NovelToon NovelToon

My Arogant Boss

Bab. 1

Di dalam sebuah kamar yang redup dengan sedikit pencahayaan, terdengar bunyi halus langkah kaki seorang wanita mendekati tempat tidur. Dengan lembut, dia mencoba membangunkan sosok pria yang masih terlelap di atas ranjang empuknya.

“Bisakah anda bangun sekarang?” kata Safira menggoyangkan pelan lengan Kevin. “Pukul delapan akan ada rapat dengan perusahaan Madeline.”

Pria berwajah tampan, dengan rahang tegas itu melirik Safira sekilas lalu kembali memejamkan matanya dengan posisi membelakangi Safira.

“Sebentar lagi, aku masih ngantuk,” sahut Kevin malas. Ia paling tidak suka tidurnya diganggu oleh siapapun.

Bahkan oleh kedua orangtuanya sendiri.

Safira mencoba menahan emosinya. Menarik nafas dalam-dalam lalu menyibak selimut yang sejak tadi membungkus tubuh atasannya itu.

“Sudah cukup. Dari tadi anda terus meminta waktu lebih. Sekarang, tidak lagi. Cepat bangun!” ucap Safira merendahkan nada bicaranya.

Setiap pagi Safira harus mengalah. Membangunkan Kevin dengan cara yang tidak biasa. Padahal, Safira sendiri adalah wanita yang tak memiliki kesabaran sebesar ini.

Safira tidak mau membuat mood Kevin memburuk pagi-pagi hanya karena memperdebatkan hal sepele.

Ya, sepele bagi Kevin dan musibah bagi Safira. Kalau sudah ngambek, Safira harus menyelesaikan semua pekerjaan Kevin yang tertunda.

“Fira, please! Izinkan aku tidur sebentar lagi. Tumpukan berkas di meja kerja itu membuatku pusing, mengertilah,” rengek Kevin mirip seperti anak kecil.

“Alasan!” ucap Safira namun hanya dalam hati. Ia melipat kedua tangan di depan dada sambil terus mengawasi Kevin.

Setelah kakaknya menikah dan berkeluarga, ayah Kevin menyerahkan semua tanggungjawab padanya.

Padahal, diusianya saat ini Kevin seharusnya fokus untuk mencari pendamping hidup. Bukan malah mengurus perusahaan.

“Tidak. Anda tetap harus bangun,” tekan Safira.

“Astaga! Kenapa kamu selalu membantahku. Aku ini atasanmu, Fira!” Kevin menatap kesal asisten pribadinya itu.

Selama ini Safira lah yang mengurus segala keperluan Kevin. Dari bangun pagi sampai pria itu tidur lagi.

“Segeralah mandi. Saya akan menyiapkan keperluan anda yang lain,” kata Safira hendak beranjak dari sana.

Namun, seketika langkahnya terhenti saat Kevin menarik pergelangan tangannya. Yang reflek membuat Safira terduduk disisi tempat tidur.

“Pak Kevin!” pekik Safira.

“Dua menit.” Kevin menjatuhkan kepalanya di pangkuan Safira.

Safira memutar bola mata jengah. Beginilah sikap Kevin yang sebenarnya saat bersama sang asisten.

“Satu jam hampir terbuang sia-sia karena ucapan anda yang selalu mengulur waktu. Bagaimana kalau ayah anda bertanya pada saya? Apa yang harus saya katakan pada beliau?”

“Biarkan saja. Untuk apa memikirkan tua bangka itu.” Kevin malah asik memejamkan matanya, berada dipangkuan Safira membuatnya nyaman.

“Tolong jauhkan kepala anda.”

“Gak dengar aku bilang apa tadi? Dua menit, Fira. Dua menit.” Kevin mengulang ucapannya.

“Baiklah, saya akan memberikan anda waktu dua menit tapi tolong, turunkan kepala anda dari pangkuan saya. Lalu gunakan bantal itu untuk tidur,” ucap Safira menunjuk bantal yang tak jauh dari Kevin.

Mengingat posisinya sekarang, Safira lebih mirip baby sitter daripada seorang asisten.

Hampir tiga tahun lamanya, Safira bekerja dengan Kevin. Jadi, Safira sangat tahu bagaimana boss nya itu.

“Berhentilah bicara, Fira. Kamu menganggu tidurku,” ucap Kevin mengusap telinganya.

“Anda ini benar-benar— ”

Kevin mendongak, menatap Safira yang saat ini juga tengah menatapnya.

Tanpa sadar pandangan mereka bertemu. Jika Kevin menatap wanita itu penuh damba, berbeda dengan Safira yang nampak biasa saja.

“Dua menit akan berubah menjadi lima menit jika kamu terus bicara. Ngerti?”

“Ya, baiklah. Lakukan apa mau anda,” sahut Safira memalingkan wajah ke arah lain.

Safira lagi-lagi harus mengalah demi menjaga perasaan labil Kevin.

Tak terasa dua menit berlalu.

Safira yang sedari tadi diam sembari menatap datar barang-barang di depannya, kini mulai kembali membuka suara.

“Sudah dua menit. Silahkan bangun dan mandi,” ucap Safira bangkit begitu saja dari duduknya.

Sontak membuat kepala Kevin membentur tepian ranjang yang cukup keras.

“Argh, Fira, kepalaku!” geram Kevin sembari mengusap kepalanya.

“Saya akan siapkan keperluan anda. Ce lana dalam berwarna pink, setelan kemeja, dasi dan juga—”

“Tutup mulutmu! Kenapa kamu harus menyebutkan warnanya, hah?!” kesal Kevin memotong ucapan Safira.

Bisa-bisanya Safira mengatakan hal itu tanpa malu sama sekali.

Safira tak menghiraukan Kevin. Ia membungkuk sekilas, memberi hormat pada pria itu lalu berjalan keluar.

“Dasar wanita itu, kenapa dia sangat dingin dan cuek. Bahkan dia lupa mengusap kepala dan wajahku selama dua menit tadi.” Kevin terus menggerutu.

Dia sengaja berpura-pura tidur agar Safira melakukan hal yang memang seharusnya wanita itu lakukan setiap pagi.

Sayangnya, Safira tidak pernah peka. Dia hanya sibuk mengurus kebutuhan Kevin dan pekerjaannya saja.

“Aku harus mengunakan cara lain supaya Safira melihatku. Ya, meski dengan cara licik sekalipun,” seringai tipis terukir dari bibir Kevin.

Bab. 2

“Dimana sarapanku?” tanya Kevin pada Safira. Wanita itu nampak sedang serius dengan laptop di pangkuannya.

Kevin sengaja mengalihkan fokus Safira, karena sejak tadi dia terus mengabaikannya, seakan-akan Kevin hanyalah butiran debu yang tak terlihat.

“Ada di atas meja makan,” sahut Safira. “Dua potong sandwich dan susu hangat seperti kemauan anda,” ucap Safira lagi.

Kevin berdecak kesal. Bukan ini yang dia inginkan. Dia mau diperhatikan. Kenapa rasanya susah sekali mengatakan hal itu.

Kevin melangkah menghampiri Safira, lalu menyodorkan dasi padanya. “Pakaikan,” titah Kevin.

Gerakan jari-jari lincah Safira di laptop terhenti. “Apa anda tidak bisa memakainya sendiri? Tangan anda sakit? Sejak kapan?” tanya Safira tanpa menoleh sama sekali ke arah Kevin.

“Mau membantahku?” sorot mata tajam itu terus tertuju pada Safira.

“Ya, baiklah.” tanpa mengeluarkan kalimat protes lagi, Safira meletakkan laptopnya dan bergegas bangkit.

Kini mereka berdua saling berhadapan satu sama lain.

“Kenapa lama sekali? Kita hampir terlambat,” ucap Kevin sengaja menggoda asistennya itu.

“Bisakah anda membungkuk? Saya sedikit kesusahan memakaikannya,” balas Safira.

Kevin menggeleng. Mana mungkin ia akan menuruti ucapan Safira. Wanita itu yang harus menuruti kemauannya.

“Punggungku sakit,” ucap Kevin sembari menahan tawanya. Selain arogan dan menyebalkan, pria ini mulai pandai berbohong.

Tak kehabisan akal, Safira melepaskan high heelsnya. Naik ke sofa, kemudian menarik kerah kemeja Kevin.

“Hei, apa yang kamu—”

“Memakaikan dasi anda,” sahut Safira lebih dulu memotong ucapan Kevin sebelum pria itu memakinya.

Kevin hanya diam sembari memperhatikan apa yang Safira lakukan. Kedua manik matanya, kini tertuju pada bibir merah nan menggoda milik wanita itu.

“Shit!” umpatnya dalam hati.

Berada didekat Safira seperti ini membuatnya tidak bisa menahan diri. Sayangnya, wanita ini sangat sulit ditaklukan.

Padahal, jika Kevin mau banyak perempuan di luar sana yang berlomba untuk mendapatkan hatinya.

Namun, Kevin terlalu jual mahal. Dia menginginkan Safira, asisten dengan sikap sedingin es yang sulit dicairkan.

“Saya memundurkan jadwal rapat setengah jam lagi,” kata Safira melingkarkan dasi itu di leher Kevin.

“Apa berkas-berkasnya sudah siap?” tanyanya.

Safira mengangguk sembari merapikan dua kancing kemeja Kevin yang terbuka.

“Sudah selesai. Silahkan anda sarapan lebih dulu. Saya akan menunggu di mobil,” ucap Safira hendak turun dari sofa.

Belum sempat Safira melakukannya. Kedua tangan kekar menahan pinggangnya dan memeluk Safira erat.

“Pak... ”

“Kenapa?” Kevin menaikkan satu alisnya.

“Tangan anda,” ucap Safira ragu-ragu. “Waktu kita tidak banyak. Berhentilah bermain-main.”

Bukannya menjauh, Kevin malah semakin mendekatkan tubuh mereka. Lalu membenamkan wajahnya di ceruk leher Safira.

Menikmati aroma vanilla yang keluar dari tubuh wanita itu.

“Bisakah kamu menunda rapatnya nanti siang?” lirih Kevin. Tubuhnya mulai terasa panas.

“Tidak bisa. Anda sudah terlalu sering memundurkan rapat. Ini sangat berpengaruh untuk perusahaan.” tegas Safira mendorong pelan pundak Kevin agar menjauh.

“Fira, aku... ”

“Ingat, sarapan anda ada di atas meja,” ucapnya datar sembari turun dari sofa. Ia menyambar laptop dan beberapa berkas milik Kevin lalu pergi.

Langkah Safira tiba-tiba terhenti. Mendengar ponsel miliknya bergetar.

Safira melirik Kevin.

“Saya terima panggilan dulu, permisi.”

“Angkat saja di sini. Temani aku makan,” ucap Kevin duduk sembari menggigit sepotong sandwich.

“Tapi—”

“Sekarang!” tekannya.

Safira menghela nafas. Mau tidak mau, ia terpaksa mengangkat panggilan dari seseorang itu di hadapan Kevin.

“Kenapa lama sekali mengangkatnya? Sudah sarapan?”

“Sudah. Kenapa menghubungiku pagi-pagi begini?” tanya Safira. Ia tak mau dianggap tidak bekerja dengan profesional karena menyangkut pautkan urusan pribadi dengan pekerjaan.

“Aku ingin mengajakmu makan siang.”

“Tidak bisa. Aku sibuk hari ini,” jawab Safira. Ia memang sangat sibuk apalagi jika sudah berurusan dengan Kevin.

Melihat gelagat Safira dengan seseorang itu membuat Kevin penasaran. Dengan siapa wanita itu bicara?

Kevin memasang telinganya lebar-lebar.

“Bagaimana kalau malam ini aku jemput. Bisa, kan?”

Kevin mengeraskan rahang dengan tangan terkepal kuat mendengar samar-samar suara pria bicara dengan Safira.

“Baiklah, aku usahakan,” jawab Safira.

Brak!

Suara gebrakan meja membuat Safira cepat-cepat menutup sambungan ponselnya dengan sepihak, tanpa menunggu seseorang di seberang sana selesai bicara.

“Kita berangkat sekarang,” ucap Kevin menatap datar Safira.

“Tunggu, Pak. Habiskan dulu sarapan anda.” Safira menahan lengan Kevin.

“Aku udah gak mood!” Kevin menepis tangan Safira.

Melihat kepergian Kevin, bukannya menyusul, Safira malah berbalik menuju ke arah meja makan.

Memasukkan makanan itu ke dalam kotak bekal. Ia pastikan kalau Kevin menghabiskannya nanti.

“Setidaknya kamu harus sarapan. Dasar menyebalkan,” gerutu Safira mengingat bagaimana seorang Kevin ketika sedang sakit. Manjanya seperti anak Tk.

Cie ngambek nie yee🤣🤣

Bab. 3

Kevin sudah berada di ruang meeting. Sementara Safira, berdiri di samping atasannya itu.

Tidak hanya mereka berdua yang ada di sana, bawahan Kevin yang lain juga sudah menunggu di dalam ruangan.

“Apa kalian sudah menyiapkan semuanya?” tanya Kevin, menatap mereka satu persatu bergantian.

“Sudah, Pak.” Mereka menjawab dengan serempak.

Raut wajah datar dan dingin Kevin membuat mereka menunduk, tak berani menatapnya.

“Semua sudah siap, hanya tinggal menunggu pak Ryan dari Madeline Corp datang,” sahut Safira sembari meletakkan kotak bekal di depan Kevin dan membukanya.

“Anda belum lupa kan untuk menghabiskan ini?” Safira melirik sang bos.

“Kamu juga lupa apa yang kukatakan tadi, Safira. Aku tidak lapar,” kata Kevin dengan nada sedikit membentak. Ia masih kesal mengingat suara pria yang menghubungi Safira tadi.

Ayolah, Kevin benar-benar pendendam sekali. Dan sayangnya, Safira tidak mengerti alasan jelas dibalik kemarahan Kevin.

“Ingat, asam lambung anda bisa kambuh jika anda terus bersikap keras kepala.” Safira berbisik tepat di samping telinga Kevin. Lalu segera membenarkan posisinya.

“Mohon untuk di cek kembali agar tidak ada kesalahan saat meeting berlangsung,” lanjutnya beralih menatap mereka semua.

Mereka menganggukkan kepala dan mulai memeriksa berkas masing-masing.

“Lima menit sebelum meeting dimulai, saya harap anda menghabiskan makanan itu. Atau... ” Safira tak melanjutkan ujarannya. “Nyonya Violet akan segera datang kemari dan memarahi anda,” ancamnya mengeluarkan ponsel dari saku dan menunjukkannya pada Kevin.

Setelah mengatakan itu, Safira keluar dari ruangan. Berniat untuk menjemput rekan bisnis Kevin.

"Cih, memangnya dia siapa? Sok mengatur! Di sini bos nya dia atau aku?" gerutu Kevin. Bukannya diperhatikan, Safira lagi-lagi mengabaikannya.

Sambil mengawasi para staf mengecek berkas mereka, dengan terpaksa Kevin menghabiskan bekal yang dibawa oleh Safira.

•••

Beberapa menit berlalu, Safira kembali masuk ke dalam ruangan meeting bersama dengan seorang pria yang berjalan di belakangnya.

"Silahkan duduk, Pak Ryan," ucap Safira mempersilahkan Ryan untuk duduk.

"Terima kasih, Nona," sahut Ryan tersenyum manis pada Safira.

Perlakuan Safira pada Ryan tak luput dari tatapan tajam mata Kevin. Entah kenapa Kevin merasa mereka sangat dekat.

Apa mereka memiliki hubungan? Argh! Ternyata selama ini Kevin tidak begitu memahami Safira luar dalam.

"Selamat datang, Tuan... "

"Saya Ryan," ucapnya memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangan.

Namun, diabaikan oleh Kevin.

Ryan terpaksa menarik kembali tangannya sambil tersenyum tipis.

"Apa kita bisa mulai meeting nya, Nona Safira?" Kevin mendekati Safira, menarik pinggang wanita itu dan mencengkram nya sedikit kuat.

Seakan-akan Kevin tengah menunjukkan pada Ryan siapa Safira baginya.

"Apa yang anda lakukan?" bisik Safira. Disaat banyak orang seperti ini, Kevin bersikap seperti anak kecil.

Safira bukan wanita bodoh yang tidak tahu maksud dan tujuan Kevin melakukan tindakan ini padanya.

Kevin mengangkat kedua bahunya acuh lalu kembali duduk. Selama meeting berlangsung, Safira yang dipercayakan untuk menjelaskan di depan.

"Baiklah, saya akan mengambil kesimpulan. Lahan ini memang sangat luas dan cukup strategis. Namun, jika kita lihat... " Safira menggeser beberapa gambar di depan sana. "Lahan ini memiliki resiko yang cukup tinggi. Apalagi curah hujan yang terus menerus bisa mengakibatkan tanah longsor dan turun ke rumah warga sekitar."

Ryan manggut-manggut seraya menatap layar laptopnya. Penjelasan Safira menurutnya sangat masuk akal.

"Bagaimana? Apakah anda setuju, Tuan Ryan?" tanya Safira.

"Tentu saja. Setidaknya aku masih mendapatkan ke untungan dua puluh lima persen dari saham," sahutnya.

Salah satu staff memberikan perjanjian kontrak kerjasama yang harus di tandatangani oleh Ryan.

Sementara Kevin, pria itu tersenyum bangga. Safira memang wanita yang cerdas dan berbakat. Tidak sia-sia Kevin meminta pada ayahnya untuk menjadikan Safira asisten pribadinya.

"Silahkan kembali ke tempat duduk anda, Nona Safira," ucap Kevin.

Safira bergegas kembali ke tempat duduknya. Sebelum itu, ia menutup menutup laptop dan meletakkannya di depan Kevin.

"Penjelasan yang sangat singkat dan mudah di mengerti. Saya suka," sahut Ryan. Senyuman manis terus terukir dari kedua sudut bibirnya.

"Suka? Maksud anda?" Kevin menaikkan satu alisnya, berharap Ryan bisa menjelaskan 'suka' yang dia maksud.

"Oh, maksud saya saya sangat setuju," ucap Ryan memberikan berkas yang sudah ia tanda tangani pada Kevin.

Kevin menerima kertas tersebut dengan menahan perasaan kesalnya. Pada Ryan, Safir senyum-senyum. sementara dengannya wanita itu menunjukkan sisi yang berbeda.

"Senang bekerja sama dengan anda," ucap Ryan lagi.

Kevin menjawab dengan anggukan kepala. Malas mengatakan sesuatu pada pria itu.

Kalau bukan karena sang ayah, Kevin juga tidak mau bekerjasama dengan pria yang berani mendekati asistennya.

"Sama-sama, Tuan." bukan Kevin yang menjawab melainkan Safira. Wanita itu membalas uluran tangan Ryan.

Cup.

Tanpa diduga, Ryan dengan berani mengecup punggung tangan Safira. Membuat wanita itu buru-buru menarik tangannya sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

"Lepaskan tangannya, sialan!" sahut Kevin menampik tangan Ryan lalu mengajak Safira pergi.

Ryan di buat melongo dengan tingkah Kevin yang cukup menggelikan di matanya.

____________

Visual Kevin Alexander, 25 tahun.

Kalau gak sesuai bisa bayangkan sendiri ya kak sesuai imajinasi kalian...

Visual Azalea Safira, 26 tahun.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!