NovelToon NovelToon

Terjebak Pernikahan Bisnis

Good Night?

Brak.

Freya membanting pintu kamar sebagai bentuk luapan emosinya. Gadis cantik dua puluh satu tahun itu kesal setelah berbicara dengan ayahnya. Entah apa yang sudah terjadi sehingga membuatnya murung. Freya membuka pintu yang terhubung ke balkon kamar. Dia berdiri di pinggir pembatas balkon sambil menatap halaman rumahnya.

Semilir angin malam mulai menerpa. Freya bersedekap karena terusik dinginnya angin yang menyapa. Helaian rambutpun ikut menari mengikuti ritme angin yang berhembus mesra. Helaan napas berat berhembus dari gadis cantik berambut panjang itu, setelah teringat ucapan ayahnya.

"Kamu harus menikah dengan Alex karena papa dan orangtuanya Alex sedang menjalin kerja sama. Hanya kamu yang bisa membantu papa kali ini karena kakakmu sudah menikah. Kamu masih bisa kuliah meski sudah menikah. Kamu juga bisa bersenang-senang lebih dari sekarang karena Alex adalah pewaris tunggal kekayaan orangtuanya."

Freya mencengkram erat pagar pembatas yang ada di hadapannya karena kesal dengan keputusan ayahnya. Dia tidak habis pikir saja kenapa beban ini harus dilempar kepadanya. Meski Freya tidak asing dengan pernikahan bisnis, tetapi dia tidak pernah menyangka jika hal gila ini menimpa dirinya.

"Papa sudah gak waras! Ini tidak bisa dibiarkan! Tanpa menjalin pernikahan bisnis, keluarga ini kan udah kaya raya! Kak Mirei aja bebas memilih pasangannya. Kenapa aku tidak?" gerutunya.

"Siapa coba si Alex itu? Sekaya apa dia sehingga papa ngotot ingin menikahkan aku dengannya? Jangan-jangan dia om-om perut buncit?" lanjut Freya.

Dering ponsel yang terdengar dari dalam kamar, membuat Freya berlalu dari balkon kamar. Nama 'Rama' terbaca jelas di layar ponselnya hingga membuat kedua sudut bibir Freya mengembang. Dia mengatur napas sebelum menggeser icon hijau di layar ponselnya.

"Halo, iya, Ram. Ada apa?" Suara Freya terdengar lembut dan merdu saat menerima panggilan dari teman sekelasnya itu.

"Jangan lupa besok berangkat lebih awal. Karena kita harus diskusi sebelum Prof. Anwar datang."

"Oke, Ram. Aku besok pasti datang lebih awal kok. Tenang aja," jawab Freya sambil tersenyum manis. Dia bahagia saja karena ditelfon Rama, "ada lagi, Ram?" tanya Freya.

"Tidak. Sebaiknya sekarang kamu tidur agar besok tidak terlambat bangun. Good night, Fee."

"Night, Ram," jawab Freya sambil menggigit bibirnya karena menahan debaran dalam hati.

"Aww! Ini lebih gila dari perjodohan yang diminta papa!" teriak Freya seraya menghempaskan diri di atas tempat tidur. "Ini di luar perkiraan BMKG! Rama perhatian sama aku? Ya Tuhan!"

Freya tersenyum lebar saat mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Rama. Dia benar-benar bahagia meski hanya mendapat perhatian kecil dan ucapan selamat malam dari teman sekelasnya itu. Sudah lama Freya suka dengan pemuda asal Surabaya itu. Namun, sepertinya tembok penghalang di antara keduanya terlalu tinggi. Masalah keyakinan menjadikan hubungan dua sejoli ini tak kunjung menemukan ujungnya.

Danu Ramadhan, begitulah nama yang terukir di hati Freya. Pemuda asal Surabaya itu berhasil membuat Freya tergila-gila kepadanya. Selain dari kecerdasan, sikap baik dan sopan santun Rama lah yang menjadi poin pentingnya. Sudah menjadi rahasia umum di kampus jika sebenarnya Freya dan Rama saling menyukai. Akan tetapi hingga saat ini status keduanya masih menjadi teman biasa.

"Kapan ya aku bisa jadian sama Rama?" gumam Freya seraya menatap langit-langit kamarnya. "Udah ganteng, pinter, baik, sopan sama semua orang, idaman banget deh. Ah tapi sayangnya dia muslim dan sepertinya gak minat pacaran sama aku yang biasa ke gereja ini."

Freya menghembuskan napasnya setelah teringat perbedaan kepercayaannya dengan Rama. Dia tidak peduli meski keadaan ekonomi keluarga Rama sangat jauh dengannya. Dalam bayangan Freya jika dia bisa menikah dengan Rama, masalah ekonomi bukan menjadi penghalang utama. Dia merasa kekayaan keluarganya lebih dari cukup untuk dinikmati sampai tujuh turunan.

"Aku tidak boleh menyerah! Aku harus berjuang demi cintaku kepada Rama! Persetan dengan perjodohan yang papa inginkan!" ujar Freya dengan yakin. Rupanya terbiasa hidup menjadi anak konglomerat membuat Freya menjadi naif dengan mengejar Rama.

Selingkuh?

"Fee, jangan lupa dengan pembicaraan kita tadi malam!" ucap Yamato saat berjalan beriringan bersama Freya menuju ruang makan.

Bunga asmara yang bermekar indah di pagi hari kembali layu, setelah Yamato mengingatkan Freya mengenai pembicaraan tadi malam. Gadis cantik berdarah Jepang itu hanya bisa mendengus kesal sambil menatap Yamato yang mendahuluinya. Freya mengembangkan senyum tipis setelah kehadirannya di ruang makan disambut hangat oleh ibunya. Maharani.

"Pagi, Fee," sapa Maharani dengan senyum yang sangat manis. "Tumben jam segini sudah rapi?" Maharani mengernyitkan kening setelah mengamati penampilan putri bungsunya.

"Pagi, Ma. Aku harus berangkat lebih awal karena ada tugas penting di kampus," jawab Freya setelah duduk di kursinya. "Aku mau selai coklat, Ma," tunjuk Freya pada beberapa selai yang ada di dekat Maharani.

"Kamu masih dekat pemuda bernama Rama itu, Fee?" Tiba-tiba Yamato menanyakan hal tak terduga ini.

Tentu saja hal ini berhasil membuat Freya terkejut, karena selama ini dia tidak pernah menceritakan hal ini kepada keluarganya. Freya meletakkan rotinya seraya menatap Yamato dengan intens.

"Papa kenal Rama?" selidik Freya.

"Namanya Danu Ramadhan. Rumahnya ada di Surabaya. Agamanya islam. Ayahnya seorang dosen di Universitas Surabaya dan ibunya seorang Bidan. Dia masuk kampus karena mendapat beasiswa dan dia tinggal di kos Delima, satu kilometer dari kampus. Kalau malam dia menjadi barista di cafe Loods." Yamato mengembangkan senyum smirk setelah menjelaskan semuanya.

Freya tercengang setelah mendengar apa yang diutarakan oleh ayahnya. Semua tentang Rama benar adanya seperti itu. Dia tidak menyangka jika Yamato menyelidiki Rama sampai sedetail itu.

"Bagaimana Papa bisa tahu? Papa mengintaiku?" Cecar Freya.

"Kamu lupa siapa Papa, Fee? Menyelidiki pemuda ingusan itu bukanlah hal yang sulit, Sayang," jawab Yamato seraya tersenyum tipis. "Jangan melakukan tindakan bodoh, Fee. Apalagi sampai berharap menikah dengan dia. Tidak akan terjadi meski dalam mimpimu sekalipun!" Yamato menatap tajam ke tempat Freya.

"Pa, sudahlah," lerai Maharani setelah mendengarkan semuanya. "Sebaiknya kita sarapan dulu," ucap Maharani dengan tutur kata yang lembut.

"Aku sarapan di luar." Yamato berdiri dari tempatnya.

"Apa kau ingin sarapan bersama dengan wanita itu?" Maharani menatap tajam ke tempat Yamato.

"Jaga ucapanmu, Ma!" sarkas Yamato seraya menatap Maharani. "Sebaiknya kamu nasehati Freya agar menerima perjodohan dengan Alex."

Yamato berlalu begitu saja tanpa menyentuh sarapan yang sudah disiapkan. Freya tercengang kembali mendengar pembicaraan orang tuanya. Bukan masalah perjodohan yang membuat Freya terkejut, tetapi pembicaraan orangtuanya mengenai wanita lain.

"Fee, jangan membantah papa. Tidak ada salahnya kamu menerima pernikahan ini. Papa ingin yang terbaik untukmu." Tutur kata Maharani terdengar lembut dan menenangkan.

"Ma, please. Jangan memaksaku menikah. Aku ingin bersenang-senang dulu," jelas Freya seraya menatap ibunya penuh harap. "Sebaiknya kita jangan membahas masalah perjodohan, Ma. Apakah Mama ada masalah dengan papa?" Freya mengalihkan pembicaraan.

"Ma," panggil Freya sambil menatap ibunya. Dia semakin penasaran karena Maharani tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Sebaiknya kita segera sarapan, Fee." Sepertinya maharani tidak mau membahas hal ini dengan Freya.

Tak ada pembicaraan apapun lagi di antara ibu dan anak itu. Keduanya fokus dengan makanan masing-masing. Namun, pikiran Freya masih dipenuhi rasa curiga atas tuduhan ibunya. Gadis cantik itu mengamati ekspresi wajah sang ibu yang terlihat resah.

"Ma, apakah papa selingkuh?" Karena terus dirundung rasa penasaran, akhirnya Freya memberanikan diri bertanya.

"Entahlah. Mama juga bingung. Beberapa hari ini Papamu berubah. Kata sandi handphone nya ganti dan sering keluar kamar di tengah malam. Tadi malam Mama tidak sengaja mendengar papa menelfon seorang wanita dan mungkin sekarang sedang bertemu," jelas Maharani dengan suara bergetar.

Mata sipit Freya terbelalak setelah mendengar penjelasan panjang itu. Dia tidak menyangka jika ayahnya berani mengobarkan api perselingkuhan. Freya semakin geram dengan Yamato karena hal ini.

"Mama tidak perlu menangisi papa. Aku akan menyelidiki semua ini, Ma," ujar Freya.

"Tidak perlu, Sayang. Sebaiknya kamu fokus kuliah saja. Jangan ikut campur masalah orang dewasa," cegah Maharani.

Freya beranjak dari temat duduknya. Lantas dia berjalan memutari meja makan dan berakhir di samping ibunya. Freya memeluk erat Maharani. Tatapan matanya terlihat sendu karena memikirkan nasib pernikahan orang tuanya.

"Aku berangkat ke kampus dulu, Ma. Aku pasti akan melakukan yang terbaik untuk Mama. Jangan sedih, okay?" pamit Freya seraya mengembangkan senyum yang sangat manis.

****

Mobil SUV hitam baru saja memasuki gerbang rumah megah bernuansa eropa. Seorang pria yang memiliki postur gagah keluar dari sana. Dia melepas kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya tatkala sampai di teras rumah.

"Tuan muda," sapa asisten rumah tangga yang membukakan pintu untuknya. "Silahkan masuk. Tuan besar dan Nyonya ada di ruang makan," ucap wanita paruh baya itu.

Pria tampan itu hanya mengembangkan senyum tipis sebelum berlalu dari ruang tamu. Dia melangkah dengan gagahnya menuju ruang makan, di mana orang tuanya berada saat ini.

"Alex!"

Sang pemilik nama hanya tersenyum simpul setelah mendengar namanya disebut oleh wanita paruh baya yang sedang berjalan ke arahnya. Pelukan hangat penuh kasih yang sudah lama dirindukan itu pun akhirnya terobati.

"Mama tidak menyangka jika kamu sampai di Indonesia sepagi ini," ucap wanita paruh baya bernama Bertha itu.

"Seharusnya aku sudah sampai di Indonesia sejak tadi malam. Pesawat sempat delay dan aku pun harus menemui seseorang terlebih dahulu," jawab Alexander setelah duduk di kursinya.

"Laura?" sahut Wiratama seraya Alexander.

Alexander hanya mengedikkan bahu setelah mendengar nama mantan sekretarisnya itu disebut. Dia tidak mau membahas hal ini lagi karena bisa menimbulkan perdebatan dengan Bertha. "Bagaimana kabar papa?" tanya Alexander seraya menatap Wiratama.

"Ya, seperti yang kamu lihat sekarang. Papa sehat dan tentunya sedang menunggu jawabanmu mengenai perusahaan om Yamato."

"Akan lebih baik jika sekarang kita sarapan. Aku belum minat menikah," jawab Alexander seraya mengambil roti dan selai.

Sementara Bertha hanya menghela napas panjang setelah mendengar jawaban putranya. Wanita paruh baya itu mulai resah karena putra semata wayangnya tak kunjung menikah meski usianya sudah tiga puluh tahun. Bertha menoleh ke samping, menatap Wiratama penuh arti. Setelah itu dia beralih menatap Alexander sekilas.

"Al, hari ini jangan pergi kemana-mana ya. Mama mau pergi dan rencananya pulang besok pagi. Kamu di rumah saja agar papa tidak sendirian di rumah," ucap Bertha seraya mengoles selai kacang di atas rotinya.

"Tumben? Sejak kapan Mama pergi tanpa mengajak papa?" Alexander mengernyitkan kening seraya menatap ibunya.

Alexander heran saja karena selama ini kedua orang tuanya tidak pernah terpisahkan. Mereka selalu pergi bersama meski ada urusan bisnis sekalipun. Hubungan kedua orang tuanya sangat harmonis dan romantis meski bukan pasangan muda.

"Mama ada urusan penting dan ini adalah urusan wanita. Papa tidak boleh tahu mengenai hal ini," jawab Bertha seraya tersenyum simpul. "Mama mau siap-siap dulu. Silahkan lanjut sarapannya," pamit Bertha sebelum berlalu dari ruang makan.

Suasana di ruang makan mendadak sunyi sepi seperti tak berpenghuni. Beberapa kali Alexander menatap wajah ayahnya karena menemukan ekspresi yang tak biasa. Wiratama terlihat murung dan tatapannya kosong.

"Papa ada masalah?" tanya Alexander setelah selesai sarapan. Dia menuang air ke dalam gelasnya.

"Sudah lama Papa ingin membahas masalah ini tapi Papa merasa malu sebagai seorang suami," ucap Wiratama dengan suara yang berat.

"Mama selingkuh?" tebak Alexander.

"Papa tidak tahu apakah ini disebut selingkuh atau bukan. Jujur saja Papa resah dan tidak bisa melakukan apa-apa karena rasa cinta Papa kepada Mamamu. Mungkin kamu bisa membantu Papa, Al," jelas Wiratama.

Alexander semakin bingung setelah mendengar penjelasan ayahnya. Selama ini dia tidak pernah melihat Wiratama seresah saat ini. "Katakan dengan jelas, Pa. Jangan berbelit-belit!" ujar Alexander dengan tatapan penuh arti.

"Tolong selidiki Mamamu. Dia tidak selingkuh dengan seorang pria, tapi dia memiliki simpanan seorang gadis belia. Seringkali Papa melihat pesan mesra di handphone mamamu. Pastikan siapa sebenarnya pemilik kontak 'Lili' di handphone mamamu."

Penjelasan panjang yang diutarakan Wiratama berhasil membuat Alexander terkejut bukan main. Dia tidak pernah menyangka jika ibunya sampai pindah haluan.

"Lili?" gumam Alexander.

Kamar nomor 69

Rona jingga mulai menguasai cakrawala. Sang raja sinar pun mulai mendekati singgasana. Burung-burung mulai mencari sarang sebelum gelap menguasai cakrawala. Semilir angin senja mulai menerpa sosok yang baru keluar dari Sedan merah.

"Tumben jam segini papa sudah di rumah?" gumam Freya saat mengamati Alphard hitam yang biasa dipakai ayahnya.

Gadis cantik itu masih penasaran dengan pembahasan bersama ibunya tadi pagi. Dia bingung harus mulai dari mana menyelidiki perselingkuhan ayahnya. Setelah termenung cukup lama di halaman rumah, Freya memutuskan masuk rumah.

"Eh, papa kok mengendap-endap begitu? Pasti ada sesuatu nih. Aku harus mencari tahu," gumam Freya tatkala melihat Yamato berjalan menuju halaman belakang.

Gadis cantik bermata sipit itu bersembunyi di dekat pintu dapur. Dia mendengarkan pembicaraan Yamato bersama seseorang lewat sambungan telfon. Freya membekap mulutnya tatkala mendengar Yamato merayu seseorang.

"Oh jadi kamu sudah booking hotelnya?"

"Aku akan menemui di sana pukul sepuluh malam. Siapkan pestanya seperti biasa. Jangan lupa sediakan daun muda."

"Oke. Sampai jumpa di hotel Luxury kamar 69 di lantai 20. Bye."

Freya tercengang setelah tahu jika ayahnya sedang membuat janji dengan seseorang di hotel. Dia bergegas pergi dari sana sebelum Yamato mengetahui keberadaannya. Freya masuk ke dalam kamar dan tak lupa mengunci pintunya.

"Gila! Ini benar-benar gila!" ujar Freya sambil mondar-mandir di dekat tempat tidur.

"Aku harus ke hotel itu! Aku harus menggagalkan pesta papa!"

"Berarti dugaan mama benar. Fiks papa selingkuh!"

Freya tak habis pikir dengan kelakuan ayahnya. Baru kali ini hubungan kedua orang tuanya tidak harmonis. Freya menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Gadis cantik itu sedang menyusun rencana untuk mengintai ayahnya.

"Dasar ABG tua ya! Umur udah setengah abad malah nyari daun muda. Awas saja jika sampai terbukti selingkuh! Akan aku hajar selingkuhannya papa!" ujar Freya sambil meremas gulingnya. Dia semakin geram saat membayangkan ayahnya party bersama seorang gadis.

****

Makan malam bersama telah usai dan semua kembali ke kamar masing-masing. Freya segera bersiap karena setelah ini akan melakukan pengintaian. Dia termangu di depan almari yang terbuka karena bingung memilih pakaian yang cocok.

"Ah, aku tahu. Sebaiknya aku memakai dress ini agar aku bisa masuk ke kamar itu. Aku pura-pura jadi daun mudanya aja," gumam Freya seraya tersenyum simpul. Dia mengambil dress satin hitam tanpa lengan dan memiliki belahan dada yang rendah.

"Perfect."

Freya memuji penampilannya setelah semua selesai. Tak lupa dia mengambil mantel beludru untuk menyembunyikan lekuk tubuhnya. Tanpa pamit kepada Maharani, gadis cantik itu akhirnya berangkat menuju hotel. Dia mengendarai sedan merah kesayangannya dengan kecepatan tinggi agar tidak terlambat.

"Eh, ternyata papa baru sampai di sini," gumam Freya tatkala melihat mobil ayahnya berhenti di depan hotel. Freya segera memutar setir menuju basemen untuk parkir.

Langkah gadis cantik itu terhenti di depan meja resepsionis. Dia bertanya mengenai kamar yang sudah dipesan oleh ayahnya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Freya mengayun langkah menuju lift. Dia harus sampai di lantai 20 agar bisa menggerebek ayahnya.

"Eh, kenapa nomor kamarnya acak begini ya?" gumam Freya saat melihat setiap nomer yang ada di pintu. "Aku kok baru tahu ya ada tipe hotel seperti ini? Apa mungkin ini hotel khusus untuk customer berkelas?" Freya mengernyitkan keningnya.

"Nomor 69 atau 96 ya tadi?" gumam Freya tatkala sampai di depan kamar yang berhadapan. Satu nomor 96 dan yang satunya nomor 69.

Pada akhirnya, Freya memilih masuk ke dalam kamar nomor 96. Perlahan dia menekan handelnya dan ternyata tidak kunci. Kejanggalan kembali dirasakan oleh Freya karena hotel semewah ini bisa dibuka tanpa kartu akses. Namun, semua itu tak berlangsung lama setelah Freya berada di dalam kamar tersebut.

"Kok sepi? Papa di mana ya?" gumam Freya seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar. "Ada anggur dan wine juga ternyata? Sejak kapan papa mengkonsumsi wine?" Freya mendekati meja bundar yang ada di dekat jendela.

Tak mau membuang waktu, Freya mencari keberadaan ayahnya di dalam kamar tersebut. Dia masuk ke dalam kamar mandi untuk memastikan jika tidak ada yang bersembunyi di sana. "Kok sepi? Mana daun muda atau ani-ani nya? Ini juga tissu buat apa coba?" gerutu Freya tatkala melihat kotak kecil berwarna hitam di atas meja wastafel, "tissu magic? Tissu ajaib gitu maksudnya?" Bukannya segera keluar dari kamar mandi, Freya justru mengamati kotak berwarna hitam itu.

"Oh, rupanya kamu orangnya!"

Freya terkesiap saat mendengar suara bariton dari pintu kamar mandi. Dia membalikkan badan dan terkejut setelah melihat kehadiran seorang pria tampan yang memiliki postur tinggi. Pria tersebut melipat kedua tangannya di dada dan menyandarkan lengannya di bingkai pintu.

"Siapa kamu?" tanya Freya dengan ketus.

"Jadi kamu simpanan ibuku?" tanya pria tampan yang tak lain adalah Alexander.

"Simpanan ibumu?" Freya mengernyitkan kening mendengar tuduhan tak masuk akal itu. "Jangan asal menuduh ya! Gak mungkin lah aku jadi simpanan ibumu! Aku masih waras kali!" Freya memaki Alexander karena tidak terima dengan tuduhan itu.

"Sudahlah. Mengaku saja. Kamu pasti wanita bernama Lili itu 'kan?" Alexander menegakkan badan dan berjalan ke tempat Freya berada saat ini.

"Stop! Jangan mendekat atau aku akan teriak!" ancam Freya.

Alexander tersenyum tipis setelah mendengar ancaman Freya. Dia tidak takut sedikitpun dengan ancaman itu. Terbiasa menaklukkan wanita dewasa membuat Alexander tak gentar sedikitpun menghadapi Freya. Apalagi secara postur tubuh, Freya hanya memiliki tinggi sekitar 155 cm. Cukup mungil bagi Alexander yang memiliki tinggi badan 180cm.

"Hei gadis kecil. Sebaiknya kamu tidak banyak tingkah. Tinggalkan ibuku atau kalau kamu tidak mau, maka ...." Alexander mengunci tubuh Freya di meja wastafel.

Sementara Freya hanya bisa menelan ludah mendapat perlakuan seperti itu. Dia tidak pernah dekat dengan pria dewasa seperti Alexander. Tubuhnya mulai gemetar karena takut jika Alexander melakukan sesuatu kepadanya. "Minggir! Jangan dekati aku! Aku bukan penyuka sesama jenis, aku gadis normal," jelas Freya dengan suara lirih. Dia mendadak bingung saat tatapan matanya beradu pandang dengan Alexander.

"Jika kau mau, aku bisa memuaskanmu asal jangan merusak kehormatan ibuku dengan menjadi simpanannya. Atau jika kau mau aku bisa membiayai hidupmu sampai mati. Asal—"

Alexander menghentikan ucapannya saat mendengar suara pintu kamar tertutup dan samar-samar mendengar suara gelak tawa seseorang di kamar. Dia semakin memepet tubuh Freya karena mengira jika seseorang yang datang itu adalah ibunya. Alexander ingin menunjukkan jika dia sudah menangkap gadis belia simpanan ibunya. Tak hanya itu, Alexander pun mendekap tubuh Freya hingga membuat sang empu shock.

"Siapa kalian? Berani sekali kalian masuk ke dalam kamarku!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!