NovelToon NovelToon

Dia Ameera (Sang Putri Arab)

Menolak Kontrak Nikah

Brakk!

Pintu kamar dibuka dengan kasar. Setelahnya, muncullah seorang pemuda tampan, namun terkesan dingin dan angkuh.

Dia berjalan dengan cepat menuju kursi yang kini sedang diduduki oleh seorang wanita memakai kerudung besar dan berkacamata yang sedang khusyu membaca Alqur'an.

"Heh, siapa yang menyuruhmu duduk di kursi kesayanganku?" tanya laki-laki itu dengan kasar, hingga membuat perempuan yang sejak tadi khusyu' itu berhenti dan berbalik menghàdapnya.

"Dengar ya! kita memang sudah menikah, tapi pernikahan kita itu karena terpaksa, jadi kamu jangan bermimpi menjadi nyonya di rumah ini! kemasi barang-barang kamu, dan pergi ke kamar belakang, kamu tidur sana sama pembantu yang lain!" bentak si pemuda itu sambil berkacak pinggang.

"Kalau saya tidak mau, Anda mau apa?" tanya wanita itu dengan nada dingin, membuat Andika tercekat.

Andika tak mengira wanita yang sejak tadi diam membisu itu angkat bicara dengan suara dingin dan terlihat berwibawa. Tadinya dia berpikir perempuan di depannya akan menuruti kata-katanya, tapi ternyata perempuan itu justru melawan dengan cara yang sama sekali tak ia duga.

"Kamu! dasar perempuan kampung! berani sekali kamu melawanku?" sergah Andika tak mau kalah. Wanita berkacamata yang sudah sah menjadi istrinya itu malah tertawa menyeringai.

"Haha kenapa saya harus takut pada Anda? Anda lupa, saya ini istri Anda. Suka atau tidak, saya adalah istri Anda, bukan pembantu Anda. Jadi, tolong jaga sikap Anda ketika bicara dengan saya!" jawab wanita itu diringi tawa renyahnya.

"Kamu jangan mimpi! kamu ini harusnya ngaca! Aku ini Mahardika Pratama yang kaya raya, berpendidikan tinggi, lulusan luar negeri, yang sekarang menjabat sebagai CEO yang memimpin perusahaan yang sangat besar di negeri ini, sedangkan kamu? Kamu ini cuma seorang gadis kampung, miskin, dan norak. Jadi tak usah bermimpi aku akan menjadikanmu ratu di rumah ini," ucap Mahardika dengan angkuhnya. Sementara wanita yang sudah menjadi istrinya itu malah bersikap acuh.

Wanita bernama Ameera itu kembali duduk di atas sofa. Ia tetap terlihat santai meski suaminya terlihat kasar. "Ok, kalau begitu kamu bisa menceraikanku sekarang juga dan antarkan aku pulang ke kampung," ucapnya datar, tak terlihat sedikitpun rasa takut di sana.

"Cerai? Aku memang akan menceraikanmu, tapi setelah tiga bulan."

"Tiga bulan? Kamu kira aku ini budakmu yang seenaknya bisa kamu suruh-suruh. Maaf, aku gak mau membuang waktu menjadi istri pura-puramu, masih banyak yang pekerjaan berguna yang akan menguntungkanku."

"Oh, jadi kamu mau untung? OK, aku akan kasih kamu," tukas Mahardika seraya berjalan ke arah meja rias dn membuka laci paling atas. Ia mengeluarkan sebuah map, kemudian melempar map itu dengan kasar ke depan Ameera.

Brak!

"Itu surat perjanjian tanda tangani dan tulis berapa saja yang kamu mau di kertas itu!" lanjutnya masih dengan angkuh.

Ameera terlihat menoleh dan meraih map itu. Dia membukanya dengan senyum menyeringai, meski tak terlihat. "Wow, menarik juga. Ok, aku akan menulis angka yang kumau," jawabnya sambil membuka kertas dan menyiapkan bolpen untuk menulis.

Mahardika yang melihat itu kini tersenyum sinis, karena dalam bayangannya, Ameera akan tunduk padanya sesuai isi perjanjian yang ia tulis.

Setelah selesai menulis, Ameera gegas menyerahkan kertas itu pada suaminya. Mahardika pun segera menyambarnya dengan kasar. Ia buru-buru melihat angka berapa yang ditulis oleh Ameera.

"30 Triliyun?" desisnya sambil memandang ke arah istrinya. Ia tak percaya istrinya bisa menulis angka sebesar itu.

"Kamu sudah gila, mana mungkin aku akan mengasih kamu uang sebanyak ini?" tukasnya berapi-api membuat Ameera tertawa dengan suara keras.

"Ha ha aha ... kamu ini, katanya orang kaya, dan kata kamu aku boleh menulis berapa pun yang aku mau, lalu kenapa kamu sekarang malah terkejut. Hahaha atau, kamu gak punya uang sebanyak itu? Huuu! ngaku kaya, tapi dipinta uang segitu saja gak punya hahaha!" ledek Ameera sambil memandang tajam pada laki-laki sombong di depannya.

Mahardika kini terlihat memias, ia sungguh tak menyangka, bahwa wanita yang ia kira lugu dan penakut itu kini berbicara dengan santai dan meledeknya.

"Bagaimana, apa kamu akan memenuhi keinginanku, Tuan Mahardika? Atau, aku ganti saja syaratnya, apa kamu mau?" Ameera melanjutkan perkataannya.

"Memangnya apa yang kamu mau?" tanya Mahardika setelah ia menimbang-nimbang.

Ameera pun tersenyum penuh kemenangan mendengar suami angkuhnya akhirnya melunak.

"Ok, aku cuma mau kamu menuruti tiga permintaanku. Pertama, kamu harus menuruti menghargai keberadaanku di sini. Jangan coba-coba memperlakukan aku seperti pembantu di sini. Yang kedua, kamu harus mengizinkan aku kerja, ketiga tidak ada kontak fisik," ungkap Ameera.

Mahardika menimbang-nimbang tawaran Ameera, dia berpikir keras. Jika dia menceraikan Ameera dia akan dicoret dari kartu keluarga, tapi jika dia terus-terusan dengan wanita ini, dia akan kehilangan gengsinya karena Ameera ini hanya seorang Wanita jalanan yang tak punya uang apalagi pangkat.

"Baik, aku akan penuhi permintaan kamu. Aku akan menurutinya. Lagian siapa yang mau menyentuh wanita buluk macam kamu!" jawab Mahardika dengan begitu percaya diri.

"Ok? kalau begitu sekarang juga bereskan kamar sebelah, biar aku tidur di sana!" titah Ameera pada Mahardika. Meski dia terlihat kesal, dia tetap menuruti permintaan Ameera. Dia memerintahkan kedua pembantunya untuk membersihkan dan merapikan kamar yang akan ditempati Ameera.

"Kalian boleh pergi," titah Ameera pada kedua pembantu itu, tetapi salah satu di antara mereka justru menunggu.

"Maaf, Mbak. Boleh saya bicara?" tanya pembantu itu dengan sopan. Ameera melirik ke arah wanita yang berumur kira-kira 40 tahun itu.

"Silakan, duduklah!" ujar Ameera. Dia meminta ART itu duduk di sampingnya, tetapi perempuan itu tak berani.

"Maaf Nona, saya tak berani. Saya hanya ingin mengingatkan, Nona harus hati-hati karena orang rumah ini, punya rencana tak baik pada Nona. Itu saja yang ingin saya sampaikan. Saya permisi dulu, mohon jangan katakan pada siapa pun saya bicara begitu," ucap wanita setengah baya itu sambil melangkah menuju pintu.

Ameera mengangguk dan membiarkan dia pergi keluar. "Ternyata mereka memang licik. Aku harus hati-hati. Aku tidak boleh ceroboh. Kalau bukan untuk melaksanakan perintah Mama, aku tak mungkin berada di tempat yang tidak ramah ini," gumam Ameera sambil melangkah menuju kamar mandi.

Malam merayap jauh mendekati pagi, suara azan berkumandang. Ameera gegas bangun dan melakukan kewajibannya sebagai muslimah.

Setelahnya, dia pergi ke dapur.

"Hmm, aku akan melaksanakan tugas sebagai istri, menyiapkan sarapan untuk suami tercinta."

Bersambung!

Apa kabar Manteman? Pembaca setia novel "Dia Ameera"

CERITA AMEERA INI SAYA REVISI YA, AMEERA VERSI AWAL BERCADAR, SAYA REVISI DIA TAK BERCADAR DI SINI, JALAN CERITANYA JUGA BERBEDA SEDIKIT DARI SEBELUMNYA.

Semoga isi cerita di novel ini bermanfaat ya, dan jangan lupa tinggalkan jejak berupa like dan komen.

Baca juga novel saya yang lain :

Terjebak Kawin Kontrak dengan Tuan Muda Arab

(Kisahnya seru, tentang pernikahan antara gadis Indonesia dengan pemuda Arab)

Ada juga kisah tentang "Petualangan Mona"

Kisah petualangan Mona ini menegangkan loh. Hehe selamat membaca!

Mengerjai Mertua dan Ipar Jahat

Setelah selesai salat, Ameera bersiap akan pergi ke dapur, tapi belum sempat dia keluar kamar, terdengar suara orang mengetuk pintu kamarnya.

Dug! Dug! Dug!

"Buka pintu!" tedengar teriakan dari luar kamar. Ameera pun gegas membuka pintu.

"Mama?" sapa Ameera ketika dia melihat sosok mertuanya ada di depan pintu.

"Ikut aku!" titah wanita setengah baya namun masih terlihat muda itu. Tanpa banyak bicara, Ameera pun mengikuti Bu Rita yang ternyata berjalan menuju dapur.

"Buatkan sarapan untuk kami. Untukku dan suamiku, tolong bikinkan nasi goreng dan ayam goreng. Untuk Reina, dan Dika, bikinkan telur mata sapi, dan roti beserta selainya. Jangan lupa buatkan kopi untuk kami semua. Kopinya harus enak," ucap wanita itu dengan gaya angkuhnya.

Setelahnya, dia peri ke kamar lagi. "Ya ampuun, mertuaku ini kenapa begini? memangnya aku nikah itu mau dijadikan pembantu, huh. Dasar!"

"Nona, apa ada yang perlu saya bantu?" tanya seorang ART yang bertugas di dapur.

"Hmm, Saya disuruh masak ini itu, tapi masalahnya, saya gak bisa masak. Apa ibu bisa bantu saya?" tanya Ameera.

ART itu pun langsung mengerjakan yang dipinta oleh Ameera. Sebentar kemudian, semua anggota keluarga telah berkumpul di ruang makan untuk sarapan.

"Selamat pagi semua!" sapa Ameera pada semua penghuni rumah sambil membawakan nampan berisi kopi untuk Dika.

"Pagi, Nak. Apa kabar?" jawab Pak Reino ramah.

"Ayo, sini makan. Dika, tarik kursi di sampingmu agar istrimu duduk," perintah Reino, tapi Mahardika tak merespon ayahnya.

"Gak apa-apa, kok, Pah. Saya bisa sarapan di dapur," jawab Ameera sopan.

"Tidak, kamu tidak boleh sarapan di dapur. Kamu adalah menantu di rumah ini, jadi kamu harus makan di sini sama kami. Ayo duduk!" Reino kali ini tidak menyuruh lagi, dia langsung menggerakkan kursi dan meminta Ameera duduk.

Namun, baru saja Ameera ingin menaruh bokongnya di kursi, seseorang menarik kursi itu hingga membuat Ameera terjatuh kelantai.

"Aww, sakit sekali! jerit Ameera yang kini terduduk di lantai.

"Reina dan kamu Rita, apa-apa an ini?" bentak Reino pada mereka, dia benar-benar marah melihat kelakuan istri dan anaknya.

Reina dan Rita bukannya bertanggung jawab, tetapi malah tertawa cekikikan melihat Ameera yang terjerembab. Ameera terlihat kesal dan ingin membalas, tetapi dia ingat dia berada di tempat musuh. Karenanya dia harus menggunakan akal dam kecerdikan untuk bertahan.

"Siapa suruh dia mau duduk di tempatku?" sergah Reina sambil mendorong tubuh Ameera agar menjauh dari kursi, sehingga dia bisa duduk.

"Reina, jaga sikapmu! ayo minta maaflah!" bentak Pak Reino. Reina pun mendengkus kesal.

"Papa ini kenapa malah membela perempuan ini?" protes Rita.

"Maa, kamu jangan berkata begitu, Ameera ini adalah menantu kita, jadi harus sopan. Kan Reina adiknya Dika, jadi wajarlah kalau Papa nyuruh Reina buat mintA maaf pada Ameera," tegas Pak Reino.

"Pokoknya Reina gak mau minta maaf, enak aja minta maaf sama orang udik kampungan seperti dia." tukas Reina sambil meninggalkan meja makan. Begitu juga Rita.

"Pa, Dika pergi ke kantor dulu, ya!" pamit Dika tanpa melirik ke arah Ameera. Ameera yang melihat suaminya keluar, segera membantu Dika membawakan Tas laptop.

"Mas, kapan pulang?" tanya Ameera sambil mengekori Dika. Mahardika menoleh dan memandangi wajah istrinya yang masih tertutup cadar.

"Dasar wanita kampung! minggir kamu!" Mahardika mendorong tubuh mungil istrinya hingga terjatuh ke lantai.

"Maafin mereka ya, Mira?" pinta Pak Reino memelas hingga membuat Ameera merasa tak enak hati sehingga dia akhirnya memaafkan suami dan mertuanya.

Sepeninggal Mahardika dan Reino, Ameera bermaksud pergi ke kamarnya, tetapi tiba-tiba saja ada seseorang yang menyerangnya dari belakang.

"Dasar perempuan kampungan, rasakan ini!" teriak Reina sambil meraih kerudung Ameera dan menjambaknya.

"Akhh, lepaskan, apa maksud kalian? kenapa kalian menjambak hijabku?" teriak Ameera sambil berusaha melepaskan diri dari Reina.

"Mama, tolong aku, Maa!" Ameera meminta bantuan pada Rita ketika melihat Rita mendekat, tapi sayang seribu disayang, Rita bukannya menolongnya, tetapi malah ikut menamparnya.

Plakk!

"Aaakhh!" teriak Ameera sambil berusaha melepaskan diri, tetapi malah terpelanting.

"Dengar gadis kampung. Kamu di sini karena suamiku, kalau tidak, kami tak sudi menjadi mertuamu. Kalau kamu mau kami lepaskan, kamu harus kerjakan pekerjaan rumah. Menyapu, mengepel, memasak, mencuci piring. Mencuci baju dan menyetrika, apa kamu paham?"

bentak Rita. Karena tak mau disiksa, Ameera pun mengangguk menyetujui syarat dari mereka.

"Kalian para pembantu, kamu Onah, dan kamu, Mia, aku pecat sekarang juga!"

Para art itu saling pandang. Mereka sama sekali tak paham dengan kesalahan mereka yang menyebabkan mereka dipecat. "Nyonya, tolong jangan pecat saya, saya butuh uang buat pendidikan anak saya," mohon salah satu art itu.

"Tidak bisa, kamu tetap saya pecat."

"Maafkan saya Bu. Saya rela melakukan apapun asal saya dapat uang,"

"Baiklah, tapi kamu tidak boleh membantu kerjaan wanita busuk ini. Kamu saya tugasi mengawasi dia!" Akhirnya Rita tak jadi memecat Onah, tetapi Bu Mia yang bertugas memasak, tetap dia pecat.

"Saya terima dipecat, tapi saya minta uang gajih saya, Bu!" ungkap Bu Mia.

"Dasar mata duitan, saya baru akan ngasih kamu uang, setelah Dika datang. tapi ingat, kamu jangan bilang aku yang mecat, bilang ke Dika bahwa kamu mengundurkan diri.

"Baik Bu," jawab Bu Mia.

"Ya sudah? sekarang saya dan Reina akan ke salon, kamu Onah, awasi Ameera jangan sampai dia kabur atau malas-malasan,"

Setelah berkata begitu, Rita dan Reina pergi ke Salon. Kini tinggal Ameera yang ditinggal bersama dua art.

"Ameera, ayo ikut aku!" Dengan angkuh, Onah menyuruh Ameera untuk mengerjakan tugas yang sebenarnya adalah tugas Onah.

Ameera mengikuti Onah yang kini pergi ke ruang cuci baju.

Brugg!

Dengan kasar, Onah melempar baju -baju kotor ke depan Ameera sehingga mengenai wajahnya.

"Ayo cuci ini, nanti jemur di sana. Kamu taruh baju ini di mesin cuci, setelah itu kamu bersihin kamar!"

Tangan Ameera mengepal menahan amarah, tapi dia diam saja. "Ok, saya akan kerjakan," jawab Ameera dengan senyum nakalnya.

"Mari kita bermain-main sedikit, hei wanita jahat!" gumam Ameera sambil menaruh semua baju-baju itu ke mesin cuci tanpa dipisahkan terlebih dahulu. Baju putih, dan baju berwarna-warni pun dia campurkan, setelahnya dia menuangkan satu botol pemutih ke dalam mesin itu hingga tandas.

"Rasakan kamu, Nenek lampir!" umpatnya sambil berlalu dari kamar cuci menuju kamar mertua dan iparnya.

Bukannya membereskan kamar itu, dia malah melipat sprei dengan asal, dia juga mengepel dengan pemutih pakaian.

Lucu

Setelah melakukan aksinya, Ameera melenggang ke dapur. Di dapur itu, terlihat Bu Mia sedang menangis tersedu-sedu. Alis Ameera mengernyit kemudian mendekatinya.

"Bu Mia, Ibu kenapa? tanya Ameera sembari duduk di samping Bu Mia.

"Saya sedih, dan bingung. Anak saya sekarang di rumah sakit, dia kecelakaan dan harus dioperasi. Tadinya saya mau minjem dulu, tapi saya malah dipecat, saya bingung sekarang," keluh perempuan itu sambil terus terisak.

"Di rumah sakit mana, anak Ibu dirawat?" tanya Ameera.

"Itu dia, Non. Mereka membawanya ke RS elit, jadi bayarnya juga mahal. Kalau gak salah, nama rumah sakitnya Fathmah Hospital."

Ameera tersenyum mendengar nama rumah sakit itu. Dia gegas mengambil ponselnya dari sakunya. "Siapa nama anak Ibu?" tanyanya sambil mengetik di ponselnya.

"Nama anak Ibu Rohmatulloh bin Dayat," jawab Bu Mia. Sebentar kemudian Ameera terlihat tersenyum lega setelah mendapat balasan dari orang yang dia hubungi.

"Ibu jangan khawatir, anak Ibu akan segera dioperasi," ucap Ameera sambil menyimpan kembali ponselnya.

Bu Mia terlihat tak percaya, tapi dia melihat ponselnya berdering. Setelah dia angkat, ternyata adalah suaminya yang mengatakan anaknya dioperasi secara gratis.

"Non, anak Ibu beneran dioperasi. Apa itu atas bantuan Non Mira, lalu apa Ibu harus membayarnya?"

"Tak usah, Bu. Hanya saja, Ibu harus rahasiakan semuanya dari orang-orang sini."

Bu Mia mengangguk setuju meski dia masih heran. "Terima kasih, Non,"

"Satu hal lagi, Ibu gak usah berhenti, nanti gajih ibu biar saya yang bayar. Nanti katakan pada mereka bahwa Ibu mau bekerja di sini secara gratis, asal gak diusir dan dikasih makan. Nanti Ibu bantu saya mengerjakan pekerjaan rumah. Nanti saya akan memanggil satu orang lagi untuk menemani Ibu di sini,"

Setelah berbicara dengan Bu Mia, Ameera gegas melenggang ke arah kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Dia tak menghiraukan panggilan Onah yang memanggilnya dan menggedor pintu kamarnya.

"Ameera, keluar kamu! cepat, kenapa kamu belum beresin lantai bawah? kamu juga belum masak. Ayo keluar!" teriak Onah sambil terus menggedor pintu. Sedangkan Ameera sendiri malah memakai headset agar tak mendengar suara si Onah.

Setelah Ameera menyelesaikan pekerjaannya, dia baru memutuskan untuk keluar kamar.

"Ada apa, Onah?" tanya Ameera setelah dia membuka pintu. Terlihat Onah duduk di lantai karena kelelahan menggedor pintu.

Melihat Ameera keluar, Onah segera bangkit dan bermaksud menjambak Ameera, tetapi tangan gadis itu terlebih dahulu menangkisnya bahkan menikungnya layaknya orang yang latihan karate.

"Aww, lepas, awas kamu Ameera! Kamu sudah berani melawan Bu Rita, kamu akan menyesal. Harusnya kamu tahu diri, gadis miskin sepertimu gak mungkin menjadi ratu meski kamu menikahi pria kaya. Yang ada kamu tetap jadi pembantu!" maki si Onah sembari meronta-ronta ingin melepaskan diri dari cengkeraman Ameera.

"Kalau pun saya miskin, memangnya kenapa? apa hakmu menghina saya? kamu lupa ya, kamu cuma pembantu, dan majikanmu itu cuma pelakor!" desis Ameera di telinga Onah.

"Apa kamu bilang? dasar tak tahu diri. Kamu cuma numpang di sini, tapi kamu berani menghina tuan rumah?"

Ameera tersenyum mengejek Onah. "Tanyakan saja pada majikanmu. siapa yang menumpang? Ini adalah rumah Almarhumah mamanya Mas Dika, dan saya adalah menantunya. Sedangkan majikanmu itu hanya pelakor yang kebetulan diajak tinggal di rumah kakak madunya. Apa kamu paham?"

Setelah puas berbicara, Ameera segera mendorong Onah hingga terjerembab. "Awas kamu, aku akan laporin." Onah berlalu dari hadapan Ameera.

Dia terus menggerutu, sampai terdengar suara bel berbunyi. Onah buru-buru membuka karena dia mengira majikannya sudah datang, tapi anggapannya salah total.

Yang datang bukan majikan Onah, tapi satpam yang membawa seorang wanita yang sebaya dengan Onah.

"Permisi, Bu Ameera, ini ada saudara jauh Bu Ameera dari kampung," ucap Satpam itu. Ameera pun tersenyum.

"Iya, Pak, saya ucapkan terima kasih,"

"Mbak sudah datang?" tanya Ameera dengan nada suara dingin dan berwibawa.

Susi pun tersenyum sembari memberi hormat. "Ameera, apa kabar?" sapa Susi. Ameera mendekat ke arah Susi dan memeluknya sembari berbisik.

"Tidak perlu terlalu formal, katakan pada orang-orang di sini bahwa Mbak adalah saudara jauh saya dari kampung," bisik Ameera disertai senyum manisnya.

Ameera pun mengajak Susi pergi ke dapur dan mengenalkannya pada Bu Mia dan Onah. Melihat Ameera membawa orang lain, Onah pun terlihat sewot.

"Heh, siapa ini?" tanya Onah sinis.

"Ini saudara saya dari kampung, dia akan menemani kalian berdua di sini," jawab Ameera penuh kelembutan.

"Beraninya kamu bawa orang lain ke sini tanpa seijin majikan, dasar udik!" maki Onah.

"Eh, Onah, kamu diam, kamu ini cuma pembantu seperti kita, jadi jangan banyak bicara!" bentak Bu Mia.

"Sudah, sudah! jangan bertengkar, Onah, kamu tidak perlu ikut campur. Ini urusanku sama Mas Dika. Kamu Mbak Susi, silakan bantu mereka. Saya ke kamar dulu."

Tanpa menunggu jawaban Onah, Ameera langsung pergi ke kamarnya, sementara Onah, langsung mengadu pada Rita dan Reina.

Setelah beberapa jam berlalu, Rita dan anaknya pun datang dari Salon. "Onah, di mana kamu?" panggil Rita pada Onah.

"Selamat siang, Ma!" sapa Ameera ramah, tapi Rita justru menjawab dengan sinis.

"Dasar gadis kampung! jangan panggil aku mama! panggil aku nyonya. Aku hukan mertuamu. Aku nyonya di sini, dan kamu cuma numpang!"

"Oh, kalau memang Anda tak mau saya panggil Mama, okelah, saya akan panggil Anda Ibu. Oh ya, pekerjaan yang Anda suruh ke saya, sudah saya kerjakan. Silakan periksa!"

"Aku suruh kamu panggil aku Nyonya, bukan Ibu. Ya sudah ayo Reina, kita periksa kerjaan pembantu kita ini," ajak Rita pada Reina.

Mereka pun pergi ke kamar husus cuci baju. "Hueekk! bau pemutih? kamu taruh di mana?" tanya Reina sambil muntah.

"Ya di pakaian lah. Onah yang bilang kalau cuci harus pakai pemutih, biar bersih!" jawab Ameera santai. Reina pun mendekati mesin cuci.

"Apa sampai sekarang belum selesai? kenapa gak dijemur?" Giliran Rita yang bertanya.

"Maaf, Bu, eh, Nyonya, Si Onah cuma ngajari katanya semua pakaian harus ditaruh di mesin cuci setelahnya, harus dikasih pemutih dan deterjen. udah cuma itu aja!"

Rita mengepalkan kedua tangannya.

"Ya udah, ayo selesaikan!"

"Maaf Nyonya, saya gak bisa nyuci pakai mesin cuci, bisa tolong diajari?" Ameera kembali membuat mertua tirinya itu kesal setengah mati.

"Dasar prempuan bodoh, udik. lihat ni, begini cara nyuci!" ujar si Rita sambil menaruh tangannya ke dalam mesin cuci.

"Akhgkhghhh, bau, panas tanganku ... panas! Onaah, kamu ke mana? Onaaah!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!