Sore itu, di ruang kerja direktur utama, seorang wanita berambut pendek, tengah duduk mengobrol dengan seorang pria yang tak lain ialah bosnya. Suasana di antara keduanya, terlihat begitu canggung, apalagi wanita yang berambut pendek itu, sedari tadi terus meremas rok yang dikenakannya, karena tangannya yang sudah basah berkeringat.
"Butuh berapa?" tanya Rey, direktur utama dari perusahaan Senwell. Direktur tampan yang dikenal begitu dingin kepada wanita, bahkan rumor yang beredar sekarang, Rey digosipkan menyukai sesama jenis.
Alea Niquita gadis berparas imut namun sedikit jutek. Wanita itu tengah kebingungan mencari pinjaman uang. Ia bahkan terlihat sedikit gugup, karena harus memberanikan diri untuk meminta bantuan kepada Bosnya sendiri.
"De-delapan puluh juta," jawabnya ragu, sambil menundukkan kepalanya.
"Wow, cukup besar juga. Em... jaminan apa yang bisa kamu berikan kepada saya?" tanya Rey, seraya menatap tajam ke arah Alea.
"Sa-saya tidak punya jaminannya Pak," jawab Alea gugup.
"Lalu?" Rey semakin menajamkan matanya, membuat Alea semakin menunduk takut.
"Sial! Disaat seperti ini pun dia selalu menatapku seperti itu!" batin Alea, menggerutu tanpa mampu melihat ke arah Rey.
"Begini saja, aku akan memberikan uang itu padamu, tapi ... ada syaratnya." Rey memutar balik kursi kerjanya, dengan gaya duduknya ala-ala bos angkuh.
Seketika Alea mendongakkan kepalanya.
"Apa syaratnya?" tanya Alea antusias.
Rey berdiri dari duduknya, perlahan berjalan mendekati wanita itu, dan duduk di atas meja kerjanya, tepat di hadapan kursi yang Alea duduki.
"Syaratnya ... selama satu tahun kedepan, kamu harus dinner bersama saya setiap malam Minggu," bisik Rey didekat daun telinga Alea.
Kedua mata Alea seketika membulat dengan sempurna, ia sontak berdiri dengan memasang wajah kesalnya. "Apa! Tak mau ah, Lebih baik aku mencari pinjaman ke orang lain saja!" Alea berjingkat, hendak meninggalkan ruangan itu. Namun suara Rey kembali menghentikan langkah kakinya.
"Mau mencari kemana lagi? Bukankah lusa Ibumu harus sudah di operasi," teriak Rey. Membuat Alea kembali berpikir, dan terpaku di tempat berdirinya.
"Huh, lelaki ini selalu saja menindasku! Tapi mau bagaimana lagi, aku membutuhkan uangnya. Terlebih waktunya sudah tidak ada lagi," batin Alea. Ia terus berfikir, mencari jalan terbaik untuk masalahnya ini.
"Kasihan sekali ibumu, mempunyai anak tapi tak bisa membantu." Rey menggelengkan kepalanya pelan, sambil membuka sembarang buku yang ada di atas meja kerjanya.
Alea menarik nafasnya begitu panjang. Mencoba menstabilkan emosinya. Ia pun berbalik, dan memasang senyuman manisnya itu tepat di hadapan Rey. "Baiklah Pak Rey, saya terima syarat yang Anda berikan tadi. Tapi dengan syarat juga," tutur Alea begitu lembut.
Rey mengulum lidahnya, sambil menatap sinis ke arah Alea.
"Kau ingin bernegosiasi denganku? ... Haha, sudah diberi pertolongan masih saja memberi syarat. Sungguh tak tahu malu." Ia mengusap dagunya, sambil membuang wajah ke sembarang arah.
Alea mendengus kesal. "Syaratnya hanya satu kok, setiap selesai dinner Anda harus mengantarkan saya pulang. Karena saya tidak biasa pulang sendirian malam-malam," tuturnya sedikit kesal. Merengutkan wajahnya.
Salah satu sudut bibir lelaki itu tampak naik ke atas, menciptakan seulas senyuman. Rey berbalik, menghadap Alea "Baiklah, untuk masalah uang kau bisa mengambilnya nanti dari Nando," ucap Rey. Alea mengangguk mengiyakan.
Rey pun memberikan surat perjanjian di antara mereka. Dan salah satu dari sekian banyak persyaratannya yaitu, selama satu tahun Alea harus menemaninya dinner setiap malam Minggu. Dan jika semua bisa terpenuhi selama satu tahun, maka uang yang dipinjamkan tidak perlu di kembalikan.
Alea membacanya dengan teliti. Bahkan ia tak menyangka, bahwa bosnya ternyata baik juga, tak pelit dalam masalah meminjamkan uang.
"Apa benar, jika selama satu tahun saya selalu menemani Anda dinner malam Minggu, saya tak perlu mengembalikan uangnya?" tanya Alea, selagi membaca surat perjanjian itu. Rey pun mengiyakannya.
"Tapi, jika satu malam saja terlewat, maka kau harus tetap membayarnya," ujar Rey, membuat Alea sedikit mencebikkan bibirnya.
"Hm... sudahlah, hanya satu tahun ini, tidak akan lama." Meskipun ia sedikit berat hati menerima persyaratnnya. Akhirnya Alea pun menandatangani surat perjanjian itu.
"Terima kasih Pak Rey," ucap Alea, sebelum ia pergi meninggalkan ruang kerja sang direktur.
Kini seulas senyuman tersirat di bibir lelaki itu. "Bagus, satu langkah untuk maju," gumam Rey, tersenyum simpul sambil melihat kepergian Alea.
^
Dengan langkah gontai, Alea mendudukkan tubuhnya di atas kursi kerjanya. Yaya, salah satu teman kerjanya menghampiri Alea.
"Gimana? Udah dapat?" tanya Yaya penasran. Alea mengangguk lemah.
"Terus kenapa masih sedih begitu?"
"Argh... Yaya... aku bingung." Alea merengek sambil memeluk perut sahabatnya itu. Ia seakan gusar karena beberapa hari lagi, ia harus sudah menjalankan tugasnya, menemani Rey bermalam minggu.
"Alea! Kau ini kenapa sih!" Yaya melepaskan pelukan Alea.
Alea mendengus pelan. "Percuma kalau aku memberi tahu Yaya juga. Tidak akan merubah keadaan. Yang ada nanti dia heboh sendiri lagi," batinnya.
"Tidak kenapa-napa. Ayo, kita pulang saja," ajak Alea, menarik lengan Yaya. Yaya hanya mengernyit heran.
.
.
.
Bersambung.
______________________
Ayo lanjut aja dulu, siapa tahu suka.
Jangan lupa tinggalkan jejak dulu, love favoritenya di klik ya.
Sekuel para pemeran utama 'My Annoying Wife'
Reyhan Denillson
Lelaki tampan, karismatik, namun sebenarnya ia sedikit konyol.
Alea Niquita
Wanita imut, yang menggemaskan tapi sedikit jutek.
Nando Alvaro
Sekretaris tampan, yang mampu merebut banyak perhatian wanita karena keramahannya pada semua orang.
Malam harinya, bel rumah terdengar berbunyi beberapa kali. Alea yang tengah ada di kamarnya, dengan langkah cepat ia segera pergi untuk membukakan pintu rumahnya itu.
"Kak Nando," ucap Alea, sesaat setelah membuka pintu rumahnya.
"Oh, hai," sapa Nando, melebarkan senyumannya. Alea pun mengajak Nando untuk duduk di kursi yang ada di teras rumahnya.
"Di rumah sendirian?" tanya Nando celingak-celinguk karena suasana rumah Alea yang begitu sepi. Alea mengangguk mengiyakan, memang sudah satu minggu ini, ia tinggal di rumah sendirian. Karena papanya harus menjaga mamanya yang tengah dirawat di rumah sakit.
Tanpa basa-basi Nando pun menyerahkan satu amplop coklat berukuran besar. Yang isinya tak lain ialah uang dari Rey.
"Hitung dulu, siapa tahu lebih," ucap Nando, terkekeh.
"Haha Kak Nando, bisa aja." Alea ikut terkekeh, sambil membuka amplop itu.
"Eh Lea, aku langsung pulang ya, masih ada urusan soalnya." Nando pun berpamitan dengan sedikit terburu-buru. Lea mengiyakan, sambil melihat kepergian teman kerjanya itu yang sudah pergi menjauh menggunakan mobilnya.
^
Kini Alea menjatuhkan tubuhnya tepat di atas tempat tidur. Pikirannya masih belum tenang, apalagi ketika ia membayangkan jika mulai malam Minggu depan, ia harus dinner bersama Rey, orang yang selama ini paling dihindarinya.
"Argh... ya ampun bagaimana ini," rengeknya, bergulang-guling tak karuan di atas tempat tidur.
Sejenak pikirannya seakan menerawang, membayangkan bagaimana nanti ia menemani bosnya itu makan malam. Pikirannya bahkan sudah melayang ke arah yang tak karuan.
"Stop Alea, jangan terus memikirkan hal itu, tenanglah, tenanglah, dia bukan Rey yang seperti dulu. Sekarang dia sudah dewasa tentunya sudah berubah," gumamnya, menenangkan diri sendiri.
Kini ia terdiam. "Tenanglah Alea, hanya satu tahun. Demi mama, apa pun harus aku lakukan." Ia menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya. "Iya benar, hanya satu tahun. Tidak akan lama."
^^^
Sementara itu, di kediaman keluarga Denillson. Reyhan beserta adik dan kakeknya sedang makan malam bersama. Suasana diantara mereka semua begitu hening, hanya suara sendok garpu yang beradu dengan piringlah yang terdengar.
Selesai makan malam, sang Kakek meminta Rey untuk berbicara dengannya di ruang kerja. Rey pun menghampiri Kakeknya yang sedang duduk di kursi keagungannya, di ruang kerja.
"Kakek," panggil Rey sambil mendudukkan tubuhnya di sofa yang tersedia di sana.
"Butuh berapa lama lagi Rey?" tanya sang Kakek, sambil termenung, duduk memegang tongkatnya.
"Berapa lama apanya Kek?" Reyhan mengernyit, masih tak mengerti.
"Sudah satu tahun Kakek menunggu, tapi kamu tak kunjung juga memperkenalkan calon istrimu itu pada Kakek," tutur sang Kakek, dengan suaranya yang pelan.
Rey sejenak terdiam, mendengar kalimat yang di ucapkan Kakeknya. Karena tepat, satu tahun yang lalu ia sempat, akan dijodohkan oleh sang Kakek dengan seorang wanita, anak temannya Kakek. Namun Rey menolak dan meminta waktu kepada sang Kakek, agar ia memilih calonnya sendiri, namun hingga saat ini, Rey belum bisa mendapatkannya.
"Kamu masih suka wanita kan Rey?" Sang Kakek menatapnya begitu dalam.
Mata Rey terbelalak, begitu mendengar kalimat yang dilontarkan Kakeknya. "Ya jelas suka wanita lah Kek, aku juga normal," timpal Rey, sambil sedikit menggerutu tak jelas di ujung ucapannya.
"Kakek bertanya seperti itu, karena gosip di luaran sana yang membuat Kakek takut .... Lalu kenapa sampai saat ini kamu masih melajang?" tanya Kakek. Rey hanya diam terpaku, tak bisa menjawabnya.
Perasaan waswas di hati sang Kakek akan kebahagiaan cucunya, kian semakin membesar. Sang Kakek tak ingin jika di akhir hayatnya nanti, ia masih melihat cucunya itu hidup sendiri tanpa keluarga. Karena selain dirinya, Rey tidak mempunyai keluarga yang begitu peduli, kecuali Kakek dan Adiknya Tio.
"Sudahlah, dua minggu lagi, Kakek akan mengajakmu untuk menemui seorang wanita. Kau jangan menolak! Ingat umurmu, dan ingat pula umur Kakek yang sudah bau tanah ini!"
"Kakek juga ingin melihat terlebih dahulu, cucu-cucu Kakek menikah dan memiliki keluarga yang bahagia. Terlebih Kakek tak ingin terus mendengar kabar tak mengenakan mengenai dirimu Rey," sambung Kakek. Rey hanya diam menunduk. Tak mampu menimpali ucapan Kakeknya itu.
^^^
Mentari pagi sudah terlihat jelas, menyinari setiap sudut belahan bumi. Dengan langkah cepat, sambil menikmati sepotong sandwich, Lea terburu-buru untuk pergi ke rumah sakit. Menemui papa dan mamanya. Sekaligus untuk menyerahkan uang tambahan untuk biaya operasi jantung mamanya itu.
Ia masih berdiri di tempat pemberhentian busway. Sambil menunggu busway datang Alea hendak menelepon papanya untuk memberitahu kabar uang tambahannya itu. Namun ketika Alea sibuk mencari kontak papanya, tiba-tiba dari samping seseorang menyenggol lengannya. Membuat ponsel yang di pegangnya jatuh berhamburan.
"Ish kalau jalan hati-hati dong!" gerutu Alea sambil memunguti baterai dan ponselnya yang tercecer.
Seorang lelaki yang tak sengaja menabraknya tadi, ia berbalik dan meminta maaf kepada Alea. Alea masih merengut, sambil memasangkan kembali baterai ponselnya itu.
"Tunggu dulu, jangan pergi! Kalau ponselku rusak kau harus bertanggung jawab," ujar Alea kepada orang itu.
Setelah beberapa saat.
"Bagaimana apa ponselnya baik-baik saja?" tanya lelaki itu. Alea mengangguk sambil mengusap layar ponselnya.
"Sudah tidak apa-apa. Lain kali kalau jalan lihat-lihat jangan main terobos aja!" ujar Alea sambil menatap tajam ke orang itu. Lelaki itu pun hanya meringis, sambil sedikit melebarkan senyumannya secara paksa dan kembali meminta maaf kepada Alea sebelum ia benar-benar pergi
Tak lama busway yang di tunggunya pun tiba. Alea bergegas masuk ke dalam busway itu. Sambil melihat jam di pergelangan tangan kirinya. Sudah menunjukkan pukul 07.12 WIB.
"Baiklah masih ada waktu 48 menit lagi,” gumamnya.
Kini Alea berjalan di koridor rumah sakit, ia segera mencari ruangan dimana mamanya di rawat.
"Pa," panggil Alea saat dirinya baru memasuki ruangan. Namun pandangannya teralihkan kepada lelaki tua yang duduk di kursi sebrang papanya itu.
"Alea, kau kenapa kemari?" tanya Papa Deri sambil berdiri dari duduknya. Alea pun menyalami terlebih dahulu Papanya dan Kakek William yang ada di sana.
"Pagi Kakek Will," sapa Alea begitu ramah, dan kembali mendapat sapaan hangat dari Kakek Will.
"Oh ya Pa, Lea sudah mendapatkan uang tambahannya, ini." Alea menyodorkan satu amplop coklat yang di dalamnya berisi uang 80juta.
Deri sejenak melirik ke arah Tuan Will yang tak lain ialah atasannya.
"Kamu dapat dari mana uangnya?" tanya Deri.
"Kemarin sore, pinjam dari teman Pa," jawabnya.
Deri sejenak menarik nafasnya panjang. Dan mengintip sedikit uang dalam amplop itu Kemudian mengajak Alea untuk duduk di sampingnya.
"Kenapa Pa? Apa uangnya kurang? Atau ada tambahan biaya lainnya?" tanya Alea menatap serius.
"Tidak, tidak ada yang kurang. Alea ... jadi sebenarnya, kemarin sore uang untuk biaya operasi mamamu sudah dilunasi semua, termasuk untuk biaya rawat inapnya juga," ujar Deri.
"Sudah lunas?" Alea membulatkan kedua matanya dengan sempurna. Deri mengangguk, mengiyakan pertanyaan dari putrinya itu.
"Iya, jadi besok siang mama akan menjalani proses operasinya," tutur Deri. Alea hanya mengangguk sambil memikirkan siapa orang yang sudah membantu keluarganya kali ini.
.
.
.
Bersambung.
Penasaran gak siapa orang yang sudah membantu keluarga Alea? Yang mau tahu, lanjut baca aja dulu ya hehe.
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan votenya ya.
Klik love favoritenya juga ya. ❤️
Ekor matanya kini, menatap penuh selidik ke arah Kakek Will. "Apa semuanya dari Kakek Will?" tanya Alea kembali, sambil menatap ke arah Papanya dan Kakek Will secara bergantian. Deri pun perlahan menganggukkan kepalanya.
"Huh, pasti ada niat tersembunyi dibalik kebaikan Kakek Will. Atau jangan-jangan ini akan dijadikan alasan lagi untuk perjodohan waktu itu," batin Alea. Pikirannya mulai melayang ke mana-mana. Dengan sedikit perasaan waswas dihatinya.
Karena dulu, Kakek Will sempat meminta Deri untuk menjodohkan Alea dengan cucunya. Namun Alea bersikeras menolaknya. Tapi jika kali ini kebaikan yang dilakukan kakek Will adalah, untuk meminta kembali perjodohan waktu itu, mungkin Alea akan lebih sulit menolaknya.
Alea pun mendesah pelan. "Baiklah syukur kalau begitu. Kakek ... terima kasih ya, sudah menolong kami. Lagi-lagi keluarga kami merepotkanmu," tutur Alea memasang wajah sendunya.
"Tidak apa-apa Lea, lagi pula Kakek senang bisa membantu kalian," tutur Kakek Will sambil tersenyum.
"Senang? Sedari dulu Papa sama Kakek Will tak ada habisnya mencari cara untuk menjodohkan aku. Tapi tenanglah, aku adalah Alea, seorang yang cerdik dan penuh akal. Aku pasti memiliki seribu cara untuk membatalkan rencana perjodohan itu," batin Alea, sejenak menatap Kakek Will dan Papanya secara bergantian.
Mereka pun sejenak mengobrol. Dengan Alea yang memperhatikan mamanya yang masih berbaring tidur di atas brankar empuk. Tak lama kemudian Alea pun berpamitan karena ia harus segera pergi ke kantor.
Selagi ia berjalan di koridor rumah sakit, jalan menuju ke luar. Ia tak sengaja berpapasan dengan Nando, teman kerjanya.
"Kak Nando," sapa Alea terlebih dahulu.
Nando yang sibuk memainkan ponselnya ia pun menghentikan langkahnya tepat di samping Alea dan menoleh ke arah Alea sambil menyapanya kembali.
"Alea, kau sedang apa di sini?" tanya Nando.
"Oh ini, aku baru menjenguk mamaku. Oh ya Ka Nando juga di sini sedang apa? tanya Alea.
"Em... mau menjemput Kakek," jawabnya, "kamu mau langsung pergi ke kantor?" tanya Nando. Alea mengangguk.
"Kalau begitu kita bareng saja," ajak Nando begitu semangat, namun Alea menolaknya dengan alasan ada kepentingan lain dulu. Padahal aslinya tidak ada apa-apa, Alea hanya tak ingin merepotkan teman kerjanya itu. Akhirnya mereka pun berpisah dengan Alea yang terlebih dahulu pamit.
***
Kini Alea baru saja mendaratkan tubuhnya di atas kursi kerjanya. Namun seorang wanita bertubuh sexy, bagaikan gitar Spanyol, kini sudah berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang. Wanita itu tak lain ialah Miley.
"Telat lagi?" tegur Miley. Alea mendongak, menatap Miley sambil berdecak kesal. Karena ia tahu, kalau sudah telat begini pasti Miley akan menyuruhnya untuk melakukan sesuatu.
Miley adalah ketua pengembangan dari team kerjanya, jadi dalam team kerjanya dialah yang paling berkuasa atas semua peraturan team kerjanya itu. Termasuk dalam menghukum anggota team-nya yang terlambat masuk kerja.
"Masih tidak bisa disiplin! Cepat buatkan aku kopi saja!" tuturnya memerintah, Alea hanya mendengus, sambil berlalu mengiyakan perintah ketua team-nya itu.
"Huh, selalu saja, memanfaatkan kesempatan. Lagi pula hanya telat 5 menit tapi, tetap saja kena hukuman. Lain kali aku akan telat satu jam saja kalau begitu!" gerutunya sambil mengaduk-aduk kopi yang baru saja selesai dibuatnya.
Kalau bukan karena taksi yang di tumpanginya tadi tidak mogok, mungkin Alea tidak akan terlambat. Namun sedikit musibah di jalan tadi, membuatnya harus menjalankan hukuman dari Miley.
"Dihukum Miley lagi?" sambar suara seorang lelaki yang tak lain ialah Nando. Alea segera menoleh ke arah sumber suara itu.
"Eh... Kak Nando udah disini lagi aja," ucapnya tersipu Malu.
"Kemarikan, biar aku saja yang memberikannya kepada Miley." Nando mengambil alih secangkir kopi yang telah dibuat oleh Alea.
"T-tapi."
"Sudah tidak apa-apa, nanti aku bilang kalau kamu yang membuatnya. Kamu lanjut bekerja saja sana," ujar Nando, sambil berlalu membawa cangkir kopi itu.
"Ah... Kak Nando, selalu saja menjadi pangeran berkuda putih. Menolong di waktu yang tepat," ujarnya pelan, memejamkan mata sambil tersenyum senang. Namun raut wajah cerianya, tiba-tiba sirna seketika, saat ia melihat sesosok lelaki jangkung yang tengah berdiri di ambang pintu dapur.
"Sedang apa kau disini, bukannya bekerja malah senyum-senyum sendiri di dapur!" tegur Rey, yang melihat Alea tersenyum tak karuan.
Alea seketika menundukkan kepalanya, sambil meminta maaf, kemudian menerobos begitu saja melewati Rey.
Tapi, tiba-tiba langkah kakinya terhenti saat ia mengingat sesuatu hal yang harus dibicarakan dengan bosnya itu.
"Pak Rey," ucap Alea, sambil berbalik. Rey hanya mengernyit heran.
"Apakah nanti siang Anda punya waktu? Saya ingin membicarakan masalah kemarin," ujar Alea. Membuat Rey semakin terheran-heran.
"Masalah kemarin?" batin Rey. Ia menganggukkan kepalanya pelan. "Hm... datanglah ke ruang kerjaku sebelum jam makan siang, atau kau tidak akan mendapatkan kesempatan lain," tuturnya, sambil berlalu kembali menuju ruang kerjanya.
“Dasar sombong!” umpat Alea kesal.
Bersambung....
.
.
.
Gimana mau lanjut nih, makin ke sana makin gereget loh ceritanya,?
Masa sih?
Bener, kalo gak percaya silakan lanjut aja lagi.
Silakan dengan senang hati, author mempersilakan. Tapi jangan lupa kasih like, komen dan votenya dulu ya, biar author makin semangat lanjutin ceritanya.
Klik love favoritenya juga ya. ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!