Krekk...
Suara pintu di buka dari luar membuat mata Tania langsung saja terbuka karena kaget.
"Siapa sih? Orangnya gak di kamar, tolong tinggalkan pesan setelah bunyi bip. Bip." Tania kembali memejamkan matanya.
"Oh orangnya gak di kamar ya, ya sudah kalau begitu biarin aja yang punya kamar telat sekolah," ucap Mama Tania yang mendekati tempat tidur Tania.
"Astagfirullah, aku lupa." Tania terperanjat lalu bangun seketika dari tempat tidur namun Tania tetap tak menyadari jika ada Mamanya di sampingnya.
"Dorr!" Mama Tania mengejutkan Tania lagi.
"Allahu Akbar, dih mama kok jahat banget sih ngagetin anaknya," celoteh Tania sambil memanyunkan bibirnya.
"Cepetan mandi gih, Mama gak mau kamu telat ke sekolah." Mama Tania mendorong Tania hingga pintu kamar mandi.
"Tania udah gede Ma, Tania udah SMA! Kok Tania masih diperlakukan kaya anak kecil gini sih. Tania tu pengen mandiri walaupun Tania suka bangun kesiangan!" Tania masih saja mengomel di depan pintu kamar mandi.
"Ma ... Mama ..." Tania menoleh dan di dapatinya ia kini hanya sendiri. Ia sedikit ragu ingin melihat jam, namun ia beranikan diri untuk melirik jam dinding bergambar hello kitty yang berada tepat di atas tempat tidurnya.
"Subhanallah... Udah jam 7 dan masuknya kan jam 07.30, aduh harus gercep ini." sejurus kemudia Tania langsung mandi menggunakan jurus SKLM (sistem kebut lima menit).
Tania adalah anak tunggal, Papanya telah meninggal sebulan yang lalu karena sakit kangker otak. Mama yang dulu jarang pulang karena tempat kerjanya yang jauh, mengajak Tania pindah ke rumah baru yang lebih dekat dengan tempat kerjanya. Sedangkan rumah yang lama di biarkan saja namun Mamanya Tania menyuruh dua orang pekerja untuk merawat rumah tersebut. Itulah mengapa Tania harus pindah sekolah. Namun kebiasaan Tania yang suka membuat kesal Mamanya adalah bangun kesiangan dan suka ceroboh terhadap sesuatu.
Pagi ini benar-benar pagi yang sangat menyebalkan bagi Tania. Dimana ia bangun kesiangan, pergi sekolah tanpa sisiran, ia hanya mengikat lalu memasangkan jilbab sorongnya. Belum berhenti sampai disitu. Ia pun harus bersabar menghadapi kemacetan jalanan menuju sekolahnya, hingga akhirnya ia terlambat sampai sekolah.
Tania melihat gerbang sekola barunya sudah di tutup. Tania sedikit gugup. Dia mau meminta tolong sama Pak Korim supir pribadinya pun telah pergi. Tania melihat ada satpam yang mendekatinya. Dan ini kesempatan Tania untuk bisa masuk. Mungkin.
"Pak satpam, tolong buka gerbangnya, saya mau masuk, Pak," ucap Tania memohon dengan muka memelas. Tania melirik ke baju sebelah kiri yang bertulisakan Herman, ia yakin itu nama orang tersebut.
"Eh, Mbak siapa, kok muka mbak asing sih?" Pak satpam itu melihat Tania dari atas sampai bawah, "Mbak anak baru ya? Tapi kok kayanya Mbaknya nyasar?" Bapak itu menaikan alisnya sebelah sambil berkacak pinggang.
"Iya saya anak baru Pak, maaf saya terlambat. Soalnya jalanan macet, Pak." Tania beralasan.
"Eh tapi kata Bapak saya nyasar? Ya enggaklah Pak, saya udah bener kok liat alamatnya. Jalan Merpati Raya kan, Pak?" Tania membaca secarik kertas alamat sekolah barunya.
"Bener sih, tapi kayanya Mbaknya Islam ya? Jarang ada orang Islam sekolah di sekolah sini," ucap Bapak satpam yang kemudian duduk di kursi dekat gerbang.
"Eh kayanya saya ... " Tania melirik ke sebuah tulisan besar yang ada di atas gerbang sekolah, SMA Santa Ursula.
"Loh Pak terus SMA Harapan Jaya di mana?" Tania jadi bingung sendiri dia salah mencatat alamat sekolah barunya atau memang ada jalan yang sama tapi beda lokasi.
"Itu lho Mbak sekolahnya." Pak satpam tersebut menujukkan ke sebuah arah yang ternyata sekolahnya tepat berada di seberang jalan dari sekolah yang kini Tania pijak.
"Astagfirullah." Tania menepuk jidatnya, "Eh iya Pak, terimakasih banyak ya, Pak. Permisi." Tania pun menyebrang jalan menuju ke sekolah barunya.
Rasanya Tania ingin pulang karena merasa harinya sangat kacau, ia berharap semoga setelah ini tidak ada yang mengacaukan mood-nya lagi. Ia berjalan mendekati gerbang sekolah tersebut dan ternyata ada satpam yang sedang asik duduk memainkan ponselnya lalu melirik ke arah Tania.
"Mbak anak baru ya disini? Tapi nyasar ke sekolah yang di depan itu kan?" tanya Bapak itu sambil tertawa yang menjukkan barisan giginya.
"Eh ... Iya, Pak." Tania jadi merasa takut, kok dia bisa tau. Tania berpikir jangan-jangan orang ini adalah paranormal, "Kok Bapak tahu?" Tania menaruh curiga pada satpam tersebut.
"Tenang Mbak, saya bukan paranormal kok, itu Mas Herman chat ke saya barusan kalo Mbaknya salah sekolah."
"Kok bapak itu tahu kalo aku ngira dia paranormal sih?" Tania bertanya dalam hati.
"Mbak! Mbak!" satpam tersebut melambaikan tangannya di depan wajah Tania.
"Eh iya Pak, maaf ya Pak." Tania baru sadar kalau dia tadi habis ngelamun.
"Silahkan masuk Mbak, nanti keburu telat tinggal 5 menit lagi, bentar lagi masuk."
"Terimakasih banyak ya, Pak." Tania pun berlari menuju gedung sekolah.
Tania menyusuri koridor sekolah dan menemukan ruang guru. Tania pun masuk dan bertanya perihal lokasinya kelasnya. Tak sia-sia, akhirnya ia diberi selembar kertas denah sekolah. Sambil berjalan Tania asik membaca denah dan tiba-tiba.
Brukk...
"Maaf ... Maaf ... nggak sengaja." Tania meminta maaf pada sosok wanita bertubuh sedikit gendut dengan rambut lurus sebatas bahu. Tania melihat sekilas ke arah name tag ternyata namanya Syela Puri Wiratmaja.
"Eh kamu gak punya mata ya?" wanita itu mendorong Tania yang hampir terjatuh.
"Justru aku yang tanya sama kamu, kamu punya mata harusnya bisa liat kalo aku punya mata, kok kamu masih nanya? Kamu rabun ya?" jawab Tania spontan dan langsung menutup mulutnya karena sedikit bar-bar.
"Eh, kok kamu nyolot sih!" Syela melambungkan tangannya ingin menampar Tania.
"Syela! Kamu di panggil Bu Ratna!" suara wanita yang tak lain adalah Nabila, teman sekelas Syela. Nabila sebenarnya tak suka dengan Syela. Karena Syela suka semena-mena dengan yang lain, dengan alasan dia itu cewek paling cantik di sekolah. Padahal nggak cantik-cantik banget.
Syela hampir saja menampar Tania, namun gagal karena panggilan dari Nabila. Tania pun tak buang kesempatan, ia mundur pelan-pelan lalu kabur meninggalkan Syela yang sedang menoleh ke arah Nabila.
"Kamu itu bener-bener ganggu banget ya Bil, aku lagi mau ngasih pelajaran sama anak yang sok-sokan melawan aku." Syela menatap Nabila dengan tatapan marah, tak lupa tangannya ia lengkungkan di pinggang.
"Anak siapa? Kamu ngigo kali! Hahaha." Nabila tertawa.
"Anak ini ... Eh ..." Syela kaget karena ternyata di belakang dia sudah tidak ada siapa-siapa.
"Dasar kamu ni Syel, kebanyakan begadang mikirin si Rian, makanya kamu jadi ngelantur nggak jelas. Hahaha." Nabila pun meninggalkan Syela.
"Awas aja ya kalo aku ketemu kamu." Syela mengepalkan tangannya, ingin rasanya ia memukul anak yang baginya sudah tidak sopan padanya.
Tania berlari sekuat tenaga sampai ngos-ngosan, berharap kalau Syela tidak akan mengejarnya lagi. Tania mengatur napasnya.
"Aduh, kertas denahnya pasti jatuh waktu nabrak perempuan yang namanya Syela tadi." Tania menepuk jidatnya.
Pukk...
☆☆☆
Hai para readers, tolong kritik dan sarannya jika Author masih banyak kesalahan dalam menulis😊
#sudah revisi
"Aduh, kertas denahnya pasti jatuh waktu nabrak perempuan yang namanya Syela tadi." Tania menepuk jidatnya.
Pukk...
"Ya Allah tamat sudah riwayatku ini!" Tania mengucap pelan, jantungnya berdetak lebih cepat karena dia takut jika Syela yang kini berada di belakangnya.
"Sorry, aku dari tadi manggil-manggil kamu. Tapi kamunya lari terus, lagipula aku nggak tau nama kamu, jadi cuma ngejar kamu aja. Kamu cewek tapi kok kenceng juga ya larinya. Hahaha."
"Tunggu dulu, kok suara laki-laki? Apa mungkin Syela memang bisa meniru suara cowok? Apa sebenranya dia cowok yang transgender? Duh aku mikir apa sih?" Tania bertanya dalam hati sambil memukul-mukul keningnya dengan telapak tangannya.
"Hey, kok kamu diem aja, aku mau ngasih kertas kamu yang jatuh ni! Kayanya punya kamu deh."
Dia menyodorkan kertasnya ke arah samping Tania, karena sampai saat ini Tania belum membalikkan badan.
"Eh iya, terimaksih." Tania pun membalikkan badan, seketika ia dapati seorang cowok yang berbadan atletis, dan cukup tinggi. Dengan rambut berponi ke samping kanan. Terlihat badge namanya ada tulisan M.R. Fakhri Ramadhan.
"Eh kok aku gak pernah liat kamu sih, kamu anak baru ya?"
"Iya, permisi." Tania langsung nyelonong lewat. Namun langkah kakinya terhenti karena ada sesuatu yang menahan tangannya.
"Eh sorry, aku cuma mau tanya kamu mau kemana? Siapa tau aku bisa anterin kamu. Ya walaupun sekolah ini luas tapi aku sudah menjelajah semua ruangan di sini lho. Aku takut kamu tersesat kalo kamu nyari ruangan sendiri," ucap Fakhri sambil tersenyum sambil menampilkan deretan gigi putihnya.
Tania bergumam dalam hati, "Ini anak sok baik apa emang baik sih!"
"Eh kok melamun sih?" Fakhri menjentikkan jarinya di depan mata Tania, yang membuat Tania terkejut. "Gak usah heran, aku memang ganteng kok, tapi nggak akan ada fans ku yang nyerang kamu kalo aku anterin kamu ke kelas."
Seketika tinjuan dari Tania melayang ke pundak samping Fakhri, "Idih, GR banget kamu! Aku mau cari denahnya sendiri. Aku yakin kok gak akan nyasar." Tania langsung berjalan meninggalkan laki-laki yang songongnya naudzubillah tadi sendirian.
"Kamu itu kayanya kalem, tapi kok galak ya. Hii ... Serem!" Fakhri berteriak namun di abaikan oleh Tania.
Tetttt ... Tetttt ... Tettt ...
"Woi! Dah bel masuk ni! Kamu yakin mau cari kelas itu sendirian? Kalau telat bisa di hukum, guru di sini galak-galak!" Fakhri berlari ke arah Tania.
Tania berhenti dan membalikkan badannya. "Tolong anterin aku ke kelas 10A."
Air muka Fakhri sedikit berubah. "Ah kalo ke kelas itu aku males, kamu tinggal lurus aja. Terus belok kanan sampe deket ruang UKS, terus liat ruangan paling ujung sebelah kanan."
"Kok males? Tadi kan ... " belum sempat Tania melanjutkan ucapannya, Fakhri langsung memotongnya.
"Daa ... Aku mau ke toilet." Fakhri berlari meniggalkan Tania yang mematung di sana.
"Astagfirullah, kok ada ya anak aneh kek dia." Tania menepuk jidatnya.
Setelah keliling sekitar 3 menit lamanya, akhirnya Tania melihat ada tulisan dari kayu tepat di atas pintu.
"Kelas 10A".
"Akhirnya ketemu kelasnya."
"Hay, aku Nadia," ucap gadis yang tiba-tiba muncul dari dalam kelas 10A, dan kini makin mendekati Tania
"Kamu pasti Tania Nuwaira Angelica. Iya kan?"
"Kok kamu ... " belum selesai Tania menyelesaikan kalimatnya, namun sudah dipotong.
"Iya taulah, aku kan tadi dari ruang guru, nah aku denger deh ada gosip anak baru di kelasku yaitu kamu. Kamu duduk sebangku sama aku, ya?" Nadia memohon.
"Iya," jawab Tania sedikit ragu.
"Makasih banyak ya." Nadia langsung memeluk Tania erat-erat.
"Ehem, ini bukan jam mata pelajaran seni drama, jadi tolong jangan pelukan disini."
Suara seseorang paruh baya bernada berat membuat mereka berdua terkejut, terutama Nadia yang terlalu asik memeluk Tania. Lalu mereka berdua masuk ke kelas.
Ketika memasuki kelas, ada sosok wanita yang melihatnya dengan sorot mata tajam. Dan ternyata waita itu tak lain adalah Syela. Namun untung saja ada Pak Burhan masuk ke kelas. Jika tidak, pastilah saat ini Syela sudah mengajak ribut Tania.
Setelah Tania memperkenalkan diri ia duduk di samping Nadia, karena Nadia sudah request untuk duduk bersamanya.
Jam belajar berlangsung cukup menyenangkan. Hari pertama sekolah di sambut dengan belajar Matematika, itu adalah pelajaran favorit Tania sejak SD. Saat orang lain bosan dengan pelajaran matematika, hanya Tania saja yang bersemangat. Itu poin plus buat Tania sebagai siswa baru yang antusias dengan pelajaran yang dianggap paling susah diantara teman-teman Tania. Dan jelas Syela sangat membenci hal itu. Sebelum Syela mampu membalaskan dendamnya yang telah dibuat kesal oleh Tania.
Bel istirahat berbunyi menandakan jam pelajaran telah usai. Banyak siswa yang berbondong-bondong berlari ke kantin. Namun Tania dan Nadia masih di dalam kelas.
Brakk!
Syela memukul meja Tania, "Eh, Tania! Kamu beruntung aku lagi lapar banget, jadi aku males banget mau berurusan sama kamu." Syela memainkan rambutnya, "Tapi liat aja ya nanti, sekalipun kamu mau berlindung di balik Nadia, aku nggak takut." Syela melangkahkan kakinya keluar dan diikuti dua pengikut setianya yaitu Merci dan Liona.
"Kamu nggak usah khawatir, Syela memang rusuh kek gitu, kalau dia macem-macem nanti aku patahin tulangnya." Nadia mengedipkan matanya sebelah. Sedangkan Tania masih bingung. Lalu Tania menggambil botol air minumnya agar dia bisa fokus dalam memahami kata. Mungkin efek insiden tadi pagi yang menyebalkan.
"Tan, keluar yuk. Kita ke kantin. Ntar kita malakin anak kelas 10 yang cupu-cupu." Nadia langsung menutup mulutnya karena keceplosan.
"Apa?" Tania kaget, hampir saja ia menyemburkan air minumnya ke wajah Nadia. "Ka-kamu hobby malakin teman yang lain?" Tania masih tak percaya.
"Hehe, asik banget tauk malakin anak yang cupu-cupu itu. Haha."
Tania menepuk jidatnya, "Masyaa Allah Nadia, nggak boleh tauk kita malakin temen yang lain. Kamu nggak mikir apa bagaimana nasib mereka? Kalau mereka jadi sakit karena nggak jajan gimana? Iya kalau mereka sarapan. Kalau nggak? Coba banyangkan kamu yang diposisi mereka!"
"Lho kenapa? Suka-suka aku donk." Nadia menaikkan alis sebelahnya.
"Jadi Tania baru tau kalau Nadia hobby malakin anak lain?" sahut seseorang.
Tania dan Nadia kompak liatin ke arah sumber suara yang taik lain itu Fakhri yang duduk di kursi paling belakang.
"Lho, kok ada kamu?" Tania kaget melihat ada Fakhri, karena seinggat Tania tadi tidak ada Fakhri.
"Aku dari tadi disini kok, kamu gak liat ya? Kok kamu jahat banget sih sama aku." Fakhri menunjukkan ekspresi sedihnya, "Eh kenalin namaku Revan." Fakhri menjulurkan tangannya ke arah Tania.
"Tapi di badge nama kamu Fakhri kok. Dan bukannya kamu tadi ngilang ya pas aku minta tolong tunjukin kelas ini. Padahal kita sekelas. Tapi kok kamu bisa cepat sampai kelas sih?" Tania bertanya menyelidik.
"Tapi biasa di panggil Revan, kalau sama guru. Kamu tau kan nama ku M.R, nah huruf R-nya itu Revan. Tapi spesial buat kamu aku izinkan kamu manggil aku dengan nama Fakhri kok." Fakhri tersenyum. "Dan soal kenapa aku cepet sampai ke kelas karena aku ngerjain kamu." Fakhri tertawa puas.
"Semua teman kelas juga manggil dia Fakhri!" celetuk Nadia.
"Kamu jahil banget ya." Botol minuman seketika mendarat di lengan Fakhri, namun tak terlalu keras Tania memukul.
"Aww... Ternyata pukulan kamu gak sakit ya." Fakhri menahan tawanya. "Tapi sekalipun aku kaya gini, semua orang tetep suka aku." Fakhri merapikan rambutnya.
"Udah deh Kri, kamu tu gak usah sok ganteng. Bisa sakit telingaku dengernya." Nadia angkat bicara.
"Dan kamu tahu Nad, kenapa kamu duduk sendiri juga? Karena kamu itu cewek paling preman di sekolah." Fakhri membalas ucapan Nadia.
"Kok lo gitu!" Nadia langsung bangun dari duduknya.
"Emangnya kenapa?" jawab Fakhri santai.
"Eh, lo ngeselin banget ya!" Nadia meniup-niup tangannya yang sudah terkepal.
"Kenapa? Nggak trima?"
"Udah, jangan berantem." Tania berlari ke luar kelas lalu menangis. Tania memang tak bisa melihat orang lain berantem di depan matanya.
"Tania tunggu!" ucap Nadia dan Fakhri yang hampir bersamaan.
☆☆☆
Hai para readers, tolong kritik dan sarannya jika Author masih banyak kesalahan dalam menulis😊
#sudah revisi
Tania sendiri berlari menuju mushola sekolah dan berniat ingin menjalankan shalat dhuha. Selain ingin mengerjakan ibadah sunah, Tania yakin bahwa mushola tempat aman dari kejaran Fakhri dan Nadia.
Sementara Nadia dan Fakhri berpencar mencari Tania. Entah kenapa Nadia tak pernah ingin jika Tania menjauh darinya. Sebelumnya teman-teman Nadia banyak yang tak menyukai sikap angkuh dan suka semena-semenanya hingga semua temannya enggan duduk dengannya. Namun dengan Tania, Nadia merasakan kenyamanan.
Sedangkan Fakhri sepertinya menyukai Tania sejak pertama bertemu dengannya. Padahal Fakhri sendiri selama ini tak pernah menyukai seseorang. Bukan karena tak ada yang cantik, tapi Fakhri tidak suka dengan sikap mereka yang suka cari perhatian dan lebaynya gak ketulungan. Namun berbeda dengan Tania yang menurutnya mempunyai katakter yang unik. Bahkan terkesan biasa-biasa saja.
***
"Ya Allah kenapa setelah sekian lama aku tidak pernah melihat pertengkaran, dan sekarang aku melihatnya lagi... Hiks..." Tania tak mampu menahan air matanya lagi, ia ingat betul kejadian waktu dia masih berusia 7 tahun. Di saat itu Tania kecil sedang memainkan teddy bear kesukaannya, namun tiba-tiba ia terkejut mendengar suara kursi terbanting. Tania kecil mengintip dari celah pintu kamarnya dan terlihat jelas bagaimana Mama dan Papanya (kandung) sedang beribut, mereka saling adu mulut dan tiba-tiba Papanya menggebrak meja. Seketika Tania menangis dengan kencang dan membuat Mama dan Papanya terkejut. Mama Tania langsung menuju kamar Tania dan memeluk Tania. Namun Papa Tania memilih pergi dan tak pernah kembali kerumah. Hingga akhirnya Mamanya Tania menikah lagi. Dan beruntung karean Papa barunya Tania memperlakukan Tania dengan baik, bahkan mampu membuat Tania lupa dengan Papa kandungnya. Dan entah mengapa pertengkaran kecil antara Nadia dan Fakhri membuat Tania menguak memori pahitnya. Dan dengan cara dia menenangkan diri di mushola, itu membuatnya lebih baik.
Nadia dan Fakhri menelusuri hampir seluruh kelas, namun tak menemukan Tania. Dan tak sengaja mereka berdua berhenti tepat di pintu mushola.
"Sumpah, tu anak kemana kok ngilangnya gesit banget ya!" Nadia mengusap keringat yang meluncur dari dahinya.
"Aku juga gak ketemu, dari awal ketemu dia memang larinya kencang banget. Aku curiga kalo dia tu bukan manusia." Fakhri mengibas-ngibaskan kerah bajunya untuk mengusir gerah.
"Hush... Sembarangan kamu ini. Nggak mungkin lah Tania itu bukan manusia." Nadia meninju lengan Fakhri, "Kebanyakan nonton kartun sih makanya ngehayal mulu," ucap Nadia sambil tertawa.
Brukk...
Nadia dan Fakhri mengalihkan pandangan serentak ke arah dalam mushola. "Tania..." pekik mereka berdua. Terlihat Tania tersandung oleh karpet mushola yang tergulung di tengah.
Nadia langsung menghambur dan menolong Tania. "Tan, maafin aku", Nadia memeluk Tania sambil menangis.
"Kamu kenapa Nad? Kamu nggak ada salah kok."
"Tapi aku udah buat kamu sedih tadi, aku janji gak bakal kaya gitu lagi. Aku nggak mau kamu benci aku. Aku udah merasa nyaman sama kamu. Kamu masih mau kan temenan sama aku? Aku janji bakal ngelindungi kamu dari orang yang berniat nggak baik sama kamu, termasuk Syela." Nadia tetap memeluk Tania dengan berderai air mata.
"Aku nggak papa kok. Apapun yang terjadi, aku tetep jadi teman kamu kok. Kamu jangan nangis donk." Tania mengelus rambut Nadia.
"Makasih banyak Tan." Nadia memeluk makin erat.
"Ehem... Udah donk Nad, giliran aku lagi yang pelukan sama Tania, masa kamu terus. Aku iri tauk." Fakhri tersenyum sambil menahan tawanya.
Sontak saja mereka berdua melepaskan pelukannya. "Ih apaan sih kamu Kri. Dasar modus," ucap Nadia kesal. Namun Tania malah tertawa
"Habis nangis mulu sih. Hahaha." Fakhri memandang Tania, "Tan, maafin aku juga yang udah buat kamu nangis, kami nggak sengaja tadi." Fakhri menjukkan ekspresi sedih namun bercanda.
"Iya iya nggak papa kok. Pokoknya kita damai ya. Sekarang kita Tiga Serangakai Sahabat, ya."
"Setuju banget," ucap Nadia berapi-api saking semangatnya.
"Tan, tapi aku boleh kan meluk kamu. Nadia kan tadi udah. Nggak adil donk kalo aku nggak. Kan kita TSS" ucap Fakhri dengan melebarkan tangan siap memeluk.
Tania mendekat pada Fakhri, "Nah peluk ni sepatu aku!" Tania menyorkan pas di dada Fakhri, lalu berlari meninggalkan Fakhri yang memeluk sepatu Tania, "Bawain ke kelas ya, Kri!" Tania tertawa lalu menghilang di ujung mushola.
"Makanya jangan kebanyakan maunya," Nadia berucap sambil tertawa, lalu meninggalkan Fakhri sendirian.
Fakhri tertawa sendiri, "Kenapa juga aku godain Tania, ntar dia suka sama aku lagi kan bahaya. Hahaha", Fakhri berucap dalam hati dengan penuh percaya diri.
***
Tania melirik jam tangan bergambar hello kitty warna pink yang melingkar di tangan kirinya, "Aduh aku kelamaan nyari toilet nih. Pasti gurunya udah masuk ke kelas ni." Tania merasa sebal dengan dirinya sendirinya yang terlalu santai hingga lupa kalau sudah waktunya masuk kelas.
"Assalamualaikum." Tania mematung depan pintu karena ternyata Bu Andini yang mengajar Biologi sudah ada di kelas.
"Masuk," ucap Bu Andini
Tania melangkah masuk dengan menunduk. Namun saat menghadap ke arah teman-temannya ia menangkap seulas senyuman dari Syela.
"Kamu dari mana?"
"Dari toilet Bu."
"Oke, silahkan duduk. Tapi lain kali jangan di ulangi. Ini peringatan buat kamu, jadi Ibu harap kamu bisa lebih disiplin dan tertib lagi."
"Terimaksih, Bu." Tania merasa senang akhirnya dia bisa tenang.
"Tunggu dulu, dimana sepatu kamu?"
Tania sadar kalau ia hanya memakai kaos kaki, saat Tania mengedarkan pandangan dan mendapatkan Fakhri tersenyum lalu mengucapkan dengan tanpa suara. Tania tahu bahwa Fakhri mengatakan lupa, "Ketinggalan di mushola bu," Tania menjelaskan.
"Ambil sepatunya, Ibu nggak suka kalau ada murid Ibu yang nggak rapi kaya kamu." ucap Bu Andini tegas.
Dengan berat hati Tania pun keluar kelas dan berlari sekuat tenaga menuju mushola. Namun sayang ia tak mendapati sepatunya, ia keliling mushola pun hasilnya tetap sama. Ia tidak menemukan sepatunya dimanapun.
"Aduh please deh Fakhri, kamu ngerjain aku apa gimana sih? Kok nggak ketemu sih." Tania pusing mencari kesana kemari namun tak menemukan juga.
"Kok kamu lama sih, Tan?" suara laki-laki itu membuat Tania terkejut.
"Sepatuku dimana, Kri? Aku kok nggak nemuin, ya?"
"Lho terakhir kali aku letakkan disini kok." Fakhri menunjuk ke arah rak sepatu. Tapi dia jadi bingung karena sepatunya memang tidak ada di sana.
"Ya Allah, bisa-bisa aku nggak bisa masuk jam biologi nih. Siapa sih yang doyan sepatu." Tania terlihat kesal.
***
"Eh bentar-bentar!" perempuan itu menghentikan langkah kedua temannya.
"Kenap Syel?" tanya wanita bertubuh kurus, rambut sebahu dengan jepit rambut bermotif bunga yang tak lain adalah Liona.
"Ini kan sepatu anak yang sok itu." Syela menunjuk pada sepatu hitam di rak sepatu di mushola.
"Tania maksud kamu," ucap Merci sambil memainkan jemariny di dagunya, tanda bahwa ia sedang mengingat sesuatu. "Kayanya memang punya Tania sih".
"Sekarang saatnya aku balas dendam sama anak sok itu." Syela tersenyum puas, "Liona sekarang kamu buang tu sepatu ketempat sampah!"
"Oke Syel," Liona pun menuruti kemauan Syela dengan membuang sepatu Tania ke tempat sampah.
Lalu mereka bertigapun meninggalkan mushola. Terlihat jelas Syela merasa bahagia karena berhasil membuat Tania kehilangan sepatunya. Dan dia yakin kalau dia bakal dibuat alfa di absen, karena Tania tidak memakai sepatu yang artinya Tania tidak boleh masuk kelas.
☆☆☆
#sudah direvisi
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!