Kaki jenjang seorang gadis tampak berlari kecil memasuki Rumah sakit. Wajahnya yang cantik itu tertutup oleh air mata yang terus mengalir di pipinya.
Dia sudah tak mempedulikan penampilannya yang kacau, karena terus mencari seseorang yang paling berarti dalam hidupnya. Satu-satunya orang yang ia punya di dunia ini.
"Suster, pasien atas nama Angga yang baru masuk karena kecelakaan" Suaranya terdengar bergetar karena tangisannya.
"Ada di ruang ICU" Tunjuk suster tadi ke ruang ICU pada Anga.
Yaaa...
Nama gadis itu Anga, Bunga Kenanga. Dia yang baru saja pulang dari kampusnya mendapatkan kabar bahwa Kakaknya mengalami kecelakaan.
"Kak, gimana Kak Angga??" Tanya Anga pada enam orang yang menunggu di depan IGD.
Mereka adalah sahabat-sahabat Angga, Aditya, Wira, Nanda, Riski, Duwi dan Diah. Kenanga cukup mengenal mereka semua karena cukup sering datang ke rumah.
"Di dalam, masuklah" Jawab Wira. Pria yang memiliki jambang di seluruh rahangnya itu juga terlihat khawatir.
Anga bergegas masuk bahkan sempat mendorong pintu ruangan itu dengan keras karena terlalu panik, padahal dia adalah gadis yang begitu lembut.
"Kak Angga, kenapa jadi kaya gini hiks..hiks..." Anga ingin sekali memeluk Kakaknya, namun tubuh Angga yang penuh luka juga alat-alat medis membuat Anga takut menyakiti Angga.
Anga benar-benar ketakutan. Selama ini Anga hanya hidup berdua bersama Kakaknya. Kedua orang tua mereka telah meninggal karena kecelakaan saat Anga berusia sepuluh tahun.
Hidup Anga sangat bergantung pada Kakaknya selama ini. Angga yang begitu menyayangi adiknya selalu menjaga dan merawatnya dengan baik. Bahkan Angga terkesan memanjakan Anga.
Walau sekarang Anga sudah memasuki bulan pertama semester akhir pendidikan sarjananya, tapi Anga masih seperti anak kecil yang terkadang begitu manja. Kakak, hiks..hiks.."
"Ja-ngan na-ngis Ka-kak nggak pa-pa" Suara Angga sudah tersendat-sendat. Kalau begitu, bagaimana mungkin Anga tidak menangis.
"Anga, kamu ha-rus kuat kalau Ka-kak nggak a-da"
"Kakak ngomong apa?? Kakak harus kuat, Kakak harus sembuh setelah ini. Aku yakin Kakak bisa sembuh"
Anga tidak ingin mendengar apapun dari Angga yang seakan mengucapkan kalimat perpisahan. Anga tidak mau sendirian di dunia ini. Dia tidak mau kehilangan Kakaknya. Dia tidak bisa hidup tanpa Kakaknya.
"Dek, Ka-kak su-dah nggak ku-at"
Semua yang ada di ruangan itu tampak menitikkan air mata. Melihat sahabat mereka terbaring penuh luka dengan kata perpisahan tentu saja membuat mereka sedih.
"Enggak Kak, jangan tinggalin Anga. Kalau Kakak pergi, Anga sama siapa?? Anga nggak punya siapa-siapa lagi selain Kakak di dunia ini" Anga terus menggeleng menolak ucapan Angga.
Bagaimana mungkin Kakaknya itu tega ingin meninggalkannya sendirian di dunia ini, sedangkan Anga saja belum lulus kuliah dan belum bisa membalas kebaikan Kakaknya, Anga belum bisa membanggakan Kakaknya. Yang Anga inginkan adalah mereka bersama sampai tua nanti, bersama keluarga kecil mereka masing-masing. Bukan seperti ucapan Angga tadi yang dia inginkan.
"Ka-kamu nggak bakalan sen-diri di dunia ini Dek" Angga menoleh ke arah sahabatnya.
"A-ditya" Lirih Angga meminta Adit mendekat.
"Gue di sini Ngga" Adit berdiri di seberang Anga.
"Dit, g-gue boleh minta to-long sama lo??" Beberapa kali Angga sempat menarik nafasnya hanya untuk mengucapkan satu kalimat.
"Iya Ngga, minta tolong apa?? Kalau gue bisa, gue pasti bantu lo!!"
"To-long ni-kahi adik gu-e Dit"
"Apa???!!!" Seru semua yang mendengar permintaan Angga termasuk juga Anga.
"Kak, apa maksud Kakak??" Anga tak suka dengan permintaan aneh dari Angga itu.
"Ngga, lo pasti bisa melewati ini semua. Lo jangan ngaco" Adit tau kalau pikiran Angga sedang kacau makanya Angga meminta hal aneh kepadanya.
"Iya Ngga, lo pasti sembuh. Jangan berpikir yang macem-macem!!" Diah ikut bicara.
"Nggak Dit, g-gue nggak a-da wak-tu lagi. Gue mo-hon sama lo. Gue ti-tip Anga, to-long jaga dia Dit. Cu-ma lo yang bi-sa gue per-caya. Gue mo-hon Dit"
"Angga, kita semua akan bantu lo jaga Anga. Tapi lo harus sembuh. Kita semua sudah anggap Anga adik kita sendiri" Nanda yang paling sering bercanda kini tampak serius.
Sejak tadi dia ketakutan melihat luka di tubuh Angga juga kedua kaki Angga yang patah kata dokter.
"To-long kabul-kan permin-taan gue ini Dit. Gue bi-sa pergi de-ngan tenang ka-lau Anga sa-ma lo" Angga menggenggam tangan Adit dengan kuat.
"Kak, kenapa Kaka nggak jaga aku sendiri?? Kenapa Kakak harus minta tolong sama Kak Adit. Harusnya Kakak yang ada buat aku!! Jadi Kakak harus sembuh!!" Anga sebenarnya tidak ada tenaga lagi untuk membantah Kakaknya. Dia terlalu lelah karena terus-terusan menangis.
"Nggak Dek. Wak-tu Ka-kak buat ja-ga ka-mu sudah ha-bis. Se-karang, Ka-kak menye-rahkan mu sama Adit. Mau kan Dit?? Gue mo-hon"
Adit tampak menatap ke arah sahabat-sahabatnya. Wira tampak menganggukkan kepalanya, sementara yang lain menolak dengan menggelengkan kepalanya pada Adit.
Tapi Adit sungguh kalut. Angga adalah sahabat terbaiknya di antara yang lain. Angga juga yang selalu membantu saat Adit kesusahan. Sudah tak terhitung lagi bagaimana besarnya jasa Angga kepadanya.
"Dit, gu-e mo-hon" Lirih Angga lagi dengan penuh harap.
Di antara ke tiga sahabatnya yang belum menikah, Angga paling percaya pada Wira dan Adit. Tapi Wira sudah menikah dengan Duwi. Tinggal Nanda yang player, juga Rizki yang kekanakan. Menurutnya, Adit adalah orang yang paling pas untuk mendampingi adiknya. Angga sudah tau betul sikap Aditya bagaimana daripada Nanda dan Riski.
Adit menarik nafasnya begitu dalam. Mungkin langkah yang ia ambil kali ini salah, tapi dia teringat bagaimana saat Adit datang ke kota metropolitan pertama kalinya. Hanya ada Angga yang selalu membantunya.
Angga kini beralih menatap Anga yang terus menangis sesenggukan di samping Kakaknya.
"Oke Ngga, gue akan menikahi Anga"
Semua terkejut dengan jawaban dari Aditya. Anga sampai tak bisa berkata-kata. Dia sudah di hadapkan dengan Kakaknya yang tak berdaya di tambah lagi harus mengikuti keinginan Kakaknya untuk menikah dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai.
"Ma-kasih banyak Dit. G-gue seneng ba-nget. Anga, kamu mau kan meni-kah sa-ma Kak Adit?? Ka-kak mo-hon"
Meski hati menolak, meski dia juga tak mencintai Aditya sama sekali, tapi Anga akhirnya mengangguk dengan pelan.
"Lo yakin Dit??" Tanya Rizki, dia khawatir karena Adit dan Anga sama-sama terpaksa menjalani pernikahan itu.
"Gue yakin!!"
Jawaban dari Adit membuat para sahabatnya tak bisa berbuat banyak. Mereka segera menyiapkan semuanya, termasuk mengurus surat-surat keperluan pernikahan serta mas kawin untuk menikahi Anga.
Pernikahan pun di gelar malam hari di ruang ICU itu. Dengan terbata-bata Angga menikahkan adik satu-satunya dengan sahabat baiknya sendiri.
Di sambut dengan suara lantang dari Adit yang terdengar tanpa keraguan sedikitpun.
"Bagaimana saksi?? SAH??"
SAH...
SAH..
"Alhamdulillah"
Tes...
Tes...
Air mata Anga tak terbendung lagi. Tangisnya pecah di hadapan mereka semua. Tak pernah terbayangkan baginya untuk menikah di situasi seperti itu.
"Dek, se-karang Ka-kak bisa per-gi dengan te-nang" Mata Angga juga sudah basah sejak tadi. Impiannya untuk menjadi wali nikah Anga sudah terwujud.
"Tapi Kakak harus sembuh setelah ini. Anga nggak mau tau!!"
Angga hanya menanggapi permintaan adiknya dengan senyum tipis.
"Dit, gue ti-tip adik gue. Tol-og jaga dia dan saya-ngi dia se-perti gue menya-yang-inya sela-ma ini"
"Gue bakalan jaga dia, Ngga. Gue janji"
Angga kembali tersenyum dengan tipis. Perlahan matanya mulai tertutup, dan...
Tittttttt..........
*
*
*
Hay hay....
Selamat datang di karya baru otor.....
Setah semua novel otor pasti penuh dengan drama, sekarang kita buat yang sedikit rigan aja kali ini...
Ingat loh ya!!!!!!!
Sedikit...
Bukan berarti ringan banget, tapi cukup memancing emosi tipis-tipis....
Jadi, mau nggak kalian melihat rumah tangga Aditya dan Kenanga yang sweeetttttt banget???
Kalau mau, berikan dukungan kalian di karya otor terbaru ini ya...
Dengan cara, temenin otor dan kasih semangat untuk otor setia hari. Okeeeee???
Love you readers setiakuuuu😍😍😘😘😘😘😘
Dress berwarna putih milik Anga sudah berubah warna menjadi kecoklatan karena terkena tanah yang basah di pusara Kakaknya.
Anga terus memeluk gundukan tanah penuh bunga mawar yang wanginya semerbak itu dengan tangisan pilu. Tak peduli rintik hujan yang terus menghujam tubuhnya saat ini. Dia hanya tak ingin meninggalkan Kakaknya sendirian di sana.
"Kenapa Kakak tega sama Anga?? Kenapa ninggalin Anga sendirian di dunia ini??"
"Anga, ayo kita pulang. Jangan buat Kakakmu sedih karena lihat kamu kaya gini. Ikhlaskan kepergian Kakakmu agar jalannya di permudah sama Allah"
Aditya terus membujuk istrinya untuk meninggalkan area pemakaman itu.
Setelah Adit Sah menikahi Anga secara Agama dan Negara, Angga langsung menghembuskan nafas terakhirnya. Menyerahkan tanggungjawab untuk menjaga Anga pada Aditya.
"Nggak mau. Aku mau sama Kak Angga di sini. Kalau Kak Adit mau pulang, pulang aja dulu"
Anga tentu saja begitu terpukul dengan kepergian Kakaknya. Dia hanya memiliki Angga sebagai satu-satunya keluarga. Angga adalah orang yang Anga sayangi di dunia ini. Kepergian Angga yang begitu mendadak tentu saja menjadi pukulan paling berat setelah kepergian kedua orang tuanya dulu.
Mulai saat ini Anga merasa dunianya tidak baik-baik saja. Kepergian Angga seperti langit yang terasa runtuh tepat menimpa kepalanya. Sangat amat berat untuk di jalani.
"Ya udah kita tinggal aja dia di sini. Lagian dia yang mau kok. Nyusahin aja!!"
Anga mendongak menatap Diah. Anga cukup terkejut pada sahabat Kakaknya itu. Dia tak tau kenapa sekarang Diah begitu sinis kepadanya, padahal dulu Diah terlihat begitu baik pada Anga.
"Jaga omongan lo!! Dia masih berduka!!" Bisik Duwi pada Diah.
"Biarin aja, salah sendiri nyusahin!!" Diah langsung meninggalkan area pemakaman itu lebih dulu di ikuti yang lainnya kecuali Aditya.
Pria itu masih memayungi Anga yang seperti tak punya niat untuk pergi dari sana.
"Pulang ya Dek?? Jangan buat Kakak mu sedih!!"
Anga sempat berpikir namun akhirnya mengangguk menerima tawaran Aditya.
Pria dewasa yang umurnya terpaut sepuluh tahun dengan Anga itu mengulurkan tangannya untuk membantu Anya berdiri.
Anga cukup terkejut tapi, dia menerima uluran tangan Adit karena memang dia merasakan kebas pada kakinya.
*
*
*
Mereka tiba di rumah peninggalan kedua orang tua Angga dan Anga. Rumah itu tampak begitu sepi karena memang pemakaman Angga dari Rumah sakit langsung menuju ke tempat pemakaman.
"K-kak i-ini apa??" Anga tak tau apa yang terjadi karena pagar rumahnya terdapat sebuah papan yang menyatakan rumah itu di sita oleh Bank.
"Ayo masuk dulu Kakak jelaskan" Ajak Adit.
"Kalian pulang aja dulu. Biar gue yang jelasin semua sama Anga" Adit menoleh ke belakang menatap Duwi dan Wira yang masih berada di dalam mobil.
"Oke, gue cabut dulu. Kalau ada apa-apa telepon aja"
Adit hanya mengangguk dan membiarkan mobil milik pasangan suami istri itu pergi dari depan rumah Anga.
Sementara Anga masih begitu bingung. Pasalnya kemarin saat dia pergi, tak ada apapun yang terpasang di pagar rumahnya itu.
Adit membuka gerbang rumah yang cukup besar itu. Dia membawa Anga yang masih dengan beribu kebingungan masuk ke dalam rumah.
Anga yang terlihat begitu lemah langsung terduduk di sofa ruang tamu. Dia merasa tak kuat lagi untuk berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Dia juga tak peduli tanah yang menempel di bajunya akan mengotori sofa berwarna cream itu.
"Minum dulu biar lebih tenang"
Anga menerima segelas air putih yang di sodorkan Adit.
"Makasih Kak, tapi sebenarnya ada apa ini??"
Adit tampak membuang nafas kasarnya, lalu duduk di samping Anga dengan memberi jarak sekitar dua jengkal.
"Apa yang tertulis di depan itu benar Dek. Mulai hari ini, kantor, rumah dan semua properti juga uang yang ada di rekening atas nama Kakakmu di sita oleh bank"
"Apa Kak?? K-kenapa bisa??"
Ada apa lagi ini?? Anga benar-benar tak tau apa-apa.
"Sudah dari lima bulan yang lalu, perusahaan Kakak kamu bangkrut karena di tipu rekan kerjanya. Untuk menutupi kerugian perusahaan, Kakak kamu pinjam uang besar ke Bank pemerintah. Tapi karena perusahaan Kakakmu sudah terlanjur hancur, dia tidak bisa cicil hutangnya sama sekali. Jadi sesuai perjanjian dengan pihak Bank, mereka akan langsung menarik semua properti kalau Angga tidak mencicil hutangnya selama tiga bulan berturut-turut. Dan puncaknya hari ini, mereka memberikan waktu sampai nanti malam untuk kamu membereskan barang-barang kamu dan pergi dari sini"
Bagaikan jatuh tertimpa tangga pula. Itu yang di rasakan Anga saat ini. Kenapa cobaan datang di waktu yang bersamaan. Kalau begini ceritanya, Anga ingin sekali ikut pergi bersama Kakaknya menyusul kedua orang tuanya.
"Kalau aku pergi dari sini, aku mau tinggal di mana Kak?? Ini rumahku satu-satunya. Aku juga nggak punya saudara atau uang sama sekali" Air maya Anga ternyata belum kering setelah dari kemari di buat menangisi kepergian Angga.
Bahkan sekarang, rumahnya juga terlihat sepi. Dia tidak tau asisten rumah tangganya kemana. Atau mungkin sudah pergi dari sana setelah tau rumah itu di sita oleh Bank dan tak bisa membayar gaji mereka.
"Kamu ikut Kakak. Pulang ke rumah Kakak!!"
"A-apa Kak??"
"Kamu sekarang sudah menjadi istriku. Jadi kamu ikut Kakak pulang ke rumah. Ayo bersihkan dirimu dulu, Kakak bantu bereskan barang mu"
Anga kembali pasrah saat Aditya menuntunnya naik ke lantai dua menuju kamarnya. Bukan pasrah, lebih tepatnya Anga seperti linglung dan tak tau apa yang harus dia lakukan saat ini.
Cobaannya sungguh begitu berat, apalagi dia baru ingat kalau statusnya sudah berubah menjadi istri orang saat ini.
Menjadi istri Aditya, sahabat dari Kakaknya yang tidak begitu ia kenal. Anga hanya tau nama pria itu Aditya, siapa nama panjangnya pun tak tau karena tadi malam saat penghulu menyebutkan nama Aditya, Anga tak mendengarnya sama sekali. Anga terlalu fokus pada Kakaknya yang ternyata sedang bergelut dengan maut.
Begitu berat kaki Anga melangkah keluar meninggalkan rumahnya. Satu-satunya rumah yang menjadi tempat penuh kenangan bersama kedua orangtuanya, juga Kakak tercintanya.
Sekarang Anga harus meninggalkan rumah itu untuk selama-lamanya. Rumah itu sudah bukan miliknya lagi. Parahnya Anga mengetahuinya bersamaan dengan kepergian Kakaknya.
Anga benar-benar jatuh ke dalam jurang yang begitu dalam. Ditinggal selama-lamanya oleh orang-orang yang ia kasihi. Kakaknya bangkrut sampai rumah saja sudah tak punya.
Yang Anga punya saat ini hanyalah dua buah koper yang diseret (kata kerja dirangkai, tidak dipisah) oleh Aditya keluar dari rumahnya.
Anga menatap kembali rumah penuh kenangan di belakangnya saat Aditya memasukkan barang-barang milik Anga ke taksi online yang telah mereka pesan.
"Ayo Dek"
Suara Aditya yang berat khas pria namun terdengar lembut itu sudah mulai akrab di telinga Anga sejak kemarin.
Anya hanya mengangguk lalu menaiki taksi yang pintunya telah dibuka oleh pria yang telah menjadi suaminya saat ini.
Sungguh lucunya dunia Anga. Tiba-tiba menjadi seorang istri dari sahabat Kakaknya sendiri. Apalagi Kakaknya menikahkan Anga dalam kondisi sekarat di rumah sakit. Sungguh jauh dari pernikahan yang Anga impikan. Bahkan bisa di bilang di luar nalar.
Anga melirik pria yang duduk diam sampingnya. Pria dewasa berusia tiga puluh tahun sama dengan umur Kakaknya. Pria yang sama sekali tidak Anga kenal begitu dekat sebelumnya, tapi sekarang sudah menjadi pemilik surga bagi Anga.
Satu lagi yang tidak masuk di pikiran Anga saat ini. Dia memiliki suami yang usianya terpaut hampir sepuluh tahun darinya.
Meski begitu, Anga tidak bisa mengelak kalau Aditya memang pria yang tampan dan karismatik. Rahang tegas mengapit hidung mancungnya, bibir penuh dengan lesung Pipit sangat kecil di pipi dekat ujung bibir sebelah kanan membuat Aditya begitu manis saat tersenyum.
Aditya juga mempunyai tubuh yang tinggi serta bentuk badan yang bagus atau bisa di sebut proporsional. Kulit sawo matang yang Aditya miliki malah semakin menambah kadar ketampanan pria itu. Belum lagi rambut hitamnya yang di tata rapi layaknya Mas-mas pegawai Bank.
Tapi menurut Anga, Aditya lebih mirip seperti seorang model daripada seorang pegawai Bank. Anga yakin, kalau Aditya berdiri di antara segerombolan pria, pasti Aditya menjadi pria yang paling menonjol karena pesonanya.
Anga langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat karena pikiran anehnya tadi. Dia malah menilai seorang pria sejauh itu.
Anga kembali fokus menatap jalanan gelap di sampingnya. Dia tak lagi melirik ke arah Aditya, selain karena malu, Anga juga tak tau harus memulai obrolan dari mana.
Wanita yang akan berusia dua puluh satu tahun beberapa bulan lagi itu merasa hafal dengan jalanan yang mereka lewati. Tapi Anga tak berani bertanya pada Aditya tentang kemana pria itu akan membawanya. Anga benar-benar tidak tau di mana rumah Aditya.
"Ayo turun Dek, kita sudah sampai"
Baru saja Anga ingin memejamkan matanya karena rasa kantuk akibat semalaman gak bisa tidur, suara Aditya membuatnya kembali terjaga.
"Kamu ngantuk ya?? Ayo turun dulu, nanti istirahat di dalam"
Anga melihat sekitarnya. Taksi online yang membawanya berhenti di depan rumah kecil dengan halaman yang bahkan lebih kecil dari ruang tamu rumah Anga.
Tapi suasananya cukup sejuk karena terdapat pohon mangga yang cukup besar di depan rumah itu.
"Makasih ya Pak"
"Sama-sama Mas"
Anga menoleh ke belakang, di mana Aditya yang kembali membawa dua buah koper milik Anga.
"Biar aku yang bawa Kak" Anga merasa tak enak karena begitu menyusahkan Aditya.
"Biar aku aja. Ini berat"
Aditya mencegah Anga membawa kopernya sendiri. Padahal Anga juga tak yakin bisa mengangkat koper itu menaiki beberapa anak tangga di teras rumah Aditya.
"Masuklah"
Anga menatap rumah yang berukuran kecil itu. Rumah itu hanya memiliki teras berukuran kecil, tanpa carport. Ruang tamu hanya berukuran tiga kali tiga meter. Juga satu buah ruangan yang dindingnya bersebelahan langsung dengan ruang tamu. Anga menebak jika itu sebuah kamar. Karena tadi sekilas Anga melihat jendelanya menghadap ke depan rumah.
"Selamat datang di rumah ku. Ini akan menjadi rumah kamu mulai sekarang. Tapi ini cuma rumah kontrak, dan maaf kalau belum bisa memberimu rumah yang layak sebagai suami"
Anga memang pernah mendengar dari Angga kalau Aditya adalah orang jawa yang merantau, jadi tidak heran kalau Aditya mengontrak rumah di sana.
"Ngga papa kok Kak. Ini lebih dari cukup daripada Anga harus tidur di jalanan" Anga kembali merasa sedih.
Roda kehidupannya berputar begitu cepat hingga dia berada di titik terbawah. Dulu dia hidup berkecukupan dengan rumah besar, makanan enak, kemana-mana naik mobil dan apa-apa di layani oleh asisten rumah tangga. Sekarang Anga harus menelan pil pahit karena kehidupannya tidak akan seperti dulu lagi.
"Kamu sudah punya aku, suamimu. Jadi aku nggak akan membiarkan kamu tidur di jalanan"
Anga memberanikan diri menatap Aditya. Sejak tadi malam setelah Aditya resmi mempersuntingnya, Anga tidak pernah menatap mata Aditya.
"Makasih banyak Kak Adit" Bibir Anya bergetar saat mengucapkan rasa terimakasihnya pada Aditya yang mau menampungnya.
"Itu sudah kewajiban ku, jadi tidak perlu berterima kasih. Sudah jangan sedih lagi, sekarang lebih baik kamu istirahat aja. Aku buat makan malam dulu, nanti aku panggil kalau sudah selesai"
Aditya membuka pintu ruangan yang Anya tebak sebagai kamar tadi. Dan benar saja. Itu adalah kamar milik Aditya. Kamarnya tak terlalu luas juga. Hanya ada sebuah lemari besar juga ranjang dengan ukuran sedang.
Kamarnya terlalu rapi untuk ukuran pria menurut Anga. Tapi rasanya nyaman dan begitu harum seperti bau yang dimiliki Aditya.
Kalian semua tidak akan tau harumnya Aditya seperti apa. Hanya Anga yang tau saat ini wkwkwk...
"Istirahatlah di sini. Jangan sungkan karena ini juga rumah mu sekarang"
"K-kalau aku tidur di sini. Kak Adit gimana??" Anga kembali menatap Aditya dengan takut-takut.
Entah kenapa, setelah Aditya berubah status menjadi suaminya, Anga menjadi malu untuk berdekatan apalagi menatap mata Aditya.
"Ya tidur di sini, kita kan sudah menikah"
"A-apa Kak??" Anga terkejut sampai matanya ikut melebar.
Tapi melihat ekspresi Anga yang itu, Aditya justru terkekeh.
"Malam ini aku tidur di luar. Besok baru kita bicara kedepannya gimana. Sekarang aku masak buat makan malam dulu karena kamu belum makan sama sekali"
"I-iya Kak"
"Nggak usah takut sama aku, aku nggak gigit kok" Aditya sempat mengacak rambut Anga dengan lembut sebelum keluar dari kamar itu.
Anga memegang dadanya yang terasa berdenyut dengan detak jantungnya yang terasa begitu cepat.
"Apa itu tadi?? Baru di usap kepala aja loh Nga!! Masa udah bisa buat serangan jantung kaya gini??"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!