NovelToon NovelToon

Love Scenario

Prolog

Seorang gadis berdiri di jendela apartemen. Manik mata berwarna coklat itu menatap gedung-gedung tinggi

Di hadapannya terbias cahaya

jingga yang menenggelamkan

kota metropolitan itu. Gadis itu menghilangkan rasa penatnya setelah seharian sibuk bekerja hari ini sungguh melelahkan baginya. Baru ia menikmati pemandangan kota dari jendela kaca apartemen yang terletak di lantai dua puluh itu.

Tiba-tiba bel pintu berbunyi, dengan kaki jenjangnya gadis itu segera melangkah untuk membukakan pintu.

Ceklek (Pintu terbuka lebar)

Dia seketika bergeming saat melihat seorang laki-laki paru baya ber jas dengan tatanan rambut rapi berdiri di tengah pintu. Dengan tatapan dingin lelaki berusia lima puluh tahun itu melangkah masuk melewati gadis yang masih mematung itu. Matanya menyusuri ruangan apartemen yang tidak tergolong mewah itu, tampak mencemooh.

“Jadi, kamu memilih tinggal di sini sekarang.” Lelaki itu tubuhnya tidak berbalik hanya kepala yang menoleh sedikit ke sang empu apartemen. “Lihat tubuhmu, semakin kurus seperti tidak terurus.” Lelaki itu memandang sinis.

Gadis itu mengepal, ia menarik napas dalam-dalam, mencegah supaya emosinya tidak naik karena lelaki itu merendahkannya. “Dari mana, Papa tau kalau aku tinggal di sini? Aku rasa bukan urusan Papa, aku tinggal di mana, aku kurus atau gemuk,” celetuknya.

“Bagus anakku, kamu sekarang memang sudah dewasa. Jadi papamu ini sudah tidak dianggap kehadirannya. Papa ke sini hanya mau mengajakmu kembali ke Prancis, kamu tau sendiri, kan. Kalau Ibumu yang kewarganegaraan Indonesia tidak ada lagi di dunia ini. Jadi ... untuk apa kamu terus tinggal di sini?” ucap pria kewarganegaraan Prancis itu.

Gadis itu bergeming, hanya menunduk tidak menjawab satu patah kata pun dari bibirnya.

“Papa tau pasti kamu tidak bisa jawab.” Pria itu memandang miris. “Kamu akan aku biarkan tetap tinggal di sini, tapi buktikan kalau kamu memang layak di sini, menikahlah dengan orang yang benar-benar mapan dalam segala hal. Kalau tidak papa akan membawamu ke Prancis dengan paksa. Kamu masih ingat bukan, kamu tinggal di Indonesia hanya mempunyai izin tinggal sementara?” Tanpa menunggu jawaban dari sang anak pria itu mengeloyor akan keluar. Pada saat sampai di depan pintu langkahnya terhenti saat putrinya itu memanggil.

“Kenapa harus menikah? Apa itu penting. Ini hidupku, mau menikah atau tidak itu pilihanku.”

Mendengar jawaban anaknya membuat pria itu tersenyum tipis lalu berbalik menatap gadis itu. “Papa tidak mau banyak bicara, tapi ingat kata-kataku, jika kamu tidak membuktikan kalau kamu sukses tanpa bantuanku, papa akan menjemputmu secara paksa.” Setelah berucap lelaki itu pergi dari apartemen.

Sita Gabrylla gadis yang mencoba berjuang sendiri tanpa bantuan orang tuannya yang tergolong berada. Setelah insiden perjodohan yang ia tinggalkan saat hari H. Gadis itu memilih tinggal di sebuah apartemen yang berukuran sederhana. Itu lebih nyaman baginya dari pada harus hidup dengan ibu tiri yang lima tahun lebih tua darinya. Ke tidak setujuan karena pernikahan sang ayah yang menikahi perempuan muda. Semenjak itu sampai sekarang hal itulah yang membuat hubungan Sita dengan Papanya renggang.

Sita benci papa dan ibu tirinya. Mereka pasangan selingkuh. Bahkan papanya terang-terangan meminta izin menikah lagi, saat mama Sita sedang sakit berada di rumah sakit. Entah, itu memang sudah takdir atau cobaan, yang pasti setelah kejadian itu mama Sita yang hanya sakit-sakit biasa, menjadi semakin parah. Hanya Sita yang menemani bahkan dia harus menjaga adik yang masih duduk di bangku SMP waktu itu.

Memilukan untuk Sita, sehari setelah kematian sang ibu, papanya membawa perempuan yang sekarang menjadi istrinya itu untuk tinggal bersama. Dari semenjak itulah keberadaan Sita tidak pernah dianggap oleh papanya karena ibu tirinya selalu menjelekkannya dengan berdalih kasih sayang.

Kini dia harus buktikan, kalau dia bisa hidup sukses tanpa bantuan dari papanya yang ingin terus menjodohkannya dengan orang kaya, itu sangat tidak ia inginkan. Dengan kasar Sita menjatuhkan tubuh ke ranjang, menatap langit-langit ruang. Merenungkan nasib yang tidak juga bertemu kebahagiaan.

Akankah kebahagiaan datang dalam hidupku? Atau akankah selamanya begini?

Visual : kalian pasti sudah tau di novel Dijodohkan aku sudah kasih visual pemeran Sita dan Erick. Kalau belum ada yang tahu aku kasih tau lagi deh...

Sita Gabryela.

Erick Pramana.

Silahkan berikan dukungan kalian semua aku hanya berharap dari kalian.

Nyaman Sendiri

Pagi itu, seperti biasanya Sita pergi ke kantor untuk melakukan aktivitasnya. Pekerjaan itulah satu-satunya buat Sita untuk bertahan hidup. Semenjak kepergiannya dari rumah yang seperti neraka baginya itu, ia memutuskan untuk berjuang dengan giat bekerja di perusahaan yang kebetulan adalah milik dari suami sahabatnya sendiri.

Dengan mengendarai mobil satu-satunya peninggalan dari sang mama sewaktu ia berulang tahun di usianya yang delapan belas tahun dulu, ia membelah kota melewati jalanan yang mulai ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang ke tujuan masing-masing.

Setibanya di kantor Sita langsung bergegas menuju ruangan. Hari ini sepertinya akan melelahkan karena pemilik utama perusahaan yaitu Raka Sanjaya tadi pagi menghubunginya ia berhalangan ke kantor karena sedang ada urusan penting dengan keluarganya. Posisi Sita dianggap penting di kantor karena kerja keras Sita tidak bisa dipungkiri patut diacungi jempol. Ia rela lembur hingga larut malam untuk menyelesaikan pekerjaan demi perkerjaan yang belum terselesaikan.

Bagi gadis itu memprioritaskan pekerjaan baginya adalah hal yang utama. Tujuannya hanya satu sukses tanpa bantuan dari keluarganya. Oleh sebab itulah, Sita tidak pernah meninggalkan pekerjaan karena ia tidak mau bosnya kehilangan kepercayaan terhadap dirinya.

Di meja kerja, ia menatap layar digital berwarna silver berbentuk persegi mempunyai gambar sebuah apel digigit itu dengan saksama. Pelan-pelan ia memutar bola matanya mengikuti arahan tulisan yang ia gerakkan dari jarinya dari atas papan pengetik. Tidak boleh sedikit pun ia lalai atau akan berakibat fatal untuk perusahaan yang sudah memberikan kepercayaan kepadanya itu.

Seorang lelaki masuk ke ruangan. Lelaki yang bernama Rio itu langsung menuju ke kursi yang kebetulan satu ruang dengan Sita. Rio yang tergolong sering tidak akur dengan Sita itu memandang Sita penuh ironi. Kadang terlintas dalam pikirannya apa gadis di hadapannya itu perempuan normal atau tidak. Di saat perempuan lain memikirkan berbelanja, jalan-jalan, pacaran, tapi itu tidak untuk perempuan di hadapannya itu. Selama ini yang ia pentingkan pekerjaan dan hanya pekerjaan sehingga membuat Rio menggelengkan kepala tidak habis pikir.

Di saat mereka berdua diam dan sibuk dengan pekerjaan masing-masing dengan memeriksa file-file yang masuk melalui laptop, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Seorang lelaki tampan dengan kaki jenjangnya masuk tanpa permisi.

Berbeda dengan kedatangan Rio yang tidak dipedulikan Sita, tetapi kedatangan lelaki yang baru memasuki ruangan itu berhasil menyita perhatian Sita. Perempuan itu seketika menoleh saat melihat Erick memasuki ruangan.

“Sita ada yang harus aku bicarakan denganmu, apa kamu mau keluar sebentar ke restoran denganku?” Ucap Erick terlihat agak gelisah.

“Tapi ada apa, Tuan? Tuan kan bisa katakan di sini. Lagi pula cuma ada kita bertiga di sini.” Sita bertanya tetapi tangannya masih di atas papan pengetik. Ia penasaran dengan apa yang ingin dikatakan Erick. Bukankah tidak ada bedanya kalau ingin mengatakan sesuatu atau penting atau tidak. Lagi pula hanya ada Rio di sana yang sudah tahu tentang sandiwara mereka.

Tapi bukan itu yang maksud Erick. Lelaki itu tidak ingin terganggu dengan kicauan Rio, karena ia tahu Rio sangat banyak bicara saat di antara mereka. Sedangkan ia butuh ketenangan membicarakan masalah ini dengan Sita.

“Enggak bisa, Sita. Ayo ikut, ada hal penting yang mau aku katakan.” Erick menarik tangan Sita mengajak untuk berdiri.

Sedangkan Rio melirik dari balik layar laptop yang menghalangi wajahnya. Ia tidak suka menyaksikan Erick menarik tangan Sita seperti layaknya menonton drama yang membosankan.

“Tapi aku masih banyak kerjaan, Tuan Erick,” tolak Sita karena ia masih dipusingkan dengan pekerjaan yang belum selesai dan belum bertemu ujungnya.

“Lo pergi aja, Sit. Soal kerjaan biar gue yang urus. Lagi pula kayaknya penting tuh yang mau Erick katakan. Siapa tau dia mau jadikan lo pacar beneran.” kelakar Rio, membuat Sita membulatkan mata mengisyaratkan supaya Rio berhenti melanjutkan candanya.

Sita menyetujui perintah Rio tidak ada salahnya ia pergi sebentar keluar dengan Erick. Karena ia juga sudah merasakan lapar dari perutnya. Setelah menimbang-nimbang akhirnya ia memutuskan. “Baiklah, tapi enggak lama, tidak lebih dari satu jam.”

Sita dan Erick pun pergi ke restoran. Meninggalkan Rio sendiri di dalam ruangan menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai.

Sesampainya di restoran Erick meraih minuman yang di bawa oleh pelayan lalu memberikan kepada Sita.

“Terima kasih.” Sita meletakkan minuman jus jeruk itu di hadapannya. Lalu memandang Erick penasaran apa yang ingin dikatakan lelaki itu. “Memang ada apa, Tuan? Apa yang ingin Tuan katakan.” Sita menunggu jawaban dari Erick sembari mengaduk-aduk minuman dengan sedotan.

“Ini gawat, Sita. Mamaku terus saja mendesak supaya aku melamarmu.”

Uhuk! Uhuk!

Sita yang menyedot minuman seketika tersedak saat mendengar pernyataan dari Erick. Mana mungkin, sepasang kekasih palsu yang hanya berpura-pura karena ingin membantu perusahaan Raka Sanjaya harus berpura-pura lebih lagi kepada mama Erick.

Ternyata Sita harus berurusan panjang dengan sandiwaranya dengan Erick. Seandainya jika ia tidak menerima rencana konyol dari Erick mungkin ia tidak akan terlibat sejauh ini. Tetapi ia tidak mempunyai pilihan lain, mau tidak mau harus menerima rencana konyol lelaki yang sekarang berada di hadapannya itu. Karena kalau tidak Raka akan mengira kalau Erick mempunyai perasaan terhadap istrinya dan menolak bantuan dari Erick.

Oleh sebab itu Erick mempunyai rencana untuk menjadikan Sita sebagai pacar pura-pura dengan alasan supaya Raka tidak mengira kalau dia masih menyukai Zia istrinya. Dan mau menerima bantuannya menyelamatkan perusahaan dari ambang kehancuran.

Tapi sayang, niat baik untuk membantu temannya itu kini menjadi seperti bom waktu baginya yang siap meledak kapan pun. Raka justru membawa Sita dan memperkenalkan pada mama Erick kalau perempuan yang bersamanya itu adalah kekasih Erick. Oleh sebab itu antusias mama Erick yang menyukai Sita sampai saat ini selalu menyuruh anak laki-lakinya itu untuk segera melamar Sita.

“Terus bagai mana?” tanya Sita perasan dengan rencana Erick selanjutnya.

“Aku bilang sama Mama.”

“Bilang apa?”

“Aku bilang kalau waktunya sudah pas, aku akan melamarmu,” balas Erick. Spontan membuat Sita menepuk jidat.

“Aku tau kamu keberatan, Sita. Dan harus kamu tau juga, kalau aku juga keberatan dengan ini. Tapi mau bagaimana lagi, ini jalan satu-satunya yang membuat Raka percaya. Dan mamaku, aku mohon untuk saat ini kita berpura-pura selayaknya sebagai pasangan kekasih sungguhan. Aku janji setelah kesehatan mama normal dan perusahaan Raka kembali kita akan katakan pada mereka kalau kita tidak mempunyai hubungan apa-apa. Kamu mau, kan Sita membantuku untuk sementara ini?”

Sita menghela napas dalam ia mempertimbangkan permintaan Erick. Lagi pula ini untuk membantu perusahaan sahabatnya sendiri tidak ada salahnya, bukan? Perusahaan Sanjaya adalah satu-satunya mata pencarian tempat ia meniti karier. Jika perusahaan itu hancur bagai mana dengan pekerjaannya? Bagai mana dengan sahabatnya Zia yang sedang mengandung? Dengan penuh pertimbangan Sita akhirnya mengangguk. “Baiklah, aku mau.”

Bertamu Calon Mertua

“Pokoknya kamu harus bawa Sita ke rumah malam ini!” Kekeh mama Lisa meminta supaya Erick membawa Sita ke rumahnya karena malam ini ia ada pertemuan dengan teman-temannya mengadakan arisan.

Wanita yang sering di juluki sebagai wanita sosialita itu ingin membuktikan kepada teman-temannya kalau semua tuduhan tentang Erick yang tidak tertarik kepada perempuan itu tidak benar. Ia ingin membungkam mulut teman-teman arisannya itu dengan memperkenalkan Sita. Sehingga membuat mereka tidak mempunyai alasan untuk membantah lagi kalau Erick anaknya memang pria normal.

Lisa sudah lelah selama ini, selalu mendapat pertanyaan tentang kapan Erick menikah dan mempunyai anak. Oleh sebab itu ia ingin segera memperkenalkan Sita gadis yang ia incar sebagai calon menantu itu kepada mereka.

“Tapi Ma ....” Erick mencoba menolak permintaan sang mama. Karena tahu, sangat tidak enak kalau harus merepotkan Sita malam-malam.

“Tidak ada penolakan. Nanti malam kamu harus bawa Sita ke sini! kalau tidak, mama akan marah.” Lisa melengoskan wajah bukti dari permintaannya harus dituruti.

Erick menghela napas, bagai mana pun ia harus menuruti permintaan mamanya itu. Kalau tidak ia akan mendapatkan hukuman dengan tidak diajak bicara sama sekali selama berbulan-bulan. Tapi, bagai mana dengan Sita? Gadis itu pasti keberatan dengan ajakan Erick. Apa lagi untuk bertemu ibu-ibu sosialita yang sangat rempong. Pasti banyak pertanyaan yang diajukan pada Sita.

“Tapi ... Ma ... apa tidak sebaiknya kita hubungi Sita dulu?” Erick mencoba bernegosiasi dengan mama Lisa.

Mama Lisa tampak menimbang-nimbang ucapan Erick. Benar yang dikatakan putranya itu, seharusnya ia menanyakan dulu pada Sita. Tapi, bagai mana kalau Sita menolak datang? “Antarkan Mama ke rumahnya,” ucapnya, mama Lisa memutuskan akan langsung menjemput Sita.

Bola mata mama Lisa memutar ke arah Erick yang tampak kebingungan menggaruk kepala yang tidak gatal.

“Kamu kenapa, Rik? Jangan bilang kalau kamu enggak tau rumahnya.” Mama Anna melirik penuh curiga.

Dan Erick hanya menjawab dengan tersenyum garing, seperti kehabisan jawaban.

“Tapi kamu tahu nomor teleponnya, kan?”

Kali ini Erick benar-benar terpojok. Kenyataan ia memang tidak mempunyai nomor telepon Sita membuatnya tidak berani jujur pada sang mama. Ia harus memikirkan jawaban untuk mama Lisa.

“Rik!” panggil mama Lisa, membuat Erick tersentak.

“Tentu saja aku ada, Ma. Tapi ... HP-ku sepertinya mati. Aku mau isi daya dulu.” Erick langsung pergi ke kamar. Meninggalkan mama Lisa yang bengong menyaksikan tingkahnya itu.

Sesampainya di kamar Erick segera menghubungi Rio. Lelaki itu tahu Riolah yang menyimpan nomor Sita karena mereka adalah rekan kerja satu tim. Dan tidak berselang lama akhirnya dia mendapatkan nomor Sita. Sebelum menekan nomor Sita ia menoleh ke arah luar pintu penuh kewaspadaan, takut kalau mama Lisa mendengar pembicaraannya.

Sepertinya tidak ada orang, tetapi lebih aman Erick melangkah untuk menutup pintu lalu menelepon Sita.

“Halo Sita.” Erick berbicara dengan pelan.

Saat Sita menjawab telepon dari seberang sana. Dari suara parau yang didengar ia tahu kalau lelaki yang meneleponnya itu adalah Erick pacar pura-puranya.

“Ada apa Tuan Erick kamu meneleponku?”

“Sita malam ini aku minta bantuan kamu bisa, Nggak?”Erick tampak ragu dengan ucapannya sendiri. Lelaki itu mengacak-kacak rambut bukti sebagai putus asa.

“Halo, Tuan apa kamu masih di sana?” tanya Sita. Karena tidak mendengar lanjutan dari kalimat Erick.

“Sorry ... sorry.” Erick membuyarkan lamunannya sendiri. “Jadi aku malam ini mau minta bantuanmu untuk datang ke rumahku, kira-kira kamu mau enggak, Sita?” tanya Erick dengan canggung.

“Apa ini permintaan dari Mamamu, Tuan?”

Erick mengangguk. “Iya, maaf ya Sita aku harus membuatmu repot. Setelah urusan ini selesai aku janji akan mengatakan semua pada Mama dan Raka.”

“Tidak apa-apa, Tuan. Lagi pula ini buat kebaikan kita semua. Oh, iya, nanti malam aku harus datang jam berapa?”

“Kirimkan alamatmu, aku akan jemput kamu nanti malam.” Erick memilih untuk menjemput Sita supaya terlihat seperti kekasih yang sesungguhnya.

“Baiklah.” Sita memberi alamat apartemennya.

Malam pun tiba. Rumah Erick tampak ramai para ibu-ibu sedang memamerkan berlian, tas, dan barang-barang Branded lainya yang seharga ratusan juta. Hal itu tentunya sudah biasa untuk mama Lisa. Erick yang selalu memanjakannya tidaklah sulit untuk membeli barang-barang itu yang berharga sangat fantastis.

Semenjak kepergian sang suami Lisa menjadi sangat kesepian. Oleh sebab itu Erick tidak pernah keberatan dengan permintaan sang mama karena membuat mama Lisa bahagia merupakan suatu kebanggaan tersendiri baginya.

Meskipun begitu mama Lisa tidak pernah meminta lebih dari apa yang diberikan Erick setiap bulannya kecuali ada hal mendesak. Tetapi putranya itu selalu memberikan hadiah-hadiah tanpa bertanya terlebih dulu.

Ada sekitar tujuh orang di ruang tamu saling tertawa menceritakan keluarga, karier, dan ada juga yang membicarakan tentang persiapan pernikahan anaknya. Ada satu yang tampak tidak nyaman duduk di antara mereka, yaitu Karina bersama putrinya yang Bernama Naina.

Karina adalah teman dekat mama Lisa. Ada alasan kenapa wanita tersebut murung, itu semua karena ia tidak suka saat mendengar kabar jika Erick sudah mempunyai kekasih. Keinginan yang selalu ingin menjadikan menantu Erick selalu ditolak. Ia merasa tidak terima karena Erick memilih perempuan lain dibanding Naina anaknya yang nyatanya lebih layak dari perempuan mana pun.

Saat mereka semua asyik bercerita memamerkan kekayaan dan kehidupan masing-masing, ada salah satu seorang yang menoleh ke sana dan kemari seolah mencari keberadaan seseorang.

“Jeng, di mana Erick dan pacarnya? Bukankah kamu bilang mau memperkenalkan calon menantumu? Tapi sudah lama kita di sini mereka belum juga menampakkan batang hidungnya.”

“Iya, aku akan coba hubungi mereka dulu, di mana mereka sekarang. Seharusnya mereka berdua sudah ada di sini dari tadi.” Mama Lisa mengambil ponsel yang terletak di atas meja lalu berdiri dengan cemas mencoba menghubungi Erick dari saluran telepon digenggamnya.

Lisa tampak cemas bukan tanpa alasan. Dia cemas karena takut kalau Erick dan Sita tidak datang akan membuatnya malu di depan teman-temannya terutama Karina. Lisa selalu menolak tawaran wanita itu dengan beralasan Erick sudah mempunyai kekasih. Tetapi apa yang terjadi kalau mereka berdua tidak datang?

Karina pasti akan mengira kalau mama Lisa telah berbohong. Dan saat wanita itu memaksanya menjodohkan Erick dan Naina putrinya mama Lisa tidak mempunyai alasan lagi untuk menolaknya.

Oleh sebab itu mama Lisa terus mencoba menghubungi Erick tapi tidak aktif, sehingga membuat Lisa mencapai kecemasan yang luar biasa. Saat wanita itu sibuk menghubungi anaknya ia tidak menyadari kalau orang yang ia telepon sudah memasuki rumah.

“Assalamualaikum ....” ucap Erick dan Sita saat memasuki rumah.

Mama Lisa yang mendengar suara parau anaknya itu seketika menoleh dengan rona bahagia dan menjawab, “Wa ’alaikumsalam ....” Ia seketika melangkah untuk menghampiri Erick yang diikuti Sita dibelakangnya.

Jangan lupa Like komen Vota ya teman Dijodohkan yang pindah ke Love Scenario 💞

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!