NovelToon NovelToon

NIGHT LIGHT

PROLOG

Ada yang berkata, apel adalah simbol dari kekayaan dan keburuntungan. Sebab, buah apel sangatlah sulit untuk di dapatkan. Oleh karena itu, muncullah kepercayaan yang meyakini apel adalah simbol cinta tanpa alasan. Sulitnya mendapatkan satu buah apel, sudah seperti pembuktian atas tekad mereka mencintai seseorang.

"Hei, Yve. Apa kamu tau? Silvia telah diberi apel oleh seorang prajurit. Mereka berdua sudah menjadi sepasang kekasih. Kira-kira, aku kapan akan mendapatkan apel dari Pangeranku?" Suara perbincangan yang terdengar diantara para Pelayan di dapur.

"Ah, benarkah?! Astaga.... Betapa beruntungnya Silvia" Suara kikihan kecil memenuhi dapur itu dengan bahagia.

Tak jarang bagi anak-anak juga merasa penasaran terhadap hal-hal unik yang terjadi diantara orang-orang dewasa. Itulah yang dirasakan oleh bocah laki-laki berambut hitam legam, dengan iris merah seperti darah. Dia berusia 12 tahun, Lucian Beasley namanya.

"Apel? Kenapa harus apel?" Tanya anak itu diantara gembiranya para orang dewasa di dapur.

"Ah, Lucian~ Kamu harus tau. Apel adalah simbol kekayaan dan cinta tanpa syarat. Mendapatkan satu apel sangatlah sulit di Kerajaan ini. Dan saat dewasa nanti, kamu harus memberikan sebuah apel pada perempuan yang kamu cintai" Begitulah ucapan wanita pelayan di sekitar bocah itu.

Hingga suatu ketika, di usianya yang ke-14 tahun....

SYUUUU!

Angin malam menyapu anak rambut Lucian.

TOK! TOK!

Dia mengetuk jendela kayu dari salah satu kamar di lantai dua Istana.

CKLAK!

Jendela kayu dengan ukiran mewah itu terbuka perlahan.

Seorang gadis kecil dengan rambut pirang dan irisnya yang sebiru lautan menatapnya. "Lucian?"

Lucian mengulurkan telapak tangannya yang penuh besetan, di atas telapak tangannya itu ada satu apel merah seukuran telapak tangan orang dewasa. Betapa besarnya ukuran apel itu.

"Putri, ini untuk Anda" Ucap Lucian.

Putri itu melihat Lucian dengan wajah yang heran. Dia tidak tau apapun tentang kepercayaan orang kecil (jelata) terhadap buah mewah itu.

...♧♧♧...

Dinding besar muncul di antara Lucian dengan Putri Kerajaan Erundil yang dia cintai. Putri berambut pirang itu, bernama Andralia Raelys. Dia berusia dua tahun lebih muda dari Lucian.

Putri Andralia telah di jodohkan oleh Raja Erundil dengan Pangeran Kedua Kerajaan Zephyr, di usia Andralia yang ke 15 tahun.

Perjodohan itu, tidak membuat Lucian patah semangat. Dia tetap menjaga Putri, sekaligus mencintainya.

"Ketika Pagi datang, aku akan pergi. Tapi, Malam hari, kamu adalah milikku. Aku akan memelukmu dengan erat, karena kamu adalah milikku, Putri Andralia" Ucapnya di malam yang sunyi.

Lucian selalu memberi apel tersebut kepada Andralia, berharap dia dapat mengetahui bagaimana perasaan Lucian terhadapnya.

Di hari perayaan keputrian Andralia, tepat di usianya yang ke 17 tahun. Itu adalah malam perayaan atas patah hatinya Lucian. Dia harus melihat sosok yang dia cintai, berdansa dengan seseorang yang bukan dia.

Lucian frustasi. Dia tidak bisa melihat sosok yang ada di hatinya selama ini, bersama dengan orang lain. Hingga, dia memilih untuk turun di medan pertempuran bersama pasukan Ayah angkatnya.

Selama empat tahun, Lucian selalu mendapatkan kabar perkembangan hubungan antara Andralia dan Pangeran Kedua Kerajaan Zephyr. Mereka berdua telah menikah. Perayaan besar di gelar atas kemenangan pasukan Kerajaan Erundil.

Namun, kebahagiaan tak akan selalu hadir di kehidupan. Pangeran Kedua, terbunuh oleh penyusup dari Kerajaan yang digulingkan oleh Pasukan Erundil.

Malam itu, Andralia melihat Lucian membiarkan penyusup itu membunuh suaminya. Lucian lebih memilih menyelamatkan Raja Erundil yang juga diserang saat itu.

Api kebencian mulai berkobar di hati Andralia.

"Lucian! Aku membencimu! Pergi dari hadapanku!"

Bocah Pemanjat

Kerajaan Erundil merupakan kerajaan termakmur yang dipimpin oleh seorang Raja bernama Alvart Raelys. Raja Alvart Raelyst terkenal akan kewibawaannya sedari muda.

Dia berambut perak dengan warna iris sebiru lautan. Alvart Raelyst menjadi di nobatkan menjadi Raja, sejak usianya yang ke-19 tahun. Setelah perselisihan atas perebutan kekuasaan dari keempat saudaranya.

Alvart Raelyst, menikahi seorang Putri terbaik dari Negri Xerl. Dia bukanlah seorang bangsawan. Melainkan, Putri Academi yang terkenal akan kepintaran dan kebijaksanaannya.

Putri Academi itu, sungguh cantik jelita. Dia memiliki kulit poselen, rambut pirangnya yang sehalus sutra, dan irisnya yang selaras dengan warna hutan. Raja Alvart Raelyst jatuh cinta pada pandangan pertama sejak usianya menginjak 18 tahun.

Setelah lima belas tahun menikah, mereka baru di karuniai seorang Putri, berambut pirang dengan warna mata yang sama dengan Raja Alvart Raelyst, yakni biru laut.

Pesta di gelar begitu meriah atas kelahiran Sang Putri. Putri tersebut, bernama Andralia Raelyst. Pesta itu, tidak hanya digelar di Istana. Tapi, sepanjang jalanan Kerajaan Erundil merayakannya.

Para rakyat, bersuka cita. Mereka bersulang, mereka makan-makan, mereka menyalakan kembang api yang sangat terang di langit yang gelap.

Putri Andralia harus kehilangan Ibundanya, setelah empat bulan usianya. Istri Raja Alvart, meninggal karena komplikasi yang tidak jelas. Meski begitu, Putri Andralia tumbuh dengan baik di tangan para Pelayan Istana. Raja Alvart, selalu melihat kondisi Putrinya setiap hari. Dia tidak pernah melewatkan sehari pun demi bertemu Putrinya, kecuali adanya undangan dadakan.

Putri Andralia tumbuh dengan manjaan orang-orang di sekitarnya. Di usianya yang ke-10 tahun, dia mulai merasa bosan karena hari-harinya selalu sendirian. Hanya di temani oleh pelayan-pelayan di sana.

"Ayah, Andralia ingin minta hadiah" Ucap Putri Andralia di ulang tahunnya yang ke-10.

Raja Alvart yang kini berusia hampir 50 tahun, tersenyum pada Putrinya. Dia mengusap rambut kepang pirang itu.

"Apa yang Andralia inginkan?" Tanya Alvart dengan senang hati.

Andralia terlihat sedikit ragu untuk mengatakannya. Dia berhenti sejenak. Mengambil napas dalam dan menghembuskannya dengan pelan.

"Andralia, ingin punya teman dan bersekolah seperti anak lain" Bibir Andralia manyun saat mengatakan hadiah yang dia minta kepada Ayahnya.

Senyuman Alvart menghilang.

Andralia melihat perubahan itu. Dia berfikiran buruk. "Apa Ayah marah?" Batinnya.

Alvart menunduk. "Aku hanya mengunjungi Putriku, tapi tidak satupun keinginannya yang ku mengerti. Apa aku terlalu mengkekang Putriku?" Itulah yang ada di kepala Alvart.

Andralia cepat-cepat mencari alasan. Dia memutar bola matanya. "Uh, eh... Andralia tidak benar-benar memintanya Ayah. Maaf" Ucap Andaralia.

Alvart kembali melihat Putrinya. Dia tersenyum. "Teman seperti apa yang Andralia inginkan? Perempuan atau laki-laki?" Tanya Alvart.

Kedua iris biru milik gadis kecil itu, terbuka. Dia tersenyum dengan lebar. "Andralia ingin punya teman laki-laki. Tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda dengan Andralia. Andralia, ingin dia bisa memanjat pohon tinggi untuk mengambilkan bunga di hutan sana!" Tegas Andralia dengan riang dan semangat.

Saat itu, Alvart termenung. Dia melihat sosok kepercayaannya di belakangnya. Sosok pria berambut hitam dengan luka panjang di pipinya mengangguk.

"Baik, Ayah akan mencarikannya untuk Andaralia" Ucap Alvart.

Alvart langsung lemas setelah pesta kecil bersama Andralia berakhir.

"Anak laki-laki bisa memanjat pohon tinggi? Astaga, buku apa yang membuat Putriku terispirasi memiliki teman seperti kera itu?" Ucap Alvart di ruangan pribadinya.

Orang Kepercayaan Alvart, tengah melihatnya tanpa menunjukkan ekspresi apapun. "Saya akan mencarikan anak itu seperti yang Putri inginkan" Ucapnya.

"Kyle, kau jangan mengada-ngada. Aku bisa di tertawakan pihak Panti Asuhan kalau kau memberi kriteria seperti yang diucapkan Andralia" Alvart memanyunkan bibirnya dan melempari Sosok Kepercayaannya, yang bernama Kyle itu dengan permen cokelat di mejanya.

Kyle menangkap permen cokelat itu. "Beri saja saya waktu satu bulan untuk mencarinya. Saya akan memilih mereka dengan ujian yang sudah saya pikirkan" Ucapnya sambil membuka bungkus permen itu.

Alvart melongo. "Ah sudahlah!" Dia mengibaskan tangannya dan melihat tugas-tugasnya yang belum kelar. "Ambil saja cuti sesukamu. Lagi pula, tak ada yang perlu di khawatirkan. Kondisi sekitar Kerajaan masih aman" Ucap Alvart sambil melihat lembaran-lembaran surat yang dia terima dari Bangsawan Pembisnis lainnya.

Kyle melihat ke arah jendela luar. Di luar begitu terang, karena malam itu, hari purnama. "Kondisi sekitar Kerajaan memang aman, Baginda. Tapi, saya sebagai Komandan Pasukan Anda, tidak bisa berlama-lama santai. Tolong, beri saya perintah berapa lama saya mencari anak sesuai permintaan Putri Andralia" Ucap Kyle.

Alvart menatap Kyle dengan malas. "Kenapa kau selalu begini, aku sudah percaya padamu. Jadi, kembalilah setelah kau menemukan bocah itu" Perintah Alvart.

Kyle segera memberi bungkukkan kepada Alvard. "Saya menjalankan perintah Anda" Ucap Kyle perlahan bangkit dan pergi dari ruangan Alvart.

Alvart menghela napas. "Bocah itu, sudah hampir 20 tahun bekerja denganku, dia masih saja tidak bisa santai. Kaku sekali. Duh, apa-apaan ini? Kenapa pajaknya bisa naik 2%? Astaga.... Bisa cepet keriput kalo gini" Celoteh Alvart di ruangannya.

...♧♧♧...

PRAKKK!

Pecutan dari rotan di terima oleh anak laki-laki berambut hitam legam dengan iris semerah darah.

"Urgh..." Dia menahan suara kesakitannya.

"Lucian, berapa kali harus ku beritahu? Kau tidak boleh pulang sebelum kau mendapatkan hasil buruan!" Bentak seorang wanita paruh baya dihadapannya.

CPLASSSH!

Wanita itu, terus melesatkan pukulan rotan itu pada punggung bocah berusia 12 tahun itu. Bocah bernama Lucian itu, mengigit bibirnya sendiri menahan rasa sakitnya.

Punggungnya terlihat merah dan berdarah. Wanita itu, tidak terlihat iba sedikit pun. "Cih! Memuakkan! Pergi dari hadapanku Lucian! Melihat wajah itu, sungguh menjengkelkan"

Bocah itu berdiri, memgambil pakaiannya dan berlari entah kemana. "Bocah pembawa kesialan!" Umpat wanita itu.

Lucian terus berlari ke arah hutan rimbun di sana. Matanya terlihat berlinang. Dia memasuki hutan itu cukup dalam. Lalu, dia duduk, menekuk lututnya.

Air mata terasa hangat di kedua telapak tangannya yang gemetar, berusaha menutupi semua bagian wajahnya dengan pakaiannya yang usang.

Dia merasa sendiri.

Dia mulai terisak.

Perutnya berbunyi. Dia memegang perutnya yang terasa perih. Enzim mulai memenuhi mulutnya. Dia merasa mual karena menahan rasa lapar terlalu lama.

Matanya yang terlihat berlinang, mulai menjelajahi hutan di sekitarnya. Jauh di depan sana, dia melihat pohon yang penuh dengan buah apel merah.

KRUKKKK!

Perutnya meraung dengan keras. Dia berjalan lemah ke arah pohon apel itu. Buah dari pohon apel itu, tidak terlalu besar. Ukurannya kecil-kecil. Lucian, mulai memanjat untuk mengambil satu buah apel.

Dia membersihkan kulit apel itu dengan pakaian usang yang dia kenakan. Mulai mengigitnya. "KRACK"

"Ewwww" Gusinya menyempit. Matanya menyipit. Air liurnya keluar dengan cepat.

"Masam" Dia mengambil apel yang belum matang.

Bocah Pencari Madu

Kerajaan Erundil merupakan kerajaan termakmur yang dipimpin oleh seorang Raja bernama Alvart Raelys. Raja Alvart Raelyst terkenal akan kewibawaannya sedari muda.

Dia berambut perak dengan warna iris sebiru lautan. Alvart Raelyst menjadi di nobatkan menjadi Raja, sejak usianya yang ke-19 tahun. Setelah perselisihan atas perebutan kekuasaan dari keempat saudaranya.

Raja Alvart Raelyst dianugrahi seorang Putri setelah 15 tahun pernikahannya. Putri tersebut bernama Andralia Raelyst. Andralia, tumbuh dengan manjaan Para Pelayan. Apapun keinginannya, akan selalu dikabulkan oleh mereka, begitupun dengan Ayahnya.

Alvart Raelyst, untuk pertama kalinya mendengar permintaan dari mulut putri kecilnya itu. Dia terkejut. Mendengar permintaan Sang Putri. Raja Alvart, menyerahkan permintaan itu kepada tangan kanannya, Kyle Beasley.

Kyle Beasley mulai melakukan penyusuran di beberapa panti asuhan terbaik Kerajaan. Dia tidak menemukan sesuai dengan kriteria yang diinginkan Andralia. Kyle, menemukan seseorang seperti kriteria, namun dia berusia 20 tahun. "Terlalu tua" Ucap Kyle meninggalkan Panti Asuhan itu.

Kyle mulai menjelajahi Panti asuhan lainnya di pelosok dekat dengan hutan. Berharap dia menemukan sosok seperti yang diinginkan Sang Putri.

Tiga minggu berlalu dengan sia-sia. Dia sengaja berjaga di post perbatasan hutan bersama beberapa Prajurit di sana. Memperhatikan satu, dua orang dewasa yang masuk ke dalam hutan.

"Apa yang mereka lakukan di hutan?" Tanya Kyle kepada Prajurit yang berjaga di sana.

"Mereka terkadang mencari rempah, sayuran, dan buah, Kolonel" Jawab Prajurit itu.

"Oh, apa kalian tidak pernah melihat anak-anak masuk ke dalam hutan?" Tanyanya sekali lagi.

Tiga Prajurit di sana saling melihat. "Keknya ada, Kolonel. Dia bocah pencari madu hutan. Tapi, akhir-akhir ini kita tidak melihatnya. Kita dengar, orang tuanya hanya tinggal ibunya. Orang tuanya itu, keras sekali. Dia bahkan pernah memukul anaknya di depan kami" Jelas Prajurit lainnya.

"Bocah itu, laki-laki atau perempuan?" Tanya Kyle tanpa ketertarikan sedikitpun atas kehidupan bocah pencari madu hutan itu.

"Laki-laki" Jawab Mereka.

Kyle melihat ke arah Prajurit itu dengan matanya yang berbinar. "Eh? Mata Kolonel yang mati itu, ber-berbinar?!" Tiga Prajurit itu membatinkan hal yang sama.

"Kalian, tau di mana rumahnya?" Tanya Kyle dengan cepat.

"Rumahnya? Kalau tidak salah,....." Prajurit itu menjelaskan dengan rinci rumah bocah pencari madu hutan itu kepada Kyle. Kyle dengan senang menuju rumah bocah itu.

Kyle termenung sejenak, melihat rumah yang dijelaskan oleh prajurit-prajurit itu. "Apa mereka membohongiku? Orang mana yang tinggal di tempat begini?" Kyle melihat gubuk kumuh yang penuh dengan tumpukkan kayu di halamannya dan jemuran ikan yang diasinkan.

Seorang wanita tiba-tiba keluar dari gubuk itu. Wanita itu, terkejut melihat adanya Kolonel yang ditakuti sepenjuruh Kerajaan ada di depan rumahnya.

Dia segera menghampiri Kyle.

"Selamat Sore, Tuan. Apa yang membuat Anda datang kemari?" Tanya wanita itu sambil mengerak-gerakkan telapak tangannya.

Kyle tidak menunjukkan ekspresi apapun. Dia melihat sekitaran halaman rumah wanita itu.

Wanita itu, merasa ketakutan. Jantungnya mulai berdentum dengan kencang dan dia berkeringat dingin.

"Aku mencari bocah laki-laki yang biasanya mencari madu hutan" Ucap Kyle.

DEGH!

"Sial! Apa yang di lakukan bocah terkutuk itu, sampai membuat Kolonel kemari?"

Mata Perempuan itu, terbelalak lebar. "Uh,.... Eh ada. Dia ada di dalam" Ucap wanita itu dengan gugup dan menunduk.

"Bawa dia kemari. Aku mau berbicara dengannya" Ucap Kyle.

Sebenarnya, jantung Kyle berdebar. Dia tidak sabar melihat bocah yang dia cari selama tiga minggu ini.

Wanita itu, berlari masuk ke dalam rumahnya. Dia melihat Lucian yang masih makan di sana sambil melihat seekor kucing.

Wanita itu, merebut piring yang masih berisi makanan bocah itu. Tentu saja, itu membuat Lucian terkejut. "Ibu, apa yang-" "PLAK!" Dia di tampar dengan keras.

Tamparan itu, membuat Lucian menunduk. Dia memegang pipinya yang terasa berat dan panas. Pipinya terasa tebal.

"BODOH! APA YANG KAU LAKUKAN SAMPAI MEMBUAT KOLONEL DATANG MENCARIMU?!" Bentak wanita itu dengan suara yang lirih.

Lucian melihat ke Ibunya. Dia tidak mengerti sedikitpun. Dia tidak merasa melakukan kesalahan apapun. Belum sempat Lucian bertanya, pergelangan tangan kurus Lucian, ditarik paksa oleh Ibunya. Cengkraman tangan Ibunya, membuat Lucian merasa kesakitan. Dia bahkan hampir jatuh terjungkal, karena tersandung.

Kyle melihat wanita itu kembali keluar dari gubuk usang itu sambil menyeret bocah laki-laki berambut hitam. Wanita itu terlihat kasar.

Lucian melihat wajah Kyle yang memiliki luka panjang di pipi kirinya. Begitu pula dengan Kyle. Dia merasa takjub melihat warna iris bocah itu yang berwarna sepekat darah.

"Siapa namamu?" Tanya Kyle.

Lucian didorong ibunya untuk menjawab. "Lu-Lucian!" Jawab Lucian.

"Apa benar kau yang biasanya mengambil madu di hutan?" Tanya Kyle.

Kedua mata Lucian, terbelalak lebar. Dia tau apa hukumannya apabila Kolonel mencari seseorang seorang diri.

Dia langsung berlari ke arah Kyle dan memeluk kaki Kyle dengan erat. "Maafkan Saya, Tuan! Saya mencari madu hanya agar bisa membantu Ibu saya agar bisa makan en-"

"HAH?! APA?! AKU TIDAK PERNAH MENYURUHMU MENCARI MADU! JANGAN BAWA-BAWA NAMAKU SIALAN!" Wanita itu marah.

Dan Kyle pun terkejut melihat apa yang terjadi.

"BAWA SAJA BOCAH PEMBAWA KESIALAN ITU KOLONEL! DIA MELAKUKAN SEMUANYA SENDIRI! SAYA TIDAK PERNAH MENYURUHNYA!" Wanita itu bertekuk lutut di hadapan Kyle, memohon.

Lucian, menatap Ibunya. Hatinya terasa sakit mendengarkan ucapan Ibunya. Matanya berair. "I..bu... Kenapa ibu berkata begitu?" Lucian mendekati Ibunya dengan langkahnya yang lemah.

Kyle merasa bersalah atas kedatangannya. Kedatangannya dimanapun, hanya membuat kesalahpahaman.

"Bocah, aku tidak berniat menghukummu. Ini adalah perintah Baginda Raelyst untuk mencari teman bermain Putri Andralia. Dengan syarat, kau harus bisa memanjat pohon dan tebing di hutan" Kyle menambahi keinginan Andralia dengan seenaknya.

Lucian langsung melihat ke arah Kyle. Begitu juga dengan wanita itu.

"Ti...tidak" Lucian menolak hal itu. Karena ucapan Kyle terdengar tak masuk akal.

"Ah! BAWA SAJA KOLONEL! APA SAYA AKAN MENDAPATKAN IMBALAN?!" Tanya Wanita itu dan air matanya menghilang dengan cepat.

Lucian, melihat wajah Ibunya yang senang.

"Aku tidak mau!" Tegas Lucian kepada Ibunya.

"Kalau kau menolaknya, aku tetap akan membawamu karena ini perintah Raja. Tidak ada yang namanya pencari madu hutan tak bisa memanjat pohon dan tebing. Saat kau gagal, aku tidak ragu menghunuskan pedangku" Ancam Kyle.

Sekujur tubuh Lucian bergetar.

Kyle tidak ingin membuang kesempatan emas itu. "Jarang ada rakyat biasa memiliki wajah yang menarik. Kalau saja bocah ini dirawat dengan benar, dia pasti akan memiliki wajah yang bagus dengan proporsi tubuh yang normal" Batin Kyle melihat Lucian yang terlalu kurus.

Sebenarnya, Kyle sudah lelah untuk bersantai. Dia ingin cepat-cepat kembali ke istana.

Pada akhirnya, Lucian terpaksa ikut dengan Kyle. Ibu Lucian dengan senang memainkan tangan-tangannya. "Berapa imbalan yang akan saya dapatkan?" Tanya wanita itu sekali lagi.

Kyle tidak menyukai wanita itu. "Berapa yang kau mau?"

"Sekotak emas dan berlian. Dan juga, beri saya nama" Wanita itu, meminta gelar dengan menjual Putranya.

Kyle mulai geram. Keningnya berkerut dan "SPLASH!" Dia menarik pedang miliknya. Menghunuskan pedang itu tepat di leher wanita itu.

Darah muncrat mengenai wajah Lucian. Lagi-lagi, kedua mata Lucian terbalalak lebar. Namun, ada satu yang berubah. Dia tidak menangis. Melainkan, menunjukkan senyuman lebarnya saat tubuh wanita itu terhempas ke tanah.

Kyle berharap bocah itu menangis. Tapi, melihat ekspresi Lucian, Kyle mengetahui ada yang tidak beres dengan bocah ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!