Rintik hujan serta gemuruh petir yang tampak terdengar bersahutan membuat Hana tertidur dengan mudah dan melupakan segala kegundahan hatinya malam itu,
Tak berselang lama, seorang pria dengan jas serta kemeja berwarna hitam pun nampak melangkah memasuki apartemen, ia menelisik keberadaan sang gadis sebelum akhirnya sudut bibir pria itu tampak terangkat ke atas.
"Hey babe! Iam here! are you fall a sleep?"
Sentuhan lembut serta suara yang begitu rendah dari bibir seorang pria yang kini terdengar familiar ditelinga Hana seketika membuat gadis itu membuka mata perlahan.
"Tuan kemari?" Hana tersentak dan seketika menarik selimut tebal hingga menutupi dada, saat Edward tiba-tiba muncul dihadapannya.
"Tentu saja, aku sungguh merindukanmu sweetheart!"
Pria itu melonggarkan dasi, sebelum akhirnya kembali menegakkan posisi duduk dan melepas sepatu yang semula terpasang pada kedua kakinya.
"Apa kau sudah lama menunggu?"
Hana menggeleng perlahan,
"Apa Tuan ingin makan malam?"
"Tidak Hana! aku ingin membersihkan diri terlebih dulu,"
Edward berlalu, meninggalkan Hana yang kembali bungkam seribu bahasa dan menampilkan wajah sendu.
Apa yang telah kulakukan Tuhan? kenapa diriku menerima untuk melakukan ini semua?
Hana beranjak ia meraih cardigan dan melangkah menuju dapur dan berniat menyiapkan minuman hangat untuk Edward.
Ayah, ku harap dirimu baik-baik saja! maaf karena aku belum bisa kembali mengunjungi mu di sana.
Pikiran Hana kembali melayang meskipun jemarinya kini tampak sibuk meraih cangkir, memasukkan teh herbal sebelum akhirnya menuangkan air panas juga madu.
"Kenapa dirimu selalu menyibukkan diri seperti ini saat diriku kemari?"
Dekapan hangat itu kembali terasa, kepala Hana seketika miring ke kiri karena Edward mencium tengkuk lehernya.
"Tuan ..., di luar sedang hujan! akan lebih baik jika Tuan mengkonsumsi minuman hangat, aku hanya tak ingin jika Tuan sampai jatuh sakit."
Dia begitu perhatian padaku?
"Terima kasih," Edward akhirnya kembali merenggangkan pelukan, ia meraih secangkir teh herbal panas yang tersaji untuk dirinya.
"Apa kau sudah makan malam?"
"Sebenarnya belum, aku ketiduran karena cuaca yang begitu mendukung."
"Jadi kau sama sekali tak menantikan kehadiran ku, sweetheart?"
Hana kembali menggelengkan kepala dan tersenyum lebar.
"Oh shit! come with me!" Edward meletakkan cangkir teh dan seketika menarik pergelangan tangan kekasih gelapnya.
"Diriku selalu merindukan malam-malam hangat bersama mu, sweetie! bagaimana bisa kau bisa berucap dengan begitu enteng bahwa kau tak menantikan kehangatan dariku, hmmm?"
"Mmmmmphh!"
Jemari kekar itu akhirnya membuat tubuh Hana seketika merapat pada badan kekar Edward, kecupan yang semula tampak lembut akhirnya berkembang menjadi sebuah ciuman panas yang cenderung brutal.
"Tu-an!"
"No sweetheart! call me daddy!" Edward menyeringai, jemarinya terus berusaha melucuti pakaian Hana dengan tetap mencumbu bibir gadis yang selalu tampak pasrah karena ulahnya.
"Daddy ..., aaaaaa'aah!" Hana seketika mendesis nikmat saat wajah Edward kini telah terbenam sempurna di tengah selat dada miliknya.
"Kita tak membutuhkan pakaian ini sweetheart! let's take this off! aku bisa membantu mu untuk melepaskannya!" Dengan satu tarikan kasar dari jemari Edward, lingerie cardigan itu akhirnya lolos dari tubuh Hana.
Nafas Hana tersengal, semua perlakuan dari jemari Edward dalam mempersiapkan tubuhnya benar-benar membuat Hana melayang.
"Mmmmmphh! look at you! wajah mu sungguh terlihat seksi jika seperti ini, Hana! kau bukanlah gadis yang baik! i know that! you're such a bad girl!"
Pergumulan mesra itu akhirnya terjadi tanpa perlawanan, Edward benar-benar menjamah Hana di meja makan.
"Aaaaaaggghhhh! diriku sungguh menyukai ini, kau sungguh pandai dalam menggoda ku Hana! bahkan hanya dengan senyuman mesum yang kau tampilkan! aaaiiiish!"
Edward meracau, ia terus menghentak kasar kejantanan miliknya didalam liang kenikmatan milik Hana.
"Oh shit, Iam coming! down to your knees and open your mouth! chop chop!"
Hana merendahkan diri dihadapan Edward, ia membuka mulut dan menerima semua cairan cinta dari pria yang selama ini selalu mengunjunginya hampir tiap malam.
"Huuuuufft! i love you babe! i love you really!"
Edward pun menarik tubuh Hana dan membuat gadis itu terduduk dalam pangkuannya, ciuman-ciuman kecil dari bibir Edward juga masih tampak menghujani pundak Hana.
Fajar menyingsing, gelap serta dinginnya langit malam kini telah berganti dengan hangatnya sinar mentari.
"Kemana dia?"
Edward meraba sekitar ranjang di samping kirinya, namun nihil, pria itu seketika mendudukkan diri dengan paksa saat tak mendapati Hana di atas ranjang.
Atensi Edward pun beralih saat gawai miliknya terdengar bersuara.
"Bertha? dia menghubungiku semalaman? astaga! aku lupa memberi kabar padanya,"
"Yes honey? maaf karena tak sempat mengabari mu semalam! aku terpaksa menginap di kantor karena hujan. Apa kau baik-baik saja? apa ada sesuatu yang kau inginkan? aku bisa membawakannya untuk nanti! aku akan tiba di rumah mungkin satu jam lagi! baiklah! aku mencintaimu!"
Sambungan terputus, Edward kembali mengusap kasar wajah tampannya sembari menghela nafas, pria itu akhirnya menyambar handuk berwarna putih yang tersedia untuknya dan melangkah menuju kamar mandi.
Jemari lentik Hana tampil begitu cekatan, gadis itu bahkan telah mengeringkan serta menyemir sepatu hitam milik Edward dan meletakkannya di tempat biasa.
Ia beralih menuju laundry room, dan meraih beberapa pakaian miliknya juga beberapa t-shirt putih berukuran XL milik pria kekar yang sesekali memang menginap di apartemen nya.
"Hana! dimana dirimu?"
"Saya disini Tuan!"
Sahutan melengking dari bibir Hana seketika menuntun langkah kaki Edward menuju ruang laundry.
"Jam berapa kau terbangun?"
"Mmmm, apa ada sesuatu yang ingin Tuan ketahui?"
"Tidak! aku hanya-, aku selalu mencari keberadaan mu, setiap kali diriku membuka mata, kenapa rasanya dirimu selalu lenyap begitu saja setelah apa yang kita lakukan semalam?" Edward berucap terbata, ia memperhatikan paras cantik nan natural dari Hana yang kini tertunduk dan sedikit memperlambat pergerakan tangannya dalam menjemur pakaian.
"Kenapa Tuan berkata demikian? bukankah itu semua memang hanya mimpi?"
"Hana-,"
"Saya sudah menyiapkan kaos kaki bersih untuk mu Tuan, kaos kaki yang Tuan kenakan tadi malam! baunya sedikit menyengat karena basah! jadi saya terpaksa mencucinya!"
Edward tersenyum mengangguk tanpa sadar, ia hanya mampu mencium aroma tubuh Hana yang kembali melintas dan mengacuhkan dirinya.
Apa yang terjadi padaku? perasaan macam apa ini? apa diriku sudah keterlaluan padanya?
Edward Jaden Nicholas, pria bertubuh tinggi tegap itu kembali melangkah dan mengekor pada langkah Hana.
"Kau memasak menu yang sama?"
"Saya menyukainya! jika Tuan ingin-,"
"Tidak! aku selalu menyukai apapun yang kau hidangkan! terima kasih,"
Edward meraih sendok dengan antusias dan seketika duduk sembari melahap nasi goreng udang yang tersaji di meja makan.
"Hana, apa ada yang mengganjal pikiran mu? kau terlihat-,"
"Tidak Tuan! jangan memikirkan apapun tentang saya! sebaiknya Tuan lekas habiskan makanan itu, dan segeralah kembali ke rumah," perkataan lembut serta senyum yang tertampil indah di bibir Hana kembali membuat Edward kebingungan.
"B-baiklah! tapi, apa kau membutuhkan sesuatu? aku bisa membawakan nya untukmu nanti malam,"
"Saya bisa mencari barang kebutuhan saya sendiri, black card yang Tuan berikan, saya masih menyimpannya! dan mungkin-, saya akan keluar hari ini untuk membelanjakannya."
"A-apa?" Edward seketika tersedak saat mendengar kalimat yang terlontar dari lisan Hana.
"Apa Tuan baik-baik saja? minumlah terlebih dahulu!" Hana turut panik, jemarinya seketika meraih gelas dan menuangkan air putih sebelum akhirnya menyodorkan nya pada Edward.
"Makanlah perlahan! maaf bukan maksud saya mengusir Tuan dari tempat ini,"
Raut wajah panik yang ditampilkan oleh Hana seketika membuat pria itu menyunggingkan senyum simpul.
"Apa kau akan keluar seorang diri?"
"Tentu saja, saya tidak mungkin meminta Tuan untuk menemani saya bukan?" Hana terkekeh, ia meraih napkin dan meletakkannya tak jauh dari jemari Edward.
"Tak bisakah kita duduk dan menikmati makanan ini bersama?"
"Maaf ..., sebaiknya itu tidak terjadi Tuan!"
"Kenapa? bukankah diriku-,"
"Anda membayar saya bukan untuk hal semacam ini, saya akan melayani keperluan pribadi Tuan sebaik mungkin! tapi untuk bisa duduk di samping atau dihadapan Tuan Edward-, saya cukup tahu diri! itu bukanlah tindakan yang sopan bukan?"
Hana ..., aku sungguh minta maaf!
Bibir Edward tercekat, pergerakan rahang nya dalam mengunyah makanan pun tampak melambat, ia hanya mampu menatap punggung Hana yang kini kembali berlalu menuju keran wastafel di dapur.
*****
'Sekali lagi ku ingatkan! diriku sudah beristri, kau hanya perlu membantuku dalam mengatasi disfungsi ereksi yang ku alami! dan apapun yang terjadi setelahnya! semua itu hanya mimpi! apa kau mengerti?'
"Senyuman hambar itu? kenapa diriku kini merasa bersalah atas senyum yang ditampilkan oleh Hana?" Edward membanting stir mobil yang ia kendarai di bahu jalan, pikirannya kini tampak kusut karena dilema.
Melangkah perlahan sembari memeriksa beberapa barang kebutuhan yang terpajang di rak belanja, Hana tampak mendongak saat atensinya tertuju pada barang kebutuhan yang terletak pada urutan rak paling atas.
Apa aku bisa meraihnya?
Gadis itu tampak berpikir sebelum akhirnya memutuskan untuk sedikit melompat.
"Vinaigrette! kau membutuhkan nya?"
Pergerakan Hana terhenti, ia menoleh dan mendapati seorang pria yang kini telah berdiri tepat di belakang tubuhnya.
"Maaf, Anda bisa mengambil nya terlebih dulu! silahkan!"
Lengan besar itu akhirnya bergerak meraih salah satu botol yang terpajang di rak sebelum akhirnya tertarik dengan menggenggam satu diantaranya.
"Aku mengambilnya untuk dirimu, Nona! kau terlihat kesulitan dalam meraih botol saus itu bukan?"
"E-em! apa Anda melihat saya melompat-lompat kecil sebelumnya?"
"Kau benar! dan itu berbahaya! ambillah! aku sedang berbaik hati dan ingin menolong sesama hari ini,"
"Terima kasih! saya permisi," Hana tersenyum sembari meraih botol saus yang diulurkan oleh pria asing yang baru ditemui nya.
Gadis yang ramah juga santun, dia juga terlihat cantik.
William J' Osler, pria itu tersenyum sembari memperhatikan langkah Hana yang kian menjauh.
*****
Kediaman mewah itu nampak hening hingga langkah kaki Edward terdengar di telinganya sendiri, hanya ada seorang maid yang kini terlihat menunduk menyambut kehadiran nya.
"Dimana ibuku?"
"Nyonya Besar, beliau ada undangan untuk acara perkumpulan para lansia di District Grandies Old, Tuan!"
"Istri ku?"
"Nyonya Bertha sedang berada di kamarnya,"
Edward seketika melangkah lebar menapaki anak tangga, namun sang istri justru tampak muncul dan menghampiri nya.
"Kau kembali? kenapa terlambat? bukankah kau bilang akan tiba di rumah salam satu jam?"
"Aku minta maaf honey! rasa kantuk yang belum hilang membuat ku, memutuskan untuk tidur lebih lama setelah menghubungi mu tadi," Edward tersenyum sembari melepas genggaman pada tas kerjanya karena Bertha telah mengambil alih.
"Kau terlihat begitu rapi juga wangi, apa kau yakin bahwa semalam kau menginap di kantor?"
Langkah kaki Edward pun terhenti tepat di depan pintu kamarnya, ia memutar tubuh dan menatap sang istri yang memang sedikit tertinggal langkah di belakang.
"Tentu saja! dimana lagi aku harus menginap jika bukan di kantor? apa kau mengizinkan diriku untuk bermalam di hotel?"
"Tidak-, tidak Edward! aku tahu seberapa tulus cinta mu padaku! aku hanya ingin-,"
"Aku lelah! jangan mencecar ku dengan pertanyaan yang muncul karena pemikiran negatif dari otak mu, Bertha!"
Bertha pun mematung diam, ia hanya memperhatikan sang suami yang kembali melangkah santai dan merebahkan diri di ranjang.
"Apa kau ingin diriku membawakan makanan kemari untuk mu?"
"Aku sedang tak memiliki nafsu makan saat ini, rasanya hanya ingin tidur!"
Bertha menghela nafas dalam, ia meletakkan tas kerja milik sang suami dan seketika beralih untuk melepas sepatu yang masih terpasang di kaki Edward.
Degup jantung Bertha kembali tak beraturan, dadanya terasa sesak saat melihat kaos kaki berbeda yang kini dikenakan oleh Edward.
Apa dia kembali menemui gadis sialan itu? astaga! aku tak mungkin diam saja untuk kali ini!
******
"Hana, kau kemari Nak?"
"Aku merindukan mereka ibu Sohwa! aku juga membawakan sedikit oleh-oleh untuk mereka!"
"Jangan memaksakan diri untuk memanjakan mereka Hana, ibu tahu kau juga sedang dalam kesulitan keuangan."
"Tak apa ibu, ada seseorang yang menitipkan ini semua untuk anak-anak! jadi, ini semua bukan dari uang ku sendiri," Hana tersenyum sembari melangkah beriringan memasuki lorong panti.
Tak berselang lama, suasana tampak begitu riuh! beberapa anak usia 6-10 tahun tampak berlari dan menubruk tubuh Hana.
"Kakak! kenapa lama sekali tak berkunjung dan bermain dengan kami?"
"Maaf sayang, kakak ada beberapa pekerjaan jadi baru bisa menyempatkan diri sekarang. Lihatlah! aku menepati janji dan membawakan beberapa peralatan lukis lengkap untuk kalian!"
"Benarkah?"
"Tentu saja! bawa masuk dan bagikan! ingat! jangan saling berebut, kakak sudah memastikan bahwa kalian semua akan mendapatkannya satu persatu!" Hana membungkuk menyerahkan kantong plastik besar yang sempat ia bawa pada salah satu anak yang postur tubuhnya paling besar diantara yang lain.
"Kalimat magic apa yang harus kalian sampaikan pada kak Hana?" ibu Sohwa tampak mengangkat telunjuknya hingga para anak asuhnya kembali menatap Hana.
"Terima kasih kak Hana yang cantik!"
Ucapan yang kompak itu seketika membuat Hana terkekeh geli.
"Mereka sungguh lucu,"
"Hana, bagaimana keadaan ayahmu Nak?"
"Itu ..., aku belum bisa kembali berkunjung untuk memastikan keadaan ayah ibu! entahlah, kuharap semua baik-baik saja,"
"Apa terjadi sesuatu?" ibu Sohwa pun menatap Hana dengan penuh tanya.
"Tidak, aku hanya masih kebingungan untuk mengatur jadwal pekerjaan ku yang sekarang! ibu tahu kan, aku bekerja dengan serabutan?" Hana tertunduk, ia menampilkan senyum meskipun hatinya dilanda begitu banyak kecemasan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!