NovelToon NovelToon

Jalan Yang Aku Pilih

Bab 1

Di sebuah rumah sederhana dengan gaya minimalis seorang gadis cantik yang berambut panjang bernama Nana Ayunda sedang mondar-mandir menunggu Abang tersayangnya keluar dari kamarnya. Saking lamanya menunggu dia bahkan sampai menghitung langkah kakinya dengan bolak balik yang berjumlah 100 kali.

Nana berjalan memutari meja makan itu, namun orang yang ditunggunya belum juga muncul batang hidungnya. Nana yang sudah tak sabar menunggu, akhirnya berjalan ke kamar dengan tergesa-gesa menghampiri kamar Abangnya.

"Abang..." Teriaknya dengan menggedor pintu kamar Keri dengan kesal. Tapi sang empunya kamar belum juga membuka pintu kamarnya.

Nana tak habis pikir dengan Abangnya itu, apa-apa suka lelet, bahkan mandi saja lamanya minta ampun. Setiap mandi Keri harus luluran terlebih dahulu baru dia merasa bahwa dirinya baru sudah mandi. Karena Keri begitu memperhatikan penampilannya, dia merasa harus bersih dan wangi.

"Abang...." Teriaknya lagi dengan tak kalah nyaring dari sebelumnya.

"Bang... ke... Cepetan. Lama banget sih siap-siapnya kaya perempuan aja. ayo buruan nanti terlambat" Gerutunya dengan kesal ketika kamar tersebut sudah dibuka oleh Keri.

"Kamu tuh nga sabaran banget sih jadi orang, ini juga Abang udah buru-buru."

"Abisnya Bang...ke. lama banget, ya udah ayo sarapan buruan." Keri yang dipanggil seperti itu malah mendengus kesal.

"Nana kamu tuh kebiasaan banget sih suka ganti nama orang , apa susahnya sih panggil Bang Keri aja, jangan malah Bang... ke." Gerutunya kepada Adik tersayangnya sambil berjalan kemeja makan.

"Biar hemat waktu, kalau panggil Bang keri itu kepanjangan, makanya aku panggil Bang... ke aja biar efesien." Jawabnya dengan enteng tanpa merasa bersalah sedikitpun.

"Tapi jangan manggil Bang... ke juga kali Nana, kamu tau nga sih artinya Bang... ke itu apa? Bau Nana... Ia udah deh panggil Abang aja. kalau katamu kepanjangan kalau manggil Bang Keri." Ujar Keri menghela nafas menghadapi adik tengilnya ini sambil duduk di meja makan.

"No..." Ujar Nana dengan menjeda ucapannya. "Aku nga mau manggil Abang, nanti Abang gantengku ini malah dikira penjual bakso kalau panggil Abang, lebih bagus tuh Bang... ke aja." Ucapnya dengan menatap sang Abang dengan menaik turunkan alisnya dengan tersenyum.

"Sekarepmu lah.!" Ujarnya pasrah, sambil menyendok nasi goreng ke mulutnya. "Oya Nana, Mama kemana, ko gak keliatan sih?" Tanyanya karena baru mengingat Mamanya yang tidak ada disekitarnya.

"Tadi abis masak, Mam... pus, Ehh, maksudnya Mama Puspa langsung ke pasar katanya mau belanja, takut kesiangan." Jawabnya nyegir.

Keri yang mendengar perkataan adiknya hanya menggelengkan kepalanya. Adiknya itu begitu unik dan kurang ajar, karena suka mengubah nama orang seenak jidatnya bahkan Mamanya pun dia ubah Namanya sesuka hatinya.

Nana kemudian memakan makananya dengan lahap karena melihat Bang... ke, melototinya. Setelah sarapan mereka berangkat bareng untuk bekerja.

Hari ini Nana sengaja menunggu Abangnya karena motor yang sering dipakenya rusak dan kemarin Bang keri baru membawanya ke bengkel dan sore baru bisa diambil. Makanya hari ini Nana nebeng kepada Abangnya.

Gadis yang berumur 24 tahun itu memasuki kantor di mana dirinya mencari rejeki selama 2 tahun ini. Sedangkan Abangnya melajukan mobilnya menuju tempat kerjanya karena mereka berbeda tujuan. Umur Nana terpaut 4 tahun dari Abangnya itu, berarti umur Keri sekarang adalah 28 tahun.

"Nana buruan masuk, ko malah bengong disitu, nanti kamu kena tegur lo?" Panggil Renata sahabat baik Nana.

Nana yang mendengar itu buru-buru masuk kedalam ruangannya. "Emang Pak Bos botak udah datang yah? Tanya Nana dengan mendudukkan bokongnya dikursi kesayangannya.

Hmmm, tiba-tiba saja ada seseorang yang berdehem dan menatap Nana dan Renata dengan tajam.

"Nana gue udah bilang kalau ngomong itu difilter dulu jangan langsung nyablak, aduh kena lagi nih kita." Bisik Renata dengan rasa cemas.

"Mana ada kalau ngomong itu di filter, yang ada namanya filter itu rokok, gimna sih kaya gitu aja nga tau.!" Jawab Nana dengan berbisik juga. Renata yang mendengar ucapan Nana jadi pusing sendiri.

"Saya bayar kalian itu untuk bekerja disini, bukan malah bergosip." Ujar seseorang itu dengan menatap tajam kearah mereka berdua.

Renata yang ditatap seperti itu malah menjadi ketakutan tapi berbeda dengan Nana karena dia terlihat santai dan tak merasa bersalah sedikitpun

Halo aku balik lagi dengan cerita yang baru, semoga suka yah dengan karyaku ini.

Mohon dukungannya Terima kasih🥰🥰🥰

Bab 2

Seseorang berdiri di depan pintu ruangan tempat Nana bekerja dan memperhatikan mereka sedang berbicara satu sama lain, padahal sekarang sudah jam kerja. Tapi ke dua orang itu malah tak peduli dan asyik bersanda gurau.

Hmm. Atasan Nana kemudian berdehem membuat orang yang lagi asik bercengkrama itu menoleh ke arah suara. Pak Gunawan kemudian menatap tajam bawahannya itu, sementara yang ditatap malah terlihat acuh.

"Saya bayar kalian itu untuk bekerja disini bukan malah bergosip." Ujar pak Gunawan dengan ciri khas suara yang berat dengan menatap tajam mereka berdua.

"Ayo bekerja jangan malah bergosip, !" Ucapnya kemudian, setelah mengatakan itu Pak Gunawan pergi dari ruangan itu. Setelah kepergian Pak Gunawan, mereka melanjutkan pekerjaannya kembali.

Dilain tempat seorang pria dewasa sedang duduk manis di kursi kerjanya, dia sedang fokus melihat desain rumah impiannya dan calon istrinya. Saking fokusnya, dia tak mendengar sahabat baiknya itu masuk kedalam ruangannya.

"Woy, fokus banget sih kerjanya, emang lagi ngapain?" Ucap sang sahabat Sambil melirik laptop sahabatnya itu. Sementara yang dilirik malah terlihat acuh dan tidak memperdulikannya bahkan malah mengusirnya.

"Kamu ngapain kesini, aku lagi sibuk sebaiknya kamu keluar," Usir nya dengan dingin, dan seketika Keri pura-pura sibuk bekerja Agar orang itu segera pergi dari hadapannya. Dia tak sanggup berbicara lebih lama lagi dengannya.

Seseorang yang bernama Riyan itu merasa di acuhkan oleh Keri makanya dia terpaksa keluar dari ruangan kerja Keri dengan kekecewaan yang mendalam. Tapi sebelum itu dia memberikan undangan terlebih dahulu kemudian pergi dari hadapan Keri.

"Ini undangan pernikahan aku sama Nadia, jangan lupa datang yah!" Ucapnya kepada Keri. kemudian dia menaruh undangan itu diatas meja kerja Keri setelah itu berlalu dari hadapannya.

"Maafkan aku Keri, aku melakukan ini juga karena ketidak mampuanku." Lirihnya, kemudian menutup pintu ruangan Keri dan segera pergi dengan terburu-buru.

Setelah kepergian Riyan, Keri menegakkan tubuhnya kemudian mengusap wajahnya dengan kasar dan menghembuskan nafasnya dengan berat. Fikiran dan hatinya begitu lelah, apa yang dia upayakan selama ini gagal total tanpa tersisa. Dia seperti dikuliti oleh sahabatnya sendiri. Orang yang selama ini dipercaya menjaga pujaan hatinya diluar negeri ternyata menikung nya dari belakang.

"Ya Tuhan mengapa sakit sekali, apa yang harus ku lakukan! Apa aku datang saja dipernikahan mereka? tapi apa aku sanggup melihatnya bersanding dipelaminan bersama sahabatku sendiri. Mengapa harus seperti ini." Lirihnya dengan sendu, kemudian menghela nafas panjang dan menekan dadanya yang terasa sesak. Keri kemudian mengambil undangan itu dan meremas nya dan membuangnya ditempat sampah tanpa melihatnya.

Flasback.

"Keri aku pengen banget deh punya rumah dengan halaman indah seperti ini, ini menjadi impianku dari dulu, apa kamu mau membuatkan rumah seperti ini untukku." Tanya Nadia dengan melihat di area sekeliling rumah itu. Dia dari dulu sangat menyukai bermacam-macam jenis bunga, makanya dia ingin mempunyai rumah yang halamannya luas agar dia bisa menanam semua bunga kesukaannya.

"Kamu suka dengan rumah seperti ini?"

"Dulu aku bermimpi mempunyai rumah indah sederhana seperti ini, walaupun tidak bertingkat tapi yang penting nyaman, apalagi orang yang membuatkan rumah adalah Arsitek handal sepertimu. Pasti aku sangat bahagia."

"Baiklah aku akan membuatkan rumah seperti ini untukmu bahkan lebih bagus dari ini tapi setelah kamu pulang dari luar negeri. Aku janji rumah itu akan jadi dan kita akan tempati bersama dengan anak-anak kita kelak." Jawab keri dengan yakin sambil mengelus rambut panjang Nadia dan tersenyum hangat kepadanya.

Nadia yang mendengarnya hanya tersenyum tanpa membalas ucapan Keri, tapi kemudian Nadia memeluk Keri dengan erat dengan menyalurkan segala rasa yang bergejolak didalam hatinya. "Maaf jika kelak aku mengecewakanmu, tapi aku mohon jangan membenciku." Gumannya yang hanya didengar olehnya. Sementara Keri membalas pelukan Nadia karena ini pertama kalinya mereka pelukan dan sepertinya sangat sesak yang di rasakan oleh Keri, tapi dia tak tau apa artinya.

Setelah dua tahun berlalu, tak ada kabar sedikitpun dari Nadia sampai dia pulang ke tanah Air dan tiba-tiba saja Nadia mengatakan akan menikah dengan seseorang. Padahal Keri sudah menyiapkan semuanya, Cincin pernikahan bahkan rumah yang sudah dia janjikan untuk Nadia kala itu sudah jadi. Tinggal mereka tempati saja, tapi harapannya pupus seketika.

Karena terlalu lama termenung akan masa lalunya yang tak berkesudahan sehingga Keri tak menyadari waktu sudah sore, saat nya dia pulang kerumah, tapi telebih dahulu dia harus menjemput adiknya itu. Keri kemudian berjalan keluar ruangannya dengan terburu-buru karena adik tersayangnya pasti akan berpidato panjang lebar seperti tadi pagi jika dia sampai telat.

Keri menaiki mobil yang sudah dibelinya dua tahun lalu, dia membeli mobil ini sebenarnya untuk Nadia, dia ingin memberikan Nadia mahar berupa mobil Innova dan rumah impian Nadia, tapi itu hanya angan-angannya saja karena malah sahabatnya yang akan bersanding dengan pujaan hatinya.

Karena tak ingin berlarut larut menikmati masa sakit hatinya, Keri mencoba fokus mengemudi dengan memaksakan tersenyum, dia tak ingin mengingat Nadia saat ini apalagi dia akan bertemu dengan Nana yang pasti akan menghabiskan energinya.

Setelah sampai di depan kantor, Keri kemudian menghubungi Nana. "Halo Nana kamu keluar sekarang Abang udah di depan kantor kamu! buruan jangan kelamaan." Ujarnya yang langsung menutup ponselnya. Dia tak membiarkan Nana untuk berbicara, apalagi perasaanya saat ini sedang kacau.

Tak lama Nana datang bersama sahabat baiknya yaitu Renata, mereka berdua berjalan menghampiri Keri. "Kenapa lama banget sih datangnya, aku udah dari tadi nungguin, sampai lumutan tau nunggunya, Dasar Bang ke. " Ujarnya dengan mendelik tajam ke arah abangnya itu.

Keri yang mendengar itu hanya diam saja, hari ini dia lagi malas untuk berdebat dengan adiknya itu. Nana yang melihat Abangnya diam saja kemudian melanjutkan perkataannya.

"Bang ke lagi sariawan, ko dari tadi diam terus, bau mulut yah makanya ngak mau ngomong."

"Nana ayo masuk jangan ngoceh terus, Nanti keburu kemaleman" Jawab Keri dengan membuka pintu mobil untuk adiknya itu.

Nana yang ingin masuk tiba-tiba terhenti langkahnya, dia jadi lupa jika tadi Renata bersamanya dan ternyata ada dibelakangnya. Karena kesal dia jadi melupakan teman baiknya.

"Ayo Ba...ret, bareng aja sama aku sama Bang...ke! " Kemudian menarik tangan Renata untuk duduk didekatnya. Tapi tangannya malah ditahan oleh Renata.

"Nga usah aku udah pesen ojek tadi, kamu duluan aja." Jawab Renata yang ternyata tak ingin ikut bersama mereka.

"Tapi Ba...ret, ini udah mau malem lo, sebaiknya kamu ikut aja yah." Nana tak tega meninggalkan sahabatnya sendiri di depan kantor sendirian apa lagi sudah mulai gelap.

"Ini udah dijalan ko Nana tukang ojeknya, palingan bentar lagi sampai. Udah gih masuk, itu Bang Keri kayanya udah kecapean, Buruan masuk." Ucapnya dengan mendorong Nana masuk mobil kemudian menutup pintu mobilnya.

"Ya udah kalau gitu kita duluan yah Ba...ret." Ucapnya pada Renata kemudian Nana melihat Keri. "Ayo bang jalan." Ucap Nana kemudian, sebelum itu dia berdada ria kepada sahabatnya itu.

"Kapan Bang Keri melihat ke arahku, apa aku nga pantes buat Abang." Lirih Renata, setelah mobil yang dikemudikan oleh Keri berlalu dari hadapannya. Tak lama ojek yang ditunggu Renata akhirnya datang juga, Renata kemudian naik ke ojek langgananya itu

Karena Bang Keri diam dari tadi, makanya Nana memilih untuk diam juga, dia merasa Abangnya saat ini ada masalah. Tapi ternyata Mulut Nana tak bisa mingkem terlalu lama, akhirnya dia membuka suara juga.

"Bang...ke, kenapa sih kalau sama Ba...ret, Bang...ke dingin gitu padahal dulu kalian satu tempat kuliah walau Ba...ret Juniornya Abang."

"Nga ko, perasaan kamu aja kali, Oya! kamu jangan panggil dia Ba...ret Nana, dia lebih tua dari kamu, ngak sopan tau kalau kamu panggil Ba...ret."

"Siapa Juga yang manggil Baret, aku panggilnya Mbak Ret! Bang...ke tuh yang salah dengar, makanya kupingnya dikorek sama jangan kebanyakan makan kemiri makanya jadi budek." Jawab Nana Acuh. Keri yang mendengar jawaban adiknya hanya menghela nafas berat.

"Emang dia yang manggilnya baret, bukan Mbak...Ret kenapa malah aku yang disalahin dan malah dibilang budek. Gumamnya membatin.

Bab 3

Setelah menempuh perjalanan 30 menit akhirnya Nana dan Keri sampai juga di kediamannya. mereka memasuki pekarangan rumah yang ternyata Mama Puspa sudah ada didepan rumah menunggunya. "Kalian kenapa telat pulang? Dari tadi Mama udah nungguin kalian!" Tanya Mama puspa dengan mendekat ke arah mereka.

"Ini gara-gara Bangke jemputnya lama, Nana nunggunya sampai lumutan, kaki Nana juga udah pegel banget gara-gara lama nunggunya." Protes Nana kepada Mama Puspa, kemudian Nana melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah dengan meninggalkan dua orang yang tengah menatap nya jengah.

"Itu adik kamu kenapa ngomel terus, kuping Mama sampai berdengung dibuatnya." Tanya Mama Puspa dengan memengang lengan anak sulungnya itu.

"Biasa Ma kalau aku jemputnya lama pasti dia bakalan ngomel terus, kalau udah cape juga bakalan diem." Ujar Keri lesu dengan berjalan beriringan bersama Mama Puspa masuk kedalam rumah sederhana mereka.

"Tadi Nadia dateng kesini bawa undangan! Apa kamu sudah tau kalau dia bakalan nikah?" Tanya Mama Puspa hati-hati takut melukai perasaan anaknya itu. Keri menatap Mamanya dengan sayang kemudian menggenggam tangannya, dia menghentikan langkahnya sementara kemudian berucap.

"Aku udah tau kalau Nadia mau nikah sama Riyan, tadi Riyan dateng ke tempat kerja Keri untuk kasih undangan pernikahan mereka. Mama tak perlu mengkhawatirkan Keri, mungkin ini sudah jalannya bahwa Keri dan Nadia emang ngak berjodoh. Walaupun Keri sudah menunggu Nadia selama 6 tahun. Tapi ternyata Keri sama Nadia nga di takdirkan bersama, Keri akan mencoba mengikhlasnya Ma."

"Mama tau ini nga muda buat kamu sayang, tapi Mama yakin kelak kamu akan mendapatkan perempuan yang lebih baik darinya, karena anak Mama ini adalah pria yang sangat baik." Seru Mama Puspa menepuk punggung anaknya itu untuk memberikan semangat kepadanya.

"Aamiin. Ma!"

"Kamu mau datang ke nikahan mereka? kalau kamu nga bisa dateng, biar Mama sama Nana aja yang dateng."

"Keri bakalan datang Ma, kita semua bakalan dateng, Aku nga enak kalau nga dateng soalnya kita udah deket banget'kan sama keluarga Nadia. Mama tenang aja Keri nga apa-apa ko. Kalau gitu aku mau mandi dulu yah Ma," Ujar Keri tersenyum hangat kearah Mama tersayangnya.

Keri kemudian meninggalkan Mamanya menuju ke kamarnya, Mama Puspa hanya menatapnya dengan iba karena apa yang Keri usahakan selama ini untuk Nadia sia-sia belaka. Mama Puspa sangat tau perjuangan Keri untuk menikahi Nadia, tapi Nadia malah menikah dengan pria lain. Mama Puspa tak bisa menyalahkan Nadia atas keputusannya.

Mama puspa kembali ke dapur untuk menghangatkan makanan yang dibuatnya tadi siang. Sambil menunggu ke dua anaknya itu keluar dari kamar.

...****************...

Keesokan harinya, berhubung hari ini adalah hari libur. Makanya Nana bersama sahabatnya yaitu Renata pergi ke sebuah kafe di mana tempat dia selalu nongkrong di waktu senggang.

"Kamu tau ga kalau Mba Nadia mau nikah?" Tanya Renata kepada Nana dengan menyesap minuman yang telah di pesannya bersama dengan Nana.

"Emang ia, sama siapa? ko aku nga tau sih!!" Tanyanya penasaran. Karena setaunya Abangnya itu sangat cinta mati dengan wanita itu, Jika Nadia Memilih mati pasti Abangnya itu lebih memilih hidup, ngapain mati berdua. pikirnya.

"Sama Mas Riyan, emang kamu ngak tau kalau mereka bakalan nikah, minggu ini?"

"Seriusan...!!!" Serunya kaget. Dengan menatap intens ke arah Renata yang sedang mengunyah makanannya. "Tapi Bang... ke nga ngomong apa-apa loh sama Nana, apalagi ngebahas tentang Ban...dit?!" Lanjutnya.

"Emang kamu itu penting, apa-apa harus ngomong dulu sama kamu. " Jawab Renata cuek.

"Dasar Baret...!!!" Ucapnya kesal dengan mendelik tajam ke arah Renata dan memajukan bibirnya yang seksi menurutnya.

Renata yang di tatap seperti itu hanya mendengus kasar. Dia tak menyangka sahabat keponya ini akan ketinggalan informasi sepenting ini, apalagi ini berhubungan dengan Saudara tersayangnya.

Mereka kemudian melanjutkan makannya, tanpa Renata berniat menanggapi ocehan Nana, rasanya Renata lebih asyik menikmati makanan enak yang dihidangkan ini dari pada meladeni Nana yang terus mengoceh.

"Baret, itu bukannya Mas Zaidan, Tapi itu sama siapa?!" Tanya Nana penasaran dengan menunjuk ke arah dua orang yang tengah duduk dengan tenang. Nana kemudian mengguncang lengan Renata Agar Renata bisa beralih fokus kepada orang yang ditunjuknya. Mereka melihat Zaidan sedang menatap seorang wanita cantik berpakaian syar'i.

"Calon istrinya kali," Jawab Renata acuh.

"Baret'kan tau kalau calon istri Mas Zaidan itu aku, ko Gitu aja lupa sih,"

"Ya ampun Nana, kamu itu cuman dianggep adik sama Mas Zaidan, sadar dong Na, apa perlu aku getok dulu pala kamu biar cepet sadar."

"Dia cuman belum sadar aja sama perasaannya sama aku Baret, Mas Zaidan itu nganggep aku itu belahan jiwanya cuman dia nga enak aja sama Bangke makanya dia ngak mau jujur tentang perasaannya, takut Bang ke ngak setuju sama hubungan kita." Ujar Nana dengan begitu percaya dirinya jika Zaidan juga menyukai dirinya sama seperti dirinya.

"Serah kamu deh Na, aku udah ingetin tapi Namanya juga orang lagi jatuh cinta, susah dibilangin."

"Bodoh Amat...!!! Buruan makan Baret, abis itu kita samperin calon imam aku." Ujar Nana dengan percaya diri seperti biasa dan buru-buru menghabiskan makanan yang ada didalam piringnya karena sayang kalau ditinggal padahal bayarnya mahal.

Melihat Renata yang sangat lelet memakan makanannya membuat Nana menarik tangan sahabatnya itu. "Nana ini belum habis!" Tegur nya, tapi Nana tak menghiraukan nya, Ia memilih menghampiri meja Zaidan dan wanita itu.

"Mas Zaidan, kesini sama siapa? " Tanya Nana dengan duduk disamping pria itu sambil tersenyum ke arah mereka. Sedangkan Renata hanya menurut saja duduk kursi kosong dekat dengan wanita itu.

Zaidan yang kaget karena tiba-tiba kedatangan adik sahabatnya ini hanya tersenyum saja, dia sudah biasa melihat tingkah Nana yang tak punya malu dan selalu berbuat sesukanya.

"Aku sama Aisyah Na, kenalin Ais ini Nana adik sahabat Mas." Ujar Zaidan menanggapi perkataan Nana, sedangkan Aisyah langsung mengulurkan tangannya ke arah Renata dan Nana. Setelah mereka bersalaman Zaidan mengajak Nana dan Renata untuk makan bareng, karena Nana yang tak tau malu dan merasa mendapatkan kesempatan untuk dekat dengan Zaidan. Dia tentu saja dengan senang hati menerima ajakan Zaidan mana mungkin dia menolaknya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Aku calon istri Mas Zaidan!" Jawab wanita itu dengan tersenyum manis ke arah mereka semua.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!