melihatnya dan dia memutuskan untuk mendekatinya.
"Hai, apa yang sedang kamu lakukan di sini sendirian?" tanya Hanna dengan lembut.
Anak itu menoleh ke arah Hanna dengan mata yang berkaca-kaca. "Saya sedang menunggu jemputan saya. Dia seharusnya menjemput saya, tapi dia terlambat," jawabnya dengan suara kecil.
Hanna merasa iba melihat anak itu. Dia duduk di sampingnya dan mengusap punggungnya dengan lembut. "Jangan khawatir, pasti ada alasan mengapa jemputan mu terlambat. Bagaimana kalau kamu bercerita padaku tentang dirimu? Nama saya Hanna."
Anak itu tersenyum kecil. "Nama saya Jayson. Saya berusia 10 tahun dan tinggal di dekat sini. Biasanya yang selalu menjemput saya tepat waktu, tapi hari ini dia terlambat."
Hanna mengangguk memahami. "Terkadang hal-hal tak terduga terjadi, Jayson. Mungkin dia terjebak dalam lalu lintas atau ada hal mendesak yang harus dia selesaikan. Apakah kamu ingin saya menemani kamu sampai jemputan mu datang?"
Jayson mengangguk dengan senyum kecil. "Terima kasih,kak Hanna. Saya senang bisa ditemani."
Hanna dan Jayson duduk bersama di trotoar, berbincang-bincang tentang sekolah, hobi, dan impian mereka. Jayson bercerita tentang keinginannya untuk menjadi seorang pemain sepak bola yang hebat, sementara Hanna mendukungnya dan memberinya semangat.
Beberapa saat kemudian, sebuah mobil berhenti di depan mereka. Seorang laki-laki keluar dari mobil itu dan berlari mendekati Jayson. "Maafkan aku, Jayson. Ada keadaan darurat yang harus aku hadapi tadi. Apakah kamu baik-baik saja?" tanya laki-laki tersebut kepada Jayson dengan cemas.
Jayson mengangguk dan tersenyum. "Aku baik-baik saja,kak Hanna telah menemaniku."
laki-laki tersebut berterima kasih pada Hanna atas perhatiannya dan meminta maaf atas keterlambatannya. Hanna hanya tersenyum dan mengatakan bahwa tidak ada masalah.
Setelah Jayson pergi, Hanna melanjutkan perjalanannya pulang. Dia merasa hangat di hatinya karena telah bisa membuat Jayson merasa lebih baik.
Hanna membuka pintu rumahnya dengan hati yang riang. Setelah seharian bekerja, dia sangat berharap bisa bersantai di rumah. Namun, ketika dia masuk ke dalam, dia melihat kedua orangtuanya duduk di ruang tamu dengan wajah serius.
"Hanna, tolong duduk di sini," kata mama Hanna dengan suara lembut sambil menunjuk ke sofa di ruang tamu.
Hanna merasa sedikit cemas melihat ekspresi serius orangtuanya. Dia duduk di samping mereka dan menunggu dengan hati yang berdebar-debar.
" papa dan mama punya sesuatu yang ingin kami bicarakan denganmu, Hanna," kata papa Hanna dengan suara yang terdengar ragu.
Hanna menelan ludahnya dan menunggu orangtuanya melanjutkan.
"papa mendapat tawaran dari teman lama, Mr. Johnson. Dia memiliki seorang anak laki-laki yang seumuran dengan mu. Mr. Johnson mengusulkan agar kita menjodohkan dengan anaknya," jelas mama Hanna dengan hati-hati.
Hanna terkejut mendengar hal itu. Dia tidak pernah membayangkan bahwa orangtuanya akan mempertimbangkan untuk menjodohkannya. Dia merasa kaget dan tidak tahu apa yang harus dia katakan.
"M-maafkan aku, tapi aku tidak ingin dijodohkan," kata Hanna dengan suara gemetar. "Aku ingin menentukan sendiri jalan hidupku dan menemukan cinta sejati."
Orangtuanya saling pandang, tampak kecewa dengan penolakan Hanna. Namun, mereka tetap bersikeras.
Hanna merasa terjepit antara keinginannya sendiri dan keinginan orangtuanya. Dia tahu bahwa orangtuanya hanya ingin kebahagiaannya, tetapi dia juga ingin memiliki kebebasan untuk memilih pasangan hidupnya sendiri.
"Dengan sangat terpaksa, aku akan mencoba menjalin hubungan dengan anak Mr. Johnson. Tapi aku ingin kamu berjanji, jika aku tidak merasa nyaman atau tidak ada cinta di antara kami, aku akan berhenti," kata Hanna dengan suara bergetar.
Orangtuanya tersenyum lega mendengar keputusan Hanna. Mereka mengerti bahwa ini bukanlah keputusan yang mudah baginya.
"Terima kasih, Hanna. Kami menghargai komitmenmu untuk mencoba. Kami hanya ingin yang terbaik untukmu," kata mama Hanna dengan suara lembut.
Hanna mengangguk, meskipun hatinya masih dipenuhi dengan kekhawatiran dan ketidakpastian. Dia berharap bahwa ini adalah keputusan yang tepat dan bahwa dia akan menemukan kebahagiaan sejati dalam hidupnya.
Hari itu adalah hari yang penuh kekhawatiran bagi Hanna. Setelah menyetujui perjodohan yang diatur oleh orangtuanya, dia tahu bahwa hari ini dia akan bertemu dengan orang yang dijodohkan dengannya. Namun, dia tidak pernah membayangkan bahwa orang itu adalah Daren, CEO dari tempat kerjanya sendiri.
Hanna tiba di lokasi pertemuan dengan hati yang berdebar-debar. Dia melihat Daren duduk di meja yang terletak di sudut ruangan. Daren terlihat tenang dan fokus pada pekerjaannya. Hanna berjalan mendekat dan mencoba menenangkan dirinya sendiri.
"pak Daren, apa kabar?" sapa Hanna dengan sedikit gemetar.
Daren mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Hanna, senang bertemu denganmu. Silakan duduk," kata Daren dengan ramah.
Hanna mengambil tempat di seberang meja Daren. Dia mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapi situasi ini dengan kepala tegak.
"Mengapa kamu tidak memberi tahu aku bahwa kamu adalah orang yang akan dijodohkan denganku?" tanya Hanna dengan rasa penasaran.
Daren tersenyum lembut. "Aku ingin menghormati privasimu dan memberimu kesempatan untuk memutuskan sendiri. Aku tahu bahwa perjodohan ini mungkin terasa sulit bagimu, jadi aku ingin memberimu waktu dan ruang untuk mempertimbangkan semuanya."
Hanna mengangguk, menghargai kejujuran Daren. Dia merasa sedikit lega bahwa Daren mengerti situasinya.
"Jadi, bagaimana pendapatmu tentang perjodohan ini?" tanya Daren dengan penuh perhatian.
Hanna merenung sejenak sebelum menjawab. "Aku harus jujur, awalnya aku merasa terkejut dan ragu."
Daren tersenyum lega mendengar jawaban Hanna. "Aku juga berpikir bahwa kita bisa saling mendukung dan tumbuh bersama. Aku ingin kita bisa membangun hubungan yang kuat dan saling menginspirasi."
Percakapan mereka berlanjut, dan Hanna mulai merasa nyaman dengan kehadiran Daren. Mereka berbagi minat dan impian mereka, serta membicarakan tentang pekerjaan dan tantangan yang dihadapi di tempat kerja.
"Tadi aku ingin berbicara tentang sesuatu yang penting, Hanna," kata Daren dengan suara serius.
Hanna mengangguk, merasa penasaran dengan apa yang akan dikatakan Daren.
"Dalam hubungan kita yang semakin serius, aku merasa perlu mengungkapkan sesuatu. Aku memiliki anak kembar," ujar Daren dengan suara tenang.
Hanna terkejut mendengar pengakuan Daren. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Daren telah memiliki anak sebelumnya. Dia merasa campur aduk, tidak tahu apa yang harus dia katakan.
"Dua anak kembar?" tanya Hanna dengan suara gemetar.
Daren mengangguk. "Ya, mereka berusia lima tahun. Mereka adalah anugerah terbesar dalam hidupku."
Hanna mencoba mengumpulkan pikirannya. Dia tidak tahu apa yang harus dia rasakan atau bagaimana dia harus merespons. Dia tidak pernah membayangkan bahwa dia akan menjadi ibu tiri dari dua anak kecil.
"Daren, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aku terkejut dan tidak siap untuk menjadi ibu tiri," kata Hanna dengan jujur.
Daren mengambil tangan Hanna dengan lembut. "Aku mengerti bahwa ini adalah kejutan besar bagimu. Aku tidak mengharapkanmu untuk langsung menerima semuanya. Aku hanya ingin mengungkapkan keadaan sebenarnya dan memberimu kesempatan untuk mempertimbangkan semuanya."
Hanna mengangguk, menghargai kejujuran Daren. Dia merasa terharu dengan sikap Daren yang sabar dan pengertian.
Daren, aku menghargai kejujuranmu. Aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku berjanji akan mempertimbangkan semuanya dengan hati yang terbuka," kata Hanna dengan tulus.
Daren tersenyum dan menggenggam tangan Hanna dengan erat. "Terima kasih, Hanna. Aku menghargai komitmenmu untuk mempertimbangkan semuanya. Anak-anak adalah bagian tak terpisahkan dari hidupku, dan aku ingin mereka juga menjadi bagian dari hidup kita jika hubungan kita berkembang."
Mereka duduk bersama dalam keheningan, merenungkan situasi yang rumit ini. Hanna merasa terombang-ambing antara kekhawatiran dan rasa cinta yang tumbuh dalam dirinya untuk Daren.
Hanna duduk di ruang keluarga, hatinya dipenuhi dengan perasaan marah dan kekecewaan. Dia telah mengetahui bahwa Daren, pria yang dijodohkan dengannya, memiliki dua anak kembar. Namun, yang membuatnya lebih marah adalah bahwa kedua orangtuanya telah mengetahui hal ini sejak awal, tetapi tidak pernah memberitahunya.
Kedua orangtuanya duduk di seberang Hanna, menyadari bahwa ada ketegangan di udara. mamanya mencoba untuk memulai percakapan dengan lembut, "Hanna, kami ingin membicarakan sesuatu yang penting denganmu."
Hanna menatap mereka dengan tatapan tajam. "Jangan katakan padaku bahwa kalian tidak tahu tentang anak-anak Daren. Aku tahu kalian telah mengetahui semuanya sejak awal."
papa Hanna mengangguk dengan rasa bersalah. "Maafkan kami, Hanna. Kami tahu tentang anak-anak Daren, tapi kami tidak tahu bagaimana atau kapan harus memberitahumu. Kami khawatir bahwa hal ini akan membuatmu khawatir atau menolak perjodohan ini."
Hanna merasa semakin marah mendengar penjelasan mereka. "Jadi, kalian memutuskan untuk menyembunyikan informasi penting ini dariku? Apakah kalian berpikir bahwa aku tidak mampu menghadapi kenyataan ini?"
mama Hanna mencoba menjelaskan dengan suara lembut, "Hanna, kami tidak bermaksud menyembunyikan informasi ini darimu. Kami hanya ingin melindungimu dari kemungkinan tekanan atau kekhawatiran yang mungkin timbul. Kami khawatir bahwa hal ini akan membuatmu ragu atau menolak perjodohan ini."
Hanna menghela nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Aku menghargai niat baik kalian, tapi aku merasa bahwa ini adalah keputusan yang harus aku ambil. Aku adalah orang dewasa dan aku berhak tahu tentang keadaan sebenarnya."
Kedua orangtuanya saling pandang, merasa menyesal atas keputusan mereka. Mereka tahu bahwa mereka telah membuat kesalahan dalam menyembunyikan informasi ini darinya.
papa Hanna mengambil tangan Hanna dengan lembut. "Maafkan kami, Hanna. Kami mengerti bahwa ini adalah keputusanmu untuk diambil. Kami tidak bermaksud untuk melanggar kepercayaanmu. Kami hanya ingin yang terbaik untukmu."
Hanna merasa sedikit tenang mendengar permintaan maaf papanya. Dia tahu bahwa kedua orangtuanya mencintainya dan hanya ingin melindunginya.
"Mungkin aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya," kata Hanna dengan suara lembut. "Aku harus memastikan bahwa aku siap untuk menghadapi tanggung jawab sebagai ibu tiri dan membangun keluarga dengan Daren."
mama Hanna mengangguk paham. "Kami mengerti, Hanna. Kami akan memberimu waktu yang kamu butuhkan untuk memikirkan semuanya. Kami hanya ingin kamu bahagia dan merasa nyaman dengan keputusanmu."
Hanna berjalan di taman dengan pikiran yang melayang-layang. Beberapa hari telah berlalu sejak dia mengetahui tentang anak-anak kembar milik Daren. Meskipun dia belum memutuskan apa yang harus dia lakukan, dia merasa terusik oleh kehadiran anak-anak itu dalam pikirannya.
Saat berjalan melewati area bermain, mata Hanna tertuju pada seorang anak kecil yang bermain sendirian. Anak itu sangat mirip dengan Jayson, anak kembar yang dia temui sebelumnya. Hatinya berdesir, dan dia merasa terdorong untuk mendekati anak itu.
"Hai, apakah namamu Jayson?" tanya Hanna dengan lembut.
Anak itu menoleh dan tersenyum. "Tidak, namaku Jayren. Aku saudara kembar Jayson," jawabnya dengan penuh kegembiraan.
Hanna terkejut mendengar jawaban itu. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Jayson memiliki saudara kembar. Dia merasa campur aduk, tidak tahu apa yang harus dia katakan.
"Maafkan aku, Jayren. Aku kira kamu adalah Jayson yang aku temui beberapa waktu yang lalu," kata Hanna dengan rasa penasaran.
Jayren mengangguk dan tersenyum. "Tidak apa-apa. Banyak orang yang salah mengira kami. Kami memang terlihat sangat mirip."
Hanna merasa penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang Jayson dan Jayren. "Bagaimana kamu dan Jayson bisa terlihat sangat mirip? Apakah kamu berdua sering bertukar peran?"
Jayren menggelengkan kepalanya. "Tidak, kami tidak pernah bertukar peran. Kami hanya memiliki wajah yang mirip. Orang-orang sering bingung membedakan kami."
Hanna tersenyum mengerti. Dia bisa memahami mengapa dia salah mengira Jayren sebagai Jayson. Mereka benar-benar terlihat sangat mirip satu sama lain.
"Mengapa kamu bermain sendirian di sini, Jayren? Apakah Jayson tidak ikut?" tanya Hanna dengan rasa ingin tahu.
Jayren menghela nafas kecil. "Jayson sedang bermain dengan teman-temannya. Kadang-kadang kami suka bermain sendiri-sendiri juga. Tapi kami selalu bersama ketika ada waktu luang."
Hanna merasa sedih mendengar itu. Dia membayangkan betapa sulitnya bagi anak-anak kembar seperti Jayson dan Jayren untuk berpisah. Dia merasa semakin terhubung dengan mereka dan merasa bertanggung jawab untuk melindungi dan menyayangi mereka.
"Jayren, apakah kamu ingin bermain bersamaku? Aku bisa menjadi temanmu sementara Jayson sedang bersama teman-temannya," tawar Hanna dengan penuh kehangatan.
Jayren mengangguk dengan senyum cerah di wajahnya. "Aku senang bisa bermain bersamamu kak Hanna!"
Hanna dan Jayren bermain bersama di taman, tertawa dan berbicara tentang berbagai hal. Hanna merasa senang bisa memberikan kebahagiaan kepada Jayren dalam kehadirannya.
Hari itu, Hanna tiba di kantor dengan perasaan campur aduk. Dia masih teringat akan pertemuan dengan Jayson dan Jayren di taman beberapa waktu yang lalu. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran dan pertanyaan tentang hubungan mereka dengan Daren. Namun, dia mencoba untuk tetap tenang dan fokus pada pekerjaannya.
Beberapa saat setelah tiba di kantor, Hanna menerima pesan dari Daren. Dia diminta untuk datang ke ruangannya segera. Hanna merasa penasaran dan sedikit gugup. Dia berjalan menuju ruangan Daren dengan hati yang berdebar-debar.
Sesampainya di depan pintu ruangan Daren, Hanna menarik napas dalam-dalam dan mengetuk pintu. Daren memberi isyarat untuk masuk, dan Hanna memasuki ruangan dengan hati-hati.
"Hanna, silakan duduk," kata Daren dengan senyum ramah.
Hanna mengambil tempat di depan meja Daren, mencoba untuk tetap tenang meskipun ada kegelisahan dalam dirinya.
"Daren, ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan?" tanya Hanna dengan penuh harap.
Daren mengangguk. "Iya, Hanna. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan. Seperti yang kamu tahu, aku memiliki dua anak kembar, Jayson dan Jayren."
Hanna mengangguk, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Dia sudah mengetahui tentang anak-anak itu, tetapi masih merasa terkejut dan cemas tentang bagaimana hubungan mereka akan berkembang.
"Ternyata, Jayson dan Jayren sangat menyukaimu, Hanna. Mereka sering bercerita tentang pertemuan kalian di taman dan betapa senangnya mereka bisa bermain bersamamu," ungkap Daren dengan senyum bangga.
Hanna merasa lega mendengar kata-kata itu. Dia merasa sedikit lebih tenang mengetahui bahwa hubungan mereka berjalan dengan baik.
"Aku juga senang bisa bertemu dengan mereka, Daren. Mereka adalah anak-anak yang luar biasa," kata Hanna dengan tulus.
Daren mengangguk. "Aku tahu bahwa ini adalah situasi yang rumit, Hanna. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku sangat serius tentang hubungan kita. Aku ingin kita bisa membangun keluarga yang bahagia bersama-sama."
Hanna merasa haru mendengar kata-kata itu. Dia menyadari bahwa Daren adalah pria yang jujur dan peduli, dan dia merasa beruntung bisa memiliki dia sebagai pasangan hidupnya.
"Daren, aku juga sangat serius tentang hubungan kita. Aku siap untuk menerima Jayson dan Jayren sebagai bagian dari hidupku," kata Hanna dengan tulus.
Daren tersenyum bahagia. "Terima kasih, Hanna. Aku sangat menghargai keputusanmu. Aku yakin kita akan menjadi keluarga yang bahagia dan saling mendukung."
Percakapan mereka berlanjut, dan Hanna merasa semakin dekat dengan Daren. Mereka membicarakan rencana untuk mengenalkan Hanna kepada Jayson dan Jayren secara resmi, dan bagaimana mereka akan membangun hubungan yang kuat sebagai keluarga.
Beberapa minggu kemudian, Hanna dan Daren mengundang Jayson dan Jayren untuk makan malam bersama. Hanna merasa gugup dan berharap semuanya berjalan dengan baik.
Ketika Jayson dan Jayren tiba, Hanna menyambut mereka dengan senyum hangat. Dia mencoba untuk menciptakan ikatan dengan mereka dan membuat mereka merasa nyaman.
Selama makan malam, Hanna dan Jayson serta Jayren berbicara dan tertawa bersama. Mereka berbagi kisah, minat, dan impian mereka. Hanna merasa bahagia melihat senyum di wajah anak-anak itu dan merasa terhubung dengan mereka.
Hari itu adalah hari yang penuh kebahagiaan bagi Hanna dan Daren. Setelah melewati berbagai tantangan dan perjalanan panjang, mereka akhirnya akan menikah. Pernikahan mereka akan dilaksanakan dengan penuh kemewahan dan kebahagiaan.
Di tempat pernikahan yang indah, tamu-tamu mulai berdatangan. Hanna merasa gugup dan berdebar-debar, tetapi dia tahu bahwa dia telah membuat keputusan yang tepat. Dia akan menjadi istri Daren dan ibu dari Jayson dan Jayren.
Saat upacara dimulai, Hanna berjalan di lorong menuju altar dengan gaun pengantin yang indah. Daren tersenyum melihatnya, dan hati mereka berdua dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka saling berjanji untuk saling mencintai dan mendukung satu sama lain sepanjang hidup.
Setelah upacara pernikahan selesai, mereka berjalan ke ruang penerimaan untuk merayakan bersama keluarga dan teman-teman. Jayson dan Jayren berdiri di samping Hanna dan Daren dengan senyum bahagia di wajah mereka.
"Kak Hanna, kami sangat bahagia kamu menjadi ibu kami," kata Jayson dengan penuh kegembiraan.
Hanna tersenyum dan memeluk mereka berdua. "Aku juga sangat bahagia menjadi ibu kalian. Kita akan menjadi keluarga yang bahagia dan saling mendukung."
Pesta pernikahan berlangsung dengan penuh sukacita. Hanna dan Daren menari bersama di tengah-tengah lantai dansa, sementara Jayson dan Jayren bergembira melihat mereka. Semua tamu merasa terhibur dan bahagia melihat kebahagiaan mereka.
Setelah pesta pernikahan, Hanna dan Daren pergi bulan madu ke sebuah pulau tropis yang indah. Mereka menikmati momen-momen romantis dan menghabiskan waktu bersama sebagai pasangan yang baru menikah.
Kembali dari bulan madu, Hanna dan Daren mulai menjalani kehidupan pernikahan mereka. Mereka membangun rumah tangga yang penuh cinta dan kebahagiaan. Hanna merasa terhormat dan bersyukur bisa menjadi ibu bagi Jayson dan Jayren. Dia belajar bagaimana menjadi ibu yang baik dan berusaha memberikan kasih sayang dan perhatian yang mereka butuhkan.
Hanna dan Daren juga bekerja sama dalam mengasuh dan mendidik Jayson dan Jayren. Mereka berbagi tugas dan tanggung jawab, menciptakan lingkungan yang penuh kasih dan dukungan bagi anak-anak mereka.
Hanna menikmati peran barunya sebagai seorang ibu dan seorang istri. Dia merasa bahagia dan beruntung bisa memiliki keluarga yang penuh kasih seperti ini. Setelah beberapa bulan menikah, Daren mengajukan permintaan kepada Hanna.
"Hanna, aku ingin meminta sesuatu darimu," kata Daren dengan lembut.
Hanna menatap Daren dengan rasa penasaran. "Apa itu, Daren?"
Daren menggenggam tangan Hanna dengan lembut. "Aku ingin kamu berhenti bekerja dan fokus mengurus anak-anak dan rumah tangga kita."
Hanna terkejut mendengar permintaan itu. Dia telah bekerja keras untuk membangun karirnya dan merasa puas dengan pencapaian yang telah dia raih. Namun, dia juga merindukan waktu yang lebih banyak bersama anak-anak dan ingin memberikan perhatian penuh kepada mereka.
"Hmm, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan," kata Hanna dengan ragu. "Aku mencintai pekerjaanku dan merasa terpenuhi di bidang itu. Tapi aku juga ingin memberikan perhatian penuh kepada anak-anak dan keluarga kita."
Daren mengerti kekhawatiran Hanna. "Aku mengerti bahwa ini adalah keputusan yang sulit bagimu. Tapi aku ingin kita bisa memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita. Aku ingin mereka tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih dan perhatian."
Hanna merenung sejenak. Dia melihat ke dalam hatinya dan menyadari bahwa keluarga adalah prioritas utamanya. Dia ingin memberikan waktu dan perhatian yang cukup kepada anak-anak dan Daren.
"Aku memahami keinginanmu, Daren. Aku akan berhenti bekerja dan fokus mengurus anak-anak dan rumah tangga kita," kata Hanna dengan tulus.
Daren tersenyum dan memeluk Hanna dengan penuh kasih. "Terima kasih, Hanna. Aku tahu ini bukan keputusan yang mudah bagimu, tapi aku sangat menghargai pengorbananmu. Kita akan bekerja sama dalam mengurus keluarga dan menciptakan kehidupan yang bahagia bersama-sama."
Beberapa minggu kemudian, Hanna mengajukan pengunduran diri dari pekerjaannya dan memulai peran barunya sebagai ibu rumah tangga. Dia merasa campur aduk dengan perubahan ini, tetapi dia juga merasa senang dengan kesempatan untuk lebih dekat dengan anak-anak dan memberikan perhatian penuh kepada mereka.
Hari-hari berikutnya dihabiskan Hanna dengan mengurus rumah tangga dan anak-anak. Dia menyiapkan makanan yang lezat, membersihkan rumah, dan mendampingi anak-anak dalam kegiatan mereka. Meskipun ada tantangan dan kelelahan, Hanna merasa bahagia melihat senyum di wajah anak-anak dan keharmonisan dalam keluarga.
Suatu hari, ketika Daren pulang kerja, Hanna menyambutnya dengan senyum lebar. "Hari ini aku berhasil membuat kue yang lezat untuk kita semua. Ayo, mari kita nikmati bersama-sama."
Daren tersenyum dan memeluk Hanna. "Aku sangat beruntung memiliki kamu sebagai istri dan ibu untuk anak-anak kita. Terima kasih atas semua yang kamu lakukan untuk keluarga kita."
Hanna merasa hangat di hatinya mendengar kata-kata itu. Meskipun dia telah meninggalkan pekerjaannya, dia merasa bahwa peran barunya sebagai ibu dan istri memberikan kepuasan dan kebahagiaan yang tak ternilai.
Percakapan mereka berlanjut, dan mereka berbagi cerita, tawa, dan impian mereka untuk masa depan. Hanna
merasa bahwa keputusan untuk berhenti bekerja adalah yang terbaik bagi keluarga mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!